DIMENSI MANUSIA
1. Kebahagiaan dan Penderitaan
Menurut Fichte, manusia secara prinsipil adalah mahluk yang bersifat moral yang di
dalamnya mengandung suatu usaha. Disinilah manusia perlu menerima dunia luarnya. Sikap
seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi
dirinya sendiri dari masyarakat luas. Karena itulah manusia disebut sebagai mahluk sosial,
mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk
melangsungkan kehidupannya. Hidup akan menjadi sebuah penderitaan apabila dunia
dipandang sebagai suatu keinginan sebab pemuasan keinginan sangat terbatas, sedangkan
kehendak tidak terbatas.
Inilah sebab timbulnya pandangan bahwa kenyataan hidup merupakan penderitaan.
Manusia dapat menikmati kebahagiaan apabila penderitaan tidak dialaminya. Dan penderitaan
itu sendiri datang ketika kehendak kita tidak terpenuhi, rasa kekecewaan yang timbul akan
menjadi belenggu kita untuk merasakan kebahagiaan. Apabila seseorang ingin merasakan
kebahagiaan maka belenggu kehendak harus dilepaskan dari perbudakan kehendak seseorang.
2. Eksistensi Manusia
Karl Marx berpandangan lain dengan filsuf sebelumnya, akan tetapi dalam aspek-aspek
tertentu pandangan tersebut sama. Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia pada
umumnya mengacu kepada hakikat manusia itu sendiri. Apabila pemikiran tersebut
menyangkut masalah kemampuan dan makna hidup serta eksistensinya, maka untuk
menyelesaikan masalah tersebut tidak terlalu mudah.
Menurut Kerkeegard, pertama-tama yang penting bagi manusia adalah keadaanya
sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi harus ditekankan, bahwa eksistensi manusia
bukanlah suatu “ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung didalamny
suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Atau merubah
sesuatu yang sebelumnya hanya bersifat abstrak menjadi nyata. Dengan kata lain eksistensi
berarti : Berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barangsiapa tidak berani
mengambil keputusan, ia tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya. Tiap eksistensi memiliki
cirinya yang khas. Kierkegard membedakanya adanya 3 bentuk eksistensi, yaitu : bentuk
estetis, bentuk etis dan bentuk religius.
Kaum eksistensialis terus berpikir tentang manusia. Dalam hal Gabriel Marcel (1889-
1973) menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang
lain. Tetapi manusia adalah makhluk yang menjadikan manusia dapat mentransendir dirinya
sendiri, dapat mengadakan pemilihan, dengan mengatakan “ya” atau “tidak”, terhadap segala
sesuatu yang dihadapinya.
Pandangan filsuf mengenai manusia menggambarkan betapa manusia hadir sebagai
mahluk yang multi dimensi. Dalam hal ini manusia sebagai mahluk individu benar-benar
berdiri kokoh dalam kemandiriannya. Demikian pula manusia sebagai mahluk sosial
senantiasa mengatur dengan kehidupan kehidupan masyarakat yang beraneka ragam.
Keberadaan manusia sangat akrab dengan alam sekitarnya yang tidak mengangkat manusia,
melainkan mengangkat benda-benda fisik lainnya. Para filsuf yang telah menunjukan
kemampuannya untuk menerobos ruang batas yang amat sulit tentang manusia, pada akhirnya
sampai kepada tingkat pemikiran bahwa terlepas dari dimensi-dimensi tersebut di atas jelaslah
bahwa pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan tuhan.
1. Materialisme
Materialisme telah diawali sejak filsafat yunani yakni sejak munculnya filsuf alam
Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19 di
eropa. Materialisme ekstrim memandang bahwa manusia adalah terdiri dari materi belaka.
Lamettrie (1709-1751) sebagai seorang pelopor materialisme berpandangan bahwa manusia
tidak lain daripada binatang, binatang tak berjiwa, material belaka.
2. Idealisme
KESIMPULAN
Manusia memang memiliki akal yang tidak ada batasnya, seperti yang terlihat pada
pembahasan tentang manusia pada halaman sebelumnya begitu banyak pandangan-pandangan para
filsuf tentang manusia. Namun jika kita cermati tidak ada kesepakatan bulat dari para filsuf
mengenai hakikat manusia, dari hal tersebut dapat diambil beberapa hal mengapa tidak ada suara
yang sama dari para filsuf mengenai manusia, secara tidak langsung para filsuf mengungkapkan
hakikat manusia berdasarkan latar belakang dan ego dari para filsuf itu sendiri.
Namun secara garis besar dapat diambil 2 garis besar mengenai hakikat manusia tersebut.yang
pertama, Manusia adalah ragawi yang didalamnya terdapat jiwa, raga adalah sebagai bentuk gerak
kehidupan dari seorang manusia, sedangkan jiwa adalah tempat akal dan budi yang membuat
manusia dapat berpikir dan merasakan kehidupan yang ada di sekitarnya, jiwa inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya seperti binatang atau benda mati. Manusia sebagai
sebuah satuan yang kompleks tentu tidak dapat berdiri dengan sendirinya, seperti benda yang
diciptakan oleh manusia, benda itu butuh bantuan manusia agar dapat terangkai menjadi sebuah
benda. Begitupun manusia yang butuh kekuatan diluar dirinya untuk dapat menjadi manusia, atau
yang disebut dengan kekuasaan tuhan.
Garis besar yang kedua adalah yang ekstrem. Pandangan itu menyebutkan bahwa kita sama
saja dengan binatang, hanya material belaka, dan manusia pun memiliki jiwa kebinatangan, derajat
manusia lebih tinggi hanya karena menyandang nama manusia. Sebagai manusia layaknya kita
bijak menanggapi berbagai pendapat tersebut, karena apapun bentuknya, itu merupakan bagian dari
sejarah ilmu pengetahuan manusia.