Satu tablet ciprofloxacin digerus lalu ditimbang 0,05 g kemudian dilarutkan dalam 50 ml
CMC. Diambil 1 mL dari larutan tersebut lalu ditambahkan CMC sampai 10 mL sehingga
diperoleh larutan Ciprofloxacin dengan konsentrasi 50µg/50µl. konsentrasi ini digunakan
sebagai Kontrol positif.
Larutan uji dari Isolat EPMS dibuat dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dengan cara ditimbang
0,2 g ; 0,4 g ; 0,6 g isolat EPMS kemudian dilarutkan dalam 1 mL CMC (Vanesa, 2020).
Digunakan CMC karena EPMS memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air (Revika, et
al., 2020).
3. Pembuatan Media
Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril sebanyak satu ose lalu ditanamkan pada media agar
miring dengan cara menggores secara zig-zag. Inkubasi dalam incubator pada suhu 37°C selama
24 jam.
Bakteri uji yang telah diinokulasi diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan kedalam
tabung yang berisi 3 mL larutan Nacl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan
standar kekeruhan larutan Mc.Farland.
Metode yang digunakan adalah metode difusi dengan cakram kertas. Medium NA dituang ke
cawan petri sebanyak 30 mL, masing-masing bakteri Salmonella typhi dan Enterococcus faecalis
sebagai biakan uji dipipet dari larutan NaCl 0,9% ke 2 cawan petri steril masing-masing
sebanyak 200 µl. cawan petri kemudian digoyang-goyang secara perlahan untuk menyebar kan
biakan bakteri secara merata dan didiamkan hingga media memadat. Masing-masing dari cakram
kertas steril dipindahkan secara aseptic menggunakan pinset steril ke konsentrasi yakni 20%,
40%, 60% serta larutan antibiotic (Kontrol positif) dan etanol/cmc (control negative) direndam ±
1 menit. Cakram kertas yang telah direndam dengan isolate EPMS. Larutan aquadest serta
antibiotic ciprofloxacin dipindahkan dengan pinset steril ke media NA berisi Salmonella typhi
dan Enterococcus faecalis. Secara aseptic kemudian diinkubasi selama 1x24 jam dengan suhu
37°C.
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah pada sekitaran cakram
menunujkkan kepekaan isolate EPMS terhadap bakteri yang digunakan sebagai bahan uji yang
dinyatakan dengan diameter zona bening. Diameter zona bening diukur menggunakan jangka
sorong. Kemudian zona bening yang diukur dikategorikan kekuatan daya antibakterinya
berdasarkan penggolongan Davis and Stout (1971)
Menurut Davis and Stout (1971). Kriteria data antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat
5mm atau kurang dikaterogrikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona
hambat 10-20mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20mm atau lebih dikategorikan sangat
kuat.