Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42

Identifikasi Daerah Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan


Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di
Kawasan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
As’ad Humam1*, Masrul Hidayat1, Arsy Nurrochman1, Ade Irma Anestatia1, Aisyah Yuliantina1,
Salomo Pranata Aji2
1
Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1, Bandar Lampung 35415
2
Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Lampung, Jl. Soekarno Hatta No.10, Bandar Lampung 35141

Dikirim: Abstrak: Bentang luas kawasan gambut provinsi Jambi berkisar 621.000 ha dan luas
9 April 2020 hutan 2.107.779 ha. Sebaran lahan gambut terdapat pada kawasan kabupaten bagian
hilir serta bagian pantai timur Sumatera yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur (46%),
Direvisi:
Kabupaten Muaro Jambi (30%) dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat (20%) maka,
3 Mei 2020
sangat diperlukan untuk menganalisis daerah tersebut secara geospasial serta
Diterima: membuat skenario kerawanan kebakaran hutan dan lahan. Terdapat 7 parameter untuk
4 Mei 2020 membuat peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan yaitu suhu udara, akses jalan,
akses sungai, kepadatan hotspot, peruntukan lahan, curah hujan, dan penggunaan
lahan. Ketujuh parameter tersebut diklasifikasikan serta dilakukan koreksi citra Landsat
8 yang kemudian dibobotkan dengan melalui proses Weighted Overlay. Hasil proses
Weighted Overlay menghasilkan peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan. Peta
kerawanan kebakaran hutan dan lahan menghasilkan 3 kelas yaitu sangat rawan,
* Email Korespondensi: sedang, dan tidak rawan. Skenario tersebut menghasilkan peta kerawanan kebakaran
asadhumam777@gmail.com hutan wilayah dengan potensi sangat rawat berada pada daerah Desa Senyeran dan
Pengabuan dengan luas wilayah 35.068 ha.
Kata kunci: Analisis Geospasial, Weighted Overlay, Penginderaan Jauh, Kebakaran
Hutan dan Lahan, Sistem Informasi Geografis

Abstract The total area of peatlands in Jambi Province is around 621.000 ha and the forest area is 2.107.779 ha.
The wide area of peatlands can be found in coastal distric and the East Coast of Sumatra, that is East Tanjung
Jabung District (46%), Muaro Jambi Distric (30%) and West Tanjung Jabung District (20%) therefore, it’s necessary
to analyze that regency in geospatial way and make a scenario forest and land fire vulnerability. There are 7
parameters to create a map of forest and land vulnerability, namely air temperature, road access, river access,
hotspot density, land allocation, rainfall, and land use. The seven parameters are classified and corrected citra
Landsat 8 and then Weighted through a Weighted Overlay process. From the results of Weighted Overlay process
then will be get the map of forest and land fire vulnerability. Map of forest and land fire produce 3 classes, very
vulnerable, moderate, and not vulnerable. From the result of scenario, map of the forest fire vulnerability areas with
very vulnerable potential are Senyeran and Pengabuan Villages with an area of 45.068 ha.
Keywords: Forest and Land Fire, Geographic Information System, Geospasial Analysis, Remote Sensing,
Weighted Overlay

1. PENDAHULUAN gambut di Provinsi Jambi mencapai Rp.145 triliun.


Bencana kebakaran hutan dan lahan yang Nilai kerugian tersebut, dihitung berdasarkan luas
semakin marak terjadi sangat mengganggu karena lahan gambut terbesar dan rusak seluas 114 ribu
menghasilkan emisi khususnya di Indonesia se- ha yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2019.
bagai Negara tropis. Kebakaran hutan dan lahan Sebaran lahan gambut terdapat pada berbagai
dapat terjadi berdasarkan 2 faktor utama yaitu kabupaten yang berada di kawasan hilir serta
faktor alami dan faktor yang dilakukan manusia, bagian gugus pantai timur Sumatera yaitu terdiri
faktor alami dapat berupa kemarau panjang dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur (46%),
sehingga tanaman menjadi kering dan kegiatan Kabupaten Muaro Jambi (30%) dan Kabupaten
manusia berupa pembakaran liar untuk memper- Tanjung Jabung Barat (20%) (Oktiana dkk, 2017).
luas lahan (Rasyid, 2014). Bencana ini memiliki Berdasarkan data titik panas tahun 2003 dinas
skala kerugian yang besar, bukan hanya dari segi kehutanan terdeteksi titik panas sebanyak 1.678
ekonomi, kesehatan, bahkan menyangkut proses dengan luas kawasan sebesar 3.025 ha dalam
keberlanjutan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan keadaan terbakar, kejadian terulang kembali pada
BNPB bentang alam kawasan gambut di Provinsi tahun 2006 dengan jumlah titik panas sebanyak
Jambi berkisar 621.000 ha dan luas hutan 6.948 yang tersebar pada 8 kabupaten Provinsi
2.107.779 ha. Luas hutan rawa gambut di Pulau Jambi (Widodo, 2014). Berdasarkan pemantauan
Sumatera 7,4%nya terletak di Provinsi Jambi Satelit Nasional Oceanic Atsmospheric Adminis-
sedangkan luas wilayah kabupaten Tanjung tration (NOAA) terdapat 18 sebaran titik di provinsi
Jabung Barat berkisar 500.982 ha. Wahana pada areal masyarakat, areal hutan tanaman
Lingkungan Hidup (Walhi) menyampaikan ke- industri, areal kelapa sawit, hutan lindung dan
rugian akibat dari kebakaran hutan dan lahan lahan gambut. Kebakaran di dukung oleh faktor
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 33

luar seperti pemanasan global, kemarau jangka pakan bumi secara tidak tajam (Sari dkk., 2017).
panjang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya Koreksi radiometri dilakukan untuk memperbaiki
kebakaran hutan dan lahan (Syarif dkk., 2019). hasil rekaman satelit yang mengalami kesalahan
Selain itu, hasil kajian lainnya menyebutkan bahwa akibat adanya gangguan atmosfer. Gangguan
gambut merupakan kontributor terbesar 85% yang disebabkan oleh atmosfer menyebabkan pe-
terhadap total emisi Jambi bersama sektor ke- nyimpangan sudut pantul terhadap penerimaan
hutanan. sensor pada satelit. Koreksi radiometri digunakan
Penginderaan jarak jauh merupakan ilmu serta untuk menyusun kembali pantulan yang direkam
seni untuk mendapatkan beragam informasi oleh sensor memperkecil penyimpangan sehingga
berupa objek, daerah, menganalisis sebuah data mempunyai pola pantul seperti keadaan objek
dengan alat tanpa kontak langsung dengan objek, yang sebenarnya (Parman, 2010). Koreksi ini
daerah dan kajian yang dianalisis (Utomo, 2017). dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan
Sistem informasi geografis merupakan pemroses- berikut:
an data spasial dengan berbasis komputer yang 𝜌𝜆 ′ = 𝑀𝜌∗ 𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝜌 (1)
sudah tergeoreferensi serta disimpan dalam suatu
basis data dan berkaitan dengan keadaan dunia Di mana:
nyata (Masykur, 2014). 𝜌𝜆 ′ : TOA planetary spectral reflectance
Secara rinci tujuan dilakukannya penelitian ini 𝑀𝜌 : Reflectance multiplicative band
adalah (1) menyusun peta kerawanan kebakaran 𝑄𝑐𝑎𝑙 : L1 pixel value in DN
hutan dan lahan di wilayah Tanjung Jabung Barat, 𝐴𝜌 : Refletance additive band
Provinsi Jambi skala 1:250.000 dengan memanfa-
atkan informasi geografis, penginderaan jauh, dan
Pada Landsat 8 koreksi radiometri reflectance
analisis data sekunder, (2) menganalisis pem-
harus dilanjutkan dengan menambahkan solar
bobotan serta pengaruh masing-masing informasi
elevation angel untuk mendapatkan koreksi
geografis dan penginderaan jauh terhadap ke-
radiometri reflectance yang sebenarnya, dengan
rawanan kebakaran di wilayah Tanjung Jabung
rumus:
Barat, Provinsi Jambi, (3) menyusun peta skenario 𝜌𝜆 ′
kerawanan kebakaran hutan dan lahan Tanjung 𝜌𝜆 = (2)
𝑆𝑖𝑛(𝜃)
Jabung Barat, Provinsi Jambi berdasarkan proses Di mana:
Weighted Overlay untuk memetakan daerah yang 𝜌𝜆 : TOA planetary reflectance (Unitless)
berpotensi sebagai pusat kerawanan kebakaran 𝜃 : Solar elevation angle
hutan dan lahan.
Reflektan ToA (Top of Atmospheric) merupakan
2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN nilai reflektan yang ditangkap oleh sensor pada
Secara umum parameter yang digunakan untuk satelit sedangkan BoA (Bottom of Atmospheric)
melakukan penelitian terkait peta kerawanan merupakan reflektan objek yang terkoreksi atmos-
kebakaran hutan dan lahan terdiri dari 7 parameter fer, reflektan ToA didapatkan melalui proses
yaitu tingkat curah hujan, suhu, akses terhadap koreksi radiometri (Kristianingsih dkk., 2016).
sungai, akses terhadap jalan, kepadatan hotspot Koreksi radiometri juga dapat dilakukan pada citra
tahun 2019, tutupan lahan atau penggunaan lahan Landsat 7 dan 8, tujuan yaitu mengubah data
dan peruntukan lahan. Kemudian dilakukannya digital number DN ke radiasi yang ditangkap oleh
proses pembobotan dengan memanfaatkan tool- sensor satelit sehingga menjadi Top of Atmosferic
box pada ArcGIS yaitu Weighted Overlay dengan (ToA) Radiance, di mana formula TOA radiance
penilaian influence dan pengkelasan masing- sebagai berikut:
masing parameter. Alat dan bahan yang diguna-
kan berupa Software ArcGIS Versi 10.3, Citra 𝐿𝜆 = 𝑀𝐿 ∗ 𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝐿 (3)
Landsat 8 pada 16 September 2019. Secara lebih
terperinci metode yang digunakan adalah sebagai Di mana:
berikut: 𝐿𝜆 : Spectral radiance (W/(m2*sr*µm))
𝑀𝐿 : Radiance multiplicative band
2.1. Koreksi Citra 𝐴𝐿 : Radiance additive band
Koreksi citra dilakukan untuk mengolah data 𝑄𝑐𝑎𝑙 : L1 pixel value DN
dalam bentuk raster yang diperhitungkan para- Setalah mendapatkan nilai TOA radiance atau
meter-parameter di dalamnya untuk mendapatkan spectral radiance maka selanjutnya melakukan
nilai dari apa yang dikoreksi berdasarkan peman- perhitungan Top of Atmosphere Brightness Tem-
faatan metadata. Pada penelitian kali ini berikut perature, dengan formula :
merupakan koreksi citra yang digunakan terdiri
𝐾2
dari. 𝑇𝐵 = 𝐾
− 273,15 (4)
𝑙𝑛( 1 +1)
𝐿𝜆
2.1.1. Koreksi Radiometri Citra Satelit Di mana:
Koreksi radiometri merupakan teknik untuk 𝑇𝐵 : At brightness temperature
memperbaiki data citra untuk menghilangkan
pengaruh atmosferik yang menimbulkan kenam-
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 34

𝐾2 : Band-spesific thermal conversion from Setelah mendapatkan nilai NDVI maka proses
metadata (K2 _Constant_Band_x, where x selanjutnya yaitu melakukan penurunan NDVI
is thermal band number, 10 or 11) untuk mendapatkan proporsi vegetasi agar men-
𝐾1 : Band-spesific thermal conversion from dapatkan nilai emisivitas, yaitu dengan rumus:
metadata (K1 _Constant Band_x, where x
is thermal band number, 10 or 11) 𝑁𝐷𝑉𝐼−𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛 2
𝐿𝜆 : TOA spectral radiance(W/(m2*sr*µm)) Nilai 𝑃𝑉 = (𝑁𝐷𝑉𝐼 ) (6)
𝑚𝑎𝑥 −𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛
at brightness temperature yang terdapat
pada band 10 dan 11, akan dikalkulasikan Di mana:
kembali untuk mendapatkan nilai at bright- 𝑃𝑉 : Prosposi vegetasi
ness temperature rata-rata yang akan di- 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛 : Nilai NDVI terendah
gunakan untuk pengolahan coversion 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑎𝑥 : Nilai NDVI tertinggi
brightness temperature to surface tem-
perature. 2.1.3. Metode Suhu Permukaan
Temperatur permukaan tanah atau LST me-
2.1.2. Metode NDVI rupakan keadaan pada keseimbangan energi per-
Metode NDVI (Normalized Difference Vege- mukaan, atmosfer, sifat suhu pada permukaan,
tation Index) merupakan metode untuk mengetahui dan media bawah permukaan, LST (Land Surface
kerapatan dari vegetasi, indeks kehijauan maupun Temperature) diidentifikasikan dari citra Landsat
aktivitas fotosintesis vegetasi. Indeks vegetasi di- berdasarkan band thermal (Delarizka dkk., 2016).
dasarkan berdasarkan pengamatan permukaan Metode untuk menentukan suhu permukaan yaitu
yang memiliki refleksi berbeda-beda serta jenis mentransformasi suhu dengan memanfaatkan nilai
gelombang cahaya. Vegetasi aktif dalam foto- proporsi vegetasi untuk mencari nilai land surface
sintesis akan menyerap gelombang merah dari emissivity, dengan rumus sebagai berikut:
matahari dan mencerminkan inframerah lebih
banyak, sedangkan vegetasi yang sudah layu atau 𝐿𝑆𝐸 = 0,004𝑃𝑉 + 0,989 (7)
mati banyak mencerminkan gelombang merah
namun sedikit mencerminkan gelombang infra-
Setelah mendapatkan nilai land surface emissi-
merah. (Andini dkk., 2018). Metode NDVI
vity, maka dilakukan transformasi untuk mendapat-
dilakukan dengan rumus:
kan nilai suhu permukaan, dengan rumus yaitu:
(𝑁𝐼𝑅−𝑉𝐼𝑆) (𝑁𝐼𝑅−𝑅𝐸𝐷)
𝑁𝐷𝑉𝐼 = ; 𝑁𝐷𝑉𝐼 = (5) 𝑇𝐵
𝑁𝐼𝑅+𝑉𝐼𝑆 𝑁𝐼𝑅+𝑅𝐸𝐷 𝐿𝑆𝑇 = 𝑇𝐵 (8)
1+(𝜆∗ )∗ ln (𝑒)
𝐶2
Di mana:
𝑁𝐼𝑅 : Gelombang inframerah dekat Di mana:
𝑅𝐸𝐷 : Gelombang merah 𝐿𝑆𝑇 : Land Surface Temperature
𝑇𝐵 : Brightness Temperature
Berdasarkan citra Landsat 8 dan 7, dalam 𝜆 : Wavelength of emitted radiance
menentukan metode NDVI perlu diperhatikan kem- 𝐶2 : h*c/s = 1.4388*10-2m k : 14388 µm k
bali susunan band NIR dan RED. Pada Landsat 8, 𝑠 : Boltzmann constant : 1.38*10-23 J/K
NIR terdapat pada band 5 dan RED terapat pada 𝑒 : emissivity
band 4, sedangkan pada Landsat 7 NIR terdapat
pada band 4 dan RED terdapat pada band 3. 2.2. Pembuatan Peta Kerawanan
Rentang nilai NDVI yang akan digunakan pada Peta kerawanan dibuat untuk digunakan se-
penelitian kali ini dapat dilihat pada tabel 1. bagai media perantara dalam melakukan sebuah
analisis terkait potensi kerawanan kebakaran
Tabel 1. Klasifikasi NDVI (Wahyunto dkk., 2014) lahan dan hutan. Peta kerawanan pada penelitian
ini terdiri dari.
Rentang Kerapatan
Klasifikasi
2.2.1. Suhu Udara
-1<NDVI<-0,03 Lahan tidak Suhu merupakan salah satu parameter utama
bervegetasi untuk menentukan potensi kerawanan suatu
wilayah. Suhu dapat diasumsikan sebagai bentuk
-0,03<NDVI<0,15 Kehijauan sangat pembuatan pada peta suhu permukaan, apabila
rendah suatu wilayah memiliki suhu yang tinggi maka
0,15<NDVI<0,25 Kehijauan rendah wilayah tersebut memiliki kerawanan yang lebih
besar dibandingkan dengan suatu wilayah yang
0,25<NDVI<0,35 Kehijauan sedang memiliki suhu relatif lebih kecil. Peta suhu
permukaan didapatkan dengan melakukan trans-
0,35<NDVI<1 Kehijauan tinggi formasi pengolahan citra berupa koreksi radiansi
yang dilanjutkan untuk menemukan brightness
temperature, nilai brightness temperature diguna-
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 35

kan untuk mendapatkan nilai suhu permukaan memiliki intensitas yang besar maka diperlukannya
(LST). Proses transformasi pada suhu permukaan akses berupa sungai untuk memadamkannya,
menggunakan data citra Landsat 8, dengan me- semakin akses sungai berdekatan maka semakin
manfaatkan band 10 atau 11, serta diolah ber- cepat proses pemadamannya. Kebakaran hutan
dasarkan rumus yang sudah dijelaskan sebelum- dan lahan tidak bias dipadamkan hanya meng-
nya. Peta suhu permukaan yang didapat dari hasil andalkan kolam dan air berskala kecil.
transformasi koreksi citra, kemudian dilakukan Keberadaan sungai sangat berpotensi untuk
pengklasifikasian dengan tools classify pada pemadaman, apabila jarak sungai saling berdekat-
ArcMap. Kelas yang akan digunakan untuk meng- an maka akan membantu dalam proses pemadam-
klasifikasi peta suhu permukaan dibagi menjadi 5 an hutan berskala besar. Pembuatan peta jaringan
kelas yakni: sungai dapat dilakukan dengan melalui proses
multiple ring buffer yang berada pada menu tool-
Tabel 2. Klasifikasi Suhu Permukaan box pada ArcMap. Hasil dari proses Multiple Ring
Kelas Suhu Buffer akan menciptakan jarak sungai yang kemu-
dian dapat dilakukan pengkelasan yaitu dengan
Kelas 1 21 - 25 ̊ melakukan proses classify pada menu toolbox.
Jaringan sungai dapat dikelaskan sebagai berikut:
Kelas 2 26 - 30 ̊
Kelas 3 31 - 34 ̊ Tabel 4. Klasifikasi Jaringan Sungai
Kelas Jarak Sungai
Kelas 4 35 - 39 ̊
Kelas 1 0 - 2 Km
Kelas 5 41 - 44 ̊
Kelas 2 2 - 5 Km
2.2.2. Curah Hujan Kelas 3 5 - 10 Km
Curah hujan merupakan salah satu aspek
penting dalam melakukan analisis geospasial,
terkhususnya untuk membuat peta sebaran curah 2.2.4. Jaringan Jalan
hujan. Peta sebaran curah hujan dapat digunakan Jaringan jalan merupakan parameter penting
untuk menganalisis potensi kerawanan kebakaran dalam melakukan analisis potensi kerawanan
hutan dan lahan. Semakin tinggi tingkat curah kebakaran hutan dan lahan. Peran jaringan jalan
hujan suatu wilayah maka, semakin rendah tingkat sebagai akses untuk melakukan pemadaman,
kerawanan kebakaran pada wilayah tersebut. Data serta semakin jauh jaringan jalan maka semakin
curah hujan didapatkan melalui Center for Hydro- jauh kawasan tersebut dari pemukiman. Sehingga
meteorology and Remote Sensing pada tahun potensi kerawanan meningkat sepanjang akses
akuisisi 2019 dengan data berupa rata-rata curah jaringan jalan yang ada di wilayah tersebut. Se-
hujan daerah Jambi selama 2018-2019. makin jauh jaringan jalan maka tingkat kerawanan
Data yang didapatkan berupa data raster yang akan semakin besar, semakin dekat jaringan jalan
kemudian dilakukannya interpolasi pada ArcMap di maka akses membuat tingkat kerawanan akan
wilayah penelitian. Peta curah hujan yang didapat semakin mengecil.
hasil interpolasi, selanjutnya dilakukan proses pe- Pembuatan peta jaringan jalan dapat dilakukan
ngklasifikasian dengan menggunakan tool classify. dengan memanfaatkan tools pada ArcMap berupa
Dihasilkan 5 kelas kerawanan berdasarkan curah Multiple Ring Buffer. Tools ini berfungsi sebagai
hujan dengan metode interval dan menghasilkan penganalisa jarak akses jalan sepanjang keten-
pengkelasan sebagai berikut: tuan yang disepakati. Peta jaringan jalan yang
sudah dilakukan proses Mutiple Ring Buffer kemu-
Tabel 3. Klasifikasi Curah Hujan dian dapat dilanjutkan dengan proses pengkelasan
dengan tools classify, Pengkelasan jaringan jalan
Kelas Curah Hujan sebagai berikut:
Kelas 1 563 - 678 mm/tahun
Tabel 5. Klasifikasi Jaringan Jalan
Kelas 2 448 - 563 mm/tahun Kelas Jarak Jalan
Kelas 3 332 – 448 mm/tahun
Kelas 1 0 - 2 Km
Kelas 4 217 - 332 mm/tahun
Kelas 2 2 - 5 Km
Kelas 5 101 - 217 mm/tahun
Kelas 3 5 - 10 Km

2.2.3. Jaringan Sungai Kelas 4 10 - 15 Km


Jaringan sungai sangat berpengaruh terhadap Kelas 5 >15 Km
kerawanan kebakaran. Jaringan sungai berguna
sebagai akses pemadaman apabila terjadinya
kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 36

2.2.5. Kepadatan Hotspot rupakan kawasan kelas 2 berdasarkan tingkat


Kepadatan hotspot memiliki peranan penting potensi terjadinya kebakaran hutan. Pada kawa-
dalam kerawanan kebakaran, semakin besar ke- san gambut IUPHHK-HTI merupakan kelas 3, la-
padatan hotspot temporal maka akan memberikan han gambut yang memiliki izin juga dapat menjadi
tingkat kerawanan yang tinggi dibandingkan de- salah satu potensi besar terjadinya kebakaran
ngan wilayah yang sedikit menunjukan kepadatan hutan. Pada kawasan gambut APL merupakan ka-
hotspot temporal. Kepadatan hotspot merupakan wasan kerawanan dengan kelas 4 yaitu kelas
titik panas yang terjadi pada suatu pemukiman paling rawan untuk terjadinya kebakaran hutan.
yang dapat menimbulkan terjadinya potensi kera-
wanan kebakaran hutan dan lahan. Data hotspot 2.2.7. Penggunaan Lahan
dapat diperoleh melalui akses Lembaga Pener- Penggunaan lahan atau penutupan lahan
bangan dan Antariksa Nasional dari tahun 2010 merupakan salah satu potensi yang menyebabkan
hingga 2019. Peta kepadatan penduduk dapat kerawanan kebakaran lahan dan hutan. Citra
dibuat dengan penggunaan data hotspot melalui Landsat 8 diklasifikasikan menjadi 6 jenis peng-
proses point density pada ArcMap dan diklasifikasi gunaan lahan atau tutupan lahan yaitu vegetasi
menjadi 4 kelas berdasarkan equal interval ke- rapatan tinggi, vegetasi rapatan sedang, tubuh air,
padatanya. Berdasarkan equal interval terdapat 4 lahan terbangun, lahan terbuka, dan awan serta
kelas pada kelas 1 hingga 4 berupa sangat jarang, bayangan awan (Fawzi, 2014). Peta penggunaan
sedang, padat, sangat padat. lahan dapat dibuat berdasarkan analisis geospa-
sial dengan memanfaatkan peta RBI yang me-
2.2.6. Peruntukan Lahan ngandung informasi-informasi terkait penggunaan
Peruntukan lahan merupakan salah satu bentuk lahan wilayah Tanjung Jabung Barat.
kerawanan kebakaran hutan dan lahan, dengan Peta penggunaan lahan juga dibuat berdasar-
melakukan pemetaan terhadap keberadaan lahan kan parameter kerapatan vegetasi pada analisis
gambut serta penggunaannya. Lahan gambut NDVI citra satelit untuk mengetahui persebaran
merupakan lahan yang sangat mudah mengalami hutan lahan. Berdasarkan pembuatan peta peng-
proses pembakaran sehingga memungkinkan gunaan lahan dapat diklasifikasinya dengan me-
sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan dan nggunakan tools classify dengan parameter kelas
lahan. Lahan gambut terdiri dari 2 jenis lahan sebagai berikut:
gambut kering dan basah, lahan gambut kering
sangat berpotensi tinggi untuk terjadinya Tabel 6. Klasifikasi Penggunaan Lahan
pembakaran berskala sangat cepat dalam hal Penutupan Lahan Kelas Klasifikasi
perambatan, sedangkan pada lahan gambut basah
tidak terlalu cepat dalam penyebaran kebakaran Hutan lahan kering se- Kelas
hutan dan lahan. Sangat
kunder, Landclearing HTI Kerawanan
Peta peruntukan lahan dapat dibentuk dengan Rawan
Landclearing perkebunan 4
memanfaatkan analisis geospasial yang dipadukan
dengan informasi geologi daerah setempat serta Hutan mangrove sekun-
penggunaan data RBI. Maka dari itu proses der, Hutan rawa sekun-
Kelas
pembuatan peruntukan lahan gambut sangat der, Pertanian lahan ke-
Rawan Kerawanan
penting untuk dilaksanakan, karena gambut ring campur semak, Se-
3
merupakan penyebab kebakaran hutan berskala mak belukar/rawa, Perta-
besar akibat cepatnya perambatan api pada lahan nian Lahan Kering
gambut. Informasi yang dapat ditampilkan dapat Hutan tanaman, perke-
berupa kawasan non-gambut yaitu kawasan yang bunan, Pertanian lahan Kelas
tidak terdapat gambut, kawasan gambut IUPHHK- basah, Pertambangan, Sedang Kerawanan
HTI (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Areal terbuka, Areal ter- 2
Hutan Tanaman Industri) yang digunakan untuk bangun
informasi peruntukan lahan.
Berdasarkan analisis geospasial diasumsikan Hutan lahan kering pri- Kelas
Tidak
selain daerah di luar kawasan konservasi lahan mer, Hutan rawa primer, Kerawanan
Rawan
gambut dan IUPHHK-HTI merupakan kawasan Hutan mangrove primer 1
gambut APL (Areal Penggunaan Lahan). Gambut
APL memiliki potensi yang sangat besar sebagai 2.3. Proses Weighted Overlay
penyebab tingginya potensi kebakaran hutan, hal Proses Weighted Overlay merupakan proses
ini disebabkan karena kawasan gambut APL meru- pembobotan pada parameter-parameter yang
pakan lahan gambut terbuka tidak adanya pera- telah dibuat. Proses Weighted Overlay dilakukan
watan sehingga dapat memungkinkan terjadinya untuk pembobotan pada parameter yang telah
kebakaran hutan. Berdasarkan peta peruntukan memiliki pengkelasan dengan melakukan proses
lahan dapat diklasifikasi menjadi 4 kelas. Pada classify. Pada ketujuh data yang sudah melakukan
kawasan non-gambut merupakan kawasan kelas 1 proses classify, maka dapat dilakukan proses lebih
karena memungkinkan untuk tidak terjadinya ke- lanjut untuk pembobotan 7 parameter data menjadi
bakaran hutan. Pada kawasan Konservasi me-
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 37

1 peta utama yaitu peta kerawanan kebakaran 2.4. Pembuatan Peta Kerawanan Karhutla
lahan dan hutan. Tujuh parameter yang digunakan Pembuatan peta kerawanan karhutla dengan
berupa peta buffer jalan, peta buffer sungai, peta menggunakan proses Weighted Overlay. Weighted
suhu permukaan, peta kepadatan hotspot, peta Overlay berfungsi untuk menganalisis berbagai
penutupan lahan, peta peruntukan lahan dan peta jenis parameter yang kemudian disatukan menjadi
curah hujan yang sudah dilakukan proses classify. satu kesatuan yang dapat mewakili keseluruhan
Tujuan dilakukanya proses Weighted Overlay yaitu parameter. Pembobotan pada Weighted Overlay
untuk membuat keseluruhan parameter menjadi 1 dilakukan dengan membandingkan persentase
data berdasarkan pembobotan masing-masing tingkat potensi kerawanan antar berbagai
parameter sesuai dengan potensi persentase yang parameter seperti yang terdapat pada tabel 7.
ditinjau melalui potensinya sebagai penyebab Parameter sebut dilakukan pada proses Weighted
terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Persentase Overlay sebagai nilai influence, dan pengkelasan
parameter dapat di lihat pada tabel 7. juga menjadi bahan pertimbangan untuk
pembuatan peta kerawanan karhutla. Berdasarkan
Tabel 7. Persentase Pembobotan Weighted analisis melalui proses weight Overlay hasil dari
Overlay pembobotan diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu
Parameter Persentase tidak rawan, rawan dan sangat rawan.

Suhu Permukaan 29% 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil pengolahan data-data sekunder
Curah Hujan 29% dapat menghasilkan 7 peta sebagai parameter
Kepadatan Hotspot 18% yang kemudian diolah menjadi peta kerawanan
kebakaran hutan dan lahan berdasarkan
Peruntukan Lahan 10% pembobotan dengan menggunakan Weighted
Overlay. Ketujuh parameter tersebut sebagai
Jaringan Sungai 5% antara lain merupakan hasil proses Multiple Ring
Jaringan Jalan 5% Buffer menunjukkan daerah Tanjung Jabung Barat
memiliki rentan sungai yang saling berdekatan.
Tutupan Lahan 4% Wilayah Tanjung Jabung Barat berada pada da-

Gambar 1. Peta Buffer Sungai Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri dari rentang jarak 0-2
Km, 2-5 Km dan >5 Km.

erah berlingkup 0 - 2 Km, 2 - 5 Km dan 5 – 10 Km lingkungan, Tanjung Jabung Barat didominasi oleh
(Gambar 1). Hutan dan lahan pada kawasan sungai yang berawa dengan cakupan wilayah
Tanjung Jabung Barat berada pada daerah lingkup yang cukup besar. Semakin dekat terhadap sungai
jarak sungai 0 – 2 Km dikarenakan secara maka akses pemadaman api semakin mudah.

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/


ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 38

Gambar 2. Peta Buffer Jalan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri dari rentang 0-2 Km, 2-5
Km, 5-10 Km, 10-15 Km dan >15 Km.

Hasil dari proses Multiple Ring Buffer dengan dikarenakan akses jalan di Tanjung Jabung Barat
interval jarak 0 – 2 Km, 2 – 5 Km, 5 – 10 Km, 10 – lebih dominan oleh jalan setapak untuk akses
15 Km dan >15 Km pada data jalan ditunjukkan perkebunan warga. Semakin kecil interval antara
oleh Gambar 2. Daerah Tanjung Jabung Barat jalan satu dengan yang lain maka dapat
dengan jarak interval akses jalan antara satu mengurangi potensi kerawanan kebakaran hutan
dengan yang lain saling berdekatan, hal ini dan lahan.

Gambar 3. Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri dari
rawan, sedang dan tidak rawan.

Hasil dari proses pembuatan peta penutupan pada tabel 6. Lahan yang memiliki kelas rawan
lahan (Gambar 3) diperoleh 3 pengklasifikasian memiliki luas yang tidak mendominasi yaitu
yaitu zona rawan, zona sedang dan zona tidak 100.196 ha. Pada lahan kelas kerawanan sedang
rawan. Pada zona sangat rawan ditiadakan di- dengan luas area yang mendominasi yaitu
karenakan wilayah Tanjung Jabung Barat tidak 250.391 ha. Berdasarkan lahan tidak rawan
memiliki potensi penutupan lahan kelas 4 sesuai dengan luas 150.294 ha. Tingkat kerawanan dapat
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 39

ditinjau berdasarkan kondisi lahan yang berpotensi Pada zona kawasan sedang didominasi oleh
menimbulkan terjadinya kebakaran hutan dan la- adanya perkebunan warga. Sedangkan pada ka-
han. Pada zona kawasan rawan didominasi oleh wasan tidak rawan didominasi oleh adanya hutan
adanya semak belukar dan pertanian lahan kering. mangrove primer dan hutan kering primer.

Gambar 4. Peta Kepadatan Hotspot Tahun 2010-2019 Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri
dari sangat jarang, sedang, padat dan sangat padat.

Hasil dari proses pembuatan peta kepadatan sebut sering terdapat titik panas. Titik panas dapat
hotspot (Gambar 4) dapat dikelaskan menjadi 4 berupa pembakaran secara disengaja atau tidak
parameter utama yaitu kepadatan sangat jarang, disengaja maupun bekas pembakaran yang hidup
kepadatan sedang, kepadatan padat dan kepadat- kembali akibat keadaan cuaca, yakni berada di
an sangat padat. Hasil yang menunjukkan terdapat kawasan Desa Batang Asam, Desa Senyerang
3 areal dengan kepadatan hotspot temporal sa- dan Betara dekat dengan perbatasan.
ngat tinggi dapat diasumsikan bahwa kawasan ter-

Gambar 5. Peta Perizinan Lahan Gambut Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri dari
kawasan non gambut, kawasan gambut IUPHHK-HTI, kawasan gambut APL dan kawasan gambut
konservasi.

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/


ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 40

Berdasarkan hasil dari proses peta perizinan han gambut IUPHHK-HTI merupakan kawasan la-
lahan gambut kawasan Tanjung Jabung Barat han gambut yang memiliki izin untuk pemanfaatan
diklasifikasi menjadi 4 kerawanan (Gambar 5). hasil hutan memiliki tingkat kerawanan ke 3 de-
Kawasan non gambut merupakan kawasan yang ngan luas wilayah yaitu 60.117 ha. Kawasan lahan
tidak berpotensi menimbulkan potensi kerawanan gambut APL merupakan kawasan yang sangat ra-
kebakaran hutan dan lahan dengan luas area wan untuk terjadinya potensi kebakaran hutan dan
185.363 ha. Kawasan lahan gambut untuk kon- lahan dikarenakan lahan gambut APL yaitu lahan
servasi merupakan lahan gambut yang dirawat gambut terbuka tanpa adanya pengawasan dan
serta dijaga untuk meminimalisir terjadinya ke- perawatan sehingga berpotensi tinggi terjadinya
bakaran hutan dan lahan dengan luasan lahan kebakaran hutan dan lahan, luas lahan gambut
gambut konservasi yaitu 165.324 ha. Kawasan la- APL yaitu 90.176 ha.

Gambar 6. Peta Curah Hujan Tahun 2018-2019 Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi dengan intensitas
sangat rendah 101-217 mm/tahun, rendah 217-332 mm/tahun, sedang 332-448 mm/tahun, tinggi 448-
563 mm/tahun dan sangat tinggi 563-678 mm/ tahun.

Hasil dari proses interpolasi data curah hujan an serta persentase influence, yang selanjutnya
terhadap kawasan Tanjung Jabung Barat (Gambar dipetakan secara spasial sehingga dapat diketahui
6) yang terdiri dari 5 pengklasifikasian yaitu sangat daerah-daerah yang terindikasi rawan akan ke-
rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. bakaran hutan dan lahan. Berdasarkan metode
Curah hujan kawasan Tanjung Jabung Barat ber- Weight Overlay dapat dilihat potensi masing-ma-
kisar 101 – 678 mm/tahun dengan tingkat curah sing parameter yang menunjukkan potensi menim-
hujan tertinggi pada daerah Renah mendalu. bulkan kebakaran hutan.
Wilayah yang rendah curah hujan maka akan Berdasarkan tabel 7 diakumulasikan pen-
berpotensi tinggi menjadi kawasan yang kemung- jumlahan persentase 100% terhadap semua
kinan besar menjadi pusat panas sehingga dapat parameter yang dilakukan. Suhu dan curah hujan
terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta sulit berpeluang tinggi dalam pembobotan berkisar 29%
mencari akses untuk memadamkan dengan skala terhadap keseluruhan pembobotan. Hasil dari
yang sangat besar. pembobotan yaitu menggabungkan semua para-
Kebakaran juga dapat terjadi karena suhu per- meter yang telah diklasifikasikan yang kemudian
mukaan yang tinggi. Hasil menunjukkan (Gambar melakukan analisis Weighted Overlay. Hasil dari
7), daerah Tanjung Jabung Barat berada pada proses pembobotan menghasilkan peta kombinasi
suhu 21-44 ̊C yang kemudian diklasifikasikan men- antara semua parameter yaitu peta kerawanan
jadi 5 kelas kerawanan yaitu 21-25 ̊C, 26-30 ̊C, 31- bencana kebakaran.
35 ̊C, 38-40 ̊C dan 41-44 ̊C. Daerah dengan ting- Berdasarkan peta hasil pengolahan sebelum-
kat suhu permukaan tinggi berada pada Penga- nya, dilakukan proses Weighted Overlay, dengan
buan, Bramitam, Kulabetara, Mendahara, Betara melakukan proses pembobotan antara masing-
dan Tukang Ilir dengan rentan suhu 41-44 ̊C. masing peta dan menghasilkan peta dengan nilai
Proses pembobotan dalam metode Weight bervariasi serta diklasifikasikan menjadi 3 para-
Overlay ditunjukkan untuk mengetahui bobot meter utama yaitu tidak rawan, rawan dan sangat
masing-masing parameter dengan pengklasifikasi-

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/


ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 41

Gambar 7. Peta Suhu Permukaan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang terdiri dari 21-25 ̊C, 26-
30 ̊C, 31-34 ̊C, 35-39 ̊C dan 41-44 ̊C.

rawan (Gambar 8). Daerah Tanjung Jabung Barat oleh kawasan tidak rawan hal ini dinilai ber-
Provinsi Jambi memiliki tingkat kerawanan ke- dasarkan faktor-faktor pembobotan dari masing-
bakaran hutan yang relatif rendah atau didominasi masing potensi yang berpengaruh terhadap kera-

Gambar 8. Peta Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi yang
terdiri dari tidak rawan, sedang dan rawan.

wanan kebakaran hutan dan lahan. Kawasan 4. KESIMPULAN


dengan tingkat rawan berada pada daerah Desa Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Senyerang dan Pengabuan dengan luasan 35.068 maka dapat diambil kesimpulan parameter data
ha. Kawasan dengan tingkat sedang sangat curah hujan, data jaringan jalan, data jaringan
mendominasi dengan luas daerah 200.392 ha. sungai, data hotspot temporal, data peruntukan la-
Kawasan dengan tingkat tidak rawan paling han, data suhu permukaan dan data penggunaan
mendominasi dengan luas daerah 265.520 ha. lahan sebagai parameter untuk analisis sistem
ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/
ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14
Humam dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 32-42 42

informasi geografi agar mendapatkan peta kera- Fawzi, N. I. (2014). Pemetaan Emisivitas
wanan kebakaran hutan dan lahan. Parameter ini Permukaan Menggunakan Indeks Vegetasi.
diolah dengan memanfaatkan koreksi citra untuk Jurnal Ilmiah Globe, 16(2), 133-139.
pengolahan citra Landsat 8, data spasial maupun Kristianingsih, L., Wijaya, A. P., & Sukmono, A.
data sekunder. Citra Landsat 8 sebagai media (2016). Analisis Pengaruh Koreksi Atmosfer
penginderaan jauh sering kali digunakan untuk Terhadap Estimasi Kandungan Klorofil-A
melakukan pemantauan penggunaan lahan. Menggunakan Citra Landsat 8. Jurnal
Berdasarkan proses Weighted Overlay, para- Geodesi Undip, 5(4), 56-64.
meter yang berperan besar berupa suhu per- Masykur, F. (2014). Implementasi Sistem Informasi
mukaan dan curah hujan. Provinsi Jambi memiliki Geografis Menggunakan Google Maps Api
musim kemarau yang lebih lama dibandingkan Dalam Pemetaan Asal Mahasiswa. Jurnal
musim hujan, hal ini berpengaruh terhadap inten- Simetris, 5(2), 181-186.
sitas curah hujan pada kawasan Jambi sebagai Oktiana, C., Tjahjono, H., & Sriyono. (2017).
parameter terbesar penunjang potensi kerawanan Hubungan Tingkat Pengetahuan Konservasi
kebakaran hutan. Suhu permukaan mendukung Lahan Gambut Dengan Tingkat Partisipasi
terjadinya potensi kebakaran lahan dan hutan aki- Petani Dalam Upaya Pencegahan
bat tingginya suhu yang diberikan ke lahan gambut Kebakaran Lahan Gambut di Desa Gambut
tanpa disertai curah hujan yang berintensitas Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
tinggi. Muaro Jambi Tahun 2017. Jurnal Geografi
Peta kerawanan kebakaran hutan disusun FIS-UNNES, 6(2), 108-114.
dengan sebuah skenario yaitu melakukan proses Parman, S. (2010). Deteksi Perubahan Garis
Weighted Overlay. Proses ini menggabungkan Pantai Melalui Citra Penginderaan Jauh di
berbagai jenis parameter dengan persentase yang Pantai Utara Semarang Demak. Jurnal
telah ditentukan untuk membentuk suatu peta ke- Geografi FIS-UNNES, 7(1), 30-38.
rawanan kebakaran hutan. Berdasarkan peta ke- Rasyid, F. (2014). Permasalahan dan Dampak
rawanan kebakaran hutan terdapat 2 daerah yang Kebakaran Hutan. Jurnal Lingkar
berpotensi tinggi terjadinya kebakaran hutan yaitu Widyaiswara, 1(4), 47-59.
pada daerah Desa Senyerang dan Pengabuan Sari, D. P., & Lubis, M. Z. (2017). Pemanfaatan
dengan intensitas sangat rawan. Citra Landsat 8 Untuk Memetakan
Persebaran Lamun di Wilayah Pesisir Pulau
UCAPAN TERIMA KASIH Batam. Jurnal Enggano, 2(1), 39-45.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Syarif, A., & Fitria. (2019). Increasing the Role as
rekan-rekan yang telah bekerja sama terhadap Well As Communities in The Construction of
penelitian ini sehingga dapat terlaksanakan Forest Fire Through the Strengthening of
dengan sebaik-baiknya. Individual Institutions in Muaro Jambi
District. Jurnal Karya Abdi Masyarakat, 3(2),
DAFTAR PUSTAKA 204-210.
Utomo, A. W., Suprayogi, A., & Sasmito, B. (2017).
Andini, S. W., Prasetyo, Y., & Sukmono, A. (2018). Analisis Hubungan Variasi Land Surface
Analisis Sebaran Vegetasi Dengan Citra Temperature Dengan Kelas Tutupan Lahan
Satelit Sentinel Menggunakan Metode NDVI Menggunakan Data Citra Satelit Landsat
dan Segmentasi. Jurnal Geodesi Undip, (Studi Kasus: Kabupaten Pati). Jurnal
7(1), 14-24. Geodesi Undip, 6(2), 71-80.
Delarizka, A., Sasmito, B., & Hani’ah. (2016). Wahyunto, W., Masganti, M., Dariah, A., Nurhayati,
Analisis Fenomena Pulau Bahang (Urban N., & Yusuf, R. (2014). Karakteristik dan
Heat Island) di Kota Semarang Berdasarkan Potensi Pemanfaatan Lahan Gambut
Hubungan Antara Perubahan Tutupan Terdegradasi di Provinsi Riau. Jurnal
Lahan Dengan Suhu Permukaan Sumber Daya Lahan, 8(1), 59-66.
Menggunakan Citra Multi Temporal Landsat. Widodo, R. B. (2014). Pemodelan Spasial Resiko
Jurnal Geodesi Undip, 5(4), 165-177. Kebakaran Hutan (Studi Kasus Provinsi
Jambi, Sumatera). Jurnal Pembangunan
Wilayah & Kota, 10(2), 127-138.

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/


ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.14

Anda mungkin juga menyukai