Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
RAHMATUL FUADA 115180011
UNIK NUR OKTAVIANI 115180017
NUR SITI ANIFAH 115180024
KEVIN PRASETYA 115180033
RA’SA RAMA RAHMATULLAH 115180039
RYAN AFIF HENDRAWAN 115180045
GHIFFARI AULIA SADI UTOMO 115180059
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Asisten Geolistrik
(______________)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan r
ahmat dan hidayahnya, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk dapat meny
elesaikan Laporan Praktikum Geolistrik Jurusan Teknik Geofisika Universitas Pe
mbangunan Negeri “Veteran” Yogyakarta. Penyusun berharap, bahwa laporan pra
ktikum geolistrik ini dapat berguna, bermanfaat, dan dapat dijadikan sumber refer
ensi dalam proses pembelajaran n oleh para pembaca.
Penyusun sadar, bahwa masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan pen
yusunan laporan resmi ini. Mohon maaf apabila ada isi dari materi yang kurang be
rkenan. Saya harap, terdapat kritikan dan saran yang membangun saya supaya me
njadi lebih baik kedepannya. Terima Kasih.
KELOMPOK 1
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.....................................................viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...........................................................................................3
iv
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Metode Vertical Electrical Sounding (VES)...................................................28
5.1.1. Hasil Curve Matching............................................................................28
5.1.2. Profil Bawah Permukaan........................................................................34
5.1.3. Korelasi Profil Bawah Permukaan.........................................................43
5.2. Metode Mapping: Dipole-dipole.....................................................................46
5.1.1. Penampang Resistivitas..........................................................................46
5.1.2. Korelasi Penampang Resistivitas...........................................................54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama
mV : millivolt
mA : miliAmpere
Lambang
Ω : Ohm
Ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
Π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R : hambatan (Ω)
viii
BAB I
PENDAHULUAN
2
menjadi potensi longsor. Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa metode
geofisika, salah satunya metode geolistrik yang dapat membantu melakukan
peneletian didaerah tersebut dengan menggunkan teknik mapping konfigurasi
dipole - dipole dan teknik sounding dengan konfigurasi Schlumberger.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Satuan batuannya terdiri dari batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tuf, aglomerat pada bagian bawah dengan ketebalan
650 meter. Pada bagian atas terdiri dari perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf.
3. Formasi Semilir
Satuan batuannya terdiri dari tuf, tuf lapilli, lapilli batulempung, breksi,
batuapung, dan serpih. Dibagian bawah satuan batuan ini, yaitu Sungai
Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten
Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto & Hartono,
2001).
4. Formasi Nglanggran
Satuan batuannya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf, aliran lava
andesit-basal, lava andesit dengan sisipan batupasir.
5. Formasi Sambipitu
Satuan batuannya terdiri dari batupasir kasar berangsur halus berselingan
serpih, batulanau, dan batulempung. Formasi ini terletak di Desa Sambipitu.
6. Formasi Oyo
Satuan batuannya terdiri dari tuf dan napal tufan, batugamping berlapis
sisipan batulempung karbonatan dengan ketebalan lebih dari 140 meter.
Formasi ini terletak di sepanjang Kali Oyo.
7. Formasi Wonosari
Satuan batuannya terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping
terumbu dengan sisipan napal dan tuf. Memiliki ketebalan lebih dari 800
meter. Formasi ini terletak di daerah Wonosari dan sekitarnya.
8. Formasi Kepek
Satuan batuannya terdiri dari napal dan batugamping berlapis dengan
ketebalan kurang lebih 200 meter. Formasi ini terletak di Desa Kepek.
9. Endapan Permukaan
Rombakan batuan lebih tua yaitu pada plestosen. Struktur regional
Pegunungan Selatan yaitu terdapat arah poros lipatan kurang lebih timur
laut-baratdaya dan 2 sistem sesar yaitu sistem patahan (tenggara-baratlaut)
dan pada plestosen mengalami uplift sesar naik. Daerah Bayat terdiri dari
5
perbukitan homoklin, lipatan, intrusi, lembah antiklin dengan pola aliran
dendritik.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai resistivitas batuan penyusu
n akuifer, serta hidrostratigrafi dan karakteristik akuifer di zona patahan Opak. Lo
kasi penelitian berada pada jalur patahan Opak di Dusun Paten, pada koordinat 7°
55'18,39'' LS sampai 7°57'09,72'' LS dan 110°19'22,26'' BT sampai 110°22'56,06''
BT. Metode yang digunakan adalah metode geolistrik konfigurasi Schlumberger,
6
yaitu metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan bumi yang didasari oleh
Hukum Ohm, dengan menginjeksikan arus melalui dua elektroda arus maka dapat
diukur beda potensial yang muncul dari elektroda potensial. Pengambilan data pad
a penelitian ini menggunakan alat resistivitymeter Naniura NRD 22S. Jumlah titik
pengukuran adalah 3 titik sounding dengan jarak antar titik sekitar 10 meter dan
kelompok atau line pengukuran sepanjang 160 meter. Hasil pengukuran dianalisis
menggunakan metode curve matching secara komputasi dengan bantuan software
IPI2win untuk melihat data perlapisan di bawah permukaan tanah berdasarkan nil
ai resistivitasnya (2D). Hasil penelitian menunjukkan nilai resistivitas batuan peny
usun akuifer berkisar 19,3-300 Ωm dengan jenis batuan pasir, kerikil, dan batu pas
ir pada kedalaman 5-30 meter.
7
Judul : Investigasi Bidang Gelincir Tanah Longsor Menggunakan Meto
de Geolistrik Tahanan Jenis di Desa Kebarongan Kec. Kemranjen
Kab. Banyumas
Pengarang : Sugito, Zaroh Irayani, dan Indra Permana Jati
Tahun : 2010
Abstrak
Investigasi slip permukaan tanah longsor menggunakan metode tahanan ge
olistrik telah dilakukan di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten B
anyumas. Akuisisi data dengan cara konfigurasi Schlumberger dan Wenner. Peng
olahan data dan interpretasi menggunakan perangkat lunak Progress versi 3.0 dan
versi RES2DINV 3,54. Output dari perangkat lunak Progress adalah kedalaman, j
umlah lapisan, dan nilai-nilai resistivitas batuan. Sedangkan output dari RES2DIN
V adalah resistivitas, RMS, dan kedalaman lapisan batuan. Hasil interpretasi menu
njukkan bahwa pada litologi Desa Kebarongan terdiri dari empat lapisan tanah ata
s yaitu, tanah liat berpasir, tanah liat basah dan tanah liat berpasir. Slip permukaan
adalah tanah liat basah dengan kedalaman 10.31 sampai 14.21 m. Orientasi bidang
runtuh permukaan sama untuk daerah lereng yang ke selatan dan jenis longsor ada
lah translasi.
8
BAB III
DASAR TEORI
9
ng terjadi diukur melalui dua buah elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus
dan beda potensial untuk setiap jarak elektrode berbeda kemudian dapat diturunka
n variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan bumi, di
bawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif dan
gkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih dari
1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi
hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang geologi seperti penentua
n kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, eksplorasi geothermal, dan juga
untuk geofisika lingkungan. Jadi metode resistivitas ini mempelajari tentang perbe
daan resistivitas batuan dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap k
edalaman. Setiap medium pada dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaru
hi oleh batuan penyusun/komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan min
eral, kandungan air, permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat
kelistrikan ini adalah potensial listrik dan resistivitas listrik.
Geolistrik resistivitas memanfaatkan sifat konduktivitas batuan untuk mende
teksi keadaan bawah permukaan. Sifat dari resistivitas batuan itu sendiri ada 3 ma
cam, yaitu :
1. Medium konduktif
Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasny
a adalah 10-8 ohm m sampai dengan 1 ohm.m.
2. Medium semi-konduktif
Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah 1 ohm m sampai dengan 107 ohm.m.
3. Medium resistif
Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Besar resistivi
tasnya adalah lebih besar 107 ohm.m.
Dalam batuan, atom-atom terikat secara kovalen, sehingga batuan mempuny
ai sifat menghantar arus listrik. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat di
golongkan menjadi 3, yaitu :
1. Konduksi secara elektronik
10
Terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingg
a arus listrik dapat mengalir karena adanya elektron bebas.
2. Konduksi elektrolitik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat porous/pori-pori tersebut terisi ole
h cairan-cairan elektrolit dimana arus listrik dibawa oleh ion-ion elektr
olit secara perlahan-lahan.
3. Konduksi dielektrik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listri
k, yaitu terjadi polarisasi saat bahan-bahan dialiri arus listrik.
Batuan yang mempunyai resistivitas (tahanan jenis) tinggi maka konduktivit
asnya (kemampuan mengahantarkan arus listrik) akan semakin kecil, demikian pu
la sebaliknya bila batuan dengan resistivitas rendah maka konduktivitasnya akan s
emakain besar. Sifat kelistrikan batuan itu sendiri digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Resisitivitas
Batuan dianggap sebagai medium listrik yang mempunyai tahanan listr
ik. Suatu arus listrik berjalan pada suatu medium/batuan akan menimb
ulakn densitas arus dan intensitas arus.
2. Aktivitas elektro kimia
Aktivitas elektro kimia batuan tergantung dari komposisi mineralnya s
erta konsentrasi dan komposisi elektrolit yang terlarut dalam air tanah
(ground water) yang kontak dengan batuan tersebut.
3. Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik pada batuan biasanya berhubungan dengan perme
abilitas dalam material/batuan yang bersifat magnetik.
Kita juga dapat melihat bahwa sifat kelistrikan batuan dapat dipengaruhi ole
h beberapa faktor, antara lain adalah :
1. Kandungan mineral logam
2. Kandungan mineral non logam
3. Kandungan elektrolit padat
4. Kandungan air garam
5. Perbedaan tekstur batuan
6. Perbedaan porositas batuan
11
7. Perbedaan permeabilitas batuan
8. Perbedaan temperatur
Keuntungan dari metode resistivity (tahanan jenis) ini adalah :
1. Dapat membedakan macam-macam batuan tanpa melakukan pengeboran
2. Biayanya relatif murah
3. Pemakaiannya mudah.
12
ukur (apparent resistivity) bukan resistivitas sebenarnya dan tergantung dari spasi
elektrodanya. Karena tidak homogen maka kenyataan di lapangan bahwa bumi ber
lapis-lapis, lapisan batuan dan masing-masing perlapisan mempunyai harga resisti
vitas tertentu. Keadaan bumi yang berlapis-lapis dapat digambarkan sebagai berik
ut :
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang b
erbeda yaitu antar elektrode arus adalah maksimal lima kali jarak antar elektrode
potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus memb
entuk satu garis.
13
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk seti
ap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas sounding, j
arak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil sampai ha
rga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi elektrode ini tergan
tung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan makin besar arus yan
g dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode ter
sebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk Konfigurasi Sc
hlumberger adalah
k = ᴫ AB2-MN2
4 MN
Sehingga pada konfigurasi Schlumberger berlaku hubungan:
ρ=k.R
ρ = ᴫ AB2-MN2 .
∆V/I
dimana
ρ = resistivitas semu
α = jarak spasi elektroda
∆V/I = resistivitas yang terukur = R
14
ngukur tegangan yang ‘high impedance’ dan ‘high accuracy’. Ada alat dengan me
rk tertentu yang bisa menggunakan multi ‘potenTial electrode’ dan dapat menamp
ilkan hasilnya langsung pada layar monitor. Dalam hal ini yang tergambar adalah
‘apparent resistivity’ dan bukan ‘true resistivity’ serta mengabaikan persyaratan p
engukuran geolistrik yaitu homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi dipole-d
ipole tidak ada fasilitas untuk membuat batuan yang tidak homogen menjadi seaka
n - akan homogen. Sedangkan pada konfigurasi schlumberger bisa dibuat data yan
g diperoleh dari batuan yang tidak homogen menjadi seakan-akan homogen.
15
r4 = C2 sampai P2
ρI 1 1 1 1
∆V =
2π {( −
r1 r2
−)( −
r3 r4 )} (2)
∆V
ρ=π ( 2+n )( 1+n ) n . r (
I )
(3)
k =π ( 2+ n )( 1+n ) n . r (4)
Dimana :
I = arus listrik (mA) pada transmitter
∆V = beda potensial (mV) pada receiver
ρ = resistivitas semu
k = faktor geometris
r = jarak elektrode
n = bilangan pengali
16
i, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya dan akan mengalami prose
s evaporasi kembali.
Sifat Batuan Terhadap Airtanah Berdasarkan perlakuan terhadap airtanah, si
fat batuan terhadap airtanah dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Akuifer (lapisan pembawa air) yaitu batuan atau lapisan batuan yang mem
punyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air yang cuk
up berarti di bawah kondisi lapangan (mempunyai permeabilitas dan poros
itas yang baik).
2. Akuiklud (Lapisan kedap air / impermeable) yaitu batuan atau lapisan batu
an yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkannya dalam ju
mlah yang berarti. Contoh : Batulempung.
3. Akuifug (lapisan kebal air) yaitu batuan atau lapisan batuan yang tidak dap
at menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : granit.
4. Akuitar yaitu batuan atau lapisan batuan yang mempunyai susunan sedemi
kian rupa sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan ai
r dalam jumlah yang terbatas. Contoh : Batulempung pasiran
Tipe Akuifer Berdasarkan litologi, akuifer dibedakan menjadi 4 (Suharyadi, 1984)
yaitu : Akuifer bebas (Unconfined aquifer) yaitu suatu akuifer yang mana muka a
irtanah merupakan batas atas dari zona jenuh air.
1. Akuifer tertekan (Confined aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di ba
wah lapisan kedap air (impermeabel) dan mempunyai tekanan lebih besar
daripada tekanan atmosfer
2. Akuifer bocor (Leakage aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di bawa
h lapisan setengah kedap air sehingga terletak antara akuifer bebas dan ak
uifer tertekan
3. Akuifer menggantung (Perched aquifer) yaitu akuifer yang mempunyai m
assa airtanahnya terpisah dari massa airtanah induk oleh suatu lapisan yan
g relative kedap air yang tidak begitu luas dan terletak di zona jenuh air.
3.6 Tanah Longsor
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondis
i batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutu
p dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibe
17
dakan sebagai faktor alami dan manusia. Longsor dapat terjadi karena faktor alam
dan faktor manusia sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu :
1. FaktorAlam Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antaral
ain:
a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu le
mpung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar
(patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan ba
tuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang long
soran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik).
b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, keteb
alan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena a
ir hujan.
c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal)
d. Keadaan topografi: lereng yang curam.
e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, er
osi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, alir
an bawah tanah pada sungai lama).
f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak be
lukar di tanah kritis.
18
BAB IV
METODOLOGI
Gambar diatas merupakan peta desain survey yang digunakan dalam akuisisi
data metode geolistrik di daerah Ngreco dan Poyahan, Pundong, Bantul, Yogyaka
rta. Pengambilan data pada penelitian kali ini dilakukan dengan dua jenis penguku
ran konfigurasi dipole – dipole dan menggunakan metode VES (Vertical Electrica
l Sounding) yang terdiri dari 6 kelompok pengukuran. Pengambilan data
dilakukan dengan menggunakan Resistivitymeter Syscal. Luas kavling dari penelit
ian ini yaitu 20 X 30 meter. Saat dilakukan pengukuran pada bagihari cerh berawa
n dan siang hingga sore hari hujan lebat. Panjang dari bentangan VES sekitar 300
meter dengan 30 titik pengukuran. Kemudian untuk bentangan Mapping sekitar
240 meter dengan 14 titik pengukuran.
19
4.1.2 Peralatan dan Perlengkapan
3 4
1
2
7 6
Gambar 4.2 merupakan gambar dari peralatan serta perlengkapan yang dig
unakan dalam akuisisi geolistrik metode Vertical Elevtrical Sounding (VES).
Adapun peralatan dan perlengkapan yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Resistivitymeter IRIS SYSCAL
Resistivitymeter merupakan alat utama dalam pengukuran geolistrik yang
dapat digunakan untuk mengukur nilai resistivitas hasil respon dari injeksi aru
s yang diberikan ke dalam bumi dengan melihat nilai arus (I) dan nilai beda p
otensial (V) yang terukur.
2. Elektroda
Terdapat dua jenis elektroda yang digunakan, yaitu elektroda arus dan ele
ktroda potensial. Elektroda arus dapat digunakan untuk menginjeksikan arus
ke dalam bumi. Sedangkan elektroda potensial merupakan elektroda yang me
nerima respon dari medium yang terkena injeksi arus yakni berupa nilai beda
potensialnya.
3. Kabel
Kabel digunakan dalam menyambungkan antara resistivitymeter dengan t
iap-tiap elektrodanya.
20
4. Aki
Aki digunakan sebagai sumber arus dalam penelitian
5. Meteran
Meteran digunakan dalam membantu pengukuran jarak/spasi yang digun
akan dalam memasang elektroda-elektroda sesuai konfigurasi yang digunakan
pada saat pengukuran.
6. Palu
Palu dapat digunakan sebagai pemukul elektroda-elektroda yang digunak
an dalam pengukuran, agar tertancap dengan baik ke dalam bumi.
7. Tabulasi Data
Tabulasi Data digunakan untuk mencatat nilai-nilai sera perhitungan data
yang didapatkan hasil dari pengukuran di lapangan sebagai pengontrol data
nanti.
21
4.1.3 Diagram Alir Pengambilan Data
Mulai
Persiapan Alat
Pemasangan kabe
l konektor ke selu
ruh alat
Selesai
22
4.1.4. Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Dalam melakukan pembahasan mengenai akusisi atau pengambilan data
dilapangan agar mendapatkan hasil yang maksimal, dapat melalui tahapan -
tahapan sebagai berikut :
1. Mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pengambilan data.
2. Menentukan kelompok pengukuran, sesuai dengan desain survey
pengukuran terkait dengan titik koordinat dan azimuth daerah penelitian.
3. Menyambungkan kabel konektor pada main unit dengan rangkaian elektro
da arus (C1 & C2) dan elektroda potensial (P1 & P2).
4. Langakah keempat melakukan penancapkan elektroda arus dan elektroda p
otensial sesuai dengan spasi yang telah ditentukan.
5. Selanjutnya melakukan pengukuran dengan menghidupkan alat dengan car
a menekan tombol On/Off. Kemudian memeriksa kondisi baterai internal d
ari main unit dengan menekan tombol BATT. Selanjutnya memilih mode p
engukuran yang akan dilakukan yang diinginkan tekan tombol MODE ke
mudian memilih Rho mode 52.
6. Kemudian mengatur konfigurasi elektroda yang digunakan dalam penguku
ran dengan pilih tombol E.ARRAY. Kemudian menentukan parameter
kelompok yang digunakan.
7. Melakukan kontroling pada semua koneksi/hubungan dari setiap kabel den
gan alat, tekan tombol RS CHECK untuk mengontrol hambatan antara elek
troda arus. Kontrolling juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VMN
pada tiap pengukuran serta meakukan input faktor geometri pada tiap titik
pengukuran.
8. Langkah selanjutnya melakukan pengukuran dengan menekan tombol STA
RT ketika hasil keluar menekan tombol RESULT kemudian menekan tomb
ol ENTER. Setelah mencatat hasil dan ingin melakukan pengukuran
selanjutnya menekan tombol STOP FUNCTION.
9. Kemudian mencatat data hasil pengukuran yang terbaca pada main unit be
rupa data V, I dan R ke tabulasi data.
10. Lalu mengulangi langkah 6 - 9 hingga pengukuran selesai dilakukan.
23
4.2. Pengolahan Data
4.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data
24
4.2.2. Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data dengan menggunakan metode Vertical Ele
ctrical Sounding (VES) menggunakan konfigurasi Schlumberger dan metode
Mapping konfigurasi dipole - dipole agar mendapatkan hasil yang baik dapat
melewati berbagai tahapan. Berikut merupakan penjelasan tahapan dari
pengolahan data :
1. Langkah pertama melakukan tinjauan terdahulu terkait dengan kondisi
geologi dan metode yang digunakan dalam penelitian.
2. Pada pengukuran maaping konfigurasi dipole - dipole berupa data n, nilai
kedua eletroda arus dan elektroda potensial, I (kuat arus) serta V (beda pot
ensial) kemudian melakukan pengolahan sehingga mendapatkan nilai R,
K, rho (resistivitas), spasi antar elektroda dan titik datum (datum point). K
emudian melakukan pengolahan dengan menggunakan software RES2DIN
V dengan menyalin data datum point (DP) dengan memasukkan nilai eleva
si di bawahnya, spasi dan nilai rho (resistivitas) ke dalam notepad.
3. Ketika jarak elektroda arus berbeda dan eketroda potensial sama maka
perlu melakukan shifting.
4. Melakukan pengolahan dengan software RES2DINV dengan mengklik inp
ut data dan memilih data. Lalu OK.
5. Langkah selanjutnya membuat penampang resistivitas dengan inversion ke
mudian memilih least-square inversion. Lalu memasukkan data. Kemudia
n klik OK. Setelah itu, muncul 3 penampang kapal berupa measured appa
rent resistivity pseudosection, calculated apparent resistivity pseudosectio
n dan inverse model resistivity section. Kemudian melakukan iterasi hingg
a mendapatkan nilai error yang diinginkan. Selanjutnya pilih display untu
k menampilkan nilai error dari masing – masing iterasi.
6. Kemudian melakukan include topography in method display untuk menam
pilkan penampang resistivitas sesuai dengan nilai iterasi yang diinginkan d
an terdapat memperlihatkan topografinya pada penampang. Untuk konturn
ya, memilih logarithmic contour intervals.
7. Pada pengukuran sounding metode VES memperoleh data berupa nilai AB
/2, MN/2, I dan nilai V selanjutnya melakukan pengolahan pada data – dat
25
a tersebut sehingga mendapatkan nilai R, K, Rho, AB, MN, LOG Rho dan
Rho terkoreksi.
8. Langkah ketujuh melakukan pengolahan dengan menggunakan software I
PI2WIN dengan memasukkan nilai parameter berupa AB/2, nilai MN dan
Rho terkoreksi atau nilai resistivitas yang telah terkoreksi. Kemudian klik
OK.
9. Selanjutnya membuat curve matching, dengan me-split pada garis biru hin
gga untuk membuat lapisan – lapisan yang sesuai dengan garis pengukuran
10. Setelah itu memasukkan data dari hasil curve matching ke dalam Microsof
t Excel berupa data hole id, h atau kedalaman, dan rho. Kemudian memas
ukkan litologi dengan mempertimbangkan nilai rho (resistivitas) sesuai de
ngan tabel resistivitas.
11. Kemudian membuat profil bawah permukaan dengan mengklik lithology k
emudian input data Excel yang terdapat data litologinya. Kemudian melen
gkapi profil dengan skala, legenda, nilai kedalaman, dan judul.
12. Langkah selanjutnya melakukan korelasi pada tiap profil dan penampang
untuk dapat mengetahui kemenerusan target pada daerah penelitian.
13. Melakukan interpretasi ataupun pembahasan berdasarkan data, penampang,
dan kurva yang dihasilkan dari penelitian ini.
14. Menarik kesimpulan dari pembahasan dan interpretasi data
26
4.3. Interpretasi Data
Dalam tahap interpretasi data, terdapat dua macam bahasan yang dilakukan d
alam interpretasi yaitu segi kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi data secara kuant
itatif merupakan interpretasi data menurut nilai-nilai yang terdapat pada data, jika
pada pembahasan data geolistrik, data kuantitatif yang dibahas yaitu nilai resistivit
as pada setiap lapisan, kedalaman profil, tebal masing-masing lapisan. Sedangkan
interpretasi secara kualitatif dimana data-data nilai kuantitatif dibahas dengan hub
ungannya pada kondisi geologi sebenarnya baik itu dari penelitian tedahulu, geolo
gi regional dan geologi lokal. Dalam interpretasi data, tidak hanya cukup dengan
menggunakan data nilai resistivitas saja, melainkan dapat menggunakan data
penelitihan terdahulu. Bisa dengan geologi lokal maupun geologi regional.
Kemudian, perlu memahami mengenai pengklasifikasian terhadap tabel
resistivitas, karena merupukan kunci utama dalam melakukan interpretasi.
Tabel 4.1. Resistivitas Batuan Dan Mineral (Telford, 1990)
27
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari grafik yang ditunjukkan oleh gambar diatas merupakan hasil Curve Mat
ching Bentangan Lintasan Kelompok 1 terhadap data observasi atau pengukuran d
ilapangan. Gambar diatas adalah hasil pengolahan nilai resistivitas (ρ) pada
IPI2WIN dihasilkan berupa kurva korelasi antara tebal AB/2 dan nilai resistivitas.
Secara umum lintasan kelompok 1 menunjukan nilai resistivitas yang naik turun.
Intepretasi lintasan 1 terbagi atas 5 lapisan dengan nilai yang berbeda – beda
hingga kedalaman 99 meter
Nilai resistivitas terbesar berada pada lapisan terakhir dengan nilai sebesar
779 Ωm ketebalan lapisan 78,7 meter. Nilai resistivitas terendah berada pada
lapisan keempat dengan nilai sebesar 122 Ωm dengan ketebalan lapisan 11,9
meter. Pada kedalaman sekitar 3,5 meter terdapat nilai yang menunjukan ke penur
unan, hal tersebut diintepretasikan sebagai batugamping berongga berisi air. Nilai
resistivitas pada lapisan ini peneliti beranggapan karena efek rongga rongga yang
dimiliki oleh batugamping itu terisi oleh air. Karena air merupakan zat yang bersif
at konduktif
Lapisan pertama memiliki nilai cukup tinggi dikarenakan kemungkinan lapisa
n berupa batugamping massif sehingga nilai resistivitasnya tinggi karena efek dari
kandungan material gamping itu sendiri. Lapisan kedua memiliki nilai resisitivitas
28
sebesar 307 Ωm yang diintepretasikan dengan batugamping berongga berisi air.
Lapisan ke tiga memiliki nilai resistivitas cukup tinggi yaitu 748 Ωm yang
diindikasikan sebagai batugamping berongga berisi udara. Nilai resistivitas pada l
apisan ini cukup tinggi sehingga peneliti menginterpretasikan rongga rongga yang
dimiliki oleh batugamping itu sendiri tidak berisi apa apa atau berupa ruang hamp
a. Lapisan ke empat menunjukan adanya penurunan nilai resistivitas, nilai tersebut
sebesar 122 Ωm. Lapisan terakhir menunjukan nilai paling tinggi yang memiliki
porositas dan permebilitas yang sangat rendah lagi dibandingkan lapisan yang
lain, sehingga menunjukan nilai resistivitas lebih tinggi. Ditambah pada lapisan
ini diindikasikan sebagai batugamping berongga udara seperti lapisan ketiga namu
n sepertinya dengan rongga yang lebih besar lagi. Error yang terbentuk pada
kurva matching lintasan 1 sebesar 13,8%, hal ini menunjukan bahwa data yang di
miliki dapat menunjukan atau merepresentasikan kondisi bawah permukaan.
29
dengan ketebalan lapisan 3,98 m dan kedalaman 3,98 m, di lapisan kedua adalah
17,9 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 10,2 m dan kedalaman 6,19 m, di lapisan
ketiga adalah 55,4 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 38,5 m dan kedalaman 28,3
m, di lapisan keempat adalah 51,7 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 76,4 m dan
kedalaman 37,9 m dan di lapisan kelima adalah 81,2 Ohm.m dengan ketebalan
lapisan 200 m dan kedalaman 124 m. Interpretasi litologi lapisan dilakukan
berdasarkan nilai yang didapat menggunakan acuan tabel resistivitas batuan.
30
lapisan ketiga adalah 9,53 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 5,31 m dan
kedalaman 3,62 m, di lapisan keeempat adalah 337 Ohm.m dengan ketebalan
lapisan 6,95 m dan kedalaman 1,65 m, di lapisan kelima adalah 11,9 Ohm.m
dengan ketebalan lapisan 19,4 m dan kedalaman 12,5 m dan di lapisan keenam
adalah 196 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 39,7 m dan kedalaman 20,2 m
Interpretasi litologi lapisan dilakukan berdasarkan nilai yang didapat
menggunakan acuan tabel resistivitas batuan.
31
diduga merupakan batugamping. Kemudian lapisan ketiga memiliki memiliki
nilai resistivitas batuan sebesar 10,2 Ω.m merupakan litologi pasir halus.
Kemudian lapisan keempat memiliki memiliki nilai resistivitas batuan sebesar
24,2 Ω.m diduga merupakan batupasir.
32
kedua 11.7 m, dan lapisan ketiga 60.4 m. Dan yang terakhir adalah nilai Alt yang
merupakan nilai d dikali dengan -1. Nantinya nilai rho, d, dan h dimasukkan ke
dalam Ms.excel dan dilakukan penyesuaian litologi dengan mecocokkan nilai rho
dan tabel resistivitas, dan data Ms.excel ini digunakan dalam pembuatan profil
bawah permukaan pada software Strater.
33
5.1.2. Profil Bawah Permukaan
34
Lapisan pertama memiliki nilai 697 Ωm, menurut interpretasi peneliti pada l
apisan ini adalah kemungkinan lapisan berupa batugamping massif sehingga nilai
resistivitasnya tinggi karena efek dari kandungan material gamping itu sendiri,
sehingga dapat menyebabkan nilai resistivitasnya tinggi. Lapisan ini memiliki ket
ebalan 1,01 meter.
Lapisan kedua memiliki nilai resisitivitas sebesar 307 Ωm yang
diintepretasikan dengan batugamping berongga berisi air. Nilai resistivitas pada la
pisan ini peneliti beranggapan karena efek rongga rongga yang dimiliki oleh batug
amping itu sendiri kemudian terisi oleh air. Karena air merupakan zat yang bersifa
t konduktif sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya menurun. Lapisan ini mem
iliki ketebalan sebesar 2,5 meter. Sifat fisis batuan pada lapisan 2 diperkirakan
kurang lebih sama seperti lapisan 4 dikarenakan besar nilai resistivitasnya yang
tidak jauh berbeda. Kandungan fluida di lapisan ini lebih sedikit dibandingkan
lapisan keempat dikarenakan hukum gravitasi menyebabkan air yang terakumulasi
di lapisan kedua merembes ke lapisan dibawahnya.
Lapisan ke tiga memiliki nilai resistivitas cukup tinggi yaitu 748 Ωm yang
diintepretasikan dengan batugamping berongga berisi udara. Nilai resistivitas pad
a lapisan ini cukup tinggi sehingga peneliti menginterpretasikan rongga rongga ya
ng dimiliki oleh batugamping itu sendiri tidak berisi apa apa atau berupa ruang ha
mpa. Sehingga menyebabkan nilai resistivtiasnya meninggi. Lapisan ini memiliki
ketebalan sebesar 4,9 meter. Mengacu pada lokasi penelitian yang banyak terdapat
goa jepang, maka lapisan 3 berongga ini diduga berupa jalur jalur penghubung
antar gua bawah permukaan yang kemungkinan sudah mengalami keruntuhan di
beberapa bagiannya. Air yang merembes melewati goa bawah tanah dari lapisan
kedua akan langsung merembes kembali ke lapisan dibawahnya dan kemudian
terakumulasi.
Lapisan ke empat menunjukan adanya penurunan nilai resistivitas kembali,
nilai tersebut sebesar 122 Ωm. Pada lapisan ini peneliti menginterpretasi lapisan in
i memiliki litologi berupa batugamping berongga yang terisi air. Rongga rongga y
ang dimiliki oleh batugamping itu kemudian terisi oleh air. Lapisan ini memiliki k
etebalan sebesar 11,9 meter. Pada lapisan keempat mempunyai nilai resistivitas
35
yang lebih rendah kemungkinan disebabkan kandungan air yang lebih tinggi pada
lapisan ini dibandingkan lapisan kedua.
Lapisan terakhir menunjukan nilai paling tinggi yang memiliki porositas dan
permebilitas yang sangat rendah lagi dibandingkan lapisan yang lain, sehingga
menunjukan nilai resistivitas lebih tinggi, peneliti menginterpretasikan litologi dae
rah ini merupakan batugamping berongga yang terisi udara dimana kemungkinan
rongga rongganya tidak terhubung seperti lapisan ketiga serta rongganya berukura
n lebih besar yang menyebabkan nilai resistivitasnya paling tinggi dari seluruh lap
isan yang diinterpretasi.
Pada kasus ini sangat jelas didapatkan nilai resistivitas rendah pada lapisan b
atugamping berongga yang terisi air, hal ini mengindikasikan bahwa pada daerah
ini sudah terbukti bahwa termasuk kemungkinan akuifer. Menurut grafik ρ dan pr
ofil bawah permukaan diatas menunjukan bahwa air berada pada kedalaman 8,44
meter hingga 20,4 meter sepanjang lapisan batugamping berongga yang terisi air.
Lokasi ini memiliki akuifer yang berada di batugamping dikarenakan menurut
geologi regional dan berdasarkan pengamatan dilapangan, lokasi penelitian ini
didominasi oleh batugamping. Yang membedakan nilai resistivitasnya merupakan
tingkat permeabilitas dan porositas dari batuan tersebut. Namun diperlukan penelit
ian lanjutan serta korelasi dengan lintasan lainya untuk mengkonfirmasi hasil pene
litian di lintasan 1.
36
Gambar 5.7. Profil Bawah Permukaan Kelompok 3
37
ketebalan lapisan 76,4 m dan kedalaman 38,47 m – 76,37 m di bawah permukaan
dan Lapisan kelima di asumsikan sebagai batugamping dengan nilai resistivitas
81,2 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 200 m dan kedalaman 76,37 m – 200,37 m
di bawah permukaan. Pada profil bawah permukaan ini dapat kita asumsikan
memiliki 5 batas lapisan diantaranya lapisan soil,pasir halus, batu pasir, batu pasir
dan batugamping, dengan akuisisi metode Schlumberger.
38
dengan kofigurasi schlemberger mendapatkan total kedalaman lapisan sekitar
39,655 m.
Lapisan pertama di asumsikan sebagai pasir napal dengan nilai resistivitas
15,3 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 0,615 m dan kedalaman 0 - 0,615 m. di
bawah permukaan. Lapisan kedua di asumsikan sebagai batupasir dengan nilai
resistivitas 46,3 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 1,69 m dan kedalaman 0,615 m
– 1,685 m di bawah permukaan. Lapisan ketiga di asumsikan sebagai pasir napal
dengan nilai resistivitas 9,53 Ohm.m dengan ketebalan lapisan 5,31 m dan
kedalaman 1,685 m – 5,335 m di bawah permukaan. Lapisan keempat di
asumsikan sebagai gamping dengan nilai 337 Ohm.m dengan ketebalan lapisan
6,95 m dan kedalaman 5,335 m – 6,985 m di bawah permukaan. Lapisan kelima
di asumsikan sebagai pasir napal dengan nilai 11,9 Ohm.m dengan ketebalan
lapisan 19,4 m dan kedalaman 6,985m -19,485 m di bawah permukaan dan
lapisan keenam di asumsikan sebagai gamping pasiran dengan nilai 196 Ohm.m
dengan ketebalan lapisan 39,7 m dan kedalaman 19,485 m – 39,685 m di bawah
permukaan. Pada profil bawah permukaan ini dapat kita asumsikan memiliki 6
batas lapisan diantaranya lapisan pasir napal, batu pasir, pasir napal,
batugamping,pasir napal dan gamping pasiran dengan akuisisi metode
schlemberger
39
Gambar 5.9. Profil Bawah Permukaan Kelompok 5 dan 6
40
Dari profil bawah permukaan kelompok 5 dan 6 dapat diketahui bahwa ak
uisisi data menggunakan metode geolistrik dengan Vertical Electrical Sounding d
engan konfigurasi schlumberger ini dapat mengidentifikasi lapisan subsurface sed
alam 161,16 meter, dimana terdapat empat litologi yang berbeda.
41
lapisan pertama memiliki tebal 1.95 m, lapisan kedua 9.72 m, dan lapisan ketiga
48.7 m. Setelah dicocokkan dengan tabel resistivitas , akuifer pada titik ini
terletak pada lapisan kedua yang memiliki litologi batupasir pada kedalaman
11.67 m.
42
5.1.3. Korelasi Profil Bawah Permukaan
43
lihat litologi yang terdapat pada titik ini terdapat batugamping yang menyimpan ai
r pada rongganya.
44
ir berpotensi menjadi akuifer jika ditambah adanya perangkap maka air akan terpe
rangkap dan tidak lari kemana-mana sehingga air bisa dimaanfatkan dan diambil d
an juga di pengaruhi oleh pasokan air yang meresap pada lapisan batupasir terseb
ut.
Dari kedua lokasi penelitian terlihat bahwa daerah yang memiliki potensi a
kuifer berada di bagian bawah yaitu pada titik 5 dan 7, sedangkan untuk pengukur
an diatas didominasi oleh batuan gamping dan ada sedikit batupasir sehingga akui
fer pada daerah atas cenderung lebih dalam dan mungkin belum terdeteksi.
45
5.2. Metode Mapping: Dipole-dipole
5.1.1. Penampang Resistivitas
Bidang Gelincir
Gambar 5.13. Penampang Resistivitas topografi kelompok 1
46
dah pada daerah elevasi 310-270 yang ditandai dengan warna biru memanjang sec
ara lateral, nilai yang rendah ini diinterpretasikan sebagai batupasir yang berfungsi
sebagai daerah resapan air dan daerah rembesan akibat tanaman tanaman warga di
atas permukaan. Nilai pada lapisan ini terlihat rendah karena ada kandungan airny
a, hal ini dikarenakan sifat air yang konduktor maka nilai resistivitasnya rendah.
Air yang terakumulasi pada lapisan ini dapat menjadi beban tambahan bagi
lapisan tanah dibawahnya. Kemudian terdapat daerah dengan nilai tinggi pada dae
rah elevasi 290 – 270 yang ditandai dengan warna merah disebelah kiri penampan
g. Dalam hal ini menurut parameter tataguna lahan daerah ini memiliki banyak
vegetasi sehingga kemungkinan dapat mengurangi potensi kemungkinan
terjadinya longsor.
Ketika dalam kondisi curah hujan yang tinggi seperti yang terjadi saat musi
m penghujan di akhir tahun, maka daerah ini sebenarnya tidak terlalu rentan denga
n bencana longsor. Menurut parameter terjadinya bencana longsor dimana permea
bilitas lahan yang berlitologi batupasir sangat rentan menjadi longsoran, namun
slope bidang gelincir pada lintasan 1 kemiringanya tidak serupa dengan slope kem
iringan topografi lintasan penelitian hal ini memperlihatkan bahwa kemungkinan t
erjadinya longsor tidak terlalu besar, ditambah dengan banyaknya vegetasi yang
tumbuh. Kecuali kedepanya apabila dibangun sebuah bangunan serta curah hujan
yang tinggi maka daerah ini sangat memungkinkan terjadi longsor karena tambaha
n beban yang diberikan oleh bangunan dapat memperbesar probabilitas longsor sa
at musim penghujan dengan curah hujan yang tinggi.
47
Bidang Gelincir
48
r. Sesuai parameter terjadinya bencana longsor dimana permeabilitas lahan yang b
erlitologi batupasir sangat rentan menjadi longsoran. Berbeda dengan lintasan 1, d
imana kali ini pada penampang lintasan 2 terlihat slope bidang gelincir yang slope
kemiringanya serupa dengan slope kemiringan topografi lintasan penelitian,
keduanya sama sama miring kearah kiri penampang. Hal ini memperlihatkan bah
wa potensi terjadinya longsor sangat mungkin terjadi pada kondisi musim penghuj
an dengan curah hujan yang sangat tinggi meski tanpa adanya bangunan atau beba
n tambahan diatas permukaan.
49
yang memiliki porositas besar maka air tidak masuk ke pori-pori batuan dan
terjebak didalamnya, namun apabila porositasnya buruk maka air sukar untuk
masuk kedalam pori-pori batuan.
Pada penelitian kali ini pada daerah yang ditandai dengan garis putus-putus
merupakan karst yang kompak sehingga memiliki nilai resistivitas yang tinggi, Be
rdasarkan hasil interpretasi pada kelompok 3 daerah penelitian, diindikasikan disa
na litogi batu gamping yang dapat dilihat adanya faktor pengontrol keberadaan
aliran di bawah permukaan diantaranya ketebalan dan tingkat kekompakan
batuannya.
50
batu gamping yang terisi udara, pada penampang terlihat berbentuk boulder yang
berada pada elevasi 150 m – 135 m.
Geomorfologi Karst sendiri merupakan batuan yang memiliki jenis porositas
sekunder yang berarti porositasnya ada setelah batuan itu terbatukan. Porositas san
gat mempengaruhi nilai resistivitas pada suatu lapisan atau batuan. Karena batuan
yang memiliki porositas besar maka air tidak masuk ke pori-pori batuan dan
terjebak didalamnya, namun apabila porositasnya buruk maka air sukar untuk
masuk kedalam pori-pori batuan.
Pada penelitian kali ini pada daerah yang ditandai dengan garis putus-putus
merupakan karst yang kompak sehingga memiliki nilai resistivitas yang tinggi, Be
rdasarkan hasil interpretasi pada kelompok 4 daerah penelitian, diindikasikan disa
na terdapat goa bawah permukaan dikarenakan litogi batu gamping yang terisi uda
ra dan juga dapat dilihat adanya faktor pengontrol keberadaan aliran di bawah
permukaan diantaranya ketebalan dan tingkat kekompakan batuannya.
51
nilai tertinggi disimbolkan dengan warna merah sampai kuning dengan nilai resist
ivitas 312 Ω.m hingga 47,6 Ω.m. Nilai yang sedang ditunjukkan dengan warna ku
ning sampai hijau dengan nilai resistivitas yaitu 47,6 Ω.m hingga 2,83 Ω.m. Nilai
rendah ditunjukkan dengan warna hijau hingga biru dengan nilai resistivitas sebes
ar 2,83-0,43 ohm meter.
Dari gambar diatas yang ditandai dengan garis putus-putus dapat diinterpretas
ikan sebagai bidang gelincir pada lapisan lintasan 5 dan 6 karena lapisan tersebut
memiliki perbedaan kontras nilai resistivitas yang berbeda dimana nilai resistivitas
yang tinggi memiliki litologi batugamping, nilai resistivitas sedang memiliki litolo
gi batupasir, dan nilai resistivitas yang rendah memiliki litologi batupasir.
52
u X yang merupakan interval titik pengukuran. Pada penampang ini nilai resistivit
as dibagi menjadi 3 skala. Skala resistivitas rendah digambarkan dengan warna bir
u dengan rentang nilai resistivitas antara 3,87 –14,9 Ohm.m. Skala resistivitas sed
ang digambarkan dengan warna hijau hingga kuning dengan rentang nilai antara
292 – 113 Ohm.m. Skala resistivitas tinggi digambarkan dengan warna merah den
gan rentang nilai antara 221 – 434 Ohm.m. Pada bagian kanan dan ujung jiri
bawah penampang terdapat nilai resistivitas tinggi yang apabila dicocokkan
dengan tabel resistivitas merupakan batugamping dan sangat kontras dengan nilai
resistivitas daerah di atasnya. Daerah tersebut diidentifikasikan sebagi zona
bidang gelincir, dikarenakan daerah tersebut memiliki permeabilitas yang rendah
atau sangat rendah sehingga sulit menyerap air maka memberikan respon
resistivitas tinggi di tambah lagi memiliki pola kontur yang miring curam. Pada
bagian tengah dengan tanda garis hitam putus-putus terdapat nilai resistivitas
cukup tinggi yang diidentifikasikan sebagai andesit lapuk. Material andesit lapuk
dapat mengalami longsor dikarenakan zona yang menopang dibawahnya memiliki
resistivitas rendah yang berarti jenuh air yang menyebabkan andesit lapuk mudah
menggelincir.
53
5.1.2. Korelasi Penampang Resistivitas
54
m.m hingga 67.4 ohm.m dapat diduga tersebut merupakan batupasir yang jenuh a
kan fluida yang dalam kasus ini adalah air tanah (yang menyebardi peta tersebut).
Apabila suatu batuan jenuh akan air maka nilai resistivitasnya akan kecil karena ai
r bersifat konduktor.
Pada penampang resistivitas lintasan 5 dan 6 terlihat bahwa nilai resistivta
s rendah diindikasikan dengan warna biru yang memiliki rentang nilai 0,43 -2,83
Ωm, nilai resistivitas sedang diindikasikan dengan warna hijau-kuning dengan ren
tang nilai 7,24 -47,6 Ωm, dan nilai resistivitas tinggi diindikasikan oleh warna jing
ga-merah dengan rentang nilai <122 Ωm. Pada penelitian ini daerah dengan nilai r
esistivitas tinggi diperkirakan merupakan daerah kedap air dengan jenis litologi ba
tugamping. Daerah dengan nilai resistivitas sedang diperkirakan merupakan batua
an sedimen batupasir. Pada daerah dengan nilai resistivitas rendah diperkirakan m
erupakan litologi sedimen yang mengandung air sehingga memiliki nilai resistivut
as yang sangat rendah.
Dan pada penampang resistivitas lintasan 7 dan 8 terlihat bahwa lapisan pa
da lintasan ini didominasi dengan batupasir yang, dimana rongga-rongga pada bat
uan tersebut terisi akan udara. Dimana udara mempengaruhi nilai konduktifitas da
ri batuan tersebut, sehingga nilai hal tersebut menyebabkan besarnya nilai porosita
s. Porositas besar dengan yang terisi oleh udara menyebabkan didapatkannya nilai
resistivitas yang tinggi. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai re
sistivitas yaitu pasir lepas di daerah ini, yang merupakan hasil rombakan dari batu
an yang berasal dari batuan volkanoklastik, dimana batuan tersebut menghasilkan
batuan beku intermediet sampai asam. Sehingga menghasilkan kandungan mineral
kuarsa yang melimpah. Semakin banyak mineral kuarsa yang terkandung, maka se
makin besar pula nilai resistivitas batuan yang didapatkan. Nilai resistivitas yang t
inggi faktor mineralogi mempengaruhi pula nilai resistivitas pada batuan, batupasi
r lepas umumnya mengandung mineral kuarsa yang melimpah.
Dari ketiga penampang tersebut kemudian dilakukan korelasi dan didapatk
an bahwa pada penampang lintasan 3 terlihat bahwa dominan litologi batupasir ya
ng jenuh akan fluida dan pada penampang lintasan 5 dan 6 terlihat bahwa terdapat
nilai resistivitas tinggi yang diduga merupakan hasil dari nilai litologi batugampin
g di daerah penelitian. Dari hasil korelasi tersebut didapatkan bahwa penampang r
55
esistivitas lintasan 5 dan 6 diduga bahwa merupakan lapisan bidang gelincir (litol
ogi batugamping) bagi lapisan diatasnya yaitu yang terdapat pada penampang lint
asan 3 dengan litologi batupasir yang jenuh air. Pada penampang lintasan 7 dan 8
juga memiliki kesamaan litologi yaitu nilai resistivitas rendah yang diduga merup
akan lapisan litologi batupasir yang menjadi tempat terakumulasinya air dan nilai
resistivitas tinggi merupakan litologi batugamping yang merupakan lapisan bidan
g gelincir. Dari penentuan litologi didaerah penelitian tersebut, maka dapat di inter
pretasikan bahwa daerah penelitian dapat terjadi tanah longsor dengan bidang geli
ncir yaitu batugamping dan lapisan longsoran yaitu lapisan batu pasir jenuh air da
n litologi soil diatasnya. Daerah rawan longsor tersebut juga mempertimbangkan
kemiringan lereng didaerah penelitian dan curah hujan pada daerah tersebut. Dima
na air hujan yang masuk kedalam pori batuan akan membuat massa tanah berada k
ondisi jenuh. Kekuatan tanah akan berkurang apabila mempunyai kadar air yang ti
nggi atau dalam kondisi yang sangat jenuh air dan menjadikan daerah tersebut me
njadi rawan terjadi bencana tanah longsor.
56
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan akuisisi yang telah dilkaukan hingga mendapatkan hasil
penampang, profil, serta litologi. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil akuisis, pengolahan,dan interpretasi berdasarkan data yang ada
adalah sebagai berikut :
Hasil dari pengukuran dengan konfigurasi VES yaitu berupa kurva
matching, profil serta korelasi dari hasil pada tiap lintasan dapat diduga
terdapat keberadaaan akuifer dangkal yang berada pada lintasan 7 yang
berada pada lapisan kedua yang memiliki litologi batupasir pada
kedalaman 11.67 meter. Pada penelitian kali ini belum menemukan daerah
akuifer dalam dikarenakan batuan pada daerah ini merupakan litologi karst
dimana akuifer pada daerah karst cukup dalam. Sedangkan penelitian kali
ini hanya mendapatkan kedalaman yang dangkal.
Hasil korelasi pada lintasan 1, 3, dan 4 belum dapat diduga terdapat
akuifer dibawah permukaan dan didominasi oleh batuan gamping dan ada
sedikit batupasir sehingga akuifer pada daerah atas cenderung lebih dalam
dan mungkin belum terdeteksi. namun pada korelaso lintasan 5 dan 7
diduga berpotensi terdapat lapisan akuifer karena enunjukan kemenerusan
pada soil dan batupasirnya. Pada batupasir basah juga terlihat menerus dan
batupasir juga menerus.
Hasil dari pengukuran dengan konfigurasi dipole dipole yaitu berupa
penampang resistivitas serta korelasi penampang dari tiap lintasan dapat
diduga daerah zona bidang gelincir terdapat pada lintasan 2 dengan elevasi
280 - 270 meter dengan nilai resistivitas yang tinggi sekitar 587 ohm
meter. Kemudian pada lintasan 4 terlihat terdapat adanya bidang gelincir
yang berada pada kedalaman 140 - 170 meter dengan nilai resistivitas
sekitar 136 ohm meter. Kemudian pada lintasan 5 dan 6 juga diduga
terdapat daerah zona bidang gelincir yang berada pada kedalaman 70 - 110
meter dengan nilai resistivitas sekitar 312 ohm meter. Kemudian pada
57
lintasan 7 dan 8 diduga terdapat daerah bidang gelincir yang berada pada
kedalaman 60 - 80 meter dengan nilai resistivitas sekitar 434 ohm meter.
Dari hasil korelasi dapat di interpretasikan bahwa daerah penelitian dapat t
erjadi tanah longsor dengan bidang gelincir yaitu batugamping dan lapisan
longsoran yaitu lapisan batu pasir jenuh air dan litologi soil diatasnya. Dae
rah rawan longsor tersebut juga mempertimbangkan kemiringan lereng did
aerah penelitian dan curah hujan pada daerah tersebut. Dimana air hujan y
ang masuk kedalam pori batuan akan membuat massa tanah berada kondisi
jenuh. Kekuatan tanah akan berkurang apabila mempunyai kadar air yang t
inggi atau dalam kondisi yang sangat jenuh air dan menjadikan daerah ters
ebut menjadi rawan terjadi bencana tanah longsor. Pada penelitian kali ini
daerah bidang gelincir rawan longsor memilik arah barat - timur.
6.2. Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat melakukan penelitian
selanjutnya pada daerah ini agar mendapatkan data yang benar - benar dapat
menjadi pandangan bagi pembaca dan masyarakat sekitar. Dapat melakukan
penelitian lanjutan seperti dengan menggunakan mikroseismik, metodes seismik
refraksi, atauapun metode geofisika lainnya untuk dapat mengetahui faktor
pemicu pendugaan air tanah maupun potensi longsor lainnya sebagai pembanding
dan pengukat dari penelitian yang telah dilakukan,
58
DAFTAR PUSTAKA
Bronto, S. dan Hartono, H.G. 2001. Panduan Ekskursi Geologi Kuliah Lapangan
2. STTNAS: Yogyakarta.
Dwiharto, dkk. 2017. Penerapan Metode Resistivitas 2D Untuk Identifikasi
Bawah Permukaan Situs Maelang Bayuwangi Jawa Timur. Jurnal Sains dan
Seni ITS. Vol 6. No. 2
Prihastiwi, Fifi Erfiyanti,Denny Darmawan, dan Nugroho Budi Wibowo. Identifik
asi Akuifer Di Zona Patahan Opak Pasca Gempa Yogyakarta 2006 Dengan
Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger. Jurnal Fisika Volume 5, Nom
or 2, Tahun 2016
Reynolds, J. M. (1997) An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics. John Wiley & Sons, Inc, New York.
Sugito, Zaroh Irayani, dan Indra Permana Jati. Investigasi Bidang Gelincir Tanah
Longsor Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis di Desa Kebarong
an Kec. Kemranjen Kab. Banyumas Berkala Fisika Vol. 13 , No. 2, April 20
10, hal 49 – 54
Surono. 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimew
a Yogyakarta Dan Jawa Tengah. Bandung: Pusat Survey Geologi.
Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheiff, R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd Edi
tion. Cambridge: Cambrige University.