Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

MEKONIUM ASPIRASI SYNDROME DI RUANG

NICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO

Disusun Oleh :

Triga Efiriani

( 201914401045 )

PROGRAM DIPLOMA III KEPARWATAN

STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Mekonium Aspirasi Syndrome

Nama : Triga Efiriani

Nim : 201914401045

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disetujui dan disahkan

pada;

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

Triga Efiriani

NIM. 201914401045

Mengetahui

Pembimbing Akademik CI Ruangan NICU

Rahayu Budi Utami, S.Kep.Ns., M.Kes Asmaiyah, Amd.Kep.)

Kepala Ruangan ICU

( Noerjati, S.Kep.Ns)

i
LAPORAN PENDAHULUAN

MEKONIUM ASPIRASI SYNDROME

I. Konsep Medis

A. Definisi Mekonium Aspirasi Sindrome

Meconium aspirasi sindrome (MAS) merupakan sekumpulan gejala yang

diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran

pernafasan bayi. Meconium aspirasi sindrome (MAS) adalah salah satu

penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi

baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain

adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler,

cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-

15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi MAS terjadi

pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan

ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada

kelahiran preterm. Resiko MAS dan kegagalan pernapasan yang terkait,

meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia

perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang

mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada

mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada

beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.

B. Etiologi

Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses


persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari

1
40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan
pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan
ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim
becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekental yang bervariasi.
Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi
menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium
bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi
gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan
terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang
menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang
berat dan kematian pada bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:
- Kehamilan post-matuR
- Pre-eklamsi
- Ibu yang menderita diabetes
- Ibu yang menderita hipertensi
- Persalinan yang sulit
- Gawat janin
- Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada
dalam rahim).

Bagan 2.1 Etiologi Mekonium Aspirasi Sindrome (Clark, 2010)

C. Faktor Resiko

2
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah

kehamilan post-term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu,

diabetes mellitus pada ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang

perokok berat, penderita penyakit paru kronik, atau penyakit

kardiovaskular.

D. Patofisologi

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf

saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres

hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran

gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau

penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani,

sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung

mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah

itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium

dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema

toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya

mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar

mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan

amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada

paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan,

pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.

3
a. Obstruksi jalan nafas

Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.

Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi

alveoli, biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli

menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di

sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan

peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap

(hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks),

mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium

(pneumoperikardium). 3

b. Disfungsi surfaktan

Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis

surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti

asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang

lebih tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan

alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas. 3

c. Pneumonitis kimia

Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang

dapat mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan

sitokin (termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6,

IL-8, IL-13) dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam

4
beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan

gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch. 3

d. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir

Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami

hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary

hypertension of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat

dari stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN

lebih lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi

mekonium.

E. PATHWAY ( WOC )

5
F. Gambaran Klinis

Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium

yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas

kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam

pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan

sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan

napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau

keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang

dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat

nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam.

Akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan

ventilasi, keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya

tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa

minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak

infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior

bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi

dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan

diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit

lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik.

G. Manifestasi Klinik

Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium

yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas

kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam

6
pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan

sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan

napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau

keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang

dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat

nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam.

Akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan

ventilasi, keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya

tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa

minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak

infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior

bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi

dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan

diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit

lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik.

Mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan


obstruksi jalan napas kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan
dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala :
1. takipnea
2. retraksi
3. stridor
4. sianosis pada bayi dengan kasus berat.

Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan


pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pada kondisi
gawat nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72

7
jam, akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan
bantuan ventilasi, keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan
mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau
bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai
dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar,
diameter anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray
dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi
jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat
rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis
metabolik.

H. Komplikasi

1. Displasia bronkopulmoner

2. Pneumotoraks

3. Aspirasi pnemonia

Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar

untuk menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama

kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa

meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka

panjang tetap baik.

Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita

penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas

perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM

dapat menimbulkan kematian

I. Pemeriksaan Penunjang

8
1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan

diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat

obstruksi dan terdapatnya pneumothorax ( gambaran infiltrat kasar

dan iregular pada paru )

2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau

respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat

PCO2

J. Penatalaksanaan

Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi

akan dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care

unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :

1. Umum

Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.

2. Farmakoterapi

Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk

mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.

3. Fisioterapi

Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada

dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan:

a. Pemberian terapi surfaktan.

b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen

tinggi ke dalam paru bayi.

9
c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang

terdapat di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk

melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan

oksigen yang sampai ke paru bayi.

Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak

berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra

corporeal membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung

dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam

tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

10
II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

i. Identitas

Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin,

agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang

tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan

dengan diagnose Mekonium Aspirasi Sindrome.

2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering muncul pada kasus

meconium aspirasi syndrome adalah Gangguan pernapasan,

seperti napas yang terlalu cepat, sulit bernapas, munculnya

suara “grok” saat bernapas.

b) Riwayat kehamilan dan persalinan

1) Riwayat Prenatal

Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam

kandungan. Pengkajian ini meliputi : hamil keberapa, pada

gravida keempat atau lebih beresiko mengalami

Mekonium Aspirasi Sindrome.

2) Riwayat Intranatal

Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir


meliputi jam dan tanggal persalinan, jenis persalinan,
penolong persalinan, komplikasi persalinan dan keadaan

11
bayitidak segara bernafas setelah lahir.

3) Riwayat Posnatal

Untuk mengetahui keadaan bayi dan ibu saat nifas

yang meliputi : observasi TTV, kesadaran, keadaan tali

pusat, jenis injeksi yang sudah diberikan seperti vitamin K.

3. Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Nutrisi

Pada mekonium aspirasi sindrome membatasi intake oral,


karena organ tubuh belum sempurna.
b) Pola Eliminasi

Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena


organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna.
c) Pola kebersian diri

Perawat dan keluarga pasien harus menjagakebersihan

pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BABdan BAK harus

diganti popoknya.

d) Pola Tidur

Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna

12
biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau

cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.

c. Mata

Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada


bleeding konjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat

penumpukan lendir.

e. Mulut

Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak

f. Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher

g. Leher

Perhatikan kebersihannya leher


h. Thorax

Jumlah pernafasan rata-rata antara 40-60 per menit

diselingi dengan periode apnea, pernafasan tidak teratu,

dengan flaring nasal melebar, adanya retraksi (intercostal,

suprasternal, substernal).

Lingkar dada kurang dari 30 cm Auskultasi :

Terdengar suara gemerisik dan dengkuran.

13
i. Abdomen

j. Umbilicus

Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan / tidak, adanya

tanda-tanda infeksi pada tali pusat

k. Genitalia

Berdasarkan National Center for Advancing Translational

Sciences, mekonium adalah kotoran, feses, atau tinja pertama

bayi yang baru lahir.

l. Anus

Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang


air besar serta warna dari faecces.
m. Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan


adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau
keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
n. Neurology/ reflek

Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan


menggenggam).

K. Diagnosa Keperawatan Meconial Aspirasi Sindrome

1. Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi


meconium

2. Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan


kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka
panjang

14
3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan kalori.

4. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari


peningkatan pernafasan

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai


akibat mekonium pada paru
L. Diagnosa Banding Mekonial Aspirasi Sindrome
a) Transient tachypnea of the newborn (TTN)

Gambaran radiografi sering menunjukkan patchy opacities yang

disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam proses resorpsi. Foto

radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda

dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.

b) Pneumonia neonatus

Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi pleura

yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru

mungkin dapat terjadi hyperinflated.

c) Respiratory distress syndrome

Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran radiopaque yang

seragam, ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps

alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura

jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda

dengan sindroma aspirasi mekonium 3.

Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain : 3

1. Sindrom-sindrom aspirasi lain

2. Hernia kongenital diafragmatik

15
3. Hipertensi pulmonal, idiopatik

4. Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus

5. Sepsis

6. Transposisi arteri-arteri besar

Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat

dilihat pada tabel dibawah:

Pembeda TTN RDS SAM

Etiologi Cairan paru Defisiensi Iritasi dan

persisten surfaktan obstruksi paru

Paru belum

berkembang

sempurna

Waktu Kapan saja Preterm Aterm atau post-

persalinan term

Faktor resiko Section cessarea, jenis kelamin laki- Cairan amnion

makrosomia, jenis laki, diabetes pada mekonial,

kelamin laki-laki, ibu, kelahiran kelahiran post-

asma pada ibu, preterm term

diabetes pada ibu

Gambaran Takipneu, sering Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia

klinis kali tanpa hipoksia sianosis

maupun sianosis

16
Temuan infiltrat pada infiltrat Patchy atelectasis,

radiologis parenkim, ”siluet homogenus, air konsolidasi

toraks basah” di sekeliling bronchogram,

jantung, penurunan volume

penumpukan cairan paru,

intralobar

Terapi Suportif, oksigen Resusitasi, oksigen, Resusitasi,

jika terjadi hipoksia ventilasi, surfaktan oksigen, ventilasi,

surfaktan

Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda

prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah

operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,

usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak

39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat

minggu)

Keterangan :

TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn =

TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome);

SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)

Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM

17
M. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dalam proses


keperawatan dengan berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan
(Hidayat Alimul, 2012).

Implementasi merupakan pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah


disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.
Pelaksanaan tindakan harus disetujui pasien, kecuali bila tindakan tidak
dilaksanakan akan membahayakan keselamatanpasien. Sebanyak mungkin pasien
harus dilibatkan dalam proses implementasi ini (Rukiyah, 2014).
N. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan


untuk tujuan yang telah ditetapkan ( potter & perry, 2005).
Menurut Mufdilah (2009) dalam Rukiyah (2014), evaluasi yaitu menilai
keefektifan dari setiap asuhan yang diberikan dan asuhan bisa kembali ke langkah
sebelumnya jika tindakan yang telah dilakukan dirasakan belum berhasil atau
gagal. Evaluasi berisi analisis hasil yang telah dicapai dan merupakan fokus
ketepatan nilai tindakan / asuhan. Jika dari hasil pemeriksaan yang didapat dengan
teori yang ada tidak ada kesenjangan maka dikatakan pendokumentasian sesuai
denganteori
Evaluasi hasil yang diharapkan pada pasien asfiksia setelah dilakukan
intervensi keperawatan meliputi :
1. Pola napas tidak efektif b.d hipoventilasi, adalah :
1) Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif
2) Ekspansi dada simetris
3) Tidak ada bunyi nafas tambahan
4) Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak,
adalah :
1) Tidak menunjukkan demam
2) Tidak menunjukkan cemas
3) Rata-rata respirasi dalam batas normal
4) Pengeluaran sputum melalui jalan nafas
5) Tidak ada suara nafas tambahan
18
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, adalah :
1) Tidak sesak nafas
2) Fungsi paru normal
4. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2
dalam darah, adalah :
1) Temperatur badan dalam batas normal

2) Tidak terjadi distress pernafasan


3) Tidak gelisah
4) Perubahan warna kulit
5) Bilirubin dalam
5. Risiko cidera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius, adalah :
1) Bebas dari cidera / komplikasi
2) Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level
perkembangan anak
3) Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama

19
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu

Kesehatan Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.

Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.

http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION%20

SYNDROME.pdf.

Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/

http:// portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium

Aspiration Syndrome.pdf

Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging,

http://emedicine.medscape.com/ article/410756-overview#a22

Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the

Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.

http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html

Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic

findings in infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000.

;242:60–63

Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome:

Pathogenesis and Current Management. American Association of

Pediatrics. http://neoreviews.aap publications.org.

Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems

Sixth Edition. Lange Clinical Science : New York.

20
Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-

Hill Professional : New York.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media

Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)

second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition &

Classification 2012-2014. . United States of America, Blackwell Publishing.

2012.

21

Anda mungkin juga menyukai