Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Antenatal care semakin penting dilakukan di negara-negara berkembang

karena tingginya risiko malaria dan anemia pada ibu hamil yang mengalami

malnutrisi, serta risiko terjadinya tetanus. Data membuktikan bahwa kematian

maternal dapat dikurangi melalui promosi tentang ketersediaan, akses, dan

utilisasi pelayanan obstetri emergensi dasar dan komprehensif untuk ibu hamil

dengan komplikasi persalinan. Jika ibu hamil terlambat melakukan kunjungan

pelayanan antenatal, maka akan mengurangi kesempatannya untuk

memperoleh nasehat pendidikan kesehatan sesuai waktunya, mereka juga

dapat kehilangan manfaat dari tes skrining untuk deteksi dini dan pencegahan

efek samping persalinan (Hendrawan dkk, 2018).

Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga

kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi

pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan

ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut

minimal 1 kali pada triwulan pertama(< 14 minggu),minimal 1 kali pada

triwulan kedua (14-28 minggu), minimal 2 kali pada triwulan ketiga (antra

kehamilan 28-36 minggu dan sesudah 36 minggu) (Gapmelezy, 2017).

Hasil penelitian Elvira dkk Tahun 2019, tingkat kepatuhan masyarakat

terhadap kebijakan aturan kunjungan K4 yang masih kurang pelayanan

antenatal 10 Terpadu di Puskesmas Bungus masih terdapat beberapa pokok

bahasan konseling yang belum diberikan kepada ibu hamil secara teratur,
seperti peran suami/keluarga, gejala penyakit menular dan tidak menular, serta

tanda bahaya pada kehamilan. Akan tetapi pokok bahasan konseling yang

masih belum diberikan secara teratur dalam implementasi pelayanan antenatal

10 Terpadu di Puskesmas tersebut, diberikan oleh bidan kepada ibu hamil

dalam pelaksanaan kegiatan lain, yaitu pada kegiatan kelas ibu hamil. Hal

tersebut dikarenakan panjangnya proses asuhan kebidanan. Apabila bidan

menerapkan standar 10T pelayanan antenatal 10 Terpadu maka akan memakan

waktu lebih dari 30 menit untuk memberikan pelayanan pada tiap ibu hamil.

Sedangkan ibu hamil yang datang ke Puskesmas sering kali jumlahnya

melebihi 20 orang dan datang pada waktu yang hampir bersamaan, sehingga

ibu hamil yang datang ke Puskesmas akan menunggu lebih lama lagi.

Dalam pengaturan dengan sumber daya terbatas di mana jumlah

kunjungan sudah rendah, program kunjungan perawatan antenatal yang

berkurang dikaitkan dengan peningkatan kematian perinatal dibandingkan

dengan perawatan standar, meskipun masuk ke perawatan intensif neonatal

dapat dikurangi. Wanita lebih suka jadwal kunjungan standar. Jika jumlah

kunjungan standar rendah, kunjungan tidak boleh dikurangi tanpa pemantauan

ketat terhadap hasil akhir janin dan neonatal. (Dowsel T dkk, 2015).

Antenatal care terpadu merupakan pelayanan antenatal komprehensif dan

berkualitas yang kepada ibu hamil. Pelayanan tersebut diberikan oleh dokter,

bidan dan perawat terlatih, sedangkan jenis pemeriksaan ANC terpadu adalah

standar 10 T atau sesuai dengan SOP pemeriksaan yaitu antara lain

pemeriksaan keadaan umum, suhu tubuh, tekanan dara , berat badabn, lingkar
lengan, tinggi fundus uteri, presentase janin, detak jantung janin, hemoglobin,

protein urin, gula darah/reduksi, malaria, BTA, darah sifilis, serologi HIV dan

USG. (kemenkes 2012 dalam Muhammad Agus Mikrajab dan Tety

Rachmawati 2015)

Menurut WHO 2019 setiap hari ada 830 ibu di dunia (di Indonesia 38 ibu

berdasarkan AKI 305) meninggal akibat penyakit atau komplikasi terkait

kehamilan dan persalinan, sebagian besar penyakit itu dapat dicegah dan di

selamatkan artinya jika AKI tinggi banyak ibu yang harusnya tidak

meninggal, karena tidak mendapatkan upaya pencegahan dan peenanganan

yang seharursnya.

Jumlah kunjungan rutin untuk wanita hamil telah dikembangkan sebagai

bagian dari perawatan antenatal atau prenatal tanpa bukti seberapa banyak

perawatan yang diperlukan untuk mengoptimalkan kesehatan ibu dan bayi,

dan apa yang membantu untuk para wanita. Kunjungan ini dapat berupa tes,

pendidikan dan pemeriksaan kesehatan lainnya. Tinjauan tersebut berangkat

untuk membandingkan studi di mana wanita yang menerima perawatan

standar dibandingkan dengan wanita yang hadir pada jumlah kesempatan yang

lebih sedikit. Kami memasukkan tujuh uji coba terkontrol secara acak yang

melibatkan lebih dari 60.000 wanita. Kami menilai studi untuk risiko bias dan

menilai kualitas bukti. (Dowsel T dkk, 2015).

Kasus terbanyak menurut kemenkes factor komplikasi yang menyebabkan

ibu meninggal adalah kodalam komplikasi kebidanan yang tidak ditangani

dengan baik dan tepat waktu sekitar 15% dari kehamilan dan persalinan
mengalami komplikasi, 85% normal. Masalahnya sebagian besar komplikasi

tidak bisa diprediksi, artinya setiap kehamilan beresiko memerlukan persiapan

pelayanan berkualitas setiap saat atau 24 jam 7 hari (24/7) agar semua ibu

hamil yang melhirkan yang mengalami komplikasi setiap askes kepelayan

darurat berkualitas dalam waktu cepat karena sebagian komplikasi

memerlukan pelayanan kegawatdaruratan dalam hitungan jam. Penyebab

kematian 75% kematian ibu disebabkan, perdarahan (sebagian besar

perdarahan persalinan), infeksi (biasanya paska salin), tekanan darah tinggi

pada kehamilan (pereklampsia dan eklampsia), partus lama, aborsi yang tidak

aman. (Budi Janto, 2019)

Jumlah kematian ibu disulawesi tengah sejak tahun 2014 sampai dengan

2016 mengalami fluktasi, tahun 2016 sampai tahun 2018 terus mengalami

penurunan. Hal ini ditunjang dengan jaminan persalinan (JAMPERSAL).

Semua ibu hamil yang tidak memiliki jaminan kesehata berhak memperoleh

jaminan dari jampersal. Jum lah kematian ibu di Sulawesi tengah tahun 2018

adalah 82 kematian jumlah tertinggi di Kabupaten Banggai dan Poso (10

kasus) dan terendah adalah kabupaten morut (2 kasus), kematian ibu

berdasarkan priode kehamilan terbanyak adalah pada masa bersalin (41,5%)

selanjutnya pada masa nifas (39%) dan pada masa hamil (19,5%) Factor

peyebabnya adalah belum optimal pelaksanaan program pelaksanaan

persalinman pencegahan komplikasi (P4K), kemitraan bidan dan dukun,

Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), masih tingginya social budaya

dimasyarakat, serta masih kurangnya dukungan dan komitmen dari lintas


sektir, masihb ada tenaga kesehatan yang belum melakukan program

persalinan sesuai standar, factor lain adalah sarana dan orasarana yang masih

kurang memadai di pasilitas tingkat pertama (FKTP). Penyebab kemattian ibu

terbanyak 2018 adalah penyebab perdarahan (retensio placenta dan atonia

uteri), penyebab kedua adalah hipertensi dalam kehamilan (pre eklampsi dan

eklampsi) kemudian penyebab lain seperti hepatitis, TB paru, Thypoid, dan

Emboli air ketuban. (Provinsi Sulawesi Tengah, 2018)

Cakupan ibu hamil pertama kali diperiksa kehamilanannya K1

adalah 100,7% dari jumlah sasaran ibu hamil yang ada di Kota Palu dari

sadaran yang di Kota Palu tahun 2018 yaitu 7.7.05 pencapaian osisi AKI kota

palu lima tahun terakhir dari tahun 2012 sebanyak 12 orang atau 102/100.000

KH. Tahun 2013 sebanyak 12 orang atau 326/100.00 KH, tahun 2016

sebanyak 11 orang atau 158/100.000 KH tahun 2017 sebanyak 11 orang atau

156/100.000 kelahiran dan ditahun 2018 sebanyak 4 kasusu atau 56/100.000

KH (Dinas kesehatan kota palu, 2018).

Secara umum hasil penelitian dari Siti Kholikah sudah bisa memberikan

gambaran kepada kita tentang bagaimana penerapan protap ANC terpadu di

semua puskesmas di Kulon Progo. Dua puluh satu puskesmas sudah

menerima surat keputusan tentang protap ANC terpadu. Faktanya, belum

semua puskkesmas memasang protap ANC terpadu dan berkualitas di

ruangan pemeriksaan KIA. Semua bidan sudah terpapar dan mengetahui

tentang ANC terpadu, namun presepsi mereka tentang ANC terpadu belum

sama. Angka kepatuhan bidan terhadap protap 50,40% menggambarkan


bahwa ANC terpadu belum dilaksanakan sesuai standar yang ada (Sholikah

dkk, 2016)

Puskesmas Sangurara Kota Palu merupakan salah satu Puskesmas yang

menjadi percontohan di Kota Palu karena semua programnya terlaksana dan

data laporan lengkap. Berdarakan data yang diambil cakupan K1 tahun 2018

mencapai 95,4% , dan cakupan K4 yaitu 95,3%. Jumlah ibu hamil pada tahun

2019 yaitu 1046 dan yang mengalami komplikasi 234, kasus terbanyak adalah

Cephaloppelvic Disporpotion (CPD) ,Ketuban Pecah Dini (KPD),

Kekurangan Energi Kronik dan Preeklampsia dan jumlah bidan 23 bidan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Kualitas Pelayan Ante Natal Care Standar 10 T di

Puskesmas Sangurara Kota Palu “

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana Kualitas Pelayan Ante Natal Care di Puskesmas

Sangurara Kota Palu.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah telah diketahui Kualitas Pelayanan

Ante Natal Care standar 10 T terhadap ibu hamil di Puskesmas Sangurara

Kota Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis
Penelitan diharapakan dapat memberi kontribusi postif terhadap

Pelayanan Ante Natal Care di Puskesmas Sangurara Kota Palu.

2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi politeknik kesehatan kemenkes palu

Penelitian ini diharapkan dapat mena,bah ilmu dalam ilmu

kebidanan kehamilan.

b. Bagi Puskesmas Sangurara Kota Palu

Penelitian ini diharapkan dapat memberi motifasi serta masukan

bagi bidan dalam memberi pelayanan terutama dalam pelayanan ANC.

c. Bagi profesi bidan

Sebagai masukan bagi profesi bidan agar dapat meningkatkan

kualitas kerja bidan dakam memberikan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

d. Bagi peneliti

Dapat pengalaman yang nyata dalam bidang penelitian dan

meningkatkan pengetahuan tentang kualitas Pelayanan Ante Natal

Care / ANC standar 10 T di Puskesmas Sangurara .

Anda mungkin juga menyukai