Anda di halaman 1dari 31

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323944094

PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA : Tradisi, Akomodasi, dan Modernisasi

Preprint · March 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.23761.22887/1

CITATIONS READS

32 47,572

9 authors, including:

M Chairul Basrun Umanailo Salma Yusuf


Universitas Iqra Buru Universitas Iqra Buru
334 PUBLICATIONS   1,886 CITATIONS    30 PUBLICATIONS   124 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MULTILINGUAL MATERIAL DEVELOPMENT FOR PESANTREN STUDENTS View project

Culture View project

All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 02 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA :
Tradisi, Akomodasi, dan Modernisasi

Oleh : M. Chairul Basrun Umanailo

Perubahan Sosial

Kebanyakan literatur tentang perubahan sosial , dimulai tanpa


mendefinisikan dengan jelas mengenai apa yang dimaksud dengan konsep
perubahan itu. Perubahan sosial diperlakukan seakan mempunyai makna berupa
fakta intuitif. Tetapi arti perubahan sosial sebenarnya bukanlah berupa fakta
intuitif dan bukan berarti suatu yang sama dengan fakta intuitif seperti yang
diartikan kebanyakan para ahli.
Lalu apa yang kita artikan dengan perubahan sosial itu? Kebanyakan
definisi membicarakan perubahan sosial dalam arti yang sangat luas. Wilbert
Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting
dari striktur sosial”, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola
perilaku dan interaksi sosial. Moore memasukkan ke dalam definisi perubahan
sosial sebagai ekspresi mengenai struktur seperti norma, nilai dan fenomena
kultural. Perubahan sosial didefinisikan sebagai fariasi atau modifikasi dalam
setiap aspek proses sosial, pola soaial, dan bentuk-bentuk sosial, serta “setiap
modifikasi pola antar hubungan yang mapan dan standart perilaku.
Definisi demikian bukan tak berguna, karena dapat menunjukkan bahwa
perubahan sosial itu adalah fenomena yang rumppil dalam arti menembus ke
berbagai tingkat kehidupan sosial. Jika definisi itu mencakup seluruh aspek
kehidupan sosial, itu sebenarnya karena keseluruhan aspek kehidupan sosial itu
terus menerus berubah. Yang berbeda hanyalah tingkat perubahannya. Sikap
terhadap fenomena tertentu mungkin berubah lebih cepat dibanding perubahan
institusi sosial bersangkutan. Tetapi ketidak sesuaian di setiap periode tertentu,
mencerminkan tingkat perubahan yang berbeda; bukan mencerminkan persoalan
perubahan atau tidak berubah, dengan kata lain perubahan itu normal dan
berlanjut. Perubahan sosial akan dipandang sebagai sebuah konsep yang serba
mencakup, yang menunjuk kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat
kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia. Berbagai
tingkat perubahan yang mewakili perubahan analisis, dan satuan (unit) analisis
yang mewakili setiap tingkat perubahan. Perubahan sosial dapat dipelajari dari
satu tingkat tertentu atau lebih dengan menggunakan berbagai kawasan studi dan
berbagai satuan analisis. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan
penting pada satu tingkat tertentu tidak harus penting pula pada tingkat lain.

Perubahan Sosial dalam Masyarakat.


Dalam kehidupan masyarakat pasti akan terjadi sebuah perubahan sosial,
karena masyarakat merupakan suatu proses evolusi dan perkembangan. Perubahan
ini sebenarnya berlangsung sejak puluhan atau bahkan ratusan tahunyang lalu.
Menurut Morris Ginsberg, perubahan sosial dalam masyarakat dipengaruhi oleh:
 Kebutuhan dan kesadaran individu untuk berubah

 Tindakan individu yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi

 Perubahan dan tekanan stuktural

 Perubahan luar (kontak kebudayaan)

 Pengaruh tokoh

 Pengaruh elemen-elemen individu atau kelompok

 Berkembangnya tujuan umum
Dilihat dari waktu dan prosesnya, perubahan dalm masyarakat di bagi menjadi 2
(yaitu):
 Evolusi: perubahan lambat dan bertahap
contoh: Evolusi manusia

 Revolusi: peubahan secara cepat dan menyeluruh
Contoh: Refolusi.
Dilihat dari jenisnya, ada 3 (tiga) perubahan yang pasti terjadi dalam masyarakat:
 Perubahan Struktur Sosial

 Perubahan Struktur dan Fungsi Masyarakat

 Perubahan Kebudayaan
Ada beberapa contoh perubahan sosial yang sering terjadi pada tiap-tiap
masyarakat, diantaranya:

 Perubahan komposisi penduduk, keluarga, dan masyarakat



Contoh: Pada saat mengalami komposisi penduduk muda (berubahnya
kelahiran)

 Perubahan struktur

Contoh: ketimpangan Sosial, kekuasaan dan interaksi sosial yang mulai
luntur pada hubungan sossial masyarakat kota.

 Perubahan fungsi

Contoh: Spesialisasi dan diferensiasi sosial

 Perubahan batas sosial

Contoh: Kelompok sosial, kriteria keanggotaan, demokratisasi anggota

 Perubahan antar sub sistem

Contoh: penguasaan rezim politik, kontrol keluarga dan rakyat oleh
pemerintah otoriter.

 Perubahan lingkungan
Contoh: kerusakan ekologi, gempa bumi, dan wabah penyakit.
Disadari atau tidak suatu perubahan sosial sedang tumbuh dalam
kehidupan kita, dimana semua individu akan selalu berusaha menyesuaikan diri
dengan perubahan itu sendiri. Kadang perubahan itu dapat menimbulkan berbagai
masalah dalam masyarakat. Orang-orang atau lembaga-lembaga yang ada dalam
masyarakat ada yang dapat menyesuaikan diri dengan cepat, ada pula yang tidak
dan sulit untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh
karena itu, perubahan sosial dapat mengakibatkan disorganisasi yaitu cara-cara
yang lama atau tradisional akan hilang dan tidak digunakan, kemudian akan
digeser dengan cara-cara yang baru yang akan terus berubah mengikuti
perkembangan itu sendiri.
SEJARAH PERUBAHAN SOSIAL INDONESIA

Perkembangan sosial di Indonesia


Perkembangan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang membawa
perubahan terhadap tantanan kehidupan. Reformasi merupakan suatu proses
perbaikan dengan melakukan koreksi terhadap unsure-unsur yang rusak, dengan
tetap mempertahankan elemen budaya dasar yang masih fungsional, tanpa
merubah bentuk masyarakat dan budaya secara total dan mendasar. Transformasi
adalah perubahan yang sifatnya lebih cepat, total, mendasar dan menyeluruh.
Sedangkan deformasi merupakan kerusakan pada keteraturan sosial tersebut.
Perubahan yang cepat tersebut harus mampu mempertahankan “cultural
continuity”, dan disini suatu unsur yang amat perlu dipertahankan adalah
kesepakatan-kesepakatan nilai (commonality of values) yang pernah dicapai
selama lebih dari 60 tahun silam.
(http://diez-files.blogspot.com/2007/09/perkembangan-sosial-di-indonesia.html)

Akibat gejala sosiologis fundamental, maka terjadi pergeseran-pergeseran yang


diantaranya sebagai berikut:
1. Pergeseran Struktur Kekuasan: Otokrasi Menjadi Oligarki, Kekuasaan
terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos)
tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum,
informasi dsb.). Krisis dlm representative democracy dan civil society.
2. Kebencian Sosial Yang Tersembunyi (Socio–Cultural Animosity). Pola
konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik
Orba dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas antar suku, agama,
kelas sosial, kampung dsb. Sifatnyapun bukan vertical antara kelas atas dan
bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antara rakyat kecil, sehingga
konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (tidak
fungsional tetapi disfungsional). Kita menjadi “self destroying nation”.
a) Konflik sosial yang terjadi di Indonesia bukan hanya konflik terbuka
(manifest conflict) tetapi lebih berbahaya lagi adalah “hidden atau latent
conflict” antara berbagai golongan.
b) Cultural animosity adalah suatu kebencian budaya yang bersumber dari
perbedaan ciri budaya tetapi juga perbedaan nasib yang diberikan oleh
sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam.
Konflik tersembunyi ini bersifat laten karena terdapat mekanisme
sosialisasi kebencian yang berlangsung dihampir seluruh pranata
sosialisasi (agent of socialization) di masyarakat (mulai dari keluarga,
sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa, organisasi massa,
organisasi politik dsb.
c) Kita belum berhasil menciptakan kesepakatan budaya (civic culture)
d) Persoalannya adalah proses integrasi bangsa kita yang kurang
mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif
(integrasi normatif), tetapi lebih mengandalkan pendekatan kekuasaan
(integrasi koersif)
e) Karena kebencian sosial yang tersembunyi, maka timbul suatu budaya
merebaknya pengangguran. Secara sosiologis, penganggur adalah orang
yang tidak memiliki status sosial yang jelas (statusless), sehingga tidak
memiliki standar pola perlaku yang pantas atau tidak pantas dilakukan,
cenderung mudah melepaskan diri dari tanggungjawab sosial.

Keruntuhan Negara–Negara Indonesia


Setelah 60 tahun perdagangan di Hindia,tahun –tahun yang juga dipenuhi
peperangan tiada henti,VOC Belanda menguasai jalur–jalur laut mulai dari telut
Benggala dan Ceylon (Sri Langka) hingga Nagasaki di Jepang. Prinsip membatasi
kekuasaan kompeni atas beberapa pelabuhan dan berkonsentrasihanya pada
kekuatan laut,berarti sedapat mungkin kompeni tidak boleh terlibat dalam
pertikaian raja–raja di Indonesia dan konflik internal di tiap–tiap Negara setempat.
Johan Maetsuycker memerintah iperium colonial dari istana Batavia , dan
tidak pernah meninggalkan kota kecuali kadang–kadang berburu di hutan dekat
tembok kota. Masalah muncul lagi di Maluku. Kompeni, dengan dukungan penuh
dari Sultan Ternate, menjalankan kebijakan membatasi produsi cengkeh dan pala.
Kalau perlu dengan menumbangkan pohon–pohonnya dan melakukan segala
sesuatu untuk membasmi persaingan dari para pedagang asli dan Cina.
Pelaksanana yang ketat atas intruksi–intruksi pemerintah Batavia
mendatangkan kesulitan hidup yang berat pada penduduk,khususnya Ambon dan
peberontakan muncul susul – menyusul, gubernur Aroun de Vlaming,salah satu
orang paling keras dalam sejarah, dalam 5 tahun peperangan dengan keras
menumpas semua pemberontakan. Sultan Ternate turun ke posisi bawahan. Akibat
penindasan brutal ini terjadi penurunan tajam kesehjahteraan Maluku.
Tapi kebijakan ekonomi kompeni bukan satu – satunya penyebab kekacauan
di bagian timur laut kepulauan nusantara ini. Kompeni mencoba mendorong agar
suku–suku animistik di Seram dan Halmahera menganut kredo Calvinis dan
mendorong penduduk Kristen Ambon ,yang telah dijadikan katolik oleh
misionaris Portugis, mengikuti pendeta–pendeta Protestan yang dikirim dari
Belanda. Usaha–usaha ini berhasil sebagian tapi menimbulkan kebencian di
kalangan muslim, yang dengan kuat di sokong oleh duta–duta dari Raja Makasar,
wakil utama Islam diwilayah itu,setelah Sultan Ternate menyerah pada Belanda.
Jadi perang di Maluku bukan hanya bersifat ekonomik tapi juga religius.
Perang melawan Makasar lebih dari sekedar satu periode dalam serangkaian
perang tiada henti yang dilancarkan oleh Kompeni di Asia. Dalam tiga dekade
antara 1650 sampai 1680 ,semua Negara Indonesia yang besar hancur. Ternate
adalah yang pertama kehilangan kemerdekaan ,selanjutnya Makasar,Mataram, dan
Banten menyusul dalam beberapa tahun kemudian. Jelas ada hubungan antara
kenyataan bahwa pada sekitar tahun 1650 kompeni Belanda telah sangat berhasil
memantapkan keunggulan angkatan lautnya ,dan kenyataan runtuhnya negara–
negara Indonesia itu secara tiba-tiba. (Vlekke:183)
Aspek-Aspek Baru Kehidupan di Indonesia
Dalam 50 tahun setelah pendirian Batavia satu jenis baru orang Indonesia
telah ditambahkan kepada beragam suku bangsa dan orang di Hindia. Kepada
jenis baru Indonesia ini Dr. De Haan memberikan nama “Homo Bataviensis
“,orang Belanda Indonesia. Perkembangan dari “Batavus “ menjadi “bataviensis “
adalah perkembangan yang sulit dan pedih. Banyak orang Belanda yang tiba di
Batavia tidak punya kesempatan untuk menjadi anggota kelompok insan manusia
yang menarik.
Di Batavia , Portugis dan Melayu adalah bahasa yang banyak di pakai sehari
– hari, dan para Direktur melarang keras untuk melawan penyebaran bahasa
Portugis dan memperbanyak pemakaian bahasa Belanda ,yang mereka anggap
penting untuk alasan–alasan kenegaraan yang berbobot.
Para Direkturingin sekolah menengah disediakan bagi anak – anak pejabat
mereka di Batavia, tapi “ sekolah latin “ yang didirikan atas perintah mereka tidak
pernah awet. Lingkungan Batavia tidak mendukung perkembangan budaya. Tapi
Batavia mempunyai gaya sendiri dalam seni tertentu. Rumah–rumah penduduk
kaya kadang–kadang dengan indah dihiasi karya–karya seniman ahli petukangan
Belanda–Jawa. (Vlekke:206)

Penyatuan Indonesia
Posisi kesultanan Aceh merupakan ancaman bagi Belanda. Sebenarnya
Aceh tidak akan diusik oleh mereka, akan tetapi karena para perampok dan
penyamun selalu menjarah kapal-kapal mereka maka dengan setengah hati mereka
melakukan penumpasan terhadap posisi kesultanan Aceh agar bisa mengamankan
jalur perdagangan mereka. Sultan Aceh meminta perlindungan Sultan Turki, yang
mereka tawari kedudukan sebagai penguasa atasan atas negeri mereka sejak abad
ke-17. Tetapi hal tersebut sangat mustahil karena diajukan pada tahun 1868,
ketika Turki sangat berutang budi pada Britania dan butuh bantuan Imperium
Britania untuk membantu kemungkinan serbuan Rusia. Tetapi dengan segala
pertimbangan akhirnya Belanda melakukan langkah antisipasi dengan melakukan
perjanjian baru dengan Britania dengan penyerahan Pantai Emas Belanda terhadap
Britania. Aceh pun meminta bantuan pada Prancis dan bahwa suatu kelompok di
kerajaan Italia sedang membangun suatu imperium dan mencari kesempatan
menduduki sumatera dan Kalimantan dimana kekuasaan Belanda belum
ditegakan. Juga Jepang ingin masuk dalam perlombaan dan ambisinya sudah
sangat tinggi.
Utusan-utusan Batavia telah masuk berusaha membuat kesepakatan dengan
Sultan Aceh, namun ketika mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, mereka
secara resmi menyatakan perang. Perlawanan bagi orang aceh terhadap pihak
pemerintahan kolonial merupakan sebuah perang suci atas penumpasan kafir.
Sehingga pemerintahan kolonial mengalami kesulitan dalam menghadapi orang-
orang Aceh tersebut yang memang sudah tidak memikirkan nyawanya lagi,
mereka terdoktrinasi atas nama agama.
Sehingga pihak kolonial Belanda mengirimkan Christian Snouck Hurgjonje,
frofesor studi Islam di Universitas Leiden, untuk mempelajari tentang sendi-sendi
Aceh beserta penduduknya. Selama tujuh bulan ia tinggal di Aceh setelah itu ia
dapat menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk mengalahkan kedaulatan Aceh
yakni dengan cara mendekati penduduk Aceh yang masih menganut agama pra-
Islam dan menanamkan pemikiran bahwa sia-sia saja melawan pihak kolonial,
hanya menumpakhan darah di keduabeah pihak, karena jika Belanda kalah pun,
pasti akan ada lagi bangsa Eropa yang lain yang berniat untuk mendudki
Nusantara bahkan bisa lebih buruk lagi keadaanya dari sekarang bila itu sampai
terjadi. selain itu juga untuk apa mendukung dan memperjuangkan peminpin
Islam, yang pastinya akan memerangi mereka yang masih beragamakan pra-Islam.
Selain itu juga Snouck Hurgjonje mengusulkan bahwa basis kekuatan politik
terbesar Aceh terdapat di Kota Suci Makkah dan kerajaan-kerajaan besar Islam
lainya yang ada di luar Nusantara, sehingga cara yang paling epektif untuk
melumpuhkan Aceh dengan mendekati peminpin-peminpin yang ada di Makkah
dan kerajaan Islam lainya. . (Vlekke:346-379)
Berakhirnya Suatu Koloni, Lahirnya Suatu Bangsa
Revolusi liberal pada tahun 1848 melahirkan suatu prinsip bahwa Indonesia
harus di perintah, bukan demi belanda, tapi demi penduduk aslinya. Ini adalah
prinsip yang mendasari “ kebijakan etis”. Dalam hal Hindia Belanda pertanyaan
pun muncul, “pemerintahan sendiri sampai dimana?” dan “ kepada siapa
pemerintahan itu harus di prcayakan?” atau “ untuk mengatakannya levih tegas :
apakah itu akan berarti pemerintahan sendiri untuk hindia belanda dan kelas atas”.
Atau untuk Indonesia dan orang-orang Indonesia?” ataukah di mengerti
pemerintahan sendiri dengan dasar demokratik?”.
Kemungkinan solusi lain adalah Indonesia – nama ini mulai banyak di pakai
setelah 1884, tapi sangat tidak di setujui oleh pemerintah belanda yang menolak
menyetujui pemakaiannya sampai 1945- akan tetapi menjadi rekan dengan hak-
hak sama dalam suatu kerajaan belanda yang terdiri atas 4 wilayah dimana setuap
entitas (belanda, hindia belanda, suriname dan atlantis) akan berhak menentukan
urisan internalnya masing-masing.
Bangkitnya kesadaran nasional di kalangan orang Indonesia berhunungan
erat dengan perubahan yang terjadi di asia setelah 1900. madernisasi jepang
menimbulkan kesan hebat pada banyak orang indosia. Kemenangan jepang atas
rusia pada 1905 di puji di seluruh asia colonial sebagai pfajar periode sejarah
baru. Contoh ini mendorong pimpinan-pimpinan Indonesia mencari kesetaraan
hak dengan penduduk eropa di negeri mereka. Pemerintah velanda sendiri pada
1899 telah memberikan warga Negara jepang statis keseteraan dengan orang
eropa.
Pada 1906 seorang dokter jawa, mas wahidin sudiro husoda, berkeliling
jawa untun mengumpulkan dana yang akan di pakai untuk menyediakan beasiswa
bagi putra-putra jawa. Selama 2 tahun mas wahidin menerbitkan suatu majalah
dalam bahasa melayu dan jawa (“retno dumilah”) dengan maksud membangkitkan
minat dalam urusan budaya di kalangan masa orang jawa. Usahanya untuk
menghimpun suatu “dana pendidikan orang jawa” sejalan dengan kegiatan-
kegiatan sebelumnya. Tiga murid sekolah kedoteran jawa (stovia, “school to
opleiding van inlandsche artsen”) tergerak oleh usaha mas wahidin tersebut dan
mereka memutuskan mendirikan suatu organisasi jawa untuk mempromosikan
budaya yang mereka beri nama BUDI UTOMO. Raden sutomo yang bersama
rekan mahasiswanya gunarwan dan suraja, mengambil inisiatif ini, si kemudian
hari menjadi salah satu pemimpin ternama nasionalisme indonesia awal.
Perkumpulan baru itu didirikan pada 1908. Dalam setahun ia sudah mendapatkan
lebih dari pada 10.000 anggota. Ia membatasi kegiatannya di jawa dan madura
dan mengusahakan pengorganisasian sekolah dengan dasar nasional.
Pengikut pengikut budi utomo yang pertama terdiri atas kaum bangsawan
jawa, pejabat pemerintah, dan intelektuak indonesia. Bahwa pandangan
kelompok-kelompok sosial ini tidak sama dengan orang banyak menjadi jelas
beberapa tahun kemudian. Anggota-anggota budi utomo nyatanya berpaling pada
india, dan dari negri ini mereka berharap akan mendapatka guru untuk sekolah-
sekolah mereka. Untuk sesaat pemimpin india, tagore dan gandhi, menjadi teladan
mereka sebagai pemimpin kebangkitan nasional. Tapi orang banyak jauh lebih
mudah terpengaruh oleh cita-cita yang didasarkan pada konsep-konsep islam. “
kebangkitan islam” telah menjadi cita-cita umum untuk jutaan muslim.
Organisasi-organisasi islam yang kuat muncul dalam semalam, tapi sering
kali menghilang secepat munculnya, kecuali bila mereka belaja metode yang sama
dengan misi-misi itu, yaitu berkonsentrasi pada upaya-upaya tak kenal lelah untuk
menghasilkan perbaikan sosial.
Dalam waktu yang sangat singkat, srekat islam tumbuh menjadi organisasi
masa pertama di hindia. Dalam 5 tahun ia punya 800.000 ribu anggota. Sementara
program yang mencampurkan agenda ekonomi dan religius sarekat islam
mendapatkan dukungan masa, gerakan keagamaan islam puritab muhammadyah
di mulai kiai haji ahmad dahlan di yogyakarta pada 1912, berkembang lebih
lambat.
Orang indonesia mungkin juga menganggap nasionalisme dan sosialisme itu
satu dan sama adanya. Paling-paling dia menganggap keduanya cara yg sedikit
berbeda dalam perjuangan melawan dominasi asing.
Akibatnya, ketika persoalan itu muncul pemimpin-pemimpin kelompok itu
tidak menolak ambil bagian dalam dewan rakyat yg baru di dirikan. Tapi yang
patut di cata adalah sebagai perjuangan melawan “kapitalisme penuh dosa”.
Inilah pertama kali selogan marxis dimasukan ke dalam pidato kongres
sarekat islam, tapi menariknya karakter marxian sejatinya di modifikasikan
dengan penafsiran lokal. Kapitalisme penuh dosa dari sudut pandang marxis tentu
saja merupakan suatu kontradisi istilah karena ia membuka kemungkinan adanya
kapitalisme saleh, yang tidak mendapatkan tempat dalam teori marx. Berbagai
peristiwa berlangsung cepat setelah 1917. Suryo pranoto mengorganisasikan
personeel fabriek bond, serikat buruh kereta api dan yang cepat menjadi penting,
persatuan pergerakan kaum buruh, suatu kongres serikat buruh sosialis
revolusioner didirikan. Pemimpin-pemimpin komunis berpengaruh dalam
mengorganisasikan dalam serikat buruh ini dan organisasi di ketuai oleh gabungan
komunis dan nasionalis.
Pada taun 1922 serikat buruh nasionalis dan sosialis bergandengan tangan
tapi tidak lama sarekat islam yg berkembang menjadi organisasi dengan 250.000
anggota kini secara politis berada dalam kesulitan terbesar. Intelektual dan
bangsawan jawa menjaga jarak dan tetap bertahan dengan perkumpulan budi
utomo mereka.
Sarekat islam sekali lagi bersatu di sekitar panji-panji pan-islamisme untuk
membendung naik propaganda komunis. Dalam kongres nasional ke enam, pada
oktober 1921.Pada 1927 pemberontakan komunis di jawa dan sumatra telah di
hancurkan. Pemogokan yang dicetuskan kaum komunis melumpuhkan gerakan
serikat buruh. Kekalahan usaha revolusi komunis yang prematur tersebut
menjelekan seluruh gerakan nasionalis. Soekarno, yang tetap bertahan dalam
usahanya membangkitkan orang indonesia di tangkap pada 1929 dan usaha pada
tahun berikutnya di hukum penjara selam beberapa tahun. Setelah pengadilan,
partainya dilarang pemerintah. (Vlekke:380)
Menuju Perang dan Revolusi
Di bawah pemerintahan gubernur jendaral B.C. de jonge (1931-1936)
kebijakan belanda terhadap nasionalosme indonesia menjadi jelas-jelas
reaksioner. Polisi dengan ketat mengawasi setiap tindakan dari para pemimpinnya.
Peraturan polisi yang ketat di gariskan untuk mengontrol pertemuan-pertemuan
politik. Izin untuk rapat ruang terbuka jarang di kabulkan. Polisi harus punya
akses ke semua rapat publik dan di beri hak memotong pembicara dan
membubarkan rapat kalau pidato atau sikap peserta menunjukan ciri revolusioner.
Ki hajar dewantoro lahir sebagai bangsawan jawa yang menjadi anggota
partai douwes dekker. Dia di usir dari jawa tapi karena bebas menentukan sendiri
kediaman barunya memilih pergi ke belanda. Disini dia tinggal beberapa tahun
dan mempelajari berbagai persoalan tentang pendidikan. Dia membangun rencana
bagi suatu sistem pendidikan nasional yang sungguh-sungguh indonesia.
Sekembalinya ke indonesia dia mendirikan sekolah taman siswa.
Dewantoro berhasil mendirikan sejumlah besar sekolah taman siswa di
seluruh kepulauan indonesia pada 1940, ada 250 sekolah. Ini adalah pencapaiaan
yang mengesankan karena ia menolak semua bantuan keuangan dari pemerintah.
Guru-gur sekolah taman siswa di bayar kecil tapi mereka terus bertahan, bahkan
bila mereka terancam kelaparan. Dewantoro tidak menerima bantuan karena tidak
ingin ada campur tangan dari pemerintah.
Pemimpin nasionalis kedua yang berhasil melanjutkan karyanya bahkan
dibawah kontrol ketat polisi adalah Dr sutomo pendiri klub studi indonesia. Klub-
klub ini tumbuh menjadi organisasi yang terlibat dalam semua jenis kerja sosial di
kalangan masa indonesia buta huruf. Ia mendirikan sekolah, koprasi dan bank.
Pada januari 1931 pada pertemuan klub-klub studi nya sutomo mengusulkan
agar klub tersebut di organisasi menjadi partai politik baru. Persatuan bangsa
indonesia (PBI). Partai baru ini membatasi keanggotaan pada orang indonesia.
Anggota partai bebas menerima kedudukan di berbagai badan perwakilan lokal
atau regional, tapi tidak dalam kapasitas anggota partai. Dengan kata lain : para
anggota bebas bekerjasama tapi partai itu sendiri akan tetap menolak bekerjasama.
Setelah pengadilan sukarno pada 1930 partai nasional indonesia di bubarkan
atas perintah pemerintah. Muhammad hatta kembali dari belanda tempat dia
membuktikan diri sebagai seorang mahasiswa cemerlang dan mendapat grlat
doktor dari fakultasi ekonomi di Roterdam. Hatta bergabung dengan partai sjahril.
Ketika soekarno di bebaskan dari penjara pada 1932 dia mencoba menyatukan
kembali orang-orang nasionalis sosialis di bawah bendera nya tapi tanpa hasil. Dia
adalah seseorang yang mendapat pengawasan ketat dari gubernur jenderal dan lalu
di tahan lagi di flores 1933. Setelah itu hanya sesaat sebelum perang di fasifik dia
dibawa ke bengkulen Sumatra. Ironisnya soekarno mendapat penghargaan dari
penduduk karena di beri perhatian yang di berikan oleh gunerbur jenderal. Pada
sidang ke lima dewan rakyat sidang ini memelai sesi 4 tahun nya pada 1931.
Undang-undang pemilihan yang bar menjamin 25 kursi untuk 25 anggota, 10
diantaranya diisi oleh yang ditunjuk oleh gubernur jenderal. 25 kursi yang di
sediakan untuk asia asing, 10 dari 30 kursi yang di sediakan untuk orang
Indonesia diisi oleh orang yang di tunjuk. Dan tugas gubernur jenderal sangat sulit
tapi ketidak berpihakan menuntut bahwa kesulitan ekonomi india yang mendera
antara 1931-1935 juga harus di catat.
Segera sesudah 1930 jepang mulai membanjiri Indonesia serta seluruh dunia
dengan produknya, ini menyebabkan depresi bagi produk pribumi. Depresi ini
menyebabkan peningkatan produksi pribumi dengan kata lain produksi yang di
hasilkan di tanah milik indonesi tanpa pemanfaatan modal asing angka baru yang
di berikan van gelderen menggambarkan kecenderungan ini. Pada tahun1890
lahan perkebunan milik asing menyuplai 90% produk pertanian eksport. Pada
1913 kontribusi ini menyusut jadi 76%. Pada 1930 menjadi 69%. Pada 1937
menjadi 54% lada jagung dan rempah-rempah produksi Indonesia.
Pada 1936 seorang gubernur jenderal baru Jhr. Tjarda van starkenborgh
stachouwer jelas lebih cenderung konserfatif dari pada progresif tapi dia terutama
adalah seorang gentleman yang jujur dan berprikemanusiaan. Dia adalah seorang
gubernur hindia belanda terakhir dan berkpribadian yang hebat menyebabkan
banyak sejarawan belanda mengabaikan banyak kekurangan pendahulunya yang
berjumlah besar itu, yang harus di catat seorang sejarawan netral jika ia setiap ada
profesinya.
Pemilihan dan penunjukan berikut untuk volksraad dewan rakyat terjadi
pada 1939 hasilnya sekali menunjukan bahwa kecenderungan pemilihan Indonesia
untuk mendukung kaum nasionalis terus tumbuh. Fraksi nasional di bentuk
kembali pada 1941 lewat kerjasama 4 partai nasionalis berjumlah 10 orang. Kaum
nasionalis Indonesia merumuskan lagi tuntutan mereka pada kongres gabungan
politik Indonesia yang di selenggarakan pada 31 januari 1941 tuntutan itu adalah :
1. Penunjukan seorang Indonesia sebagai letnan gubernur jenderal
2. Penunjukan orang-orang Indonesia sebagai asisten direktur dari
departemen departemen pemerintahan.
3. Penunjnukan beberapa orang Indonesia untk duduk di dewan hindia
4. Penciptaan DPR yang akan berpungsi sebagai parlemen orang banyak.
5. Hak pilih universal aktif dan pasif untuk laki-laki dan perempuan, pemilih
buta huruf akan dilaksanakan dengan mewakilkan nya kepada para wakil
pemilih
Pemerintah Batavia hampir pasti tidak akan menerima usulan tersebut tapi
setidaknya untuk langkah maju sesaat sebelum perang pecah di eropa. Seorang
anggota dewan rakyat Mr. Wiwoho mengusulkan bahwa pemerintahan belanda
harus mengambil langkah untuk mengganti nama hindia belanda menjadi
Indonesia dan istilah inlander harus diganti dengan orang Indonesia. Pemerintah
menganggap perubahaan itu suatu inovasi yang aga berbahaya. Tapi pada 16 juni
1941 pemerintah menyatakan bahwa ia bersedia menyiapkan suatu konferensi
orang-orang tertama mewakili 4 bagian kerajaan belanda untuk mempelajari
masalah adaptasi struktur kerajaan sesuai kebutuhan jaman pasca perang.
(Vlekke:426)
TRADISI
Analisis mengenai perubahan social akan menyentuh mengenai konsep
tradisi,akomodasi dan modern. Tradisi, akomodasi dan modernisasi tidak dapat
dipisahkan karena menghidupkan semua unsur tradisi merupakan alat
“mekanisasi” untuk menyesuaikan pemoderenan. Ketika tradisi-modernisasi
berjalan secara seiring, maka akomodasi menjadi bagian dari dinamika proses
sosial untuk mengantisipasi persoalan-persoalan yang akan timbul kemudian.
Karakter awal dari perubahan social adalah tradisi. Tradisi menunjuk ke
tradition. Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya
dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Tradisi yang ada
pada setiap masyarakat adalah tatanan social yang berwujud mapan, baik sebagai
bentuk hubungan antara unsur-unsur kehidupan maupun sebagai bentuk aturan
social yang memberi pedoman tingkah laku. Hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Tradisi lahir melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak
diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Karena sesuatu alasan, individu
tertentu menemukan warisan historis yang menarik. Perhatian, ketakziman,
kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara,
memengaruhi rakyat banyak. Sikap takzim tersebut berubah menjadi prilaku
dalam bentuk upacara, penelitian dan pemugaran peninggalan furbakala serta
menafsir ulang keyakinan lama.
2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi
dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang
berpengaruh atau berkuasa.
Shils dalam Piotr Sztompka (2007 : 75) menyatakan bahwa tradisi memiliki
fungsi bagi masyarakat yaitu :
1. Dalam bahasa klise diyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun.
Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut
kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun
menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi
seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam
tindakan kini dan untuk membangun masa depan.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan
aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat
mengikat anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi.
Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau :orang selalu mempunyai keyakinan
demikian” meski dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan
tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di
masa lalu atau keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah
menerima sebelumnya.
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi
daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau
anggotanya dalam bidang tertentu.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan
kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti
kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.
Dalam hal analisis perubahan social hendaknya tidak mengaitkan
perbedaan tegas antara tradisi dan modernisasi. Istilah masyarakat tradisional dan
modern sebenarnya hanyalah konstruksi mental yang membentuk model-model
yang disederhanakan untuk memahami dan menjelaskan kompleksitas sejarah.
Ilmuwan Barat sering beranggapan bahwa untuk membedakan antara
masyarakat tradisional dengan modern ialah dengan mengamati sistem pembagian
kerja, teknologi,derajat urbanisasi, ekonomi,edukasi dan komunikasi
serta nilai-nilai budaya. Melihat anggapan tersebut,hendaknya kita lebih kritis
dengan membandingkan beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia. Tradisi
masyarakat memang mengenal pembagian kerja sebagai cara untuk
mendayagunakan potensi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,antara pria dan
wanita, berdasarkan ketrampilan atau tukang, pendidikan dan usia. Namun bagi
mereka yang memiliki teknologi sederhanapun tidak sedemikian sederhana dalam
cara berfikirnya. Sebagai contoh suku Asmat di Papua, Mereka tidak mungkin
memiliki kesenian indah dan tinggi nilainya jika mereka tidak memiliki
kemampuan dalam proses berfikirnya. Melalui ukiran-ukiran yang diwariskan
orang Asmat menunjukkan penggambaran nenek moyang dan upacara adat
setempat. Hal itu menunjukkan bahwa pola pikir dan pandangan suku Asmat tidak
sesuai dengan anggapan orang bahwa orang primitive tidak mampu berfikir
modern.
Di Samping itu tradisi juga tidak hanya berhenti di satu titik di masa
lampau,tradisi akan selalu tersentuh perkembangan namun masih tetap dikatakan
sebagai tradisi. Tiap kaum maupun zaman memiliki tradisinya masing-masing.
Sebagai contoh pop culture juga menciptakan tradisinya sendiri. Kecurigaan
seseorang yang dulu masih malu mengatakan bahwa pop culture itu bukan bagian
dari tradisi itu karena berpendapat bahwa pop culture dianggap mewakili industri,
padahal mereka lupa bahwa mereka sendiri juga pernah mencicipi budaya populer
pada zamannya.
Apa sih Tradisi itu???
Membahas mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dengan masa kini
haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini
ketimbang sekadar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu.
Menurut arti yang lebih lengkap bhwa tradisi merupakan kesluruhan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada
kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. Maka di sini tradisi
hana berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini senada
dengan apa yang dikatan Shil.
“Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa
lalu ke masa kini ( Shil, 1981 : 12 dalam buku Piotr Sztompka, 2007 :70).
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya
dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke
generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu
tradisi dapat punah.
Hasan Hanafi (dalam buku Moh Nur Hakim, 2003:29) mendefenisikan
bahwa tradisi (Turats) merupakan segala warisan masa lampau yang masa pada
kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Berarti bagi
pandangan Hanafi bahawa turats itu tidak hanya peninggalan sejarah, tetapi juga
sekaligus merupakan persoalan zaman kini dengan berbagai tingkatannya.
Secara termologi perkataan tradisi mengandung suatu pengertian yang
tersembunyi tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk
kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan
berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota
masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun
terhadap hal yang gaib atau keagamaan.
Di dalam suatu tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan
manusia lain atau satu kelompok dengan kelompok lain, bagaimana manusia
bertindak terhadap lingkungannya dan bagaimana manusia berperilaku terhadap
alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki pola dan
norma dan sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap
pelanggaran dan penyimpangan.
Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan seperangkat model untuk
bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama (vital).
Tradisi juga menrupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara
aspek yang pemberian artia laku ujaran, laku ritual dan beberapa jenis laku lainnya
dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang
lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol
konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol penilaian norma, dan sistem
ekspresif (simbol yang menyagkut pengungkapan perasaan).(Mursal Esten,
1999:22).
Jadi yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap atau
orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari masa lalu
yang dipungut orang dimasa kini. Sikap dan orientasi ini menempati bagian
khusus dari keseluruhan warisan historis dan mengangkatnya menjadi tradisi. Arti
penting penghormatan atau penerimaan Sesutu yang secara sosial ditetapkan
sebagai tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi itu.

Kemunculan dan Perubahan Tradisi


Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan
yang diberi makna khusus berasal dari masa lalu. Tradisi pun mengalami
perubahan. Tradisi lahir disaat tertentu ketika orang menetapkan fragmen tertentu
dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang memberikan
perhatian khusu pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan fragmen yang
lain. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin lenyap bila benda
material dibuang dan gagasan ditolak atau dilupakan. Tradisi mungkin pula hidup
dan muncul kembali setelah lama terpendam.
Tradisi lahir melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak
diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Karena sesuatu alasan, individu
tertentu menemukan warisan historis yang menarik. Perhatian, ketakziman,
kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara,
memengaruhi rakyat banyak. Sikap takzim tersebut berubah menjadi prilaku
dalam bentuk upacara, penelitian dan pemugaran peninggalan furbakala serta
menafsir ulang keyakinan lama.
2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi
dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang
berpengaruh atau berkuasa.
Dua jalan kelahiran tradisi tersebut tidak membedakan kadarnya.
Perbedaannya terdapat antara “tradisi asli”, yakni yang sudah ada di masa lalu.
Tradisi buatan mungkin lahir ketika orang memahami impian masa lalu dan
mampu menularkan impian itu kepada orang banyak. Lebih sering tradisi buatan
ini dipaksakan dari atas oleh penguasa untuk mencapai tujuan politik mereka.
Begitu terbentuk, tradisi mengalami berbagai perubahan. Perubahan
kuantitatifnya terlihat dalam jumlah penganut atau pendukungnya. Rakyat dapat
ditarik untuk mengikuti tradisi tertentu yang kemudian memengaruhi seluruh
rakyat dan negara atau bahkan dapat memepengaruhi skala global.
Arah perubahan lain adalah arahan perubahan kualitatif yakni perubahan
kadar tradisi. Gagasan, simbol dan nilai tertentu ditambahkan dan yang lainnya
dibuang. Cepat atau lambat setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti
ulang dan bersamaan dengan itu fragmen-fragmen masa lalu ditemukan disahan
sebagai tradisi.
Perubahan tradisi juga disebabkan banyaknya tradisi dan bentrokan antara
tradisi yang satu dengan saingannya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi
masyarakat atau kultur yang berbeda di dalam masyarakat tertentu.
Fungsi Tradisi
Shil menegaskan bahawa :
“Manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak
puas terhadap tradisi mereka” (Shils, 1981: 322 dalam buku Piotr Sztompka,
2007 : 74)
Berdasarkan apa yang dikatakan Shils di atas, maka suatu tradisi itu
memiliki fungsi bagi masyarakat yaitu :
1. Dalam bahasa klise diyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun.
Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut
kini serta di dalam benda yang diciftakan di masa lalu. Tradisi pun
menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.
Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan
orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan
aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat
mengikat anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi.
Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau :orang selalu mempunyai
keyakinan demikian” meski dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa
tindakan tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal
yang sama di masa lalu atau keyakinan tertentu diterima semata-mata
karena mereka telah menerima sebelumnya. (Shils, 1981 : 21 dalam buku
Piotr Sztompka, 2007 : 75).
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi
daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga
atau anggotanya dalam bidang tertentu.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan
kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang

mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber


pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis. (Piotra
Sztompka, 2007 : 76).
AKOMODASI
Pengertian

Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu
keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses (Young dan Raymond dalam
Soekanto, 2003). Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya
suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan
nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut (Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2003), akomodasi adalah suatu
pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses
dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi
(adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu
proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam
sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses di mana
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling
bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi kctegangan-
ketegangan. Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahan-perubahan
organis yang disalurkan melalui kelahiran, di mana makhluk-makhluk hidup
menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan
hidupnya.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang
dihadapinya, yaitu:
1) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok
kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini
bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut,
agar menghasilkan suatu pola yang baru;
2) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau
secara temporer;
3) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelom pok
sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis
dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal
sistem berkasta;
4) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah,
misalnya, lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Tidak selamanya suatu akomodasi sebagai proses akan berhasil sepenuhnya.
Disamping terciptanya stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benih-
benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya masih ter tinggal, yang luput
diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi terdahul Benih-benih pertentangan
yang bersifat latent tadi (seperti prasangka), sewaktu-waktu akan menimbulkan
pertentangan baru. Dalam keadaan demkian, adalah penting didalam proses
akomodasi memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa lalu
yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan. Hal mana dapat
melokalisir sentimen-sentinien yang akan melahirkan pertentangan baru. Dengan
demikian akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan,
sebaliknya agak menekan bagi pihak lain, lantaran campur tangannya kekuasaan-
kekuasaan tertentu dalam masyarakat.

Bentuk-bentuk Akomodasi
Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk (Young dan
Raymond dalam Soekanto, 2003), yaitu:"
1) Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh
karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi. di mana
salah-satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibanding-kan
dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (yaitu
secara langsung), maupun secara psikologis (yaitu secara tidak langsung).
Misalnya perbudakan adalah suatu coercion, di mana interaksi sosialnya
didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya, di mana yang
terakhir dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apa pun juga. Pada
negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, manakala suatu kelompok
-ninoritas yang berada di dalam masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini
sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai
hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
2) Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang
terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penye-lesaian
terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melak-sanakan
compromise adalah bahwa salah-satu pihak bersedia untuk merasakan dan
memahami keadaan pihak Iainnya dan begitu pula sebaliknya. Misalnya
traktat antara beberapa negara, akomodasi antara beberapa partai politik,
karena sadar bahwa kekuatan masing-masing adalah sama dalam suatu
pemilihan umum, dan seterusnya.
3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apa bila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah
pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-
pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah
perselisihan perburuhan, misalnya.
4) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundang-lah
pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga
tersebut tugas adalah untuk utamanya mengusahakan suatu penyelesaian
secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka;
dia tak mempunyai wewenang untuk memberi ke-putusan-keputusan
penyelesaian perselisihan tersebut.
5) Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-
keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu per-
setujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan
membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk
mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah, adanya
panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk menyele-
saikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil
perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan
seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja,
upah, hari-hari libur dan lain sebagainya.
6) Toleration, juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupa kan
suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya Kadang-
kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal
mana disebabkan karena adanya watak orang per orangan atau kelompok-
kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu
perselisihan. Dari sejarah dikenai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-
perselisihan.
7) Stalemate, merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang ber-
tentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu
titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini discbab kan oleh
karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk
maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misal nya, terjadi antara
Amerika Serikat dengan Soviet Rusia di bidang nuklir.
8) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan di atas


dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi, namun masih saja ada
unsur-unsur pertentangan latent yang belum dapat diatasi secara sempurna.
Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi dalam keadaan dunia dewasa
ini yang penuh ketegangan. Selama orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan
antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan (Gillin dan Gillin dalam
Soekanto, 2003).
Hasil-hasil Akomodasi
Secara panjang lebar (Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2003) menguraikan hasil-
hasil suatu proses akomodasi dengan mengambil contoh-contoh dari sejarah.
Antara lain hasil-hasilnya adalah sebagai berikut:
1) Akomodasi, dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk
menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang akan
melahirkan pertentangan baru. Ketika orang-orang Normandia menaklukkan
Inggris pada 1066, mereka telah memaksakan suatu kebudayaan baru
terhadap masyarakat taklukkannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum dan
seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses tersebut terjadi perkawinan
campuran dan banyak orang-orang Inggris yang mendapat kedudukan baru
yang tinggi. Keadaan tersebut mengu-rangi jarak sosial (social distance)
antara penjajah dengan yang dijajah. Kecuali itu, akomodasi juga menahan
keinginan-keinginan untuk ber-saing yang hanya akan membuang biaya dan
tenaga saja.
2) Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi
keuntungan suatu kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) demi
kerugian pihak lain (misalnya golongan konsumen). Akomodasi antara
golongan produsen yang mula-mula bersaing akan dapat menye-babkan
turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah
sampai kepada konsumen.
3) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas
apabila dua orang, misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan
suatu partai politik. Di dalam kampanye pemilihan, persaingan dilakukan
dengan sengit, akan tetapi setelah salah-satu terpilih, biasanya yang kalah
diajak untuk bekerja sama demi keutuhan dan inte-grasi partai politik yang
bersangkutan.
4) Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan kc-adaan
baru atau keadaan yang berubah.
5) Perubahan-perubahan dalam kedudukan. Sebetulnya akomodasi me-
nimbulkan penetapan baru terhadap kedudukan orang perorangan dan
kelompok-kelompok manusia. Pertentangan telah menyebabkan kedu-
dukan-kedudukan tersebut goyah dan akomodasi akan mengukuhkan
kembali kedudukan-kedudukan tersebut.
6) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi. Dengan adanya proses
asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-
benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati. Keadaan
demikian mungkin saja terjadi pada masyarakat-masyarakat berkasta
seperti, di India. Di India, walaupun gerak sosial yang vertikal hampir-
hampir tidak ada, telah terjadi suatu proses yang bemama Sanskriti-
zation,11' yaitu suatu proses di mana kasta-kasta yang lebih rendah meng-
ambil sistem kepercayaan, upacara, tingkah-laku dalam pergaulan, dan lain-
lain unsur-unsur kebudayaan dari kasta-kasta yang lebih tinggi, khususnya
kasta Brahmana, untuk dijadikan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Proses
tersebut menunjuk pada adanya usaha-usaha untuk mengadakan akomodasi
antara kasta-kasta yang semula dipisahkan dengan tegas dan kaku.
MODERNISASI

KONSEP MODERNISASI
Konsep modernisasi dalam arti khusus didefenisikan dalam tiga cara; historis,
relative, dan analisis
Menurut defenisi historis, modernisasi sama dengan westerenisasi atau
amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju cirri-ciri masyarakat
yang dijadikan model. Berikut ini dua contoh pandangan dari Eisenstad dan
Wilbert Moore:
Secara historis modernisasi adalah proses perubahan menuju tipe system social,
ekonomi, dan politik yang telah maju di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad
ke -17 hingga 19 dan kemudian menyebar ke Negara Eropa lain dan dari abad ke-
19 dan 20 ke negera Amerika Selatan, Asia, dan Afrika. Sementara menurut
Wilbert, modernisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra
modern ke tipe masyarakat teknologi dan organisasi social yang menyerupai
kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.
Menurut defenisi relative, dirumuskan oleh Tiryakin dilihat dari perspektif proses
historis dunia, modernitas berkaitan dengan keunggulan inovasi atau terobosan
kesadaran, moral, etika, teknologi dan tatanan social yang berguna bagi
peningkatan kesehkateraan manusia.
Pandangan serupa dikemukakan oleh Chodak, modernisasi adalah contoh kasus
dan penting dari kemajuan masyarakat, contoh usaha sadar yang dilakukan untuk
mencapai standar kehidupan yang lebih tinggi. Menurut defenisi analisis yang
dikemukakan adalah;
1. Bebas dari kekuasaan tradisional, anti dogmatis dalam berpikir
2. Memerhatikan masalah public
3. Terbuka terhadap pengalaman baru
4. Yakin terhadap sains dan nalar
5. Berencana, tanggap, berorientasi ke masa depan, mampu menunda
kepuasan
6. Aspirasi tinggi; pendidikan, berbudaya dan professional
Daftar Bacaan
Bartholomew. Craig. 2001. “Christ and Consumerism: An Introduction”
dalam Christ and Consumerism: A Critical Analysis of the Spirit of the Age
(ed. Craig Bartholomew dan Thorsten Moritz; Cumbria: Paternoster,).

Bauman, Zygmant. 2005. Work, Konsumerism And The New Poor.


Second Edition. Open University Press

Sosiologi Perubahan Sosial, Piotr Sztompka,2004, Prenada Media,


Jakarta

Pemuda dan Perubahan Sosial, LP3ES, 1974, IKAPI, Jakarta

Perubahan Sosio Kultural, Drs, B. Simandjuntak, S.H. Tarsito, 1992,


Bandung

Umanailo, M. C B. 2017. “MENGURAI KEMISKINAN DI KABUPATEN


BURU.” Open Science Framework. November 4.
doi:10.17605/OSF.IO/8WDXE.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERBATASAN PENGGUNAAN


TEKNOLOGI INFORMASI PADA PELAYANAN DAN
PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS IQRA BURU.” Open Science
Framework. October 31. doi:10.17605/OSF.IO/GB4HM.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERLEKATAN PETANI DAN


TRANSAKSI NON TUNAI DALAM PEMASARAN HASIL
PERTANIAN.” Open Science Framework. November 4.
doi:10.17605/OSF.IO/6HS5E.

Umanailo, M. C B. 2017. “PENCIPTAAN SUMBERDAYA MANUSIA


YANG BERKARAKTER.” Open Science Framework. October 31.
doi:10.17605/OSF.IO/VP2AD

Umanailo, M. C B. 2017. “MARGINALISASI BURUH TANI AKIBAT


ALIH FUNGSI LAHAN.” Open Science Framework. December 11.
doi:10.17605/OSF.IO/9CZK2.

(http://diez-files.blogspot.com/2007/09/perkembangan-sosial-di-
indonesia.html

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai