Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM I

FISIKA FARMASI
MIKROMERITIK

Disusun oleh :
Nama : Rindy Tika Lestari
Kelas : 2B
Nim : 20219076

AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI


BANDUNG
2021
PRAKTIKUM 2
MIKROMERITIK

A. Tujuan Percobaan
 Menentukan ukuran partikel secara mikroskopis
 Menentukan kerapatan partikel dengan piknometer
 Menentukan kerapatan curah dengan kerapatan mampat.

B. Teori
Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan teknologi tentang partikel yang kecil.
Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Ukuran diameter rata-rata, ukuran luas
permukaan rata-rata, volume rata-rata dan sebagainya. Pengertian ukuran partikel adalah ukuran
diameter rata-rata (Martin, 1990).
Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel harus diambil dari umunya jumlah bahan
besar (ditandai dengan junlah dasar) suatu contoh yang representatif. Karenanya suatu pemisahan
bahan awal dihindari oleh karena dari suatu pemisahan, contoh yang diambil berupa bahan halus
atau bahan kasar. Untuk pembagian contoh pada jumlah awal dari 10-1000 g digunakan apa yang
disebut Pembagi Contoh piring berputar. Pada jumlah dasar yang amat besar harus ditarik
beberapa contoh dimana tempat pengambilan contoh sebaiknya dipilih menurut program acak
(Martin, 1990).
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah menggunakan
pengayak standar. Pengayak terbuta dari kawat dengan ukuran lubang tertentu. Istilah ini (mesh)
digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi linear (Moechtar, 1990).
Ukuran dari suatu bulatan dengan segera dinyatakan dengan garis tengahnya. Tetapi,
begitu derajat ketidaksimestrisan dari partikel naik, bertambah sulit pula menyatakan ukuran
dalam garis tengah yang berarti. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada garis tengah yang unik.
Makanya harus dicari jalan untuk menggunakan suatu garis tengah bulatan yang ekuivalen, yang
menghubungkan ukuran partikel dan garis tengah bulatan yang mempunyai luas permukaan,
volume, dan garis tengah yang sama. Jadi, garis tengah permukaan d s, adalah garis tengah suatu
bulatan yang mempunyai luas permukaan yang sama seperti partikel yang diperiksa (Voigt,
1994).
Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel (Parrot, 1970).
 Mikroskopi Optik
Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau tidak
diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik. Di bawah
mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel terlihat, diletakkan mikrometer untuk
memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemandangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan
ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa
dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan diproyeksikan ke layar untuk diukur.
Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa
diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi,
jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan  yang
baik dari distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian
pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan
metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari
satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini.
 Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan ukuran partikel
adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran geometrik partikel.
Sampel diayak melalui sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling
besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan
melewatinya. Mereka  membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada
ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-
150 g setelah kira-kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah
yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.
 Dengan cara sedimentasi
Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks. Dasar untuk metode ini
adalah Aturan Stokes:

dst =
√18 0 h   
( P1-P0 ) gt
Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini adalah metode
pipet, metode hidrometer dan metode malance.
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran kurang lebih
10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1
mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP
menggunakan suatu batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very
fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mampu melalui lubang-lubang ayakan yang
telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika
diadakan pengadukan dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis.
Pengetahuan dan pengendalian ukuran dan kisaran ukuran partikel merupakan hal yang
sangat utama dalam bidang farmasi. Oleh sebab itu, ukuran dan juga luas permukaan suatu 
partikel dapat dikaitkan secara bermakna dengan sifat fisik, kimia dan farmakologi suatu obat.
(Sinko, 2005)
Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel sangat penting dalam
farmasi. Jadi ukuran, dan karenanya juga luas permukaan, dari suatu partikel dapat dihubungkan
secara berarti pada sifat fisika, kimia dan farmakologi dari suatu obat. Secara klinik ukuran
partikel suatu obat dapat mempengaruhi penglepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang
diberikan secara oral, parenteral, rektal dan topikal. Formulasi yang berhasil dari suspensi,
emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik dan respon farmakologis, juga bergantung pada 
ukuran partikel yang dicapai dalam produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan kapsul,
pengendalian ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran yang diperlukan dan
pencampuran yang benar dari granul dan serbuk. Hal ini membuat seorang farmasis kini harus
mengetahuhi pengetahuan mengenai mikromimetik yang baik. (Ansel, 1989)
Jika derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor dimaksudkan bahwa semua serbuk
dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. Jika derajat halus suatu serbuk dinyatakan
dengan dua nomor dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor
tertinggi. (Dirjen POM, 1979).
Pada praktiknya, suspense encer yang telah diketahui volumenya dipompakan melalui
lubang tersebut. Jika suspense tersebut cukup encer, partikel-partikel akan dapat melewati lubang
tersebut satu persatu. (Sinko,2005)
Menggunakan symbol yang sebelumnya ditetapkan, diameter dapat ditetapkan dengan :
∑a × d
d=
∑d
dimana R2 adalah jarak dari sumbu rotasi ke bagian bawah tabung mesin pemutar dan R 2
adalah jarak dari sumbu rotasi ke bagian suspensi (Parrot, 1970).
Zat-zat padat yang secara alamiah berada dalam bentuk partikel-partikel kecil dan zat padat
yang telah digerus memiliki bentuk partikel tidak beraturan, dan ukuran partikel bervariasi dari
yang paling besar sampai yang paling kecil (Leon,1989).

Ukuran serbuk dapat digolongkan ke dalam rentang ukuran berdasarkan metode


pengukuran, yaitu :
1. Rentang pengayakan (sieve-range)
2. Rentang bawah pengayakan (subsieve-range)
3. Rentang sub mikron (submicron-range)
Rentang meliputi ukuran partikel yang lebih besar dari 45 m. Rentang bawah
pengayakan meliputi parikel dengan ukuran 1 sampai 50 m. Rentang submikron menjangkau
partikel dengan ukuran lebih kecil dari 1 m.
Terdapat banyak metoda untuk menentukan ukuran partikel, namun yang sering
dipakai dalam bidang farmasi antara lain mikroskopis, pengayakan, pengendapan atau
sedimentasi, dan penentuan volume ukuran.

Cara Pengukuran Parikel Secara Mikroskopis Optis

Mikroskop biasa dapat mengukur partikel yang berjarak ukuran antara 0,2 m
sampai 100 m. Garis tengah partikel yang diukur adalah garis tengah bilangan panjang (dln =
diameter long number), ditentukan dengan menghitung garis tengah antara 200 sampai 600
partikel yang diamati. Untuk menentukan partikel dengan cara ini digunakan alat bantu
mikrometer yang disisipkan pada lensa okuler atau hemocytometer pada kedudukan gelas objek
tempat sampel berada.
Kelemahan cara mikroskopis ini adalah ukuran garis tengah partikel hanya
ditentukan oleh dua dimensi saja, yaitu dimensi panjang dan lebar, tidak ketebalannya.
Sifat-Sifat serbuk turunan
1. Porositas
Jika suatu serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur dan catat volumenya, maka
volume serbuk yang menempati gelas ukur tersebut disebut volume curah. Seandainya serbuk
tersebut dianggap tidak mempunyai pori-pori, yaitu tidak berpori internal atau ruang kapiler,
maka volume curah akan terdiri dari volume partikel itu sendiri ditambah dengan volume rongga
atau ruangan antara partikel.
Porositas serbuk atau void, dinyatakan sebagai perbandingan atau rasio antara
hampa terhadap volume kemasan.
2. Kerapatan atau densitas partikel
Secara umum kerapatan diartikan sebagai bobot per satuan volume. Terdapat tiga jenis
kerapatan yang didefinisikan sebagai berikut :
a. Kerapatan benar (true density ) bahan itu sendiri tidak disertai dengan porositas (void ) dan
pori-pori intra partikel yang lebih besar dari dimensi molekul atau atom dalam kisi kristal.
b. Kerapatan granul (granul density ) sebagaimana ditentukan dengan cara penggantian
(displacement ) raksa yang tidak menyusup (penetrasi) pada tekanan biasa ke dalam pori-pori
yang lebih kecil dari 10 m.
c. Kerapatan curah (ruah, bulk density ) sebagaimana ditentukan dari volume curah dan bobot
serbuk di dalam gelas ukur.
3. Keruahan (curah, bulkines)
Volume curah spesifik, yaitu kebalikan atau reciprok kerapatan curah, sering
disebut keruahan atau curah (bulk). Keruahan meningkat dengan mengecilnya ukuran partikel.
Akan tetapi pada campuran bahan berukuran berbeda, akan terjadi bahan berukuran kecil yang
menyusup ke antara bahan berukuran besar dan cenderung mengurangi keruahan.

C. Alat dan Bahan


Alat : - Mikroskop dengan mikrometer
- Piknometer 25 ml
- Gelas ukur 100 ml
Bahan : - Starch-1500
- Parasetamol

D . Prosedur Percobaan
1. Menentukan ukuran partikel secara mikroskopis
- Lakukan kalibrasi terhadap ukuran kotak yang ada pada mikrometer untuk setiap
pembesaran objektif 10 X dan 40 X.
- Suspensikan sedikit zat uji dalam cairan yang tidak melarutkannya di atas gelas objek,
misal paraffin cair.
- Amati partikel dengan pembesaran objektif yang cocok, dan tentukan ukuran partikelnya
sesuai dengan kotak-kotak skala.
- Susunlah rentang ukurannya.
2. Menentukan kerapatan partikel dengan piknometer
- Timbang piknometer 25 ml dalam keadaan kosong (W1. g).
- Masukkan pelarut yang tidak melarutkan (parafin) ke dalam piknometer tersebut,
kemudian timbang (W1’).
- Tuang parafin tadi kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml.
- Timbang 2 gram sampel (W3).
- Masukkan sampel ke dalam piknometer yang telah berisi pelarut (parafin).
- Tambahkan pelarut sampai mencapai volume piknometer, kemudian timbang (W4).
3. Menentukan kerapatan curah dan kerapatan mampat
- Timbang sebanyak 25 gram sampel.
- Masukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Catat volume serbuk.
- Kemudian mampatkan gelas ukur dengan cara diketuk-ketukan di atas meja dari
ketinggian 1 inchi. Catat volume serbuk setiap 10 ketukan.
- Hentikan pengetukan setelah volume serbuk tidak berubah.
- Hitung kerapatan curah atau bulk dengan :

4. Menentukan ukuran partikel dengan metode ayakan (shieve shaker)


- Disiapkan alat dan bahan
- Ditimbang terlebih dahulu acetaminophen 100 gram
- Dimasukkan 100 g granul acetaminophen ke dalam ayakan paling atas pada bobot
tertentu yang telah ditimbang seksama
- Diayak serbuk acetaminophen selama 3 menit pada kecepatan 60 amplitud pada alat
vibrator shaker
- Ditimbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan

E. Pengamatan dan Perhitungan

1. Menentukan ukuran partikel secara mikroskopis

No Kotak Frekwensi Diamete nd nd2 nd3


(n) r
(d)
1 1 5 0,01 0,05 0,0025 0,000125
2 2 3 0,01 0,03 0,0009 0,000027
3 3 3 0,01 0,03 0,0009 0,000027
4 4 4 0.01 0,04 0,0016 0,000064
5 5 6 0,01 0,06 0,0036 0,000216
6 6 3 0,01 0,03 0,0009 0,000027
7 7 8 0,01 0,08 0,0064 0,000512
8 8 6 0,01 0,06 0,0036 0,000216
9 9 8 0,01 0,08 0.0064 0,000512
10 10 5 0,01 0,05 0,0025 0,000125
∑ 51 0,01 0,51 0,0293 0,001851

∑nd ∑nd3
1. dav = 3. dv =
∑n ∑n
0,51 0,002851
dav = =
51 51

= 0,01 = 0,0000363 = 363 x 10-7

∑nd3 ∑nd2
2. dvs = 4. ds =
∑ n2 ∑n
0,001851 0,0293
dvs = =
0,0293 51
= 0,0632 = 632 x 10-4 = 0,000575 = 575x10-6

2. Menentukan kerapatan partikel dengan piknometer

No Bobot piknometer W1 Bobot piknometer + Bobot pikno + Bobot paraffin +


paraffin (W1’) paraffin + zat zat (W4)

1 26,776 67,83 69,83 68,312


2 30,91 71,458 73,458 71,866
3 31,069 71,457 73,457 71,971
Rata- 29,585 70,249 72,248 70,716
rata

W3 = 2 gram
Volume piknometer = 25 ml

1. Bobot paraffinw2 = W1’ - W1


= 67,83 - 26,776
= 41,054
W3 = 2 gram
W4 = 68,312
W 2 .W 3
Kerapatan partikel =
25(w 2−w 3+ w 4)

41,054 . 2
=
25(41,054−2+68,312)

82,108
=
2684,15

= 0,031

2. Bobot paraffinW2 = W1’ - W1


= 72,458 - 30,91
= 40,548
W3 = 2 gram
W4 = 71,866
W 2 .W 3
Kerapatan partikel =
25(w 2−w 3+ w 4)

40,548 .2
=
25(72,458−2+71,866)

81,096
=
2760,35

= 0,029
3. Bobot paraffin
W2 = W1’ - W1
= 71,457 - 31,069
= 40,388
W3 = 2 gram
W4 = 71,971
W 2 .W 3
Kecepatan partikel =
25(w 2−w 3+ w 4)

40,388 . 2
=
25 .(40,388−2+ 71,976)

80,776
=
2759,1

= 0,029
4. Rata-rata
W2 = W1’ - W1
= 70,249 - 29,585
= 40,664
W3 = 2 gram
W4 = 70,716 gram
W 2 .W 3
Kecepatan partikel =
25(w 2−w 3+ w 4)

40,664−2
=
25 ¿ ¿

81,328
=
2734,55

= 0,029

3. Penentuan kerapatan curah dan kerapatan mampat


a. Kerapatan curah
NO. Berat zat ( g ) Volume ( ml )
(W) (V)
1. 25 g 52 ml

w
 bulk =
v

15
 bulk = = 0,48 g/ml
52
b. Kerapatan mampat
No Jumlah ketukan Volume (ml)
1 10 46 ml
2 20 45 ml
3 30 44 ml

g = W /V

ρg 1 = 25 g / 46 ml = 0,543 g/ml
ρg 2 = 25 g / 45 ml = 0,556 g/ml
ρg 3 = 25 g / 44 ml = 0568 g/ml

4. Menentukan ukuran partikel dengan metode ayakan (shieve shaker)

Paracetamol = 100 g

No ayakan Berat zat tertinggal (gram)


12 64,532 g
30 10,542 g
40 0,778 g
60 1,092 g
80 0,88g g

No ayakan Ukuran pori (mm) Berat zat % tertinggal % tertinggal x


tertinggi (g) berat pori
12 1,70 mm 64,531 g 64,531 % 109,70
30 0,600 mm 10,542 g 29,72 % 17,832
40 0,425 mm 0,778 g 3,121 % 1,326
60 0,250 mm 1,092 g 4,521 % 1,130
80 0,150 mm 0,886 g 3,842 % 0,576
Jumlah 77,829 g 105,7 % 130,56

% tertinggal ayakan no 20 = 64,531 g / 100 g x 100% = 64,531 %


% tertinggal ayakan no 30 = 10,542 g / 35,469 g x 100 % = 29,72 %
% tertinggal ayakan no 40 = 0,778 g / 24,927 g x 100% = 3,121 %
% tertinggal ayakan no 60 = 1,092 g / 24,149 g x 100 % = 4,521 %
% tertinggal ayakan no 80 = 0,886 / 23,057 g x 100 % = 3,842 %

* diameter rat-rata = 130,56 / 100 = 1,31

F. Pembahasan

Keuntungan dari metode mikroskopi dapat mendeteksi aglomerat dan partikel – partikel
yang terdiri lebih dari satu komponen. Sedangkan kelemahan – kelemahannya adalah diameternya
hanya dapat dilihat secara dua dimensi yaitu panjang dan lebar. Selain itu metode ini agak lambat
dan melelahkan karena harus menghitung sekitar 500 partikel (polydispers).
            Metode pangayakan adalah alat yang digunakan untuk mengukur partikel secara kasar.
Sehingga dalam percobaan ini digunakan bahan yang partikelnya kasar dibandingkan dengan bahan
yang lain. Pada metode pengayakan ini, digunakan 6 nomor ayakan yang berbeda-beda. Dimulai
dari nomor ayakan yang rendah sampai yang tinggi. 
Metode ayakan dilakukan dengan menyusun ayakan dari nomor mesh yang terkecil (yang
paling atas) sampai pada nomor mesh yang paling besar (yang paling bawah) hal ini ditujukan agar
partikel-partikel yang tidak terayak (residu) yang ukurannya sesuai dengan nomor ayakan. Jika
nomor ayakan besar maka residu yang diperoleh memiliki ukuran partikel kecil.
 Metode yang digunakan ini merupakan metode yang sangat sederhana karena cukup
singkat. Namun alat  atau metode ini tingkat keakuratan yang diperoleh tidaklah seakurat dengan
metode secara mikroskopik.
Tetapi kemungkinan terdapat kesalahan dalam penyusunan no ayakan kali ini karena
persentase zat yang tertinggal pada ayakan urutan ke 3 lebih kecil disbandingkan dengan persentase
ayakan urutan ke 4.
Dalam menentukan kerapatan partakel dengan menggunakan piknometer merupakan metode
yang sederhana. Namun kita harus memiliki alat piknometer terlebih dahulu untuk bisa mengukur
kerapatan pertikel dan setelah di ketahui hasil penimbangan piknometer baru hasil dari penimbangan
tersebut bis akita hitung menggunakan rumus yang telah di tentukan.
Dalam menentukan kerapatan curah dan kerapatan mampat. Termasuk metode yang paling
sederhana . karena menggunakan alat yang mudah dijumpai yaitu gelas ukur. Dan cara
pengerjaannyapun sangat sederhana.

G. Kesimpulan
 Pada percobaan menentukan ukuran partikel secara mikroskopis di dapatkan hasil perhitungan
dav= 0,01. dvs =632 x10-4. dv =363 x 10-7. ds=575 x 10-6
 percobaan menentukan kerapatan partikel dengan piknometer di hasilkan perhitungan
Kerapatan partikel percobaan 1 = 0,030 . percobaan 2 = 0,029. percobaan 3 = 0,029 dengan rata rata
kecepatan partikel = 0,029.
 Percobaan kecepatan curah = 0,48 g/ml dan kecepatan mampat 1 = 0,54 g/ml 2= 0,56 g/ml 3= 0,56
g/ml
 Percobaan menentukan ukuran partikel dengan metode ayakan di dapat hasil
% tertinggal ayakan no 20 = 64,531 g / 100 g x 100% = 64,531 %
% tertinggal ayakan no 30 = 10,542 g / 35,469 g x 100 % = 29,72 %
% tertinggal ayakan no 40 = 0,778 g / 24,927 g x 100% = 3,121 %
% tertinggal ayakan no 60 = 1,092 g / 24,149 g x 100 % = 4,521 %
% tertinggal ayakan no 80 = 0,886 / 23,057 g x 100 % = 3,842 %

* diameter rat-rata = 130,56 / 100 = 1,31

   Pada percobaan kali ini digunakan metode mikroskopi dan metode pengayakan.
  Metode pengayakan digunakan untuk partikel yang mempunyai partikel atau ukuran serbuk lebih
besar atau kasar.
  Semakin besar nomor ayakan, semakin halus hasil yang di dapat, karena lubangnya semakin kecil.

H. Daftar pustaka
1. Martin A., Physical Pharmacy 4 th ed., Lea & Febiger, Philadelphia, 1993.
2. Rawlin, E.A., Bentley’s Textbook of Pharmaceutics, ELBS ed, Burgess Publishing Company, Minnesota,
1977.
3. Parrot, E.L., W. Sasky, Experimental Pharmaceutics, 4th ed, Burgess Publishing Company, Minnesota,
1977.
4. Syam Mulyadi, Diana. LAPORAN PRAKTIKUM TEGANGAN PERMUKAAN, Makasar, 2013.

5. Zakaria, P. Mikromeretik. Makasar, 2010.

Anda mungkin juga menyukai