Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

IBU BERSALIN DENGAN GAGAL JANTUNG


DI RUANG ROSELLA-2 RSUD Dr.SOETOMO

SURABAYA

Dosen Pembingbing :

Dr. Ns. Dhiana Setyorini, M.Kep. Sp. Mat

Disuusn Oleh :

Muhammad Choirizal Khaidir

P27820119077

POLITEKNIK‌‌KESEHATAN‌‌KEMENKES‌‌SURABAYA‌ ‌
JURUSAN‌‌KEPERAWATAN‌ ‌
PRODI‌‌D-‌I‌ II‌‌KEPERAWATAN‌‌KAMPUS‌S
‌ OETOMO‌ ‌
SURABAYA‌ ‌
2020/2021‌
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN IBU BERSALIN DENGAN GAGAL JANTUNG

A. KONSEP DASAR DENGUE HEMORAGIC FEVER


1. DEFINISI BERSALIN
Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari
uterus, ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium (frekuensi dan
intensitas kontraksi) yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
serta keluarnya lendir darah (“show”) dari vagina. Persalinan dan kelahiran
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. (Prawirohardjo, 2001)
Menurut WHO persalinan normal adalah : persalinan yang dimulai
secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian
selama proses persalinan. Dari seluruh persalinan, didapatkan lebih dari 80%
proses persalinan berjalan normal dan sekitar 15-20% terjadi komplikasi
persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5% - 10% saja yang
membutuhkan seksio sesarea. Namun kenyataannya menurut sensus survey
demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 bahwa kematian ibu
penyebab utama adalah komplikasi karena partus lama. Insiden ini
menyebabkan persalinan sering berlangsung ditengah proses persalinan
dengan tindakan.

2. ETIOLOGI BERSALIN

Sebab-sebab terjadinya persalinan sampai saat ini belum diketahui


secara pasti, kemungkinan adanya banyak faktor yang saling berkaitan,
sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor. Beberapa teori yang
kompleks yang dianggap berpengaruh terhadap kejadian persalinan, yaitu
faktor hormon, fetus, plasenta, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi.
3. PATOFISIOLOGI BERSALIN
1. Kala satu (kala pembukaan)

Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus atau


dikenal dengan “his” yang teratur dan meningkat (baik frekuensi maupun
kekuatannya) hingga serviks berdilatasi hingga 10 cm (pembukaan
lengkap) atau kala pembukaan berlangsung dari mulai adanya pembukaan
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan kala satu, his yang timbul
tidak begitu kuat sehingga ibu masih koperatif dan masih dapat berjalan-
jalan. Kala satu persalinan dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase laten
i. Pembukaan servik 0 cm (awal) sampai 5 cm (akhir).
ii. Kontraksi tidak teratur dan kemajuan dari teratur menjadi
ringan ke sedang, durasi 5 sampai 30 menit terpisah, 30
sampai 45 detik.
iii. Pembukaan dan penipisan servik sebagian.
iv. Pecahnya membrane/ketuban secara spontan (SROM) atau
pecahnya membran/ketuban buatan (AROM).
v. Ibu banyak berbicara dan bersemangat.
b. Fase aktif : Tahap 1 berakhir 8 sampai 20 jam (primigravida) atau 2
sampai 14 jam (multigravida/multipara) setelah mencapai fase ini.
i. Pembukaan servik 4 cm (awal) sampai 7 cm (akhir)
ii. Kontraksi tidak teratur, sedang menjadi kuat, durasi 3
sampai 5 menit terpisah, 40 sampai 70 detik.
iii. Servik membuka 7 cm dengan penipisan servik yang cepat.
iv. Dimulainya penurunan janin.
v. Ibu menjadi sangat cemas dan gelisah seiring dengan
kontraksi yang intensif; perasaan ketidaberdayaan mungkin
dilaporkan.
c. Fase transisi : Berakhir saat pembukaan lengkap pada 10 cm
i. Pembukaan serviks 8 sampai 10 cm.
ii. Kontraksi teratur, kuat menjadi sangat kuat, durasi 2 sampai
3 menit terpisah, 45 sampai 90 detik.
iii. Ibu lelah, marah, gelisah dan merasa tidak berdaya dan
tidak mampu menangani persalinan (ini adalah fase tersulit
dalam persalinan).
iv. Mual dan muntah dan sensasi kebutuhan untuk memiliki
gerakan usus mungkin terjadi.
v. Desakan untuk mengejan terjadi.
vi. Blood show/pengeluaran lendir darah meningkat seiring
dengan pengeluaran air ketuban.
2. Kala dua (pengeluaran bayi)

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah


lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi. Kala dua disebut
juga dengan kala pengeluaran bayi. Tanda dan gejala kala dua adalah:

a. Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi.


b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva-vagina dan spingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Pada kala dua persalinan his/kontraksi yang semakin kuat dan


teratur. Umumnya ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap
dengan diikuti keinginan meneran. Kedua kekuatan, his dan keinginan
untuk meneran akan mendorong bayi keluar. Kala dua berlangsung hingga
2 jam pada primipara dan 1 jam pada multipara.

Pada kala dua, penurunan bagian terendah janin hingga masuk ke


ruang panggul sehingga menekan otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa ingin meneran, karena adanya penekanan
pada rektum sehingga ibu merasa seperti mau buang air besar yang
ditandai dengan anus membuka. Saat adanya his bagian terendah janin
akan semakin terdorong keluar sehingga kepala mulai terlihat, vulva
membuka dan perineum menonjol.

3. Kala tiga (pelepasan uri)


Kala tiga persalinan disebut juga dengan kala uri atau kala
pengeluaran plasenta. Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi
dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Setelah kala
dua persalinan, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabuch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda:

a. Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri.


i. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan umum
tinggi fundus uteri di bawah pusat.
ii. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berubah bentuk menjadi seperti buah
pear/alpukat dan tinggi fundus uteri menjadi di atas pusat.
b. Tali pusat bertambah panjang.
c. Terjadi semburan darah secara tiba-tiba perdarahan (bila pelepasan
plasenta secara Duncan/dari pinggir).

Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada kala tiga adalah


retensio plasenta, plasenta lahir tidak lengkap, perlukaan jalan lahir. Pada
kasus retensio plasenta, tindakan manuak plasenta hanya dapat dilakukan
dengan pertimbangan terdapat perdarahan.

4. Kala empat (pemantauan)

Kala empat dimulai dari setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah itu. Pada kala paling sering terjadi perdarahan postpartum,
yaitu pada 2 jam pertama postpartum. Masalah/komplikasi yang dapat
muncul pada kala empat adalah perdarahan yang mungkin disebabkan
oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir dan sisa plasenta. Oleh karena itu
harus dilakukan pemantauan, yaitu pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam. Pemantauan pada kala IV dilakukan:

a. Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan.


b. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
c. Jika utrus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan penatalaksanaan
atonia uteri yang sesuai.

Kontraksi uterus selama kala empat umumnya tetap kuat dengan


amplitudo sekitar 60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak
diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan
membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan
trombus terjadi penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his
dapat diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat
menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran
oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior. Pengeluaran oksitosin sangat
penting yang berfungsi:

d. Merangsang otot polos yang terdapat disekitar alveolus kelenjar


mamae, sehingg ASI dapat dikeluarkan.
e. Oksitosin merangsang kontraksi uterus dan mempercepat involusi
uteri.
f. Kontraksi otot uterus yang disebabkan oksitosin mengurangi
perdarahan postpartum.
5. PATHWAYW
B. KONSEP DASAR GAGAL JANTUNG
1. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah kondisi di mana pompa jantung melemah sehingga tidak
mampu mengalirkan darah yang cukup ke seluruh tubu, kondisi ini juga dikenal
dengan istilah gaga; jantung kongestif. Gagal jantung dapat di sebabkan oleh
hipertensi, anemia, dan penyakit jantung. (Sarasuadi. 2009)
Keperluan janin yang sedang tumbuh akan oksigen dan zat-xzat makanan
bertambah dakam berlangsugnya kehamilan yang di penuhi melalui darah ibu,
karena itu banyaknya darah yang beredar bertambah nsehingga jantung hrus
bekerja lebih keras, oleh karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-
perubahan kardiovaskular yang biasanya masih dalam batas sisioligis
Perubahan-perubahan tersebut di sebabkan oleh :
Hiporudemia : dimulai sejak kehamillan 28 minggu dan mencapai puncak
pada 28-32 Minggu, lalu menetap
I. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh pembesaran Rahim,
pengaruh kehamilian pada penyekit jantung. Saat-saat yang berbahaya
bagi penderita adalah :
i. Pada kehanilan 32-36 minggu di mana volume darah mencapai
puncaknya
ii. Pada kala 2 wanita mengerahkan tenaganya untuk mengejan
dan memerlukan tenaga jantung yang berat
iii. Pada postpartum di mana darah dari ruang interlens plasenta
yang sudah lahir, sekarag masuk dalam darah sirkulais ibu
II. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan
i. Dapat terjadi abortus
ii. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
iii. Dismaturitas : lahir cukup bulan dengan berat badan rendah
iv. Lahir dengan apgar rendah atau bayi mati
v. Kematian Janin Dalam Lahir (KJDL)
2. Etiologi

Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload) Menurut Smeltzer


(2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, gagal jantung
disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
I. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit
miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun .
II. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung
III. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia
baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
IV. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif, konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menyebabkan beban tekanan (after load)
V. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

C. PATOFISIOLOGI
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, 20 20 meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme
ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang
mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol).
Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot 21 21 degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan .

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
I. Identitas
i. Identitas Pasien
Identitasa pasien melitputi : Nama, tangal lahir, jenis kelamin,
alamat tempat tinggal, pekerjaan, agama, status kawin, usia,
MRS, no registrasi, diagnostic medis
ii. Identitas penanggung jawab
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat ,Pekerjaan, Hubungan
Dengan Pasien

II. Keluhan Utama


i. Sesak saat bekerja, dipsnea nokturan parolsimal (DNP),
ortopnea
ii. Lelah, pusing
iii. Nyeri dada
iv. Edema ektremitas bawah
v. Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
vi. Urine menurun

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat
dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga
gajala-gejala lain yang mengganggu pasien

IV. Riwayat Kesehatan Dahulu


Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-
obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien

V. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi..

VI. Pengkajian Data


i. Aktifitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi,
kurang istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat beristirahat atau
saat beraktifitas.
ii. Sirkulasi ; riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritma, fibrilasi atrial, kontraksi ventrikel premature,
peningkatan JVP, sianosis, pucat
iii. Respirasi : dipsnea pasa waktu aktifitas, takipnea, riwayat
penyakit paru
iv. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual, dan muntah
v. Eliminas : penurunan volume urine, urin yang pekat, noktura,
diare atau konstipasi
vi. Neururologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi
vii. Interaksi social : aktifitas social berkurang
viii. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatis

VII. Pemeriksaan Fisik


i. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien
ii. Pemeriksaan tanda vital
a. Nilai normal : Sitolik 110-140 mmHg, Diastolik 80-90
mmHg
b. Nadi : Nilai normal frekuensi 60-100x/menit
c. Suhu badan : metabolism menurun, metabolism
menurun
2. Head Toe-Toe
I. ) Kepala : bentuk , kesimetrisan
II. Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
III. Mulut: apakah ada tanda infeksi?
IV. Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
V. Muka; ekspresi, pucat
VI. Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
VII. Dada: gerakan dada, deformitas
VIII. Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
IX. Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
X. Pemeriksaan khusus jantung :
i. Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5)
ii. Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau
hepertrofi ventrikel
iii. Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa Kanan atas :
SIC II Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah : SIC IV
Linea Para Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para
Sternalis sinistra Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis
Sinistra
iv. Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
a. BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup
atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi
isimetris dari bilik pada permulaan systole
b. BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta
dan arteri pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi
kira-kira pada permulaan diastole. (BJ II normal selalu
lebih lemah daripada BJ I
XI. Pemeriksaan Penunjang
i. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHFFse
ii. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
iii. Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada
tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN)
dan kreatinin meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.
3. ANALISIS DATA
Setelah mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi selanjutnya menggunakan analisa data. Analisa data dilakukan
sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai semua data
terkumpul. Teknik analisa dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan
jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara
mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah.
Berdasarkan observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan peneliti
didapatkan data untuk selanjutnnya dikumpulkan, data yang dikumpulkan
tersebut dapat berupa data subjektif dan data objektif. Setelah itu peneliti
menegakkan diagnosa keperawatan. lalu menyusun intervensi atau rencana
asuhan keperawatan. Kemudian melakukan implementasi atau pelaksanaan
serta mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
I. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
i. Subjektf : Dipsnea
ii. Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal
Kriteria minor :
i. Subjektif : Ortopnea
ii. Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi
dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

II. Nyeri akut (D.0077)


Definisi :
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambatberintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteistik :
Kriiteria mayor :
i. Sujektif : Mengeluh nyeri
ii. Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

iii. Subjektif : -
iv. Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis


E. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :

Dx. keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


hasil
2.Pola nafas tidak Tujuan : Setelah (Manajemen jalan nafas I.01011)
efektif b.d dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri diharapkan pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
saat bernafas) membaik. gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
Kriteria hasil : aroma)
(pola nafas 4. Posisikan semi fowler atau fowler
L.01004) 5. Ajarkan teknik batuk efektif
1. Frekuensi nafas 6. Kolaborasi pemberian bronkodilato,
dalam rentang ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
normal
2. Tidak ada
pengguanaan otot
bantu pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan
tanda dipsnea
4.Nyeri akut b.d Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)
gen penedera dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
fisiologis (Mis: keperawatan durasi, frekuensi, intensitas nyeri
Iskemia) diharapkan tingkat 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun. 3. Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Kriteria hasil : 4. Berikan terapi non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Tingkat nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
(L.08066)
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
1. Pasien mengatakan ruangan, pencahayaan,kebisingan)
nyeri berkurang 6. Anjurkan memonitor nyeri secara
dari skala 7 mandiri
menjadi2 7. Ajarkan teknik non farmakologis
2. Pasien untuk mengurangi nyeri
menunjukkan 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
ekspresi wajah perlu
tenang 3.Pasien
dapat beristirahat
dengan nyaman
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

G. EVALUASI KEPERAWATAN

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan
Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan
Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–
172. Retrieved from http://bppsdmk. kemkes.go.id/ pusdiksdmk /wpcontent /uploads
/2017/11 /praktika-dokumen keperawatan - dafis. pdf.
Gledis, M., & Gobel, S. (2016). Hubungan Peran Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Di Rs Gmibm Monompia Kota Mabagu Kabupaten Bolaang Mongondow.
Elektronik Keperawatan, 4(2), 1–6. https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.22.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.
Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate Variability
Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia ComputerScience, 124, 197–
204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.
Melanie, R. (2012). Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda
Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur Dan Tanda Vital
Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, 15.
Nugroho, F. A. (2018). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Jantung dengan
Metode Forward Chaining. Jurnal Informatika Universitas Pamulang, 3(2), 75.
https://doi.org/10.32493/informatika.v3i2.1431.
Nurdamailaila.(2017). Congestive Heart Failure (Gagal Jantung. diakses pada tanggal
20/08/2019 melalui https://nurdamailaia.blogspot.com/2017.
Nurarif,a.h. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis Dan Nanda
Nic Noc.yogyakarta : medication publishing yogyakarta.

Ongkowijaya, J., & Wantania, F. E. (2016). Hubungan Hiperurisemia Dengan Kardiomegali


Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. 4, 0–5.
Pusat Data dan Informasi. (2014). Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 1–8. Retrieved from
www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatinjantung.pdf.

Russel, D. M. (2011). 6 Bebas Dari Penyakti Paling Mematikan (Tim MedPre).


Yogyakarta.
Smeltzer,S. C., Bare, B. G.,2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Brunner &
suddarth. Vol.2.E/8”. Jakarta : EGC.
Starry Homenta, R. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
ASUHAN KEPERAWATAN
IBU BERSALIN DENGAN GAGAL JANTUNG
DI RUANG ROSELLA-2 RSUD Dr.SOETOMO

SURABAYA

A. KONSEP DASAR GAGAL JANTUNG


1. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah kondisi di mana pompa jantung melemah sehingga tidak
mampu mengalirkan darah yang cukup ke seluruh tubu, kondisi ini juga dikenal
dengan istilah gaga; jantung kongestif. Gagal jantung dapat di sebabkan oleh
hipertensi, anemia, dan penyakit jantung. (Sarasuadi. 2009)
Keperluan janin yang sedang tumbuh akan oksigen dan zat-xzat makanan
bertambah dakam berlangsugnya kehamilan yang di penuhi melalui darah ibu,
karena itu banyaknya darah yang beredar bertambah nsehingga jantung hrus
bekerja lebih keras, oleh karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-
perubahan kardiovaskular yang biasanya masih dalam batas sisioligis
Perubahan-perubahan tersebut di sebabkan oleh :
2. Hiporudemia : dimulai sejak kehamillan 28 minggu dan mencapai puncak
pada 28-32 Minggu, lalu menetap
I. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh pembesaran Rahim,
pengaruh kehamilian pada penyekit jantung. Saat-saat yang berbahaya
bagi penderita adalah :
i. Pada kehanilan 32-36 minggu di mana volume darah mencapai
puncaknya
ii. Pada kala 2 wanita mengerahkan tenaganya untuk mengejan
dan memerlukan tenaga jantung yang berat
iii. Pada postpartum di mana darah dari ruang interlens plasenta
yang sudah lahir, sekarag masuk dalam darah sirkulais ibu
3. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan
i. Dapat terjadi abortus
ii. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
iii. Dismaturitas : lahir cukup bulan dengan berat badan rendah
iv. Lahir dengan apgar rendah atau bayi mati
v. Kematian Janin Dalam Lahir (KJDL)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
I. Identitas
i. Identitas Pasien
Nama : Yn. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Pendidikan Terahir : SMU
Alamat : Kab. Blitar, Jl, Sudirman
Diagnosa Medis : CHF fc III + CKD Stage V + BP
Nomor Register :-
MRS : 16 Mei 2017
ii. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat: Surabaya, Jl, Moestopo
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan Dengan Pasien : Anak
II. Keluhan Utama
i. Sesak nafas

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal
16 Mei 2017 pukul 21.30 WIB, rujukan dari RSUD Lubuk Basung.
Saat dilakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan, Sesak nafas di
rasakan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, semakin
sesak saat beraktivitas,nyeri pada dada sebelah kiri, durasi 20 menit,
skala nyeri 5 ,tubuh terasa lemah, edema pada ekstremitas bawah.
Hasil pemeriksaan Tanda-tanda vital: TD : 140/70 mmHg HR : 92 x/i
RR : 28 x/i suhu : 36,5 0C
IV. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien. tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit keturunan seperti jantung, hipertensi, DM, asma.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien. tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit keturunan seperti jantung, hipertensi, DM, asma.

VI. Pengkajian Data


i. Aktifitas : Tubuh terasa lelah
ii. Sirkulasi : Edema ektremitas bawah
iii. Respirasi : Sesak nafas, nyeri dada
iv. Pola makan : Makana dan minum teratur 3x sehari
dan cairan
v. Eliminasi :-
vi. Neurologi :-
vii. Interraksi Sosial :-
viii. Rasa aman :-

VII. Pemeriksaan Fisik


i. Keadaan umum : Lemah
ii. Pemeriksaan tanda vital : TD : 90/80 mmH
N :58 x/Menit
R : 25 x/Menit
S : 36,5 C
2. Head Toe-Toe
I. Kepala : bentuk kepala normal, rambut sebagian memutih, merata,
kulit kepala bersih tidak ada ketombe, tidak ada benjolan dan lesi.
II. Mata : simetris kiri dan kanan, mata bersih, palpebra tidak edema,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor kiri dan
kanan. Reflek cahaya positif, diameter simetris kiri dan kanan dan
tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan.
III. Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada kotoran, tidak ada pembengkakan dan polip
IV. Mulut : Pemeriksaan pada mulut kurang bersih, ada plak pada gigi,
mukosa bibir kering, reflek mengunyah dan menelan baik, bibir tidak
simeris
V. Telinga : simetris kiri dan kanan, bersih, tidak ada serumen,
tidak ada laserasi, pendengaran masih baik.
VI. Muka :
VII. Leher ; Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, ada
pembesaran vena jugularis.
VIII. Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
IX. Ektremitas ; lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
C. ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah Keperawatan


1 DS : Beban tekanan berlebih Pola nafas tidak efektif
Pasien mengatakan b.d hambatan upaya
sesak nafas, pasien Beban siastol bertambah nafas d.d Pola nafas
mengatakan lemes, abnormal
pasien mengatakan Kontraktilitas menurun
bila pasien
melakukan aktivitas Hambatan pengosongan ventrikel
sehari-hari sesak
nafas semakin COP menurun
bertambah DO :
KU lemah, Beban jantung menaik
kesadaran
komposmentis, TD : Atrofi otot serabut

140/80 mmHg, N :
88 x/menit, Rr : Gagal jantung

28x/menit, t :36,6 C,
suara paru : bernafas Gagal pompa ventrikel kanan

menggunakan otot-
otot pernafasan, Tekanan diastole menaik menaik

terdapat retraksi,
bernafas dengan Tekanan atrium kanan menaik

cupping hidung,
Lien/hepar
cianosis pada kaki,
suhu dingin
Splenomegaly/ hematomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Polanafas tidak efektif


2 DS. Pasien Beban tekanan berlebih Nyeri akut b.d gen
menyatakan nyeri di pencedera fisiologis
dada kanan bawah Beban siastol bertambah d.d mengeluh nyeri
DO.
Pasien terlihat Kontraktilitas menurun
meringis, dan gelisah
TD : 130/80 Hambatan pengosongan ventrikel
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,50 C P : COP menurun

Beban jantung menaik

Atrofi otot serabut

Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole menaik menaik

Tekanan atrium kanan menaik

hepar

hematomegali

Mendesak diafragma

Nyeri

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d Pola nafas abnormal
2. Nyeri akut b.d gen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri
E. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Definisi
Interfensi keperawatan menurut Tim Pokja SIIKI DPP PPNI adalalah segala
treatmen yang di kerjakan oleh perawat yang di dasarkan pada pengetahuan
dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapakan

2. Tabel Intervensi keperawatan

Dx. Tujuan dan Intervensi Rasionalis


keperawatan Kriteria hasil
1. Pola nafas Tujuan : Setelah Manajemen jalan nafas
tidak dilakukan tindakan 1.Monitor pola nafas 1. mengetahui frekuensi,
efektif b.d keperawatan (frekuensi, kedalaman, kedalaman, dan menghitung
hambatan diharapkan pola usaha nafas) respirasi rate
upaya nafas membaik. 2.Posisikan semi fowler 2. Posisi memaksimalkan ekspansi
nafas d.d Kriteria hasil : atau fowler paru dan menurunkan upaya
Pola nafas (pola nafas Pemantauan respirasi pernapasan.
abnormal L.01004) 1. Monitor frekuensi, 1. mengetahui karakteristik napas
1. Dyspnea irama, kedalaman klien
menurun upaya napas 2. Sebagai media untuk
2. Frekuensi nafas 2. Dokumentasi hasil mendefinisikan
membaik pematauan fokus keperawatan bagi klien
3. Kedalaman 3. Jelaskan tujuan dan 3. Supaya kerjasama antara
napas membaik prsosedur pemantauan perawat lebih efektif 
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
b.d gen asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. agar perawat tau sumber dari
pencedera keperawatan karakteristik, durasi, rasa nyeri
fisiologis selama 3x24jam frkuensi, kualitas, 2. Mengetahui rasa sakit nyeri
d.d nyeri pasien itensitas nyeri 3.Agar perawat dapat mengetahui
mengeluh berkurang dengan 2. Identifikasi skala nyeri sumber dari rasa nyeri dan cara
nyeri kriteria hasil 3. Pertimbangkan jenis dan untuk meredaknya
1. TTV dalam sumber nyeri dalam 4. Kolaborasi dengan tenagan
batas normal pemilihan strategi kedehatan lainya agar
2. . Nyeri meredakan nyeri pemberian analgesik dapat
berkurang dari 4. Kolaborasi pemberian digunakan secara tepat dan
skala 3. wajah analgesik. efektif
rileks Pemberian analgesik Pemberian analgesik
1. Identifikasi karakteristik 1.Mengertahui ciri ciri dari rasa
nyeri sakit neri
2. Isentifikasi riwayat 2.Supaya tidak terjadi alergi pada
alergi obat pasien
3. Identifikasi kesesuaian 3. Supaya obat dapat dipadukan
jenis analgesik dengan analgesik lain
4. Monitor tanda tanda 4.Mengetahui perubahan yang
vital sesudah dan terjadi seelum dan sesudah
sebelum pemberian pemerian analgesik
analgesik 5.Mengetahui seberapa efektif
5. Monitor efektifitas setelah pemberian analgesik
analgesik 6.Agar takaran dan kebutuhan
6. Pertimbangkan analgesik pada pasien tercukuoi
penggunaan infus 7.Supaya perawat dan pasien
kontinu, atau bolus dapat ekerja sama dengan baik
oplod untuk 8.Agar pemberian analgesik
mempertahankan kadar dalam meredakan nyeri dapat
dalam serum bekerja maksimal
7. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
8. Kolaborasi pemberian
dosis analgesik, sesua
insikasi

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Waktu Tindakan Paraf


Pelaksanaan
16 Mei 2017
08.00 memposisikan semi flower
08.05 Memantau tanda tanda vital
O8.10 Mengidentifikasi skala nyeri, dan lokasi
08.15 Mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap
obat tertentu
09.20 Menjelaskan efek samping dan efek terapi analgesik
09.25 Pemberian analgesik sesuai anjuran dari dokter atau
kolaborasi
09.30 Mengecek tanda tanda vital
G. EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari ke Diagnosa Evaluasi keperawatan paraf

1 16 mei 2017 Pola nafas tidak S :pasien mengatakan pernafasan


efektif b.d merasa lebih baik
hambatan upaya O: pasien tampak bernafas lebih
nafas d.d Pola nafas baik
abnormal A : masalah telah teratasi
P : intervensi di hentikan
Nyeri akut b.d gen
pencedera fisiologis S : pasien mengatakan rasa nyeri
d.d mengeluh nyeri berkurang dan terasa lebih baik
O : pasien tampak tenang dan tidak
gelisah
Tanda-tanda vital :
TD:120/90mmHg,
Nadi:87x/menit,
RR: 25x/menit,
Suhu 36,8o C.
Akral teraba hangat
A: masalah telah teratasi
P : intervensi di hentikan

Anda mungkin juga menyukai