Anda di halaman 1dari 5

Volume 12, No.

1, Oktober 2012, 61–65

KONSEP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


BERKELANJUTAN
Mamok Suprapto
Teknik Sipil, FT, Universitas Sebelas Maret
Jalan Ir. Sutami No. 36A, Solo
e-mail: mamokuns@gmail.com

Abstract: Water Resources Management in irrigated areas, based on the discharge mainstay with
the K-factor as a measure of its success. The existence of climate change, many irrigated areas
often experience drought and crop failure. Doubts about the effectiveness penggunanan-K factor in
the management of water resources, the need to inspire the study of the use of threshold
management. This study uses the reliability index (He) and the resilience index (Ik) in the
management of irrigated areas Notog, Pemali watershed. The presence of the nature of the flow
implies that each irrigation area has a different threshold. The concept has been tested, piloted in
Notog irrigation areas, with the initial determination value He ≥0.75 and Ik ≥0.5. The analysis
showed that the value of He ≥0.75 can be achieved, but the value Ik ≥0.5 is difficult. This
situation is consistent with the phenomenon of drought is often experienced by the region Notog
irrigation. The research proves that the K-factor alone, can not guarantee a good harvest.

Keywords: K-factor index, reliability index, resilience index

Abstrak: Pengelolaan Sumberdaya Air pada daerah irigasi, didasarkan pada debit andalan dengan
faktor-K sebagai tolok ukur keberhasilannya. Adanya perubahan iklim, banyak daerah irigasi
sering mengalami kekeringan dan gagal panen. Keraguan terhadap efektivitas penggunanan faktor-
K dalam pengelolaan sumberdaya air, memberikan inspirasi perlunya kajian terhadap pemakaian
ambang batas pengelolaan. Penelitian ini menggunakan indeks keandalan (Ia) dan indeks
kelentingan (Ik) dalam pengelolaan daerah irigasi Notog, daerah aliran sungai Pemali. Terdapatnya
sifat alami aliran mengisyaratkan bahwa tiap daerah irigasi memiliki ambang batas berbeda.
Konsep telah diuji-cobakan pada daerah irigasi Notog, dengan ketetapan awal nilai Ia ≥0,75 dan
Ik ≥0,5. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Ia ≥0,75 dapat dicapai, tetapi nilai Ik ≥0,5 sulit.
Keadaan ini selaras dengan fenomena kekeringan yang sering dialami oleh daerah irigasi Notog.
Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor-K semata, tidak dapat menjamin hasil panen yang
baik.

Kata kunci: faktor K-indeks, keandalan-indeks, kelentingan

perubahan aliran permukaan, perlu adanya


PENDAHULUAN perubahan operasional pengelolaan SDA. Bila
tidak, maka akan mengurangi tingkat keandalan
Penggunaan air diatur oleh pemerintah melalui dalam memenuhi kebutuhan (Dracup dan
UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air, agar Vicuna, 2006).
pendayagunaan Sumber Daya Air (SDA) dapat
bermanfaat optimal dan berkelanjutan (Dit. Debit air sungai yang dimanfaatkan di suatu
Pengairan dan Irigasi, 2004). Akan tetapi, daya titik pengambilan, besarnya sudah tidak
tampung air Daerah Aliran Sungai (DAS) saat memenuhi kaidah keberlanjutan (Zalewski,
ini sudah mengalami kerusakan yang parah 2002). Pengelolaan SDA menghadapi kendala
(Pusposutardjo, 1997). Kecenderungan yakni sulitnya memelihara aras (level) muka air
kekurangan air terjadi hampir di setiap daerah yang dapat memuaskan beragam kebutuhan
irigasi sesaat menjelang musim penghujan (Gourbesville, 1997). Oleh sebab itu, perlu
berhenti, merupakan indikator rusaknya DAS. jaminan penyediaan air dan pengaturan
Perubahan iklim berdampak terhadap pembagian air di saat air yang tersedia kecil
penurunan total debit tahunan sungai (Mengistie, 1997). Kesulitan tersebut
(McCartney dkk., 2007). Dengan adanya diantisipasi oleh petani dengan kecenderungan

61
Suprapto / Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Berkelanjutan / JTS, VoL. 12, No. 1, Oktober 2012, hlm 61-65

untuk menimbun air di petak lahan yang terjadi lebih banyak dan puncak aliran
(Pusposutardjo, 2001). Tindakan ini merupakan permukaan meningkat secara signifikan
pemborosan. Maka dari itu, pengelolaan SDA (Stacey,2009). Perubahan aliran sungai sangat
dan alokasi air perlu dikendalikan secara berpengaruh terhadap infrastruktur keairan
optimal. Essafi (1997) menunjukkan kendali dalam beragam fungsi (Dracup dan Vicuna,
optimal dalam bentuk optimasi alokasi air yang 2006). Keadaan ini dapat mempersulit
disebabkan oleh fluktuasi hujan. Masalah pengisian waduk dan pada saatnya akan
alokasi air ditunjukkan oleh Hashimoto dkk. mengurangi jumlah pasokan air (Roos, 2003).
(1982), Duckstein dan Plate (1987), Ng (1988),
dan Loucks (1997) yang menyatakan bahwa Kebutuhan Air
aliran yang dimanfaatkan harus mengikuti
kendali ketersediaan air, dengan besaran resiko Durand (2003) menyatakan bahwa kebutuhan
tertentu. Hasil pengendalian air merupakan air bagi tanaman di masa mendatang tidak
batas antara aliran yang sudah dan yang belum hanya dipengaruhi oleh perubahan iklim saja,
dimanfaatkan. melainkan juga oleh perubahan aliran sungai
dan ketersediaan air pada suatu DAS.
Kendali pengelolaan Daerah Irigasi (DI) yang Kebutuhan air irigasi, di petak sawah dan di
diterapkan saat ini adalah dengan memantau sumbernya, dipengaruhi oleh cara pemberian air
nilai perbandingan antara kebutuhan dan dan kondisi jaringan saluran irigasi. Ditjen
pasokan air, dalam bentuk faktor K. Dalam Sumberdaya Air (2005) memberikan perkiraan
kenyataannya, faktor K saja tidak cukup mampu jumlah air pengolahan lahan sebesar 12,7
untuk memelihara keberadaan serta mm/hari/ha selama 20 hari. Mengingat interval
keberlanjutan SDA. Oleh karena itu, perlu ada waktu irigasi yang digunakan dalam kajian ini
upaya lain agar pemanfaatan air dapat adalah 7 (tujuh) hari, maka tinggi genangan air
memberikan jaminan keamanan produksi untuk pengolahan lahan adalah 12,5 mm/hari/ha
(panen) dan fungsi fasilitas air. Dalam selama 15 hari.
penelitian ini, upaya tersebut dijabarkan dalam
bentuk pembatas operasi dalam pengelolaan Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi terdiri
SDA, yakni indeks keandalan (reliability) dan dari 3 (tiga) tahapan utama, yakni perhitungan
indeks kelentingan (resiliency) yang dinyatakan evapotranspirasi potensial (ETo), evapo-
berturut turut dalam simbol Ia untuk indeks transpirasi tanaman (ETc), dan kebutuhan air
keandalan dan Ik untuk indeks kelentingan. irigasi, baik di petak sawah maupun di
sumbernya. Besarnya ETo ditentukan oleh
MATERI DAN METODE variasi keadaan cuaca, dan nilai ETc
dipengaruhi oleh jenis dan tahapan tumbuh
Obyek Penelitian tanaman, kejadian hujan, dan periode
pemberian air irigasi.
Penelitian dilakukan di daerah irigasi Notog
yang mengairi sawah seluas 28.310 ha dengan Adanya perubahan iklim, diperkirakan ada
saluran induk sepanjang 5,70 km. DI Notog perbedaan kebutuhan air bagi tanaman saat
terletak dalam DAS Pemali, Brebes, Jawa perencanaan dan kebutuhan saat ini. Oleh sebab
Tengah. itu, kebutuhan air bagi tanaman dihitung ulang
dengan data iklim terkini. Perhitungan ETo dan
Perubahan Iklim ETc mengikuti rekomendasi FAO terakhir yaitu
menggunakan metode Peman-Monteith, yang
Perubahan iklim meningkatkan suhu regional diuraikan secara rinci oleh Allen dkk. (1998).
(Rosenzweig dan Casassa, 2009). Perubahan ini Data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi
berpengaruh terhadap pola hujan dalam skala Tegal (LS-6°51' dan BT-109°09'), yang tercatat
volume, waktu, dan ruang, yang pada akhirnya dengan baik dari tahun 1993 hingga tahun 2003.
berdampak terhadap aliran sungai. Banyak
daerah yang sebelumnya tidak pernah terkena Untuk menghitung ETc perlu dipersiapkan
banjir, dalam kurun waktu terakhir sering skenario rancangan pola tata tanam berikut:
dilanda banjir. Begitu halnya dengan fenomena pola tata tanam monokultur yaitu padi-padi-
kekeringan. Di awal musim penghujan, hujan kedelai; umur tanaman padi 110 hari dan umur

62
Suprapto / Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Berkelanjutan / JTS, VoL. 12, No. 1, Oktober 2012, hlm 61-65

tanaman kedelai 80 hari; waktu antar musim Indeks keandalan hanya ditentukan oleh jumlah
tanam (MT) adalah 15 hari; pergeseran waktu kejadian andal tanpa ada pengaruh waktu atau
antar skenario adalah 7-8 hari; selisih waktu agihan kejadiannya, sedangkan indeks
pemberian air antara golongan satu dan kelentingan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan
golongan lain 7 hari. Tinggi genangan 40 mm agihan kejadian tidak andal. Ia dapat dimaknai
untuk padi dan nol mm untuk palawija; efisiensi sebagai nilai jaminan mendapat air (tanpa
irigasi sebesar 0,59. perhitungkan waktu kejadian), sedangkan Ik
sebagai penjamin seberapa cepat kondisi tidak
Analisis optimasi dilakukan dengan asumsi: andal dapat kembali ke aras yang dapat
pasok air berasal dari aliran sungai Pemali yang diandalkan. Menurut Hashimoto dkk. (1982),
tercatat di AWLR Notog; harus ada aliran untuk Ng (1988), dan Loucks (1997), sistem
pemeliharaan morfologi sungai, ditetapkan dinyatakan dalam keadaan andal (steady state)
minimal 1,0 m3/dt; kebutuhan air untuk irigasi bila nilai Ia = 1 (satu) dan Ik = 1 (satu).
terpenuhi dari aliran sungai Pemali; dalam Sebaliknya, sistem dinyatakan gagal total bila
pemenuhan seluruh kebutuhan air tidak nilai Ia = 0 (nol) dan Ik = 0 (nol).
memperhitungkan return flow, sistem
pemenuhan kebutuhan air untuk seluruh Agar kebutuhan air terpenuhi sepanjang waktu,
kegiatan yang telah disebutkan harus memiliki Mamok Suprapto (2008) menyusun fungsi
nilai Ia > 0,75 dan nilai Ik > 0,5; bila kedua nilai tujuan sebagai berikut:
indeks tidak terpenuhi, maka pengelolaan air t t
maks : å (Q p ) = å (Qus + Q L + R - Qds ) (4)
dinyatakan tidak memenuhi kaidah i= i i=
i

1 1
keberlanjutan
batasan: Qds > 1 m3/dt, Ia > 75%,
Kontrol Optimal Pemanfaatan Air Ik > 50%

Kontrol optimal pemanfaatan air didasarkan dengan: Qus= aliran dari hulu (m3/dt), QL =
pada residu, yaitu selisih antara deret data lateral flow (m3/dt), R = return (m3/dt), Qds =
ketersediaan air dan deret data kebutuhan air. aliran di bagian hilir (m3/dt), Qp = pemanfaatan
Deret residu positif disebut deret kejadian air (m3/dt), S = tampungan (hanya untuk
andal, sebaliknya deret kejadian tidak andal. waduk) (m3), t = penggal waktu dalam model
Kedua deret tersebut merupakan dasar dalam (dt).
perhitungan Ia dan Ik yang dimaksud oleh
Duckstein dan Plate (1987) sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
Fa Evapotranspirasi Potensial (ETo)
Ia = (1)
Nk
Hasil perhitungan ETo disajikan dalam Gambar
Jk 1. Tampak bahwa lengkung ETo memiliki
Ik = (2)
N k - Fa kecenderungan meningkat.
dengan: Ia = indeks keandalan, Ik = indeks
kelentingan, Fa =jumlah kejadian yang dapat ETo
diandalkan, Jk = jumlah kelompok kejadian 12
10
yang tidak dapat diandalkan, Nk = total
8
mm/hari

kejadian, dalam hal ini mewakili periode waktu. 6


4
Persamaan (1) dan Persamaan (2) masing- 2
masing memiliki peubah yang sama yaitu Fa 0
1 60 119 178 237 296 355 414 473 532 591 650 709
dan Nk. Selanjutnya Mamok Suprapto (2008)
Hari Ke
mensubstitusikannya ke Persamaan (2) menjadi: ET o Linear (ET o)

J
Ik = k (3)
(
N (1 - I a )
k
) Gambar 1. ETo di DI-Notog (2002)

63
Suprapto / Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Berkelanjutan / JTS, VoL. 12, No. 1, Oktober 2012, hlm 61-65

Kebutuhan Air di Intake menjamin kapan aras air normal atau andal
dapat diperoleh kembali.
Evapotranspirasi tanaman (ETc) dihitung untuk
tiap musim tanam (MT) pada masing-masing Residu
golongan, sesuai dengan awal musim tanam dan 30
jenis tanaman pada tiap musim tanam.
20

Dengan memperhitungkan luas lahan yang 10

m3/dt
ditanami dan besaran efisiensi pengelolaan DI, 0
maka kebutuhan air selama satu tahun di intake 1 31 61 91 121 151 181 211 241 271 301 331
-10
bendung dapat dihitung dan hasilnya disajikan
pada Gambar 2. -20
Hari

Q Kebutuhan di Intake
Gambar 3. Diagram residu aliran di intake
70

60 Bila dikaitkan dengan nilai tolok ukur resiko


50
yang diterapkan dalam penelitian ini, nilai
Q (m3/dt)

40

30
tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan yang
20 diberlakukan di lapangan kurang baik, karena
10 nilai indeks yang dihasilkan tidak memenuhi
0
1 31 61 91 121 151 181 211 241 271 301 331 361
kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Ia<0,75 dan
Hari Ke Ik<0,50. Keadaan ini juga dibuktikan di
Gambar 2. Q kebutuhan irigasi di intake lapangan dengan seringnya terjadi kekurangan
dalam pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi.
Pasok dikurangi kebutuhan menghasilkan
diagram balok residu yang ditampilkan pada KESIMPULAN
Gambar 3. Residu memberikan data kejadian
sebagai berikut: jumlah total kejadian = 332 Hasil penelitian cukup memuaskan karena
hari, jumlah kejadian andal = 246 hari, jumlah dapat membuktikan bahwa faktor-K yang
kejadian tidak andal=86 hari, jumlah kelompok selama ini digunakan dalam pengelolaan sistem
tidak andal = 22 hari. irigasi di Indonesia memang perlu dikaji ulang.
Ketidakmampuannya faktor-K dalam
Berdasarkan hasil residu tersebut, dihitung Ia memberikan jaminan waktu kembalinya aras air
dan Ik, memberikan hasil Ia = 0,74 dan Ik = 0,26. pada kondisi normal dapat mengakibatkan
Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 1 pada kekurangan air yang bisa mengakibatkan gagal
Kejadian 1. Hasil tersebut masih relatif lebih panen. Ia dan Ik yang diujicobakan sebagai
baik bila dibandingkan dengan Kejadian 2, batasan dalam analisis optimasi sesuai
yang dimisalkan kejadian tidak andal terjadi Persamaan(4), sangat dimungkinkan untuk
dalam satu kelompok. Pemisalan ini menjaga kelestarian dan pengelolaan SDA
memberikan hasil nilai Ia = 0,74 dan Ik = 0,01 berkelanjutan. Namun demikian, pasangan
seperti yang disajikan dalam Tabel 1 pada kedua indeks tersebut masih dalam tahapan
Kejadian 2. Tampak ada perbedaan pada nilai konsep yang masih perlu diujicobakan pada
Ik, meskipun nilai Ia sama. Hasil ini daerah irigasi lain, sehingga makna
membuktikan bahwa Faktor K yang selama ini berkelanjutan yang terkandung dalam UU
digunakan dalam pengelolaan sistem irigasi No.7/2004 tentang Sumber Daya Air dapat
memiliki kelemahan, karena tidak dapat dijabarkan dalam bentuk operasional.

Tabel 1. Hasil perhitungan kedua indeks


Kejadian 1
Ia Jml kejadian andal/total kejadian 246/332 = 0,74
Ik Jml kelompok tidak andal/jumlah kejadian tidak andal 22/86 = 0,26
Kejadian-2
Ia Jml kejadian andal/total kejadian 246/332 = 0,74
Ik Jml kelompok tidak andal/jumlah kejadian tidak andal = 1/86 = 0,01

64
Suprapto / Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Berkelanjutan / JTS, VoL. 12, No. 1, Oktober 2012, hlm 61-65

DAFTAR PUSTAKA Mamok Suprapto, 2008, Pemodelan


Pengelolaan Aliran Rendah Dengan
Allen, R.G., Pereira, L.S., Raes, D., dan Smith, Pendekatan Hidrologi Elementer.
M., 1998, Crop Evapotranspiration, Disertasi Pascasarjana Fakultas Teknik
Guidelines For Computing Crop Water UGM, Jogjakarta
Requirements, FAO Irrigation and McCartney, M. P., Lankford, B.A., dan
Drainage Paper No. 56, Roma. Mahoo, H., 2007, Agricultural Water
Dit. Pengairan dan Irigasi, 2004, Undang Management in a Water Stressed
Undang Republik Indonesia No.7 Tahun Catchment: Lessons from the RIPARWIN
2004 Tentang Sumber Daya Air, Project, Research Report 116, IWMI, Sri
BAPPENAS, Jakarta. Langka
Ditjen Sumberdaya Air, 2005, Kebutuhan dan Mengistie, A., 1997, Land Surface Water
Cara Pemberian Air irigasi, Seri Modul Harvesting Techniques And Their
No. PPA 9/22, Edisi Ke-3, Badan Application For Drought Mitigation
Penelitian dan Pengembangan Dep. PU, Measures, Sustainability Of Water
Jakarta. Resources Under Increasing Uncertainty,
Dracup, J. dan Vicuna, S., 2006, An Overview Proceeding Of The Rabat Symposium S1,
of Hydrology and Water Resources April 1997. Publ. No. 240, p51-56
Studies on Climate Change: the Ng, Poh-Kok, 1988, Irrigation Systems
California Experience, University of Performance Monitoring and Evaluation:
California, Berkeley, California. Reliability, Ressiliency, and Vulnerability
Duckstein, L. dan Plate, E.J., 1987, Criteria for Assessing the Impact of Water
Engineering Reliability And Risk In Water Sthortage on Rice Yield, Review IIMI,
Resources, Martinus Nijhoff, Dordrecht. Vol.2, No.1.
Durand, W., 2003, Assessing The Impact Of Pusposutardjo, 1997, Wawasan (Vision)
Climate Change On Crop Water Use In Pengairan Masa Depan Dalam Kaitan
South Africa, ARC-Grain crops Institute, Dengan Pengelolaan SDA, Makalah
Republic of South Africa, Potchefstroom. Lokakarya Pemberdayaan Penairan
Essafi, B., 1997, A Simple Method For The Tingkat Regional, Ditjen Pengairan,
Optimal Spasial And Temporal Allocation Denpasar, Bali.
Of Water Shortages, Sustainability Of Pusposutardjo, 2001, Pengembangan Irigasi,
Water Resources Under Increasing Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan
Uncertainty, Proceeding Of The Rabat Air Hemat, Ditjen Dikti, Depdiknas,
Symposium S1, April 1997. Publ. No. Jakarta
240, p145-152. Roos, M., 2003, The effects of Global Climate
Gourbesville, P., 1997, Assessment Of The Change on California Water Resources. A
Balance Between Environmental report for the Energy California
Demands And Water Resources, Comission, Public Interest Energy
Sustainability Of Water Resources Under Research Program, Research
Increasing Uncertainty, Proceeding Of Development and Demonstration Plan,
The Rabat Symposium S1, April 1997. California
Publ. No. 240, p487-494. Rosenzweig, C. dan Casassa, G., 2009,
Hashimoto, T., Stedinger, J. R., dan Loucks, Assessment Of Observed Changes and
D.P., 1982, Reliability, Resiliency, and Responses in Natural and Managed
Vulnerability Criteria for Water Systems, California.
Resources System Performance Stacey, M. T., 2009, Anticipating Climate
Evaluation, Water Resource Research, Change in San Francisco Bay
Vol.18, No.1, h.14-20. Hydrodynamics, Stanford University, UC-
Loucks, D.P., 1997, Quantifying Trends in Berkeley.
System Sustainability, Hydrological Zalewski M., 2002, Ecohydrology: the use of
Sciences Journal, 42(4), h. 513-530. ecological and hydrological processes for
sustainable management of water
resources. Hydrological Sciences Journal
47: h. 823–832.

65

Anda mungkin juga menyukai