Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH UTILITAS

SISTEM PENYEDIAAN BAHAN BAKAR

DISUSUN OLEH :
Ari Purnomo 21030115120046
Ahmad Afif 21030115120098
Anita Selvi 21030115140166
Bagus Hutomo 21030115130131
Dilla Frizqina 21030115120043
Fahmi Rifaldi 21030115120050
Firouzabadi 21030113140199
Intan Yumiati Putri 21030115140167
Ivan 21030115130141
Muhhamad Lutfi 21030115140199

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

KATA PENGANTAR
Segalapuji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin makalah ini
tidak terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada Ir. Slamet Priyanto, MS selaku
dosen pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Ucapan terimakasih juga kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
"Sistem Penyediaan Bahan Bakar dan Aplikasinya di Industri", dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari dalam diri maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Sistem Penyediaan Bahan Bakar dan Aplikasinya
di Industri” yang sangat banyak dibutuhkan di berbagai industri di Indonesia.
Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tetapi juga
memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya. Tak bisa dipungkiri pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu perlu adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Terimakasih.

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unit utilitas merupakan unit penunjang bagi unit-unit yang lain dalam
suatu pabrik atau sarana penunjang untuk menjalankan suatu pabrik dari tahap
awal sampai produk akhir. Unit utilitas dapat didefinisikan sebagai unit yang
menyediakan media pendingin, media pemanas, energi penggerak dan lain
sebagainya untuk mendukung proses produksi pabrik.
Dalam industri kimia, penyediaan bahan bakar memang sangat
diperlukan karena setiap proses produksi dalam industri membutuhkan bahan
bakar untuk menjalankan alat-alat proses industri. Beribu-ribu industri kimia
di Indonesia telah bediri. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyediaan bahan
bakar juga semakin meningkat. Belum lagi kebutuhan bahan bakar yang
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia mengalami peningkatan setiap harinya
yang diakibatkan pertumbuhan penduduk di Indonesia cenderung meningkat
setiap tahun. Kebutuhan tersebut contohnya gas LPG untuk memasak, Bahan
bakar minyak untuk kendaran. dsb
1.2 Rumusan Masalah
Dibalik meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar, tidak diimbangi
dengan peningkatan sumber bahan bakar. Bahan bakar fosil contohnya, tiap
taun semakin berkurang. Oleh karena itu, tidak selamanya kita dapat
bergantung dengan bahan bakar fosil, perlu adanya kebijakan untuk masalah
ini. Kebijakan-kebijakan tersebut seperti diversifikasi energy bahan bakar dan
inovasi bahan bakar baru. Sehingga pada makalah ini akan dibahas mengenai
sistem bahan bakar dan aplikasinya di Industri serta inovasi pengembangan
bahan bakar baru.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan jenis-jenis bahan bakar
2. Mengetahui sistem penyediaan bahan bakar di Industri
3. Memahami pentingnya inovasi pengembangan bahan bakar baru

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Jenis Bahan Bakar
Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi
energy (Mahendra, 2011). Biasanya bahan bakar mengandung energi panas
yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan
manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar
tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara.
Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi
eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi nuklir). Hidrokarbon
(termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan
bakar yang paling sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang bisa
dipakai adalah logam radioaktif.
Secara umum, bahan bakar dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bahan bakar padat
Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan
kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara.
Energi panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap, untuk menggerakkan peralatan, dan menyediakan energi.
Bahan bakar padat tersusun dari :
 Komponen yang dapat terbakar, yaitu komponen yang mengandung C,
H, S
 Unsur – unsur yang bila terbakar membentuk gas (bahan dapat
terbakar yang membentuk gas : BTG atau VCM)
 Komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas, yaitu fixed
carbon (FC) atau karbon tetap (KT)
 Komponen yang tidak dapat terbakar (O, N, bahan mineral atau abu
dan H2O).
a. Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Batubara mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, dan nitrogen. Batubara dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat pembentukannya yaitu volatile matter, carbon, dan kandungan
debunya. Berdasarkan tingkat pembentukannya, batubara dapat
diklasifikasikan menjadi :
 Antrasit
Antrasit merupakan jenis batu bara kelas tertinggi, dengan warna hitam
berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur (C)
dengan kadar air kurang dari 8% (Ahmad tarmizi, 2013).

Gambar 2.1 Contoh Batubara jenis Antrasit


 Bituminus

Bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung 68 - 86% unsur


karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang
paling banyak ditambang di Australia (Puspitasari, 2011).

Gambar 2.2 Contoh batubara jenis Bituminus


 Sub-Bituminus
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
Gambar 2.3 Contoh batubara jenis Sub-bituminus
 Lignit
Lignit atau batubara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambar 2.4 Contoh batubara jenis Lignit


Selain itu, terdapat batubara jenis volatile matter yang merupakan
campuran gas dan uap-uap hidrokarbon yang dilepaskan ketika batubara
dipanaskan pada temperatur yang sangat tinggi. Misalnya : kadar
asetilena, etilena, etana, metana, dll. Dimana makin banyak volatile
matter maka batubara makin banyak. Adapun jenis batubara berdasarkan
volatile matter dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Gambar 2.4 Contoh batubara jenis volatile matter


Gasifikasi Batubara
Gasifikasi batubara merupakan konversi batubara menjadi produk
gas dalam sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi
berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air).
Pilot Plant Gasifikasi Batubara berada di lokasi Sentra Teknologi
Pemanfaatan Batubara di Cirebon. Gasifikasi batubara dapat
dimanfaatkan untuk industri logam, keramik, PLTD, Syngas (untuk
pupuk).
Pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD dilakukan karena
banyaknya unit PLTD milik PT PLN yang masih menggunakan solar.
Puslitbang Mineral dan Batubara melakukan kerjasama/ujicoba dengan
PT PLN J&P - PT CGI dalam pemanfaatan gasifikasi batubara untuk
PLTD. Tahap I Uji coba Pilot Plant di Sentra Teknologi Pemanfaatan
Batubara, Palimanan. Pilot plant tersebut menggunakan gasifier buatan
China (fixed bed) dengan pereaksi udara/uap air kapasitas 150-200 kg
batubara/jam (milik PT CGI). Uji coba telah berhasil menggunakan mesin
diesel kapasitas 250 kVa, sistem manual dan non turbo (milik PLNJP) dan
telah tersambung pada jaringan interkoneksi Jawa-Bali.
Saat ini sedang diiuji coba penggunaan mesin Diesel kapasitas
450 kVA sistem otomatis dan turbo (milik tekMIRA) dan melakukan
persiapan instalasi reaktor gasifikasi diameter 2 m. Tahap II juga telah
dilakukan untuk penerapan demo plant di Kalimantan. Selain untuk
PLTD, juga dilakukan pengembangan syngas dari batubara untuk bahan
baku pupuk bekerja sama dengan PT.Pupuk-Kujang, Cikampek.
Studi kelayakan integrasi gasifikasi teknologi TIGAR telah
dilakukan dengan bekerjasama antara Puslitbang tekMIRA, PT. Pusri
(Holding), dan Jepang (Ishikawajima-Harima Heavy Industry IHI). Secara
teknis, integrasi gasifikasi TIGAR ke pabrik pupuk layak dilakukan dan
secara ekonomi, harga syngas dari batubara tergantung harga batubara.
Untuk menindaklanjuti hasil tersebut, perlu dibangun prototype plant 50
tpd.Saat ini sedang dilakukan pembuatan model fluidized bed dengan
media unggun pasir sebagai pendukung rancangan produksi syngas skala
komersil berbasis bahan baku domestik (Litbang ESDM, 2013).
Gambar 2.5 Proses Gasifikasi Batubar (Castaldi, 2009)
b. Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah
mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah
karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau
kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat
perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan
proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah
mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Noor Julia,
2001).
Gambar 2.6 Proses Pembentukan Gambut
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal
yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan
basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk
lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut
dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman
berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini
dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut penuh.
Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut
dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh
topografi daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subut
(eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu
tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang
menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat
tumbuh subur diatas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk
lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome)
gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas
gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang
pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih
rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena
hampir tidak ada pengkayaan mineral.
c. Bagasse
Bagasse atau ampas tebu merupakan limbah berserat yang diperoleh dari
hasil samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum).
Ampas ini sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa.
Bagasse mengandung air 48- 52%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata
47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa
dan lignin dan tidak dapat larut dalam air. Menurut Lavarack et al. (2002)
bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu
(sugarcane) mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse
diperlukan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya
ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi rendah.
Penimbunan bagasse dalam kurun waktu tertentu akan menimbulkan
permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini berpotensi mudah
terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup
luas untuk penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat
melimpah khususnya di luar pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, komposisi rata-rata hasil
samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9%, blotong
3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu (molasses) 4,5%, dan gula
7,05% serta abu 0,1% (Fauzi Achmad, 2005).
2. Bahan Bakar Cair
Bahan bakar yang berbentuk cair, paling populer adalah bahan
bakar minyak atau BBM. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan kendaraan bermotor.
Karena bahan bakar cair seperti Bensin bisa dibakar dalam karburator dan
menjalankan mesin.
 Bahan bakar cair tersusun dari : senyawa-senyawa hidrokarbon cair,
sedikit mengandung S, O dan N sebagai asosiasi dengan karbon dan
hidrogen dari senyawa hidrokarbon tersebut, serta abu.
 Minyak bumi : C5-C16, parafin, naftena, olefin, aromatik, membentuk
senyawa ikatan dengan S,O,N.
Bahan bakar cair yang digunakan dalam industri umumnya adalah
bahan bakar minyak. Adapun jenis bahan bakar minyak yaitu minyak
bumi.
Minyak Bumi , dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan
kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang
berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi
terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar
seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan
kemurniannya. Minyak Bumi diambil dari sumur minyak di
pertambangan- pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini
didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter
dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu,
minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-
pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan
berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai
aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik
dan obat-obatan. Minyak Bumi digunakan untuk memproduksi berbagai
macam barang dan material yang dibutuhkan manusia.
Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut.
Minyak bumi diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah
yang diperoleh ditampung dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa
ke stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak mentah (cude oil)
berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah
belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan
lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung
sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik
didih hidrokarbon meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C yang
berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi
dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan
ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip
(Putri Aprilia, 2012). Adapun diagram alir pengolahan minyak bumi
terdapat di bawah ini.
Gambar 2.7 Tahap-tahap Pengolahan Minyak Bumi (Dentri Irtas, 2013)
3. Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas
(CNG) dan Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri dari
metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana dan bahan
kimia lainnya. LPG yang digunakan untuk kompor rumah tangga, sama
bahannya dengan bahan bakar gas yang biasa digunakan. Bahan bakar gas
tersusun dari campuran senyawa- senyawa karbon dan hidrogen (yang
mudah terbakar) dan gas-gas yang tidak terbakar. Bahan bakar gas pada
umumnya adalah gas alam, Liquefied Natural Gas (LNG), dan Liquefied
Petroleum Gas (LPG).
a. Gas Alam
Bahan utama dalam gas alam adalah metana, gas atau senyawa
yang terdiri dari satu atom karbon dan empat atom hidrogen. Jutaan
tahun lalu, sisa-sisa tanaman dan binatang (diatom) membusuk dan
tertutup dalam lapisan tebal. Sisa tanaman dan hewan yang disebut
bahan organik itu kemudian membusuk. Seiring waktu, pasir dan
lumpur berubah menjadi batu, menutupi bahan organik yang terjebak
di bawah bebatuan. Tekanan dan panas mengubah sebagian bahan
organik menjadi batubara, sebagian menjadi minyak (petroleum), dan
sebagian menjadi gas alam - gelembung kecil gas tidak berbau (Putri
Aprilia, 2012).

b. Liquefied Petrolium Gas (LPG)


Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah campuran dari berbagai
unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG dikenalkan oleh
Pertamina dengan merk Elpiji. Dengan menambah tekanan dan
menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya
didominasi propane (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga
mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya
etana (C2H6) dan pentana (C5H12).
Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji
dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk
berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam
tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya
ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya,
tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari
kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas
dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan
temperature. Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan
tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung komposisi dan
temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2
bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar
2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu
elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-
masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan
Pertamina adalah elpiji campuran. Adapun cara pembuatannya :
 Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom
fraksinasi (kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran
pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 350°C. Minyak
mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam
kolom fraksinasi. Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom
maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan
bertekanan tinggi).
 Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka
komponen- komponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya,
dimana hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom diikuti
dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam
kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-
masing.
 Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian
dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu
ditampung dalam tangki produknya masing-masing. Produk ini
belum bisa langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif
(zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan
atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masing-
masing produk tersebut (Mita Anisa, 2011).
Dari uraian di atas dapat diketahui bermacam – macam bahan
bakar yang dapat digunakan dalam industri. Oleh karena itu, perlu
adanya pengetahuan tentang bagaimana industri – industri di
Indonesia menerapkan sistem penyediaan bahan bakar bagi
kelangsungan proses produksi.
2.2 Sistem Penyediaan Bahan Bakar di Industri
2.2.1 Penyediaan Bahan Bakar di PT Indocement
Bahan bakar yang digunakan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk plant 11 ada dua macam yaitu batubara dan Indutrial Diesel Oil (IDO).
1. Penyediaan Batubara
PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 menggunakan
batu bara untuk pemanasan awal di preheater dan pembakaran terak di
kiln. Berdasarkan analisa NHV (Number Heat Value), panas yang
terkandung di dalam batu bara sebesar 6 013 kcal/kg terak dan kapasitas
batu bara yang digunakan sebanyak 46,4 ton/jam. Untuk kebutuhan batu
bara di preheater sebanyak 28 ton/jam dan kebutuhan batu bara di kiln
sebanyak 18,4 ton/jam. Batu bara didatangkan dari terminal batu bara di
Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT Krakatau Steel Cilegon,
Serang, kemudian disimpan di coal storage dan dihomogenkan lagi.
Syarat batu bara sebagai umpan pada pembakaran di kiln dan preheater
yaitu (Budi Setiyana, 2008) :
 Mempunyai kandungan air 0,5 - 1%
 Kehalusan 85% lolos ayakan 90 mikron
Untuk mendapatkan nilai bakar yang tinggi yaitu sekitar 6 013 kcal/jam,
maka batu bara perlu mengalami proses penggilingan dan pengurangan
kadar air. Kedua proses tersebut terjadi di coal grinding dengan
menggunakan Roller Mill dengan spesifikasi :
Tipe : Vertical Roller Mill
Kapasitas : 50 ton/jam
Power motor : 500 KW, 66-330 rpm
Jumlah grinding roller: 2 pasang
Proses Alir Material di Coal Grinding :
Batu bara yang diterima di lokasi pabrik disimpan dalam storage
dan dihomogenkan lagi. Dengan bantuan reclaimer scrapper (laju
pengisian 150 ton/hari) dimasukkan bertahap melalui belt conveyor
menuju Vibrating screen dan iron separator. Benda-benda asing (besi dan
benda lainnya) tertarik oleh medan magnet dari iron separator (metal
detektor secara otomatis mematikan belt conveyor dan membunyikan
alarm bila masih terdapat logam besi yang lolos). Vibrating screen
memisahkan batubara yang masih berukuran besar (> 50 mm). partikel >
50 mm dihaluskan didalam crusher yang bekerja seperti hammer.
Sedangkan partikel yang kecil diteruskan oleh belt conveyor. Partikel
yang besar telah dihaluskan kemudian bergabung dengan partikel kecil
yang lolos dari vibrating screen.
Sementara itu panas sisa pembakaran di kiln sebagian masuk
kedalam multi cyclone untuk memisahkan gas panas dari partikel yang
terbawa dari kiln dan SP dengan gaya sentrifugal dan gravitasi. Gas panas
bebas partikel masuk kedalam mixing chamber berkisar antara 35.000 –
40.000 Nm3/jam dengan temperatur 250– 300oC.
Dari hopper, material masuk atau diumpan kedalam ekstraktor
yang berputar ekstromat dengan laju pengumpanan dapat diatur dalam
batasan 10,5 – 52,5 ton/jam. Dari ekstraktor masuk kedalam mill melalui
rotary air lock feeder, yang dipanasi gas dari mixing chamber. Pemanasan
ini diperlukan guna mencegah terjadinya penyumbatan oleh batu bara
yang masih berkadar tinggi. Roller mill terdiri atas komponen-komponen
utama meja giling, 2 pasang roll penggiling dan rumah-rumah (housing)
beserta grit separator atau separator statis yang terpasang dibagian
atasnya.
Batubara dijatuhkan ke pusat meja penggiling yang berputar dan
tergilas oleh pasangan roll penggiling yang dapat bergerak naik turun.
Batu bara yang telah digiling terlempar dari tepi meja giling dan terbawa
oleh gas panas yang mengalir naik melalui nozzle ring menuju separator.
Batubara dikeringkan oleh gas panas dan dihaluskan 170 mesh dengan 15
persen residu tertampung pada mesh (90 mikron) dan kadar air turun dari
23 persen menjadi 0,5 – 1 persen.
Pada separator, serbuk batu bara kasar dipindahkan dari halus dan
ke mill untuk penggilingan ulang. Tingkat kehalusan batu bara yang
diinginkan diperoleh dengan jalan mengatur kedudukan kisi-kisi
separator.
Gas dan batubara keluar dari bagian atas mill menuju bag filter. Gas panas
dilepaskan ke lingkungan dengan suhu 60 – 70oC. Batubara dengan
kandungan ± 9 persen tertahan di bag filter dan dilepaskan dengan cara
purging (tembakan terhadap filter secara berkala) dan jatuh ke screw
untuk kemudian ditampung dalam hopper (karena jatuhnya material dari
bag filter tidak teratur). Dengan bantuan screw conveyor dan pneumatik
conveyor diangkut ke tangki-tangki lokasi pembakaran tanur dan
suspension preheater.

Gambar 2.8 Diagram Alir Penyediaan Batubara


(Sumber : Unit Penyediaan Bahan Bakar di PT ITP, Tbk, Febuari 2006)
2. Penyediaan Industrial Diesel Oil (IDO)
PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 membutuhkan
minyak IDO dengan kapasitas panas 10.000 kcal/kg terak menurut analisa
NHV (Number Heat Value) untuk memenuhi kebutuhan prosesnya.
Minyak IDO digunakan terutama untuk bahan bakar mesin yang
menggerakkan generator, selain itu digunakan pula untuk :
1. Pemanas awal pada preheater dan kiln.
2. Pemanas udara sebelum menggiling bahan mentah.
Minyak IDO disuplai dari Pertamina dan diangkut menggunakan truck
minyak, kemudian disimpan didalam 4 buah tangki penyimpanan
sementara yang berkapasitas 1600 kLt, dengan bantuan pompa minyak
akan dialirkan ke area pabrik pada tekanan 4 bar. Di areal pabrik minyak
ditampung di tangki penampungan kecil-kecil yang berkapasitas 2500 Lt.
kemudian dialirkan ke unit-unit yang membutuhkan. Ada dua aliran
suplai minyak yaitu :
a. Aliran I
Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas udara dalam
preheater
b. Aliran II
Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas awal pada
pembakaran di rotary kiln. Minyak yang dialirkan dalam pipa dijaga agar
selalu penuh sehingga bagian dalam pipa tidak terisi oleh udara. Oleh
karena itu dibuat aliran sirkulasi minyak dari masing-masing tangki ke
pipa yang keluar dari tangki penampungan. Dari tangki tersebut aliran
minyak dikendalikan oleh valve regulator menuju ke peralatan.

Gambar 2.9 Diagram alir penyediaan IDO


(Sumber : Unit Penyediaan bahan Bakar PT ITP, Tbk, Februari 2006)

Keterangan gambar :

1. Truck minyak

2. Tangki penyimpanan sementara

3. Rumah pompa

4. Tangki kecil

5. Ke ILC dan SLC preheater

6. Tangki kecil

2.2.2 Penyediaan Bahan Bakar di Pertamina Balongan

a. Fuel Gas System


Sistem bahan bakar gas (fuel gas system) dirancang untuk
mengumpulkan berbagai sumber gas bakar dan mendistribusikannya ke
kilang sebagai gas bakar dan bahan baku H2 Plant. Penggunaan gas bakar
di kilang adalah untuk keperluan sebagai berikut :
1. Gas umpan di Hydrogen Plant
2. Gas bakar di unit dan fasilitas proses
b. Fuel Oil System
Fuel oil system dirancang untuk mengumpulkan bermacam-macam
sumber Fuel oil dan didistribusikan ke semua user dan di dalam refinery.
Sumber- sumber Fuel Oil antara lain :
1. Decant Oil dari RCC
2. Atmospheric Residue dari CDU
3. Gas Oil untuk Start Up Refinery
c. Konsumen Fuel Oil
1. Crude charge heater di CDU
2. Dedicated Superheater di RCC
d. Boiler di Utility Facility
Prioritas Fuel Oil :
Decant Oil akan digunakan sebagai fuel oil pada normal operasi pada saat
shut down AHU unit, atmospheric residue juga digunakan sebagai fuel oil
(Budi P, 2007).
2.3 Perhitungan Bahan Bakar Industri
 Model Udara Pembakaran
Oksigen dibutuhkan dalam setiap reaksi pembakaran. Secara umum dalam
aplikasi pembakaran udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan dan untuk
perhitungan pembakaran digunakan model sbb :
Semua komponen udara selain Oksigen digabung bersama dengan Nitrogen.
Udara dianggap terdiri dari 21% O2 dan 79% N2 dengan basis molar. Idealisasi
rasio molar N2/O2 = 0.79/0.21 = 3.76. Suplai pembakaran diberikan oleh
udara, setiap mol O2 disertai dengan 3.76 mol N2.
 Perhitungan Kebutuhan Udara Teoritis
Jumlah udara teoritis adalah jumlah udara minimum yang memberikan oksigen
yang cukup untuk pembakaran sempurna terhadap semua karbon, hidrogen
dan sulfur yang terkandung di dalam bahan bakar. Produk yang dihasilkan
untuk pembakaran sempurna dengan jumlah udara teoritis adalah: CO 2, H2O,
SO2 dan N2 yang menyertai O2 di dalam air. Jika bahan bakar dinyatakan
dengan CxHy, maka reaksi stoikiometri pembakaran sempurna dapat
dinyatakan sebagai :
CxHy + a (O2+3.76N2)  xCO2 + (y/2)H2O + 3.76a N2 (1)
Dimana : a = x + y/4
Rasio udara-bahan bakar adalah rasio jumlah udara di dalam suatu reaksi
terhadap jumlah bahan bakar = mol udara/ mol bahan bakar atau massa udara/
massa bahan bakar. (A/F)
(A/F) stoikiometri = (m udara/ m bahan bakar) stoikiometri
= 4.76 a /1 (BM udara/ BM bhn bakar)
 Rasio Ekuivalensi
Rasio dari rasio aktual bahan bakar-udara terhadap rasio bahan bakar- udara
stoikiometri (pembakaran dengan jumlah udara teoritis). Rasio ekuivalensi
dinyatakan dengan ф.
A F
Φ=
( F ) stoic
=
( A)

( FA ) ( FA ) stoic
Jika ф < 1 : reaktan membentuk campuran encer (fuel-lean mixture)
Jika ф > 1 : reaktan membentuk campuran kental (fuel rich mixture)
 Contoh Perhitungan Bahan Bakar
1. Tentukan jumlah udara teoritis untuk pembakaran sempurna terhadap
metana dan rasio udara-bahan bakar dengan basis molar dan basis massa.
Reaksi Pembakaran :
CH4 + 2 (O2 + 3.76 N2) CO2 + 2H2O + (2) (3.76) N2
Maka rasio udara bahan bakar :

2. Sebuah alat pembakar (burner) turbin gas beroperasi pada beban penuh
dengan laju aliran massa udara 15,9 kg/s. Bahan bakarnya adalah gas alam
dengan komposisi ekivalen C1,16H4,32. Tentukan rasio udara-bahan
bakar dan laju aliran massa bahan bakar jika proses pembakaran hendak
dijaga pada kondisi campuran miskin bahan bakar (fuel-lean mixture)
dengan rasio ekivalen 0,286. Penyelesaian :
Diketahui: pembakaran C1,16H4,32
rasio ekivalen,ф = 0,286
laju aliran udara aktual,
Ditanya:
rasio udara-bahan bakar stoikiometris
AF dan laju aliran bahan-bakar
Dari persamaan umum reaksi pembakaran (1), maka reaksi pembakaran
proses diatas adalah :
4.32 4.32
C1.16H4.32 + (1.16 + ) (O2 + 3.76 N2 ) 1.16 CO2 +( )
4 4
4.32
H2O + 3.76 (1.16 + )N2
4
C1.16H4.32 +2.24 (O2 + 3.72 N2 ) 1.16 CO2 + 2.16 H2O + 8.42
N2
Menggunakan persamaan (1.11), rasio udara bahan bakar stoikiometri
dapat ditentukan sebagai berikut :
Massa molekular udara (Mu) =28.9 kg/kmol
Massa molekular bahan bakar, Mbb=(1.16)(12) + (4.32)(1) = 18.24
kg/kmol
Maka rasio udara-bahan bakar stoikiometris :

Rasio udara-bahan bakar aktual dengan rasio ekuivalen, ф = 0,286 dapat


ditentukan dengan persamaan (1.1) :

2.4 Diversifikasi Bahan Bakar


Diversifikasi energi bahan bakar merupakan penganekaragaman,
penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber bahan bakar dalam rangka
optimasi penyediaan energi (Atmaja, 2015). Diversifikasi energi merupakan
usaha agar cadangan sumber daya energi (bahan bakar) dapat diperpanjang
dan sekaligus sebagai upaya mencegah adanya dampak pencemaran
lingkungan atau sebagai upaya penyelamatan lingkungan. Usaha diversifikasi
energi ditempuh antara lain dengan menginventarisasi jenis energi yang dapat
diperoleh selain dari pemanfaatan bahan bakar fosil. Diversifikasi energi
terdiri dari pemanfaatan 2 macam kelompok energi (Arya Wisnu, 2013) yaitu :
1. Energi Terbarukan
Energi terbarukan dalah energi yang berasal dari energi non fosil yang
diperoleh dari alam yang setelah digunakan awal akan dapat digunakan
kembali, meliputi :
a. Gas bio (biogas) yang dihasilkan dari proses anaerobik biomasa yang
berasal dari limbah pertanian dan peternakan. Potensi energi dari gas bio
ini relatif kecil hanya untuk keperluan penerangan dan memasak setempat,
tidak bisa digunakan untuk kegiatan industri.
b. Energi angin, potensinya relatif juga masih kecil karena kecepatan angin
rata-rata berkisar 3-5 m/detik. Bila tenaga angin dimanfaatkan dapat
digunakan untuk penerangan listrik perdesaan, penggerak pompa air dan
pengisian baterai untuk cadangan manakala kecepatan angin kecil.
Diperkirakan pada saat ini energi angin sudah dimanfaatkan untuk listrik
perdesaan sebesar 220 KW.
c. Energi surya, sebagai negara tropis Indonesia memang sangat potensial
untuk dapat memanfaatkan energi surya ini. Energi surya dapat digunakan
secara langsung (energi thermal) maupun secara tak langsung (energi
fotovoltaik). Energi surya thermal dimanfaatkan secara konvensional untuk
pengeringan hasil pertanian, perikanan dan memanaskan air serta memasak
dengan kompor matahari. Sedangkan energi surya fotovoltaik sudah
digunakan untuk listrik perdesaan daerah terpencil, pompa air, televisi,
radio dan komunikasi, kapasitas energi surya yang sudah dimanfaatkan
kurang lebih sebesar 3 MW. Energi surya sementara ini belum dapat
digunakan untuk kegiatan industri besar.
d. Energi air, potensinya cukup besar untuk pembangkit tenaga listrik. Energi
air sudah dimanfaatkan baru sekitar 2.178 MW, sedangkan daya yang bisa
dibangkitkan dari energi air di Indonesia sekitar 75.625 MW. Kendala
pemanfaatan energi air adalah masalah pembebasan/harga tanah untuk
daerah yang akan ditenggelamkan menjadi waduk, harga pembangunan
waduk itu sendiri dan masalah sosial ekonomi lainnya sebagai ikutan dari
proyek tenaga air. Bila semua kendala tersebut diperhitungkan, maka harga
energi menjadi mahal.
e. Energi panas bumi, adalah energi yang cukup banyak tersedia di Indonesia
mengingat bahwa Indonesia termasuk negeri vulkanik. Di seluruh
Indonesia terdapat sekitar 217 daerah yang dapat dibangun Pusat Listrik
Tenaga Panas Bumi dengan kapasitas total kurang lebih 16.658 MW.
Tenaga panas bumi yang bisa dimanfaatkan baru 305 MW. Kekurangan
pemanfaatan energi panas bumi untuk sementara ini adalah letaknya yang
jauh dari kegiatan industri, sehingga baru dapat dimanfaatkan untuk
penerangan rumah tangga saja
f. Energi laut, pada saat ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan.
Percobaan energi laut untuk pembangkit tenaga listrik sedang dilakukan di
pantai Baron Yogyakarta dengan kapasitas 1,1 MW. Bila percobaan ini
berhasil akan dapat digunakan untuk penerangan listrik perdesaan
sepanjang pantai Indonesia.
2. Energi maju
Energi maju adalah energi yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi
nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Energi nuklir (PLTN)
mempunyai potensi yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia,
walaupun merupakan energi alternatif urutan terakhir. Pada dasarnya
pemanfaatan energi nuklir dapat melalui dua cara, yaitu : Melalui reaksi
pembelahan inti (reaksi fisi) dan melalui reaksi penggabungan inti (reaksi
fusi).
Reaksi fisi pada saat ini teknologinya sudah dikuasai dengan baik,
sehingga semua PLTN di dunia menggunakan reaksi fisi. Sedangkan untuk
reaksi fusi pada saat ini masih dalam penelitian, namun bila berhasil maka
energi yang dihasilkan jauh lebih besar dari pada energi melalui reaksi fisi.
Berdasarkan perhitungan termodinamika, energi reaksi fisi dapat disetarakan
dengan hasil pembakaran energi fosil sebagai berikut :
1 gram Uranium = 2,5 ton batubara = 17.500 liter minyak.
Mengingat akan besarnya panas yang dihasilkan oleh energi nuklir, maka
pemanfaatannya untuk sumber pembangkit tenaga listrik sangat
menguntungkan, sehingga pembangunan PLTN pada saat ini berkembang
pesat. Keadaan ini juga didukung oleh teknologi nuklir keselamatan reaktor
nuklir yang telah dikuasai dengan baik dan terus dikembangkan ke arah yang
jauh lebih baik lagi, sehingga aspek keselamatan terhadap manusia dan
lingkungan selalu dinomor-satukan.
Walapun pernah terjadi kecelakaan PLTN Chernobyl, ternyata minat dunia
untuk membangun dan memanfaatkan PLTN makin bertambah, karena
memang sangat menguntungkan, sebagai gambaran tentang jumlah PLTN
dunia saat ini adalah sbb:
Jumlah PLTN sampai dengan tahun 1985= 395 buah Jumlah PLTN sampai
dengan tahun 1995= 437 buah Jumlah PLTN yang sedang dibangun saat ini=
50 buah Jumlah PLTN dalam perencanaan = 57 buah
Sampai dengan awal abad 21 yang akan datang jumlah PLTN akan bertambah
kurang lebih sebanyak 100 buah. Data-data ini belum termasuk rencana
Indonesia untuk ikut memanfaatkan PLTN sebagai penyedia sumber energi
listrik.
Ditinjau dari segi keselamatan lingkungan, usaha diversifikasi energi sangat
menguntungkan karena :
a. Pemakaian energi terbarukan maupun energi maju ternyata tidak
mengeluarkan emisi CO2 sebagaimana halnya yang dikeluarkan oleh
pembangkit tenaga llistrik berbahan bakar fosil, sehingga diversifikasi
energi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap suhu udara akibat
terjadinya efek rumah kaca. Bandingkan dengan PLTU (batubara) dengan
daya 1.000 MW akan menghasilkan 6,5 juta ton CO2 setiap tahun.
b. Pemakaian energi terbarukan dan juga energi maju tidak mengeluarkan
emisi SOx, NOx dan abu seperti yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab hujan
asam yang dapat merusak lahan pertanian dan kehutanan. Bandingkan juga
dengan PLTU (batubara) yang berdaya 1.000 MW akan menghasilkan
komponen pencemar lingkungan sebanyak : 44.000 ton SOx, 22.000 ton
NOx, dan 32.000 ton abu logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh
manusia.
c. Pada pemakaian energi maju, yaitu energi nuklir (PLTN) seringkali limbah
radioaktif yang dihasilkan dikhawatirkan akan merusak lingkungan,
padahal pendapat ini tidak benar, mengapa? Karena limbah nuklir yang
dihasilkan oleh setiap instalasi nuklir selalu dikelola dengan baik. Tidak
ada pembuangan limbah nuklir ke lingkungan. Secara nasional maupun
internasional ada peraturan perundangan yang harus dipatuhi dan
kewajiban untuk mengelola limbah nuklir dengan baik. Bahkan pada saat
ini limbah nuklir telah menjadi ajang bisnis baru yang menarik, karena
bahan bakar bekas (PLTN) yang dilimbahkan dapat diproses menjadi
bahan bakar nuklir baru. Teknologi pengolahan limbah nuklir pada saat ini
juga dikembangkan lebih maju. Atas dasar ini ada juga yang mengatakan
bahwa energi nuklir dapat dimasukkan ke dalam kelompok energi
terbarukan (Arya Wisnu, 2013).
2.5 Inovasi Penyediaan Bahan Bakar Baru
Sekarang ini banyak inovasi – inovasi baru mengenai penyediaan bahan
bakar di Indonesia. Salah satunya yaitu bahan bakar nabati biofuel dari
mikroalga.
Tim Nasional Bahan Bakar Nabati telah mencanangkan lahan 6,50 juta ha
untuk pengembangan empat komoditas utama penghasil BBN, yaitu kelapa
sawit, jarak pagar, tebu, dan ubi kayu. Dari luasan tersebut, 1,50 juta ha
diperuntukkan bagi pengembangan jarak pagar. Namun luas lahan yang sesuai
secara biofisik hanya 76,40 juta ha. Selain itu, sebagian besar lahan tersebut
telah dimanfaatkan untuk penggunaan lain, baik di sektor pertanian maupun
nonpertanian (Mulyani dan Las, 2008). Permasalahan yang terjadi adalah
persaingan dalam penggunaan lahan dan produk yang selanjutnya berdampak
pada ketersediaan pangan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
BBN berbahan dasar komoditas pertanian dinilai tidak cukup efektif dan
efisien.
Mikroalga mengandung protein, lemak, dan karbohidrat, yang semuanya
dapat dimanfaatkan. Lemak dapat diolah menjadi biodiesel melalui proses
ekstraksi, sedangkan karbohidrat dapat diolah menjadi bioetanol dengan proses
fermentasi. Mikroalga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan
baku biofuel jika dibandingkan dengan tanaman pangan karena mempunyai
beberapa keuntungan antara lain pertumbuhan yang cepat, produktivitas tinggi,
memungkinkan penggunaan air tawar dan air laut, dan biaya produksi yang
tidak terlalu tinggi. Mikroalga juga memiliki struktur sel yang sederhana,
kemampuan fotosintesis yang tinggi, siklus hidup yang pendek, dapat
mensintesis lemak, dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim serta
tidak membutuhnya nutrisi yang banyak (Amini dan Susilowati, 2010).
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana cara mengembangkan
mikroalga agar dapat memenuhi konsumsi energi dunia menggunakan kolam-
kolam maupun bioreaktor tertutup. Belajar dari Brazil, pengembangan biofuel
ini membutuhkan dukungan yang mumpuni baik dari kelembagaan,
optimalisasi pasar domestik, dukungan finansial, serta dukungan lembaga riset.
Diperlukan tekad yang kuat dan kerja keras antara pemerintah, peneliti dan
seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan proyek yang sangat besar ini.
Mungkin memang akan membutuhkan waktu yang cukup panjang namun
apabila didukung dengan konsistensi dan sinergitas yang baik maka tidak
mustahil bahwa Indonesia akan menjadi raja biofuel mikroalga dunia (Amini
dan Susilowati, 2010).
BAB III
KESIMPULAN
Unit utilitas merupakan unit penunjang bagi unit-unit yang lain dalam
suatu pabrik dari tahap awal sampai produk akhir. Unit utilitas menyediakan
media pendingin, media pemanas, energi penggerak dan lain sebagainya untuk
mendukung proses produksi pabrik. Salah satu contoh utilitas pada pabrik adalah
sistem penyediaan bahan bakar. Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang
bisa diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang
dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Secara umum, bahan bakar dibagi menjadi 3
yaitu : bahan bakar padat, bahan bakar cair, dan bahan bakar gas. Bahan bakar
padat contohnya : batubara, gambut, dan bagasse. Bahan bakar cair contohnya:
Minyak bumi, sedangkan contoh bahan bakar gas adalah Gas alam dan LPG.
Dari berbagai macam jenis bahan bakar, dalam makalah ini diberikan 2
contoh sistem penyediaan bahan bakar dan bahan bakar yang digunakan dalam
industri. Pada PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 Bahan bakar yang
digunakan ada dua macam yaitu batubara dan Indutrial Diesel Oil (IDO).
Sedangkan pada Pertamina Balongan bahan bakar yang digunakan adalah fuel gas
dan fuel oil system.
Diversifikasi energi bahan bakar merupakan penganekaragaman,
penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber bahan bakar dalam rangka optimasi
penyediaan energi. Diversifikasi energi terdiri dari pemanfaatan 2 macam
kelompok energi yaitu, energi terbarukan dan energi maju. Contoh inovasi bahan
bakar baru adalah pengembangan mikroalga sebagai sumber biofuel.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Bima Arif. (2015). Pengembangan Desain Turbin Air Aliran Silang
dengan Sudut berbentuk Spherical. Polines. Semarang
Litbang ESDM. 2013.Optimalisasi Gasifikasi Batubara Sebagai Bahan Bakar
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Jakarta
Mahendra. 2011. Makalah Penggunaan Bahan Bakar di Industri. UNUD
Prastyo, Budi. 2007. 2007. Sistem Penyediaan bahan bakar di Industri.
Puspitasari,Lnie. 2011. Sumber batubara di Sumatra.
R, Sulistiowati dan A, Ammi. 2010. Produksi Biodiesel dari MIkroalga.
litbang.kkp
Tarmizi, Ahmad dan M.Sunar. 2013. The effectiveness of bioremediation
treatment for diesel soil contamination. Universiti Tun Hussein Onn
Malaysia.
Utomo, AS. 2006. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. IPB. Bogor

Anda mungkin juga menyukai