PROPOSAL
BHERYANI MEITHIN
P17321195016
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu
Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral
lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia
Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan
yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/ 52/2015. Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan (Kemenkes
RI, 2016).
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan
pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali
mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat
(Kemenkes RI, 2016).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi, dan balita. Oleh sebab itu, untuk mendukung
pembinaan Posyandu diperlukan langkah-langkah edukasi kepada masyarakat antara lain dengan
upaya peningkatan kapasitas kader melalui pelatihan kader Posyandu. (Kemenkes RI, 2012).
Posyandu merupakan wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama dalam bidang
kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat, penyelenggaraanya
dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih dibidang kesehatan dan KB, dimana anggotanya
berasal dari PKK, tokoh masyarakat dan pemudi. Kader kesehatan merupakan perwujutan peran
serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh
masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas
kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya (Kemenkes RI,
2012).
Menurut data profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2017, Jumlah posyandu dilaporkan
sebanyak 46.710 posyandu, dengan posyandu aktif 35.858 (76,77%), sementara dari data profil
kota kediri mencatat Jumlah posyandu di tahun 2016 adalah sebanyak 339 posyandu dengan rasio
posyandu per 100 balita adalah sebesar 1, dengan posyandu aktif sebesar 310 (91,45%) posyandu.
Kader Posyandu adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan
mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela. Salah satu
permasalahan yang berkaitan dengan kader secara nasional adalah masih adanya angka drop out
kader. Presentase kader aktif secara nasional adalah 69,2%, berarti angka drop out kader sekitar
30,8%. Kader drop out adalah mekanisme yang alamiah karena pekerjaan yang didasari sukarela
tentu saja secara kesisteman tidak memiliki ikatan yang kuat (Adisasmito, 2007). Kehadiran atau
keaktifan kader ke posyandu merupakan sebuah perilaku atau 2 tindakan yang diinginkan.
Keaktifan tersebut dapat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan terhadap kader (Nilawati,
2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Kota Wilayah Selatan, terdapat 4
posyandu dengan jumlah kader sebanyak 60 orang dan dengan tingkat keaktifan kader sebanyak
89%, sementara untuk kader yang dropout dan tidak aktif adalah sebesar 11%, dengan alasan
ketika posyandu dilaksanakan, kader memiliki kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan,
terkadang lupa dengan hari dan tanggal pelaksanaan posyandu, dan alasan capek atau lelah karena
pekerjaan tertentu sehingga tidak sempat hadir di kegiatan posyandu.
Sebagai salah satu sarana UKBM, posyandu sangat membantu dalam meningkatkan derajat
kesehatan di Indonesia, namun tentunya semua itu tidak terlepas dari peranan kader-kader yang
ada di setiap masing-masing wilayah kerja. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader posyandu di wilayah
kerja Puskesmas Kota Wilayah Selatan.
c. Manfaat Posyandu :
1. Masyarakat
a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita.
b) Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi
kurang atau gizi buruk.
c) Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A.
d) Bayi memperoleh imunisasi lengkap.
e) Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet
tambah darah (Fe) serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
f) Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah (Fe).
g) Memperoleh penyuluhan kesehatan terkait tentang kesehatan ibu dan
anak.
h) Apabila terdapat kelainan pada bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas
dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan dirujuk ke puskesmas.
i) Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu,
bayi, dan anak balita.
2. Bagi Kader
a) Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih
lengkap.
b) Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh kembang
anak balita dan kesehatan ibu.
c) Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang
terpercaya dalam bidang kesehatan.
d) Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan
kesehatan ibu.
2.1.2.2 Posyandu Remaja Menurut Kemenkes RI (2018)
1. Definisi Posyandu Remaja
Posyandu remaja yang diselenggarakan dari oleh untuk, dan bersama
masyarakat termasuk remaja untuk memperoleh kemudahan dalam pelayanan
kesehatan bagi remaja, yang meliputi upaya promotive dan preventif. Dalam
upaya tersebut, yang termasuk promotive dan preventif yaitu Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PHKS), penyalahgunaan NAPZA, Gizi,
Pencegahan Penyakit Menular, Aktifitas fisik, dan mencegah kekerasan pada
remaja.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mendekatkan akses dan meningkatkan cakupan layanan kesehatan bagi
remaja
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan peran remaja dalam perencanaa, pelaksanaan, dan
evaluasi posyandu remaja.
2) Meningkatkan PKHS
3) Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
4) Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan jiwa dan mencegah
penyalahgunaan NAPZA
5) Mendeteksi dini dan mencegah terjadinya Penyakit Tidak Menular
6) Mempercepat upaya perbaikan gizi
7) Meningkatkan kesadaran remaja dalam pencegahan kekerasan
3. Sasaran
Remaja usia 10-18 tahun, termasuk wanita dan pria dengan tidak
memandang status disabilitas, status perkawinan, dan Pendidikan serta
maksimal beranggotakan 50 orang.
4. Fungsi dan Manfaat
a. Sebagai wadah untuk meningkatkan derajat dan keterampilan hidup sehat
b. Sebagai wadah dalam upaya pencegahan, dan promotif tentang
pencegahan penyalahgunaan NAPZA, PKHS, Kesehatan reproduksi, Gizi,
kekerasan pada remaja, pencegahan PTM, dan melakukan aktifitas fisik
c. Remaja memperoleh pengetahuan tentang upaya preventif dan promotif
seputar kesehatan pada remaja
d. Aktualisasi diri dalam meningkatkan derajat kesehatan.
5. Kader Posyandu remaja
a. Remaja usia 10 – 18 tahun
b. Kreatif, inovatif, dan berkomitmen.
c. Sukarela menjadi kader
d. Berdomisili di daerah wilayah posyandu remaja berada.
e. Tidak lagi berusia remaja
2. Tujuan Posbindu
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini
faktor risiko PTM.
3. Sasaran Kegiatan
4. Kegiatan Posbindu
a. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana
tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik,
merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan
kekerasan dalam rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan
untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM.
b. Mengukur berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar
perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi
yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita
gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali.
d. Pemeriksaan Kadar gula, Kolesterol dan Asam urat
e. Pemeriksaan IVA test minimal 5 tahun sekali
f. Kegiatan konseling
g. Kegiatan fisik dengan olahraga fisik secara bersama-sama
5. Pelaku Kegiatan
Menurut Zulkifli (2003) Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa
pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu
diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-
kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara lain:
1. Melaksanan pendaftaran.
2. Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.
3. Melaksanakan penimbangan remaja, lansia dan pada posbindu
4. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan dan kegiatan posyandu maupun
kegiatan diluar posyandu
5. Memberikan penyuluhan.
6. Memberi dan membantu pelayanan.
7. Merujuk.
8. Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi wawan muka (kunjungan), alat
peraga dan percontohan.
9. Menggerakan masyarakat
10. Membagi obat, membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan, mengawasi
pendatang didesanya dan melapor.
11. Memberikan pertolongan pemantauan penyakit
12. Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan.
13. Melakukan pertemuan kelompok.
2.2.4 Persyaratan menjadi Kader menurut Dr. Ida Bagus dalam jurnal Zulkifli (2003) :
1. Berasal dari masyarakat setempat.
2. Tinggal di desa tersebut.
3. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
4. Diterima oleh masyarakat setempat.
5. Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.
6. Sebaiknya yang bisa baca tulis (Zulkifli, 2003)
1. Umur
Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang yang berarti
kedewasaan teknis dalam arti keterampilan melaksanakan tugas maupun kedewasaan
psikologis. Dikaitkan dengan tingkat kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku
ialah bahwa makin lama seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya
meningkat. Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus menerus
untuk waktu yang lama meningkatkan kedewasaan teknisnya (Sondang, 2004).
Berkaitan dengan peran serta kader maka dengan umur yang semakin bertambah,
produktivitas dan peran serta kader akan cenderung meningkat. Dengan asumsi
bahwa tingkat kedewasaan teknis dan psikologis seseorang dapat dilihat bahwa
semakin tua umur seseorang akan semakin terampil dalam melaksanakan tugas,
semakin kecil tingkat kesalahannya dalam melaksanakan pekerjaannya Hal itu
terjadi karena salah satu faktor kelebihan manusia dari makhluk lainnya adalah
kemampuan belajar dari pengalaman, terutama pengalaman yang berakhir pada
kesalahan (Effendi, 2008).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan. Untuk mempengaruhi orang
lain, baik individu atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan yang cukup merupakan
dasar pengembangan wawasan serta sarana untuk memudahkan seseorang untuk
menerima pengetahuan, sikap, dan perilaku baru. Tingkat pendidikan formal yang
diperoleh seseorang akan meningkatkan daya nalarnya (Notoatmodjo, S. 1993).
Ditinjau dari segi cara mendapatkannya, pendidikan dibagi dalam :
a. Pendidikan formal (formal education) adalah pendidikan yang didapatkan
melalui proses belajar yang diatur dan sadar dilakukan secara tingkat rendah
sampai tingkat lebih tinggi.
b. Pendidikan informal (informal education) adalah pendidikan yang diperoleh
seseorang dengan pengalaman sehari – hari dengan sadar atau tidak sadar sejak
lahir sampai mati, dalam keluarga, pekerjaan, atau pengalaman.
c. Pendidikan non formal (non formal education) adalah pendidikan yang teratur,
dengan sadar dilakukan, tetapi tidak mengikuti peraturan yang tepat dan ketat
(Setyadi, 2016)t.
3. Insentif
Dengan mengabdikan tenaga, waktu, pengetahun dan keterampilannya,
seseorang mengharapkan berbagai jenis imbalan. Imbalan yang diterimanya dapat
digolongkan pada dua jenis utama, yaitu imbalan yang bersifat finansial dan non
finansial. Imbalan finansial yaitu imbalan yang diterima oleh seseorang bagi yang
diberikannya kepada organisasi dapat mengambil berbagai bentuk seperti upah atau
gaji, bonus, premi, tunjangan istri, tunjangan anak, biaya pengobatan, biaya
pendidikan anak, pembayaran dana asuransi, liburan yang dibayar oleh organisasi
dan bentuk-bentuk lainnya. Imbalan non finansial ditinjau dari berbagai teori
motivasi bahwa kebutuhan manusia terbatas hanya pada kebutuhan yang bersifat
kebendaan, meskipun harus diakui bahwa kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan
dasar atau primer. Kebutuhan yang bersifat non materil juga sangat nyata terutama
dikaitkan dengan harkat, martabat, dan harga diri seseorang. Karena merupakan
kebutuhan yang sangat nyata, setiap pekerjaan akan berusaha memuaskan
berbarengan dengan pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan (Siagian, 2004).
Ada beberapa jenis-jenis insentif yang dapat diberikan oleh administrator yaitu
a. Material seperti uang, barang yang dinilai dengan uang, atau barangbarang
lainnya.
b. Non-material seperti pujian, penempatan yang sesuai dengan keahlian,
kesempatan promosi, rasa berpartisipasi, kondisi kerja yang menyenangkan,
kesehatan, keamanan, perumahan, rekreasi, dan lain-lain.
c. Semi material seperti piagam penghargaan, diundang pada pertemuan khusus,
karena keistimewaannya, dengan diberi transpor seperlunya, pemberian tanda
kenang-kenangan.
Hubungan antara kuantitas dan kualitas barang-barang yang dipakai dan status
konsumen dilukiskan secara grafis oleh Thorstein Verben dalam risalahnya yang
terkenal, The Theory Of The Leire Clas. Verben menulis : “Penggunaan barang-
barang yang baik sekali merupakan suatu bukti kekayaan, menjadikan gelar
kehormatan, sebaliknya kegagalan menggunakan kuantitas dan kualitas menjadikan
suatu perasaan rendah diri dari kekurangan” (Moekijat, 2002). Menurut Kopelman
bahwa imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada
akhirnya secara langsung akan meningkatkan kerja individu. Imbalan yang baik
adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota, memelihara dan
mempekerjakan orang dengan berbagai sikap perilaku positif dan produktif bagi
kepentingan organisasi misalnya pergerakan, kemampuan, pengetahuan,
keterampilan, dan waktu tenaga para pekerja (Nurfitriani, 2010).
4. Status Perkawinan
Penelitian Sri Hartati tentang pendekatan KB-Kesehatan (1990) menyebutkan
bahwa kader yang sudah menikah atau nikah cenderung pindah 10 23 23 tempat
tinggal atau mengikuti suaminya dan kadangkala mereka sangat sibuk mengurusi
keluarga dan anak-anaknya, sehingga mereka kadangkala tidak punya waktu luang
untuk ikut berpartisipasi dan menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan
posyandu atau masyarakat disekitarnya.
5. Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu upaya sistematis untuk mengembangkan sumber
daya manusia baik perorangan, kelompok, dan juga kemampuan keorganisasian
yang diperlukan untuk mengurus tugas dan keadaan sekarang, juga untuk memasuki
masa depan. Dengan pelatihan kader posyandu akan menambah pengetahuan dan
keterampilan yang lebih meningkat dan dapat lebih aktif dalam melakukan
pendeteksian terhadap ibu hamil resiko tinggi dan mengenal lebih awal tanda-tanda
balita kurang gizi serta dapat memahami cara pengisian buku KIA, KMS dan
pembuatan grafik SKDN sehingga dapat lebih aktif memberikan penyuluhan kepada
ibu-ibu balita yang mempunyai masalah kesehatan dan berfokus pada upaya
meningkatkan kapasitas kader posyandu dalam hal memberikan penyuluhan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat, serta penyakit-penyakit yang
sering terjadi di masyarakat (Ulfah, M. 2005).
Tenaga pelatih kader biasanya berasal dari lintas sektor dan lintas program.
Penentuan materi pelatihan melalui rapat koordinasi lintas program yang ada dalam
kegiatan posyandu. Materi pelatihan berisi tugas-tugas kader dalam kegiatan
posyandu, seperti cara mengisi buku register yang berjumlah 13 buku dan membuat
grafik kunjungan posyandu. Materi pelatihan biasanya juga berupa cara
penimbangan bayi dan balita, pembuatan grafik SKDN, serta cara untuk mencari
sasaran, yakni ibu dan anak yang tidak hadir saat kegiatan posyandu dibuka.
Pelatihan para kader posyandu diadakan dua kali dalam setahun. Namun tidak semua
kader posyandu memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan. Satu posyandu
hanya mengirimkan satu kader untuk disertakan mengikuti pelatihan. Tidak
menutupi kemungkinan ada lima kader posyandu dari posyandu yang sama untuk
diikutkan dalam pelatihan. Berdasarkan kebijakan pemerintah, tidak dijumpai
kriteria khusus untuk dapat mengikuti pelatihan. Oleh sebab itu, terdapat kader
posyandu yang telah mengikuti pelatihan lebih dari lima kali (Syafei, M. 2008).
6. Pengetahuan
Menurut Poerwodarminto (2002) pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui
berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dipengaruhi
berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi
yang tersedia serta keadaan social budaya. Menurut Soekidjo Notoatmojo (2007)
pengetahuan dibagi menjadi 6 (enam) tingkat, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh beban yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara kasar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpresentasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi
Aplikasi di antara sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatau kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi,
dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan masalah kemampuan untuk melakukan terhadap
suatu materi objek berdasarkan criteria yang ditentukan sendiri atau criteria yang
telah ditentukan atau telah ada.
Variabel Independen
Pendidikan
Pengetahuan
Pelatihan
Insentif
Keterangan :
Berdasarkan kerangka konsep diatas variabel bebas terdiri dari Pendidikan, pengetahuan, usia
dan pekerjaan, sedangkan variabel terikatnya adalah keaktifan kader di posyandu. Dari kerangka
konsep tersebut, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan
kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kota Wilayah Selatan.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan dan
pengetahuan kader posyandu terhadap keaktifan kader di wilayah kerja Puskesmas Kota Wilayah
Selatan”.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
http://www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/buku-saku-posyandu.pdf
Kemenkes RI. (2012). Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader Posyandu. Retrieved from
http://promkes.kemkes.go.id/download/jri/files43996Kurmod_Kader_Posyandu.pdf
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
teknis-pos-pembinaan-terpadu-penyakit-tidak-menular-posbindu-ptm
Kemenkes RI. (2016). Pedoman umum program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga.
%20Indonesia%20Sehat%20dengan%20Pendekatan%20Keluarga.pdf
Novianti, J. T. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi lansia pada posyandu
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/NTFkZGFlNjZiYzlmY
WNkNDg5MjVkODYwODg0YzNmMjk1MTdkM2MzNg==.pdf
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permendagri_19_2011.pdf
Setyadi, N. G. (2016). SKRIPSI Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas V di Sekolah Dasar Negeri Ngeleri
http://eprints.uny.ac.id/44812/1/SKRIPSI.pdf
Wahono, H. (2010). Skripsi Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia
Lembar Kuesioner
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI
PUSKESMAS X”
Nomor :
Hari / Tanggal :
A. IDENTITAS UMUM RESPONDEN
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status : Kawin / belum kawin
Alamat :
B. WAWANCARA RESPONDEN
a. Keaktifan Kader
1. Dalam 1 tahun terakhir ini, berapa kali saudara melakukan kegiatan di Posyandu ?
a. 5 kali
b. 6 kali
c. 7 kali
d. ≥ 8 kali
b. Pengetahuan
1. Apa itu Posyandu ?
a. Wadah pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat serta
di bimbing petugas terkait.
b. Lembaga swadaya kesehatan untuk menunjang Keluarga Berencana.
c. Merupakan bagian dari Pusat Kesehatan Masyarakat untuk melayani Bumil dan
Balita d. Lembaga pemberdayaan kader posyandu
10. Sebutkan jenis-jenis Imunisasi yang diberikan di posyandu ibu hamil dan balita !
a. Imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Tetanus toxoid, Hepatitis
b. Imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B
c. Imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak
d. Imunisasi BCG, DPT, Polio, Tetanus, Tetanus toxoid
13. Menurut anda dari umur berapakah yang bisa mengikuti posyandu lansia ?
a. 42 tahun
b. 43 tahun
c. 44 tahun
d. 45 tahun