Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI MONETER


”KEBIJAKAN MONETER”
Dosen pengampu :
Dr.Etta Mamang Sangadji,Msi

Oleh Kelompok 5

1. Kholili
2. Septiya Maya Faramisti
3. Yasmin Tara Dasai Lakmita
4. Muhammad Robithul Ahlam

UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA PASURUAN


FAKULTAS PEDAGOGI PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Ekonomi Moneter” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Pasuruan, 20 Oktober 2021


Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.....................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3

1.3 Tujuan........................................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

2.1 Definisi Kebijakan Moneter.....................................................................................5

2.2 Perlukah Kebijakan Moneter...................................................................................7

2.3 Kerangka Kebijakan Moneter.................................................................................8

2.4 Instrumen Kebijakan Moneter..............................................................................12

2.4.1 Operasi Pasar Terbuka (OPT)........................................................................13

2.4.2 Fasilitas Diskonto (Discount Rate Policy)......................................................17

2.4.3 Giro Wajib Minimum ( Reserve Requiremend)...........................................17

2.4.4 Himbauan Moral..............................................................................................20

2.5 Kordinasi Kebijakan Moneter Dan Fiskal............................................................20

2.6 Operasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia.......................................................21

BAB III....................................................................................................................................22

PENUTUP...............................................................................................................................22

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang
secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah
pekerjaan yang mudah untuk dilaksanaan, ini ibaratnya mata uang dua sisi, kadang
dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah
diperlukan kebijakan moneter. Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian
makro ke kondisi yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur
dengan menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya
pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan
menurunnya tingkat pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya
bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan
kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem perkreditan secara
dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat
daerah (resource base) yang akan digerakkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi kebijakan moneter ?
1.2.2 Perlukah kebijakan moneter ?
1.2.3 Bagaimana kerangka kebijakan moneter?
1.2.4 Bagaimana instrumen kebijakan moneter ?
1.2.5 Bagaimana kordinasi kebijakan moneter dan fiskal ?
1.2.6 Bagaimana operasi kebijakan moneter bank indonesia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Kebijakan Moneter
1.3.2 Untuk mengetahui pentingnya kebijakan moneter
1.3.3 Untuk mengetahui kerangka kebijakan moneter
1.3.4 Untuk mengetahui instrumen kebijakan moneter
1.3.5 Untuk mengetahui kordinasi kebijakan moneter dan fiskal
1.3.6 Untuk mengetaui operasi kebijakan mneter bank indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebijakan Moneter


Secara umum, kebjakan moneter adalah prosas yang dilakukan oleh otoritas
moneter suatu negara dalam mengontrol/mengendallkan jumlah uang beredar, dengan
pentargetan tingkat suku bunga dangan tujuan mendorong stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi. sudah termasuk didalamnya stabilitas harga dan tingkat pengangguran yang
rendah.
Secara khusus, Pasal (1) ayat 10 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia (BI) yang kemudian diamandemen menjadi UU No.3 Tahun 2004
Tentang BI menyatakan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang diterapkan dan
dilaksanakan oleh BI untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah yang dilakukan
antara lain melalui pengendalian uang beredar atau suku bunga. Dalam hal ini, BI bisa
menggunakan pandekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga (pendekatan harga).
Definisi tersebut di atas sejalan dengan yang dikemukan oleh Litteboy and Taylor
(2006:108) bahwa kebijakan moneter merupakan upaya/tindakan Bank Sentral dalam
memengaruhi perkembangan moneter (jumlah uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai
tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang meliputi: pertumbuhan ekonomi,
stabilitas mata uang dan keseimbangan ekstemal serta perluasan kesempatan keja.
Melalui Kebijakan moneternya, Bank Sentral dapat mengontrol jumlah uang
beredar. Kabijakan moneter suatu Bank Sentral dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua)
bagian utama, yaitu: (1). Kebijakan moneter yang ketat (kontraktif) dan (2). Kebiakan
moneter yang longgar (ekspansif). Kebijakan moneter kontraktif didesain untuk menekan
laju perekonomian, kebijakan ini biasanya dilakukan apabila jumlah uang beredar
dianggap lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang ditetapkan atau parakonomian
mengalami tekanan inflasi. Sedangkan kebijakan moneter ekspansif didesain untuk
membarikan stimulus bagi perekonomian. Artinya, penerapan kebijakan moneter harus
mengacu pada kondisi perekonomian, sehingga jumlah uang beredar akan berada pada
suatu jumlah yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter.
Mishkin (2004: 411) menyatakan bahwa sebagai bagian dari kebijakan ekonomi
makro, maka tujuan/sasaran kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai
sasaran-sasaran kebijakan makro ekanomi, yakni:
1. Memperluas kesempatan kerja (high employment)
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi (oconomic growth)
3. Stabilitas harga (price stability)
4. Stabilitas tingkat suku bunga (interest rate stability)
5. Stabilitas pasar uang (stability of financial market} dan
6. Stabilitas pasar valuta asing (stability in foreign exchange markets).
Jika pemerintah atau bank sentral suatu negara menganut atau memilih kebijakan
moneter bertujuan jamak/ganda (multiple objecfives) maka ke-enam sasaran tersebut di
atas merupakan tujuan atau sasaran akhir kebijakan moneter (final target). Artinya, peran
kebijakan moneter tidak hanya mencapai kestabilan harga, akan tetapi juga harus
memperhatikan tujuan yang lainnya. Dengan kata lain sasaran kebjakan monetemya
menjadi multiple objectives dan bank sentral menjadi bagian tak terpisahkan dari
penyelenggaraan pemerintahan (Alamsyah dan Masyhuri, 2003).
Idealnya, semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara
bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk di
lndonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan ada
kecenderungan saling melemahkan (kontradiktif) antara satu tujuan dengan yang lainnya.
Misalnya kebijakan moneter yang ditujukan mendorong peningkatan pertumbuhan
ekonomi seringkali kontradiktif dengan kebijakan moneter yang ditujukan untuk
mencapai stabilltas harga. Kebijakan moneter yang ditujukan mendorong pertumbuhan
ekonomi dan perluasan kesempatan lebih bersifat ekspansif, sedangkan kebjakan moneter
yang ditujukan untuk mencapai stabilitas harga lebih bersifat kontraktif.
Pengalaman di banyak negara msnunjukkan bahwa kondisi perekonomian suatu
negara memburuk karena bank sentralnya manerapkan kebijakan moneter yang bertujuan
ganda. Untuk alasan ini, maka mayoritas bank sentral baik di negara-negara industri
maupun di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia (Bank lndonesia)
mereorientasi kebijakan monetemya menjadi kebijakan moneter yang bertujuan tunggal
(singel ojective).
Seperti halnya dengan di negara-negara lain, Indonesia (Bank lndonesia) memilih
stabilitas harga (inflasi) sebagai satu-satunya tujuan akhir kebijakan moneter. Pertanyaan
yang patut diajukan, mengapa inflasi yang menjadi satu-satunya pilihan sebagai tujuan
akhir kebijakan monater?. Beberapa hasil studi mendokumentasikan bahwa efektivitas
kebjakan moneter sangat tergantung pada hubungan yang stabil antara instrumen
kebijakan moneter dengan tujuan akhirnya. Dalam jangka panjang kabijakan moneter
hanya berpengaruh terhadap kenaikan harga-harga (Inflasi) dan tidak banyak
pengaruhnya terhadap pertumbuhan output (ekonomi).
Studi Warjiyo dan Solikin (2003:2) menyimpulkan bahwa hubungan antara
pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi adalah sempurna atau mendekati 1 (satu).
Sedangkan hubungan antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan partumbuhan
output (PDB) mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah uang
beredar berpengaruh signifikan tarhadap perubahan harga-harga (inflasi) dan tidak
banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB.
2.2 Perlukah Kebijakan Moneter
Pertanyaan tentang perlu tidaknya implementasi kebijakan moneter berkaitan
dengan fakta bahwa perakonomian suatu negara tidak pemah berkembang dalam suatu
pola yang datar. Suatu perekonomian mengalami siklus dunia usaha. Artinya, suatu
perekonomian dapat menikmati masa booming dalam beberapa tahun. Namun, kondisi
tarsebut dapat dikuti oleh resesi yang berkepanjangan.
Jawaban ekonom terhadap pertanyaan tersebut sangat beragam. Misalnya William
et al dalam Mankiw (2003:371) berpandangan bahwa perekonomian sustu negara tidak
stabil secara inheren. Perekonomian sering kali mengalami guncangan dalam permintaan
dan penawaran agregat. Untuk alasan itu, pemerintah dan otoritas monetar seharusnya
mengimplementasikan kebijakan monetemya untuk menstabilkan siklus dunia usaha
tersebut. Lebih lanjut Warjiyo (2004a:16) berpendapat bahwa kebijakan moneter
seharusnya digunakan untuk mendorong perekonomian ketika mengalami resesi dan
memperlambat perekonomian ketika terjadi perkembangan yang pesat atau terjadi
pemanasan ekonomi (overheating).
Sebaliknya, Friedman et al dalam Mankiw (2003:372) berpendapat perekonomian
stabil secara alami, mereka menyalahkan kebijakan ekonomi yang buruk karena dapat
menimbulkan fluktuasi dan inefisiensi. Mereka juga berpendapat bahwa pembuat
kebijakan seharusnya tidak berusaha "menyetel” perekonomian. Untuk alasan itu,
Friedman berpendapat bahwa akan lebih baik jika para pembuat kebijakan menyadari
keterbatasan kebijakan moneter dan merasa puas jika mereka tidak melakukan kebijakan
moneter yang dapat merugikan perekonomian.
Perdebatan tentang perlu tidak kebijakan moneter telah berlangsung lama dan
masing-masing pihak mengemukakan argumen untuk menegaskan posisi masing-masing
pihak. Lebih lanjut Friedman dalam AI Arif dan Tohari (2006) menyatakan bahwa
kebijakan moneter masih diperlukan, tapi pelaksanaannya harus mengacu pada posisi di
mana suatu perekonomian dalam siklus dunia usaha. Kebijakan moneter yang diterapkan
pada perekonomian yang mengalami masa booming, tentu harus berbeda dengan
kebıjakan moneter yang diterapkan pada perekonomian yang mengalami resesi. Bank
sentral dapat memperpendek masa periode resesi dengan melakukan kebijakan moneter
yang ekspansif, sehingga perekonomian dapat pulih kembali (recovery).
Sebaliknya, dalam kondisi perekonomian yang mengalami pemanasan, bank
sentral dapat menghindarinya dengan cara menjalankan kebijakan moneter yang
kontraktif. Artinya, kebijakan moneter sangat diperlukan dan implementasinya harus
mempertimbangkan siklus dunia usaha dan pembuat kebijakan harus aktif, khususnya bila
perekonomian mengalami resesi.
Mengacu pada jawaban-jawaban tersebut, penulis berpendapat bahwa
implementasi kebijakan moneter sangat diperlukan untuk merespons siklus dunia usaha,
tetapi otoritas moneter harus menerapkan prinsif kehati-hatian. Artinya para pembuat
kebijakan harus mampu mengidentifikasi posisi perekonomian dalam siklus dunia usaha
dan menemukan kapan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan moneter. Sehingga
pelaksanaan kebijakan moneter efektif mewujudkan tujuan akhirnya. Dengan kata lain,
pemetaan tentang efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi sesuatu hal
yang penting, khususnya bagi BI yang telah diberikan kewenangan penuh untuk
merumuskan dan menjalankan kebijakan moneter.

2.3 Kerangka Kebijakan Moneter


Secara umum kerangka kerja kebijakan moneter sebagaimana terangkum pada
Skema 5.1 terdirl deri 4 (empat) komponen utama, yaitu: (1). Instrumen-instrumen
kebjakan moneter, (2). Sasaæn operasional, (3).Sasaran antara dan (4). Sasaran akhir
kebijakan moneter.

Untuk memudahkan pemahaman tentang kerangka kerja kebijakan moneter tersebut,


maka Skema 5.1 kita kembangkan menjadi Skema 5.2. Pada skema tersebut terlihat
bahwa secara teoritis pelaksanaan kebijakan moneter dapat dioperasikan dengan
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan kuantitas (quantity-base approach)
yang dikembangkan oleh aliran Monetarist dan pendekatan harga (price-base approach)
yang dikembangkan dan mengacu pada pemikiran aliran Keynesians.

Pendekatan Kuantitas juga dinamakan quantity targeting, pendekatan ini


dikembangkan oleh aliran Monetarist yang bertumpu pada pandangan bahwa bank sentral
dapat mengontrol jumlah uang beredar (money supply). Pendekatan mi menggunakan
besaran-besaran moneter atau jumlah uang beredar sebagai sasaran antara (M1 atau M2)
maupun sasaran operasional (biasanya Mo). Pendekatan ini berpandangan bahwa variabel
uang dan perputaran uang (velocity of money) memiliki keterkaitan yang stabil dengan
kegiatan ekonomi dan laju inflasi). Bank sentral cukup mengendalikan laju pertumbuhan
jumlah uang beredar yang besarnya konsisten dengan sasaran laju inflasi yang
direncanakan. Dalam kaitan ini, perkembagan suku bunga ditentukan olah makanisrrıe
pasar yang naik turunya menglkuti perubahan jumlah uang beredar yang dltetapkan oleh
bank santral (Alamsyah dan Masyhud). Artinya, Dalam pandakatan ini. BI fokus pada
pengendalian atau kontrol terhadap jumlah uang beredar dengan harapan tingkat bunga
akan ikut berubah. Kebijakan moneter bersasaran ganda (multtple objectives)
dioperasikan dengan pendekatan kuantitas.
Pendekatan harga (price targeting) atau pendekatan suku bunga bertumpu pada
pandangan bahwa jumlah uang beredar tldak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh bank
santral. Perubahan terhadap permintaan uang didasarkan pada motif masyarakat untuk
memegang uang yang antara lain dipengaruhi oleh parkembagan suku bunga. Untuk
alasan itu, bank sentral harus mengendalikan suku bunga untuk mengendalikan
pertumbuhan jumlah uang beredar agar terjadi keseimbangan antara permintaan dan
pernawarannya (Alamsyah dan Masyhuri). Jika situasi keseimbangan pasar dapat
dipelihara, maka tidak akan ada tekanan- tekanan terhadap kenaikan harga (Inflasi).
Pendekatan harga berpandangan bahwa pengendallan variabel tingkat harga atau
suku bungalah yang dapat mengendalikan stabilitas perekonomian secara efektif.
Kebijakan moneter yang bersasaran tunggal (sfnpJe objectlve) diimplemtasikan dengan
pendekatan harga (Ascarya, 2002:17). Dalam pendekatan ini BI fokus pada upaya
pengendalian atau kontrol terhadap suku bunga dengan harapan jumlah uang beredar akan
ikut berubah/terpengaruh.

Implamentasi pendekatan kuantitas didasarkan atas beberapa asumsi, antara lain:


1. Kebijakan dan perkembangan sektor-sektor lain (fiskal, nilai tukar dan sektor riil)
akan bejalan seperti yang ditetapkan,
2. Adanya hubungan yang stabil antara uang beredar (sebagai sasaran antara) dengan
kegiatan ekonomi riil (sebagai sasaran akhir kebijakan moneter). Artinya, dalam
hubungan ini terdapat stabilitas fungsional antara income velocity dan demand for money
3. Adanya hubungan yang stabil antara uang primer (sasaran operasional) dengan uang
beredar sebagai sasaran antara. Artinya, terdapat stabilitas fungsional angka pengganda
uang (money multlplier).

Kajian Bank lndonesia mendokumentasikan bahwa tejadi katidakstabilan


struktural dalam perekonomian lndonesia yang terlihat pada bebarapa indikator, antara
lain:
1. Income velocity, demand for money dan money multiplier cenderung kurang stabil
2. M0 tidak dapat sapenuhnya dikandalikan oleh Bank Indonesia. Sekitar 70% dari
komponen M0 adalah uang kuartal yang merupakan kebutuhan masyarakat akan alat
pembayaran
3. Agregat monater M1 ralatif stabil dibandlngkan dengan M2

Ketidakstabilan struktural tersebut di atas, terutama disebabkan deh beberapa


faktor, antara lain:
1. Pesatnya perkembangan sektor keuangan dan majunya inovasi produk keuangan yang
menyebabkan kegiatan panciptaan uang (money creation) oleh sistam keuangan menjadi
berlipat ganda.
2. Terjadinya proses decoupling antara sektor moneter dan sektor riil
3. Sulitnya mengidentifikasi arah kausalitas antara uang beredar dan kegiatan ekonomi,
adanya kecenderungan kagiatan ekonomi memengaruhi uang beredar dan bukan
sebaliknya.
4. Sejalan dengan permasalahan dalam pengendalian moneter dengan menggunakan
agregat moneter, paradigma baru yang lebih meyakini harga uang, yaitu: suku bunga dan
nilai tukar, sebagai jalur transmisi kebijakan moneter di lndonesia semakin mendapatkan
perhatian dari para ekonom dan praktisi di bank sentral atau otoritas moneter.
5. Penelitian Bond (1694) menunjukkan secara empirik bahwa hubungan antara suku
bunga dengan laju inflasi jauh lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara uang
beredar dengan inflasi
6. Di sisi lain, dalam perekonomian yang semakin tarbuka dengan sistem nilai tukar
yang fleksibel, pergerakan nilai tukar rupiah juga dianggap sangat penting dalam
mempengaruhi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
7. Isu pokok yang sedang dikaji adalah apakah cukup relevan apabila manajemen
moneter di lndonesia dibangun atas dasar jalur mekanisme transmisi salah satu atau kedua
variabel tarsebut (suku bunga atau nilai tukar), ataukah berdasarkan jalur mekanisme
transmisi kabijakan moneter yang lain? Misalnya jalur kredit atau jalur harga aset.

Hasil kajian Bank lndonesia dan Bond (1994) tersebut merupakan pertimbangan bagi
Bank lndonesia sebagai otoritas moneter di lndonesia untuk meninggalkan atau
mengganti pengendalian monetemya dari pendekatan kuantitas (quantitiy-base approach)
menjadi pendekatan harga (price-base approach) sejak bulan Juli 2005.
Implementasi pendekatan harga merupakan bagian integral dari upaya Bank
Indonesia untuk menarapkan full-fledge nflation targeting framework pada bulan Juli
2004 sesuai amanat UU No.3/2004 tentang Bank Indonesia.
2.4 Instrumen Kebijakan Moneter
Instrumen kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media pengendallan
operasi moneter yang dimiliki dan dapat digunakan oleh bank sentral untuk
mempengaruhi sasaran operasional dan sasaran akfi'r yeng telah ditetapkan oleh bank
sentral atau pemerintah (Wa#lyo, 2005:14) dan (Solikin dan Suseno, 2002: 26). Instrumen
kebijakan moneter terangkum pada Tabel 5.1.

Secara umum, Instrumen pengendalian moneter dapat dbolongkan:


1, Menurut cara instrumen mempengaruhi aacsran operasional,
instrumen mi terdiri dari: Instrumen langsung dan tidak langeung
2. Menurut orientasinya di pasar keuangan: instrumen yang berodentasl paaar {market
oriented/base ) dan yang tidak berorientasi pasar (non-market oriented/base)
3, Menurut diskresinya: instrumen yang disloesinya berada di bank sentral dan di pe6erla
pasar.

Instrumen langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secafa


langsung mempengaruhi sasaran oparaslorial yang diingingkan oleh bank sentral. Dalam
instrumen ini terdapat hubungan korespondensi (one-to-one) antara instrumen dan
easaren operasional. Misalnya, panstapan pagu kredit dapat langsung mempengaruhi
jumlah kredit domestik yang dapat dlsalurkan oleh perbankan yang pada gllirannya dapat
mempengaruhi jumlah uang beredar. Ada dua variabel yang dapat dikendalikan yaitu
"harga" (suku bunga) dan kuantitas simpanan kredit pada sistam perbankan dan lembaga
keuangan non bank.
Sedangkan Instrumen tidak langsung merupakan usaha untuk mengendalikan
variabel moneter dengan cara mempengaruhi neraca bank sentral, Bank sentral
mempengaruhi posisi öasa money atau bank reserva yang pada akhimya mempengaruhi
kredit dan penawaran uang (Alexander et al., 1995).
Melalui instrumen tidak langsung bank sentral dapat mencapai atau mewujudkan
sasaran kebijakan dengan cara mempengaruhi kondisi pasar uang meta/uI safah satu
fungsinya sebagai institust yang berwewerisng untuk mengedarkan uang, yakni dengan
cara mempengaruhi kondlsl yang mendasarl permintaan dan penawaran uang. Usaha
untuk mengandallkan variabel moneter dapat juga dilakukan dangan cara mempengaruhi
neraca bank sentral sendiri, yaitu reserve money yang pada akhirnya akan dapat
mempengaruhi suku bunga secara luas dan kuantitas uang serta kradit di dalam sistem
perbankan (Grey et al dalam Ascarya, 2002: 5).
Bentuk Instrumsn langsung yang umum digunakan oleh bank sentral terdiri dari
pengendalian suku bunga (lnteiest rate ceiling), pagu kredit dan kredit program/kredil
khusus. Sedangkan instrumen tidak langsung terdiri dari: (1). operasi pasar terbuka (Open
Merket Opeeations). (2). Cadangan pi1mer (reserve requtmen) dan (3). fasilitas
pendanaan jangka pendek atau fasililas diskonto dan (4). Himbauan moral.
2.4.1 Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka (OPT) merupakan instrumen kebijakan moneter yang
paling banyak digunakan oleh bank sentral atau otoritas moneter, baik di negara-
negara industri maupun di negara-negara berkembang termasuk di lndonesia (Bank
lndonesia) dalam implementasi kebijakan moneter, karena Instrumen tersebut leblh
berorientasi pasar, keterlibatan peserta tidak mangikat, dan arah (stance)
kebijakannya mudah ditangkap oleh pelaku ekonomi serta tidak membebankan
pajak kepada bank (Gray, et al. 2002).
OPT adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga
jangka pendek dalam rangka mengendalikan jumlah uang beradar (JUB) atau suku
bunga jangka pendek. Jika bank sentral bertujuan untuk mengurangi JUB. bank
sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank komersial/umum agar
cadangan (reserve) bank-bank berkurang sehingga kemampuan bank-bank
memberikan pinjaman menurun, tindakan tersebut yang dinamakan sebagai
kebijakan moneter yang kontraktif (kontraksi moneter).
Di pihak lain, untuk menambah JUB, bank sentral akan membeli suret-surat
berharga untuk meningkatkan kemampuan bank-bank umum memberikan pinjaman
sehingga JUB bertambah/meningkat. Panjualan atau pembelian surat-surat berharga
dapat juga dilakukan oleh bank sentral ke/dari masyarakat agar dapat menambah
atau mengurangi JUB.
OPT merupakan instruman tidak langsung yang dapat digunakan oleh bank
sentral atau Bank Indonasla dalam operasi kesehariannya (day to day). Kegiatan
OPT akan mwrubah total cadangan (reserve) pada neraca-neraca bank komersial
(depository institutions) akibat dari perubahan uang primer (monetary base).
Perubahan kuantitas uang primer akan berpengaruh terhadap pada kuantitas uang
dan kredit. Perubahan kuantitas uang dapat dirumuskan dalam persamaan berikut
(Miller and VanHoose, 2004:472):

∆M = mM x ∆MB
Keterangan:
mM adalah pengganda uang (money multiplier)
∆M adalah pertumbuhan kuantitas uang
∆MB adalah pertumbuhan money base

Pengganda (multilier) untuk janis uang dalam arti sempit (M 1) dapat dituliskan
sebagai berikut:
mM (c +1)/(rro +e +c) Keterangan:
c adalah hasrat masyarakat untuk memegang uang (currency) relatif tehadap
transaksi deposit
rro adalah rasio required reserve terhadap transaksi deposit
e adalah excess reserva terhadap transaksi depoasit yang di pegang oleh bank
komersial

Jika nilai multiplier dari total kredit di rumuskan sebagai:


mTC = (1-rro-e)/(e+rro + e)den kuantitas kredit yang dapat disalurkan oleh bank
kamersiał dirumuskan sebagai (TC), maka perubahan uang primer juga akan
berpangaruh terhadap perubahan total kredit yang disalurkan oleh bank komersial
yang dapat ditUI\Bkan sebagai berikut:
∆TC = mTC x ∆MB
Uang primer merupakan jumlah dan currency dan total reserves (TR). Perubahan
total reserves (TR) dipengamhi oleh 2 (dua) sumber, yaitu: (I). Reserves barupa
borrowed reserves (BR) dari fasilitas discount window yang secara langsung didapat
dan bank sentral dan (II). Reserves berupa non-borrowed reserves (NBR) yang
didapat dari bank sentral melalui operasi pasar terbuka. Dengan demikian TR dapat
dlrumuskan sebagai berikut:
TR - BR + NBR
Keteængan:
TR adalah total reserves
BR adalah borrowed reserves
NBR adalah non-borrowed reserves.

Mengacu pada beberapa persamaan tersebut di atas, maka dapat dikatakan


bahwa instrumen kebijakan moneter berupa kegiatan operasi pasar terbuka
berpengaruh terhadap perubahan non-bonowed reserves dan selanjutnya
mempengaruhi kuantitas uang primer (money base). Perubahan NBR dari kegiatan
operasi pasar terbuka mempunyai efek pengganda terhadap perubahan kuantitas
uang dan kredit. Untuk alasan itu, maka persamaan matematisnya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
∆M = mM x ∆MB dan ∆TC = mTC x MB
Mekanisme pengendalian uang primer (M0) dilakukan melalui Operasi Pasar
Terbuka (OPT). OPT dilakukan oleh Bank lndonesia melaiui 3 (tiga) cara, antara
IaIn:

(1). Lelang Surat Sertifikat Bank lndonesia (SBI)


Berdasarkan besaran sasaran uang primer (M0) yang telah ditetapkan, Bank
lndonesia melakukan OPT. Jumlah lalang SBI secara mingguan (lelang SBI
dilakukan pada setiap hari Rabu) dimakaudkan untuk mencapai target uang primer
yang telah ditetapkan. Untuk alasan itu, setiap minggu Bank lndonesia akan
memperkirakan perkembangan uang primer dan membandingkan dengan target
yang ditetapkan, menentukan besamya kelebihan likuiditas pasar uang yang harus
diserap.

selanjutriya, Bank lndonesia menghitung berapa jumlah SBI yang jatuh


tempo, berapa ekspansi atau kontraksi dari sisi fiskal (rekening pemerintah di Bank
lndonesia), mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar
uang.

(2). Penggunaan FASBI di Pasar uang Rupiah


Di samping lelang SBI secara mingguan, BI juga melakukan kegiatan secara
langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilltas Bank Indonesla (FASBI). Kegiatan
ini dilakukan secara harian, terutama apabila terdapat perkembangan di luar
parhitungan yang menyebabkan tidak tercapainya target M0 melalui lalang SBI.
Kegiatan Bank lndonesia secara langsung di pasar uang dilakukan dengan
csra menawarkan kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di
Bank lndonesia yeng jangka waktunya relatif pendek yaitu overnight hingga satu
minggu atau dengan cera membeli kembali SBI secara repo di pasar uang antar bank
(PUAB).

(3). Sterilisasi atau intervense di pasar valuta asing.


Kagiatan ini dilakukan olah Bank Indonesia apabila pemerintah akan
membiayai kagiatan suatu proyek atau mernbutuhkan rupiah dengan cara
menggunakan dana valuta asingnya yang disimpan sebagai cadangan devisa di Bank
lndonesia. Melalui kegiatan ini. dapat dlcapai dua tujuan sekaligus, yahu: (i).
Penyerapan kelebihan likuiditas di pasar uang dan (ii). Menstabilkan perkembangan
nilai tukar rupiah di pasar. Intervensi Bank îndonasia di pasar valuta asing dilakukan
apabila terjadi gejolak nilai tukar di pasar valuta asing.
2.4.2 Fasilitas Diskonto (Discount Rate Policy)
Fasilitas diskonto adalah instrumen kebijakan moneter yang dapat digunakan
oleh bank sentral dalam usaha mengendalikan JUB rnelalui pengaturan suku bunga
pemberian kredit bank sentral kapada perbankan. jika bank sentral memberikan
tingkat diskonto yang lebih tlnggi, maka perbankan akan mengurangi permintaan
kredit dari bank sentral yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan
perbankan memberikan pinjaman (kradit), akibatnya JUB rnenurun/berkurang.
Sebaliknya. jika bank sentral menetapkan diskonto yang lebih rendah, maka
perbankan akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral yang pada
akhimya akan menambah kemampuan perbankan memberikan pinjaman, akibatnya
JUB bartambah.
Proses kerja instrumen tersebut dlnamakan " discounting". Dengan kata lain
fasilitas diskonto marupakan pinjaman yang diberikan oleh bank sentral kepada
bank komersial dengan cara menetapkan tingkat discount rate sebagai tingkat bunga
yang dikenakan atas pinjaman perbankan/bank komersial kepada bank sentral.
Untuk kasus Amerika Serikat, faktor yang mampengaruhi total discount window
yang dipinjamkan oleh The fed kepada bank komersial adalah spread antara
discount rate dengan federal fund rate. Jika federal fund rate maka discount rate
juga meningkat, demikian juga sebaliknya.
Jika bank sentral atau otoritas moneter memutuskan untuk menggunakan
Instrumen discount window dengan tujuan untuk meningkatkan kuantitas uang dan
kredit, maka bank sentral dapat menurunkan discount rate terhadap federal fund
rate. Akibatnya borrowed reserves (BR) akan meningkat dan selanjutnya
berpengaruh terhadap total reserves (TR) dan meningkatkan uang primer dan
kuantitas uang. Secara matematis prosas perubahan jumlah uang beredar melalui
instrumen discount window dapat dituliskan sebagai berikut:
∆M= mM x ∆BR
Melalui proses yang sama discount window juga dapat berpengaruh terhadap total
kredit dengan persamaan matematis sebagai berikut:
‹ ∆TC= mM x ∆BR
2.4.3 Giro Wajib Minimum ( Reserve Requiremend)
Giro Wajib Minimum (GWM) atau cadangan wajib minimum adalah
ketentuan bank sentral (Bank Indonesia) yang mewajibkan bank-bank
umum/komersial untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserves) sebesar
persentase tertentu dari kewajiban lancarnya.
Alat-alat likuid yang dimaksud dapat barupa: (I) kas dan (II) giro pada bank
sentral. Cadangan dibedakan atas dua bentuk yaitu cadangan primer dan cadangan
sekunder. Cadangan primer leblh mengacu pada GWM, sementara cadangan
sekunder merupakan tambahan cadangan, biasanya dalam bentuk surat berharga.
Dalam tataran praktik, GWM bisa ditentukan setiap hari atau ditentukan
secara merata untuk satu periode, misalnya mingguan atau bulanan. Dana cadangan
yang disimpan di bank sentral dalam bentuk rekenlng giro, ada yang diberikan
bunga atau tidak. Tingkat bunga atas GWM biasanya di bawah tingkat pasar.
Jumlah atau besamya GWM yang harus dipenuhl oleh bank komersial
sangat tergantung pada kondisi makroekonomi suatu negara, misalnya Bank
lndonesia melalui PBI mengatur kembali GWM yang didasarkan atas kondisi yang
dialami oleh perekonomian di akhir tahun 2010 yakni adanya tekanan inflasi serta
kondisi ekses likuiditas perbankan yang tinggi dan persisten perlu dikendalikan agar
tidak berdampak pada peningkatan ekspektasi inflasi yang dapat berpengaruh pada
stabllitas moneter. Stabilitas sektor keuangan perlu terus didukung oleh penguatan
kondisi sektor perbankan dalam menghadapi berbagal resiko dan pengoptimalan
fungsi intemediasi perbankan
Guna mendukung stabilitss moneter dan keuangan parlu dilakukan
pengelolaan ekses likuiditas perbankan secara optimal, antara lain melalui kebijakan
Giro Wajib Minimun (GWM). Pengaturan melalui GWM yang berlaku perlu
disesuaikan dengan memperhatikan kondisi likuiditas perbankan serta peran bank
dalam menjalankan fungsi intermediasi. Berdasarkan peraturan BI yang baru, maka
bank-bank komersial harus membuat pemenuhan GWM, antara lain:

1. Bank wajib memenuhi GWM dalam rupiah


2. GWM dalam rupiah sabagaimana dimaksud di atas terdiri dari GWM Primer,
GWM Sekunder dan GWM LDR
3. Bank Devisa selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 di atas juga wajib memenuhi GWM dalam valuta asing
4. GWM Primer dalam rupiah sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam
rupiah
5. GWM Sekunder dalam rupiah sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK
dalam rupiah
6. GWM LDR dalam rupiah sebesar perhitungan antara Parameter Disinsentif
Bawah atau Parameter Disinsentif Atas dengan selisih antara LDR Bank dan LDR
Target dengan memperhatikan selisih antara KPMM Bank dan KPMM Insentif
7. GWM dalam valuta asing sabagaimana dimaksud ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) dari DPK dalam valuta asing
8. Pemenuhan GWM Primer dalam rupiah dan GWM LDR dalam rupiah
serta pemenuhan GWM dalam valuta asing dihitung dengan membandingkan saldo
Rekening Giro Bank pada Bank lndonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa
laporan terhadap rata-rata harian DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua)
masa laporan sebelumnya
9. Pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dihitung dengan membandungkan
jumlah SBI, SUN, SBSN dan/atau ekses reserve setiap akhir hari dalam 1 (satu)
masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
10. Untuk pertama kali, besaran dan parametar yang digunakan dalam perhitungan
GWM LDR dalam rupiah ditatapkan sebagai berikut:
a. Batas bawah LDR Target sebesar 78%
b. Batas atas LDR Target sebesar 100%
c. KPMM Insentif sebesar 14%
d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu)
e. Parameter Disinsentif Atas sebasar 0,2 (nol koma dua)
11. Pemenuhan GWM LDR dalam rupiah dilakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal LDR Bank berada dalam kisaran LDR Target, maka GWM LDR
Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah
b. Dalam hal LDR Bank lebih kacil dari batas bawah LDR Target, maka GWM
LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, salisih antara
batas bawah LDR Target dan LDR Bank dan DPK dalam rupiah
c. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target dan KPMM
lebih kecil dari KPMM Insentif maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara
Parameter Disinsentif Atas, selisih antara LDR Bank dan batas atas LDR Target dan
DPK dalam rupiah
d. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target dan KPMM
Bank sama atau lebih besar dari KPMM Insentif, maka GWM LDR Bank adalah
sebasar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah

Jika kita ingin memahami bagaimana GWM dapat mempengaruhi kuantitas uang
dan kredit, maka dapat dilihat pada besaran angka pengganda uang dan kredit, yaitu:
rnM = (c +1}/(rro +e +c) dan mTC = (1-rro- e)/(e+rro + e). Penurunan rasio reserves
requirement (rro) akan meningkatkan nilai kedua jenss angka pengganda
(multiplier). Karena jika reserves requirement rendah, maka bank-bank komersial
akan maningkatkan kemampuannya untuk menyalurkan kredit/pinjamannya kepada
masyarakat sehingga akan tarjadi eskpansi kredit dan selanjutnya berpengaruh
terhadap peningkatan jumlah uang beredar. demikian juga sebaliknya.
2.4.4 Himbauan Moral
Himbauan moral merupakan Instrumen kebijakan moneter bersifat tidak
langsung dan bersifat kualitatif karena hanya berupa himbauan yang sifatnya
mengarahkan atau memberikan informasi makro untuk dijadikan masukan/input
oleh perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya (Rose and Marquis,
2006:384). Misalnya, BI menghimbau perbankan agar berhati-hati dalam
menyalurkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beradar dan menghimbau agar
bank meminjam uang ke bank sentral untuk meningkatkan jumlah uang beredar
(likuiditas) dalam perekonomian.

2.5 Kordinasi Kebijakan Moneter Dan Fiskal


Pertanyaan yang perlu diajukan adalah mengapa perlu ada koordinasi antara
kebijakan moneter dan fiskal?. Oleh karena laju inflasi di lndonesia tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pulf) namun juga faktor penawaran (cost
push), maka agar pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi) dapat efektif,
maka kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan
makroekonomi yang terintegrasi mutlak diperlukan. Untuk alasan tersebut, di tingkat
pengambil kebijakan (BI dan Pemerintah) secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk
membahas perkembangan ekonomi terkini.
Di samping itu, BI juga sering diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh
Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan
moneter terkini terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan
moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama asumsi makro yang digunakan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR.
Pemarintah juga berkoordinasi dengan BI dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.

Pada tataran teknis, Koordinasi antara Pamerintah dan BI telah diwujudkan dengan
membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari BI dan departemen
teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang
Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan,
Departemen Partanian. Departemen Perhubungan, dan Dapartemen Tenaga Keja dan
Transmigrasi. Manyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan
TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI
diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah
sehingga dapat terwujud Inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan (http://www.bi.go.id).
2.6 Operasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Untuk mewujudkan sasaran akhir kebijakan monetemya yaitu Inflasi yang rendah
dan stabil, maka BI menarapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku
bunga (target suku bunga). Suku bunga kebijakan yang dikenal dengan istilah BI Rate
ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubamur (RDG) BI. Dalam tataran operasional, BI rate
tarcermin dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight O/N.
PUAB adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu Bank dengan Bank
Lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak
yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui
mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kasepakatan antara peminjam dan
pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Jangka waktu PUAB yaitu antara
satu hari kerja (overnight) sampai dengan tujuh hari.
Agar pergerakan suku bunga PUAB O/N tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI
rate), BI selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan
secara seirnbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil. Kebutuhan
likuiditas perbankan diestimasi dangan mempertimbangkan faktor-faktor autonomus
seperti operasi pemerintah, jatuh tempo instrumen OPT dan Standing Facilities serta
mutasi dari uang kartal. Faktor-faktor tersebut dapat berdampak ekspansi maupun
kontraksi likuditas di pasar uang

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan
untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
( keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya ekonomi makro.
2. Bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa
menggunakan pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
3. Bagi aliran klasiok bahwa kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat
mengikuti aturan (rule)yang secara konsisten diikuti. Sedangkan bagi aliran
Keynesians kebijakan moneter seharusnya diarahkan untuk menjamin
keseimbangan antara sisi dilakukan secara bijaksana sesuai dengan
perkembangan yang ada.
4. Kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan
makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan.
5. OPT adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga
jangka pendek dalam rangka mengendalikan jumlah uang beradar (JUB) atau
suku bunga jangka pendek. Jika bank sentral bertujuan untuk mengurangi
JUB. bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank
komersial/umum agar cadangan (reserve) bank-bank berkurang sehingga
kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun, tindakan tersebut
yang dinamakan sebagai kebijakan moneter yang kontraktif (kontraksi
moneter).
DAFTAR PUSTAKA

Barro, Robert J. 2008. Macroaconomlcs: A IUodem Approach. International Student Edition. Unltad
Kingdom:Thomson, South Western

Yuliadi. Imamuddin.2008. Ekonomi Moneter. Jakarta: PT. Indeks


Mlshkin, Frederic S. 2004. The economics of ñfoney and Banking arid Financial Uarf‹e/s.
Seventh Edition. New York: Pearson Addison
Mishkin, Fraderic S. 2008. Eko»oi uang, e¥/t›an/‹an dan Pasar Kevangsn. Penefjemah: Lana
Soelistlaningsih & Beta Yuliantl G. Buku 2, Edisl 8. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Liftsboy, Bruca end Tayk›r, B John. 2006.
Australia: John Wlley & Sons Ltd.
MacDonald, Ronald., 1989. Floating Exchange Rate: Theory and Evidence.London: Unwin Hyman.

Majardi, Fajar., 2002. Dampak Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Laju Inflasi Di
Indonesia. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebjakan Moneter Bank Indonesia.
ManMw, N.G., 2003. Macroeconomic. SP Edition. New York: Worth Publisher Inc.
Marshall and Swanson,1980. The Uone(ary Process: Essential of Money and Banking. Boston:
Hougton Mlfflin Company.

Maui1ce, D.L. 2001. Keuangan /ntemaioria/. Buku 1. Yogyakarta: Penarbit Andi.


Melvin. Michael. 2004. /nfemafiona/ Uonsy and Finance. Seven Edition. International Editlon.
New York: Person Education Inc. Publishing.
Sugiyanto, FX. 2004. Faktor-FaMor yang Mempengaruhi Perilaku Kurs Rupiah Terhadap Dolar
Arnerika Serikat Di Indonesia Tahun 1986- 1997. Slntasls Pendekatan Moneter Dan
Pendekatan Portofolio. Disertasi pada Program Pascasarjana Unlvemitas Airlangga
Surabaya (tldak dipublikasikan)
Thomas, LB.1997. Money, Banlfing and Financial J\Markets. USA:McGraw- Hill Companies. Inc.

Yusgiantoro. Pumomo. 2004. gfana/emen Keuangan Intemasional. Jakarta: Penerbitan Fakultas


Ekonomi Univeraitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai