Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENYEDIAAN AIR

“PRINSIP DASAR PENGOLAHAN AIR”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 6

Nabila Ainiyyah Fauzi (P21345120040)

Nurbaiti Nazhma (P21345120045)

Reno Rinaldi Putra Sutisno (P21345120054)

Shafina Desvita Fariz (P21345120065)

Kelas : 2 DIII Kesehatan Lingkungan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN JAKARTA II
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Hang Jebat III/F3, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12120
PEMBAHASAN

1.1 Proses Koagulasi


Koagulasi secara umum didefinisikan sebagai penambahan zat kimia
(koagulan) ke dalam air baku dengan maksud mengurangi gaya tolak-
menolak antar partikel koloid, sehingga partikel –partikel tersebut dapat
bergabung menjadi flok-flok halus. Koagulasi terpenuhi dengan penambahan
ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan partikel koloid. Partikel
koloid umunya bermuatan negatif oleh karena itu ion-ion yang ditambahkan
harus kation atau bermuatan positif. Kekuatan koagulasi ion-ion tersebut
bergantung pada bilangan valensi atau besarnya muatan. Ion bivalen (+2) 30-
60 kali lebih efektif dari ion monovalen (+1). Ion trivalen (+3) 700-1000 kali
lebih efektif dari ion monovalen.

Tahapan-Tahapan Koagulasi

Pada proses koagulasi terdiri dari dua tahap besar, yaitu :


1. Penambahan koagulan Aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) dan
2. Pengadukan campuran koagulan-air umpan, yang terdiri dari :
a) Pengadukan cepat
Pengadukan cepat (Rapidmixing) merupakan bagian integral dari proses
Koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah, serta
untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid,
dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan
bertumbukan satu sama lain
b) Pengadukan pelan.
Pengadukan pelan ini bertujuan menggumpalkan partikel-partikel
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar.
Flok-flok ini kemudian akan beragregasi/ berkumpul dengan partikel-partikel
tersuspensi lainnya (Duliman, 1998). Setelah pengadukan pelan selesai flok-
flok yang terbentuk dibiarkan mengendap. Setelah proses pralakuan
koagulasi- selesai, derajat keasaman (pH) air umpan mikrofiltrasi akan turun.
Selanjutnya air umpan jernih hasil koagulasi dialirkan ke reservoir kedua agar
terpisah dari endapan - endapan yang terbentuk. Air inilah yang kemudian
akan diumpankan pada proses mikrofiltrasi oleh membran.

Pada proses koagulasi, juga dibagi dalam tahap secara fisika dan kimia.
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti:
a. Pemanasan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-
partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini
melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya
partikel tidak bermuatan. contoh:darah
b. Pengadukan, contoh: tepung kanji
c. Pendinginan, contoh: agar-agar
2. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran
koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
a. Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan
muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka
sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
b. Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut:
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation),
sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif
(anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua.
Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan
menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar
muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga
makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004)
c. Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem
koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi
koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga
sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari
elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi.
Dalam proses koagulasi, stabilitas koloid sangat berpengaruh.
Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel
mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip). Beberapa gaya yang
menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jika partikel-
partikel mempunyai muatan yang sejenis.
2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi).
3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada
permukaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi

a. Suhu air

Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses


koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum
pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.

b. Derajat Keasaman (pH)

Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH
yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda
satu sama lainnya.

c. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis
dan daya efektivitas daripadakoagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam
bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbukatau butiran.

d. Kadar ion terlarut

Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu :
pengaruh anion lebih bsar daripada kation. Dengan demikian ion natrium, kalsium
dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses
koagulasi.

e. Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan yang rendahproses destibilisasi akan sukar terjadi.


Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan
berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang
rendah maka pembentukan flok kurang efektif.

f. Dosis koagulan

Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi sangat
tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan
sesuai dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan
berjalan dengan baik.

g. Kecepatan pengadukan

Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air.


Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus
benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi
dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan
pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila pengadukan
terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbentuk dan sebaliknya apabila
pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk

h. Alkalinitas
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi
dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion
hidroksida pada reaksihidrolisa koagulan.

1.2 Proses Filtrasi

Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun
gas) yang membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori
lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan
koloid. Selain dapat mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat pula mereduksi
kandungan bakteri, menghilangkan zat warna, rasa, bau, besi dan mangan.
Tergantung media yang dilewati oleh fluida yang di filtrasi Media filter umumnya
memiliki variasi dalam ukuran, bentuk dan komposisi kimia.

Proses filtrasi biasanya dari hasil koagulasi (klarifier) atau setelah


melewati primary filter untuk menghilangkan suspended solid yang terbentuk
pada proses koagulasi. Setelahnya akan melewati (disaring) media penyaring.
Jenis media penyaring ada bermacam tergantung kandungan apa yang akan
dihilangkan untuk proses filtrasi. Bisa menggunakan satu jenis media (single
media filter), dua jenis media (dual media filter), jika lebih dari satu jenis media,
dinamakan multi media filter.

Filter single media, biasanya menggunakan pasir silika, atau dolomit saja.
Hasil penyaringan akan berupa suspended solid terjadi pada lapisan paling atas
sehingga harus segera di cuci bila penyaringan berkurang.

Filter dual media, biasanya menggunakan digunakan pasir silica dan


anthrasit. Media pasir kwarsa di lapisan bawah dan anthrasit pada lapisan atas.
Antrasit adalah karbon yang timbul melalui proses metamorfosa dari tumbuhan
dengan waktu yang lama. Bermula dari kayu - lumut - batubara muda - ( lignit ) -
batubara - antrasit. Antrasit digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa yang
disebabkan oleh senyawa-senyawa organik.
Filter multi media, menggunakan tambahan satu media lagi dari dual
media filter, yaitu garnet atau dolomit. Garnet Sand adalah media filter yang
memiliki berat jenis tinggi dan tahan terhadap abasi. Garnet Sand selain
digunakan untuk proses penyaringan air. Sedangkan dolomit adalah material
alami terdiri dari kalsium magnesium karbonat (x CaCO3.y MgCO3) dan yang
dipakai sebagai media filter dalam bentuk butiran. Karbonat atau dolomit kalsinat
(seperti Netralit, Akdolit, Magno-dol) biasa digunakan. Cara ini mempunyai
keuntungan, karena mempunyai dua fungsi yaitu penghilangan besi dan mangan
serta netralisasi (menetralisir CO2 agresif dan menaikan alkalinitas air)

Media – media tersebut disusun berdasarkan berat jenisnya. Pada bagian


bawah garnet terdapat media pasir yang berfungsi sebagai support proses filtrasi.
Di bagian dasar terdapat lateral strain yang berfungsi untuk menyaring partikel-
partikel halus yang masih lolos dari media penyaring.

Setelah digunakan dalam kurun waktu tertentu, filter akan mengalami


penyumbatan akibat tertahannya partikel halus dan koloid. Tersumbatnya media
filter ditandai oleh penurunan kapasitas produksi, banyak kehilangan energi dan
penurunan kualitas air terproduksi. Jika kondisi tersebut tercapai maka filter harus
dicuci. Teknik pencucian filter dapat dilakukan dengan menggunakan aliran balik
(back washing) dengan kecepatan tertentu agar media filter terfluidisasi dan
terjadi tumbukan antar media. Tumbukan antar media menyebabkan lepasnya
kotoran yang menempel pada media. Kotoran yang terlepas akan terbawa bersama
dengan aliran air. Tujuan pencucian filter (backwash) adalah melepaskan partikel
yang menempel pada media dengan aliran dari bawah (dari produksi) hingga
media terekspansi. Backwash dilakukan dengan menggunakan pompa tersendiri
(backwash pump). Air tumpahan (over flow) dibuang atau dialirkan menuju
intake awal pengolahan untuk diolah kembali di unit pengolahan. Air yang telah
difilter ditampung dalam tempat sendiri yaitu filtered water tank.
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Filtrasi Air

1. Kualitas air baku.


Semakin bagus kualitas air baku yang digunakan maka akan menghasilkan
air yang baik juga.
2. Suhu
Suhu terbaik untuk proses filtrasi air adalah pada kisaran 20-30°C. Hal ini
dilakukan karena pada suhu tersebut biasanya reaksi kimia baru terjadi.
3. Proses
pemisahan zat zat pada air sama sekali tidak dipengaruhi oleh kecepatan
penyaringan.
4. Diameter media penyaringan
Kualitas air yang dihasilkan akan semakin baik jika saringan yang
digunakan juga baik

1.3 Proses Desinfeksi

Desinfeksi air adalah proses pengolahan air dengan tujuan membunuh


kuman atau bakteri yang ada dalam air. Proses desinfeksi dilakukan sebelum air
bersih didistribusikan. Sehingga air menjadi aman untuk dikonsumsi. Cara
desinfeksi air yang sederhana adalah dengan memasak air hingga mendidih. Lama
waktu yang baik mendidihkan air adalah selama 5 menit sampai 20 menit agar
semua bakteri / kuman yang hidup di dalam air mati, sehingga air minum yang
akan kita konsumsi aman tidak menyebabkan gangguan kesehatan pada diri kita.
Namun cara ini memiliki kekurangan yaitu membutuhkan waktu lama dan boros
bahan bakar kompor.

Pada zaman modern saat ini proses desinfeksi air terdapat berbagai metode
yang dapat digunakan yaitu menggunakan senyawa klor (baik klorin maupun
klorin dioksida), ozon, atau sinar UV. Mau pilih metode yang mana? Semuanya
tergantung pada kebutuhan dan biaya yang dimiliki.
Berikut ini perbandingan dari metode-metode desinfeksi air, baik kelebihan
maupun kekurangan dari tiap metode:

1. Desinfeksi Air Menggunakan Klorin

Keunggulan:

– Teknologi desinfeksi yang sudah dikenal luas dan klorin


merupakan desinfektan yang efektif
– Memiliki sisa klor yang dapat dipantau dan diatur kadarnya (sisa
klor dapat dijaga pada perpipaan yang panjang)
– Dapat mengoksidasi sulfida
– Unit klorinasi dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti
pengendalian bau maupun desinfeksi pada sistem pengolahan air
bersih
– Relatif murah
– Tersedia dalam bentuk kalsium dan sodium hipoklorit (sebagai
alternatif dari penggunaan gas klor)

Kekurangan:

– Menggunakan zat kimia yang dapat membahayakan operator dan


masyarakat sekitar sehinga perlu standard safety yang tinggi
– Memerlukan waktu kontak yang relatif lebih lama dibandingkan
dengan desinfektan lainnya
– Perlu adanya deklorinasi untuk menurunkan toksisitas efluen
terolah
– Berpotensi untuk terbentuknya trihalometan dan DBP (disinfectant
by products)
– Adanya pembentukan VOC (volatile organic compounds) di
tangki kontak
– Dapat mengoksidasi besi, magnesium, zat organik, maupun
anorganik sehingga desinfektan terkonsumsi
– Meningkatkan level TDS pada efluen
– Meningkatkan kandungan klorida
– Menyebabkan air limbah menjadi asam jika alkalinitas tidak
memadai

2. Desinfeksi Air Menggunakan Klorin Dioksida

Keunggulan:

– Merupakan desinfektan yang efektif dan lebih efektif jika


dibandingkan dengan klorin untuk menonaktifkan kebanyakan
virus, spora, kista, dan ookista
– Kemampuan membunuh mikroorganisme tidak terpengaruh pH
– Mengoksidasi sulfida
– Memiliki sisa desinfektan

Kekurangan:

– Tidak stabil, harus diproduksi di tempat


– Dapat mengoksidasi besi, magnesium, zat organik, maupun
anorganik sehingga desinfektan terkonsumsi
– Berpotensi untuk terbentuknya DBP
– Terdekomposisi oleh sinar matahari
– Dapat mengakibatkan terbentuknya bau
– Meningkatkan level TDS pada efluen
– Biaya operasional dapat menjadi tinggi karena diperlukan adanya
pengujian klorit dan klorat

3. Desinfeksi Air Menggunakan Ozon

Keunggulan:

– Merupakan desinfektan yang efektif dan lebih efektif jika


dibandingkan dengan klorin untuk menonaktifkan kebanyakan
virus, spora, kista, dan ookista
– Kemampuan membunuh mikroorganisme tidak terpengaruh pH
– Memiliki waktu kontak yang relatif lebih singkat dibandingkan
dengan klorin
– Mengoksidasi sulfida
– Area yang diperlukan lebih sedikit
– Dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut

Kekurangan:

– Keberhasilan proses desinfeksi tidak dapat dipantau secara


langsung
– Tidak memiliki sisa desinfektan
– Pada dosis rendah akan kurang efektif untuk inaktivasi beberapa
jenis virus, spora, dan kista
– Berpotensi membentuk DBP
– Dapat mengoksidasi besi, magnesium, zat organik, maupun
anorganik sehingga desinfektan terkonsumsi
– Relatif mahal dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi
– Sangat korosif dan toksik sehingga perlu standard safety yang
tinggi
– Perlu kecermatan yang tinggi dalam operasional dan perawatan
sistem
– Memiliki keterbatasan untuk penggunaan tambahan dan semakin
terbatas apabila di instalasi telah terdapat unit pembentukan high-
purity oxygen

4. Desinfeksi Air Menggunakan Ultra Violet

Keunggulan:

– Merupakan desinfektan yang efektif dan lebih efektif jika


dibandingkan dengan klorin untuk menonaktifkan kebanyakan
virus, spora, kista, dan ookista
– Tidak meninggalkan residu yang bersifat toksik maupun
meningkatkan level TDS efluen
– Tidak ada pembentukan DBP
– Memerlukan lahan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
klorinasi
– Menguntungkan dari segi safety karena tidak ada penggunaan
bahan kimia
– Efektif menghilangkan senyawa organik persisten seperti NDMA
(N-nitrosodimethylamine)

Kekurangan:

– Keberhasilan proses desinfeksi tidak dapat dipantau secara


langsung
– Tidak memiliki sisa desinfektan
– Pada dosis rendah akan kurang efektif untuk inaktivasi beberapa
jenis virus, spora, dan kista
– Relatif mahal dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi
– Desain profil hidrolis sangat penting pada sistem UV
– Membutuhkan lampu UV yang banyak jika sistem low-pressure
low-intensity digunakan
– Memiliki keterbatasan untuk penggunaan tambahan

Analisa Proses Desinfeksi


Impelementasi proses desinfeksi pada air baku untuk dijadikan air
bersih, yaitu dilakukan pengamatan dengan penekanan pada factor :
Wwaktu Pengadukan, Jenis Mikroorganisme, Temperatur, Jenis
Desinfektan, Dan Ph. Pengamatan dengan melakukan proses koagulasi –
flokulasi. Hasil koagulasi dengan nilai kekeruhan 0, 76 NTU. Dari
pengukuran diperoleh hasil bahwa kandungan bakteri E. Coli sangat tinggi
yaitu ≥ 1600 sedangkan pH terukur 7,71
 Pengaruh Waktu Pengadukan (menit) Terhadap
Jumlah Mikroorganisme (MPN)

Hasil analisa yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil jumlah


bakteri E. Coli yang dapat dilihat pada table 1

Tabel 1 Pengaruh Waktu Pengadukan Dengan Dosis Calsium


Hypochlorite (Ca(Ocl2)) Dalam Mg/Lt Terhadap Jumlah
Mikroorganisme (MPN)

Waktu Pengadukan Dosis Kaporit (mg/lt)/ Jumlah Bakteri E. Coli


(menit) 1 1,5 2 2,5 3
 10 220 190 170 140 110
15 170 140 130 110 90
20 130 110 70 60 50
25 110 70 40 34 22
30 70 34 21 9 <2

Pengaruh waktu pengadukan dalam proses analisa penurunan jumlah


bakteri
E. Coli merupakan faktor penting. Semakin lama waktu
pengadukan maka semakin banyak pula jumlah mikroorganisme yang
mati.
Berdasarkan 5 dapat dilihat bahwa pada waktu pengadukan 10
menit dengan dosis kaporit 1; 1, 5 ; 2 ; 2, 5 dan 3 mg/lt
diperoleh kemampuan
penurunan jumlah bakteri E. Coli yaitu 220, 190, 170, 140,
dan 110 per 100 ml. Pada waktu pengadukan 15 menit dengan
dosis yang sama diperoleh penurunan bakteri E. Coli yaitu
170, 140, 130, 110, dan 90 per 100 ml.
Pada waktu pengadukan 20 menit dengan dosis yang
sama diperoleh penurunan bakteri E. Coli yaitu 130, 110, 70,
60, dan 50 per 100 ml. Begitu pula pada waktu pengadukan 25
menit dengan dosis yang sama diperoleh penurunan bakteri E.
Coli yaitu 110, 70, 40, 34, dan 22 per 100 ml. Dan bila
berturut – turut waktu pengadukan diperpanjang hingga 30
menit dengan dosis yang sama, penurunan jumlah bakteri E.
Coli semakin kecil yaitu 70, 34, 21, 9, dan < 2 per 100 ml.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa dengan
penambahan dosis Calcium Hypochlorite (Ca(OCl)2)
sebanyak 2,5 mg/lt dengan waktu pengadukan 30 menit,
jumlah bakteri E. Coli sudah memenuhi persyaratan kualitas
air bersih yaitu 9 per 100 ml. Jumlah bakteri E. Coli
berdasarkan persyaratan kualitas air bersih adalah 10 per 100
ml.
Temperatur juga berpengaruh dalam proses desinfeksi
kali ini., E. Coli tumbuh baik pada temperatur antara 8°
sampai 45° C. sedangkan temperature maksimum untuk
pertumbuhan E. Coli adalah 37° C (Dwidjoseputro, 1980).
Untuk itu, secara keseluruhan penurunan jumlah
mikroorganisme yang dipengaruhi oleh waktu pengadukan
ditunjukkan pada Gambar 1.

250

200
Jumlah mikroorganisme (per100 ml)

mg/lt
150 1,5 mg/lt
mg/lt
100 2,5 mg/lt
mg/lt
50

0
0 5101520253035

Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Pengadukan


dengan Jumlah
Mikroorganisme.
Dari Gambar 1 dapat dilihat penurunan jumlah bakteri sangat cepat
pada waktu awal percobaan. Hal ini disebabkan oleh efek dari desinfektan,
desinfektan ini mempengaruhi beberapa bagian sel yang sangat vital.
Bagian sel yang paling rentan terhadap cara kerja desinfektan adalah
membran sitoplasma, enzim tertentu, dan protein seperti yang terdapat
dalam dinding sel.
Terlihat bahwa hasil yang terbaik adalah pada saat waktu
pengadukan 30 menit dengan dosis kaporit 2,5 mg/lt diperoleh jumlah
bakteri E.Coli yaitu 9 per 100 ml. Hal ini disebabkan oleh lamanya waktu
yang diperlukan desinfektan untuk membunuh mikroorganisme. Semakin
lama waktu kontak maka semakin banyak pula mikroorganisme yang mati.

 Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Prosentase Penurunan


Jumlah Mikroorganisme (%)

Tabel pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Prosentase Penurunan Bakteri


E. Coli (%)

Waktu Dosis Kaporit (mg/lt)/ Prosentase


Pengaduk Penurunan
an 1 1,5 2 2,5 3
(menit)
10 86,25 88,13 89,40 91,25 93,10
% % % % %
15 89,40 91,25 91,90 93,10 94,40
% % % % %
20 91,90 93,10 95,70 96,25 96,90
% % % % %
25 93,10 95,70 97,50 97,80 98,70
% % % % %
30 95,70 97,80 98,70 99,40 99,80
% % % % %
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa pada waktu pengadukan
10 menit dengan dosis kaporit 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 dan 3 mg/lt diperoleh prosentase
penurunan sebesar 86,25%; 88,13%; 89,40%; 91,25% dan 93,10%. Pada
waktu pengadukan 15 menit dengan dosis yang sama diperoleh prosentase
penurunan sebesar 89,40%; 91,25%; 91,90%; 93,10% dan 94,40%. Pada
waktu pengadukan 20 menit dengan dosis yang sama diperoleh prosentase
penurunan sebesar 91,90%; 93,10%; 95,70%; 96,35% dan 96,90 %..
Begitu pula pada waktu pengadukan 25 menit diperoleh prosentase
penurunan sebesar 93,10%; 95,70%; 97,50%; 97,80% dan 98,70%. Dan
bila berturut – turut waktu pengadukan diperpanjang hingga 30 menit dan
dengan dosis yang sama pula, maka diperoleh prosentase penurunan
sebesar 95,70%; 97,80%; 98,70%; 99,40% dan 99.80%.

 Pengaruh Waktu Pengadukan (menit) terhadap Derajat


Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor penting dalam


proses desinfeksi. Bakteri E. Coli adalah bakteri patogen penyebab
berbagai macam penyakit. Bakteri patogen tidak akan hidup lama dalam air
yang sangat asam atau basa, seperti air dengan pH < 3, atau > 11 (Hadi,
2000). Berdasarkan hasil analisa, nilai pH dapat dilihat dalam tabel di
bawah

Tabel Pengaruh Waktu Pengadukan (Menit) Terhadap Derajat


Keasaman (Ph)
Waktu Dosis Kaporit (mg/lt)/pH
Pengadukan
1 1,5 2 2,5 3
(menit)

10 7,81 7,81 7,84 7,86 7,89

15 7,81 7,82 7,84 7,87 7,89

20 7,83 7,85 7,87 7,88 7,90

25 7,83 7,87 7,89 7,91 7,91

30 7,85 7,88 7,90 7,93 7,93

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa pada waktu pengadukan 10


menit dengan dosis kaporit 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 dan 3 mg/lt diperoleh 7,81 ;
7,81; 7,84; 7,86 dan 7,89. Pada waktu pengadukan 15 menit dengan dosis
yang sama.

1.4 Pengolahan Air Sadah


Istilah air sadah (hard water) secara umum merupakan air yang
mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan konsentrasi tinggi.
Senyawa-senyawa kalsium dan magnesium ini relatif sukar larut dalam air,
sehingga cenderung untuk memisah dari larutan dalam bentuk endapan yang
kemudian melekat pada logam (wadah) dan menjadi keras.
Ciri air sadah adalah apabila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan
sabun atau detergen maka akan sukar berbuih atau bila dipanaskan akan
membentuk batu ketel.
Kesadahan air tersebut disebabkan adanya garam kalsium dan
magnesium berupa:
a. Ca(HCO3)2 / Kalsium Bikarbonat d. Mg(HCO3)2 /
Magnesium Bikarbonat
b. CaSO4 / Kalsium Sulfat e. MgSO4 / Magnesium
Sulfat
c. CaCl2 / Kalsium Klorida f. MgCl2 / Magnesium
Klorida

Macam-macam Air Sadah


1. Air Sadah Sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion
bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium
bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2).
Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut
air sadah sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan
air, sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+. Dengan jalan
pemanasan senyawa-senyawa tersebut akan mengendap pada dasar ketel.
Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(HCO3)2 (aq) –> CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)

2. Air Sadah Tetap


Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion
bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa
yang terlarut boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl 2), kalsium nitrat
(Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium
nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat (MgSO4). Dikatakan sebagai air sadah
tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara
pemanasan. Untuk membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan
dengan cara kimia, yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia
tertentu.
Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 (aq)
atau K2CO3 (aq). Penambahan larutan karbonat dimaksudkan untuk
mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.
• CaCl2 (aq) + Na2CO3 (aq) –> CaCO3 (s) + 2NaCl (aq)
• Mg(NO3)2 (aq) + K2CO3 (aq) –> MgCO3 (s) + 2KNO3 (aq)
Dengan terbentuknya endapan CaCO 3 atau MgCO3 berarti air
tersebut telah terbebas dari ion Ca2+ atau Mg2+ atau dengan kata lain air tersebut
telah terbebas dari kesadahan.

Metode Dalam Mengatasi Kesadahan Air


1. Metode Resin
Resin adalah zat polimer alami ataupun sintetik yang salah satu
fungsinya adalah dapat mengikat kation dan anion tertentu. Secara teknis, air
sadah dilewatkan melalui suatu wadah yang berisi resin pengikat kation dan
anion, sehingga diharapkan kation Ca2+ dan Mg2+ dapat diikat resin. Sehingga,
air tersebut akan terbebas dari kesadahan.
2. Metode Zeolit
Zeolit  berasal  dari  mineral  Alumino silikat  yang  terdehidrasi dengan
kation-kation alkali dan alkali tanah, memiliki struktur dalam tiga dimensi yang
tidak terbatas dengan rongga-rongga dan memiliki pori-pori yang dapat dilewati
air. Ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar dengan ion Na+ dan K+ dari zeolit, sehingga
air tersebut terbebas dari kesadahan. Untuk menghilangkan kesadahan
sementara ataupun kesadahan tetap pada air yang anda gunakan di rumah dapat
dilakukan dengan menggunakan zeolit. Dengan menyediakan tong yang dapat
menampung zeolit. Pada dasar tong sudah dibuat keran. Air yang akan anda
gunakan dilewatkan pada zeolit terlebih dahulu. Air yang telah dilewatkan pada
zeolit dapat anda gunakan untuk keperluan rumah tangga, seperti mencuci,
mandi dan keperluan masak.

1.4.2 Pengolahan Air yang Mengandung Fe (Besi)


Untuk menghilangkan zat besi atau mangan di dalam air yang paling
sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses pemisahan
padatan Ada beberapa cara oksidasi besi atau mangan yang paling sering
digunakan di dalam industri pengolahan air minum antara lain :
1. Proses aerasi-filtrasi
Biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap serta filter atau penyaring.
Aerator adalah alat untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan air agar zat
besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen
membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3) serta mangan oksida yang relatif tidak
larut di dalam air. Kecepatan oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh pH
air. Umunnya makin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat.
Jika konsentrasi zat besi atau mangan di dalam air baku cukup tinggi
maka perlu bak pengendap yang dilengkapi dengan pengumpul lumpur. Untuk
unit fitrasi menggunakan filter bertekanan dengan dua media yakni pasir silika
dan anthrasite.
2. Proses Khlorinasi-Filtrasi
Di dalam proses Khlorinasi – Filtrasi unit peralatan yang digunakan
terdiri dari sistem pembubuhan (injeksi) bahan kimia dan beberapa unit filter.
Unit filter yang digunakan di dalam proses ini sama dengan filter yang
digunakan pada Aerasi - Filtrasi. Kadang-kadang perlu tangki retensi kecil serta
pengaturan pH dengan penambahan soda ash, soda api atau kapur tohor
(Ca(OH)2). Bahan kimia yang digunakan adalah gas khlorine atau hipokhlorit.
Untuk melakukan khlorinasi, khlorine dilarutkan dalam air kemudian
dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya diatur melalui orifice flowmeter atau
dosimeter yang disebut khlorinator. Pemakaian kaporit atau kalsium hipokhlorit
untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah
karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air. Oksidasi
Fe dengan khlorine dapat dilakukan dengan efektif walaupun pada kondisi pH
rendah.

1.4.3 Pengolahan Air yang Berbau


Metode-metode manual yang dapat kita lakukan untuk membuat bau
yang tidak sedap tersebut hilang, yaitu:
 Seperti pemberian tawas atau kaporit pada air yang telah kita tampung
dan akan kita gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
 Air yang sudah diberikan kaporit tidak bisa langsung digunakan, tetapi
harus dibiarkan terlebih dahulu agar bau - bau yang tidak tersebut
menghilang
 Setelah memang tidak tercium bau lagi baru kemudian air tersebut dapat
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Pengolahan air dengan menggunakan proses dua tahap yaitu: 
1. Tahap pengendapan dengan cara kimia : Tahap pengendapan
dilakukan untuk mengendapkan kotoran berupa lumpur/tanah liat, ion-
ion penyebab kesadahan air (besi dan mangan) dan zat-zat terlarut
lainnya.
2. Tahap penyaringan : Tahap penyaringan dilakukan untuk
menghilangkan bau dan endapan.

Langkah-langkah Pengolahan Air yang Berbau


1. Alat dan bahan yang diperlukan :
a. Bahan Kimia untuk Pengendapan :
Bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan 100 liter air adalah 10
gram tawas, 5 gram kaporit, 10 gram kapur (untuk bahan bangunan ). Jumlah
dan komposisi bahan pengendap dapat berubah tergantung kondisi air yang
diolah.
b. Bahan Penyaring
Bahan penyaring berupa : pasir hitam (diameter 0,3 – 1,2 mm), kerikil
(diameter 12 – 30 mm), ijuk, dan arang aktif 9arang dari batok kelapa atau kayu
yang dihaluskan). Bila tidak tersedia pasir yang memenuhi syarat dapat
digantikan dengan zeolit yang banyak dijual di pasaran.
c. Bahan Unit Pengolahan
2 buah drum plastik (masing-masing kapasitas 100 liter), bila drum
terbuat dari kaleng sebaiknya bagian dalam dilapisi dulu dengan semen untuk
mencegah karat, Kayu atau besi untuk rak, Keran 2 buah, dan Pipa paralon
untuk mengalirkan air
 Buatlah unit pengolahan air
 Bahan-bahan yang akan digunakan sebagai penyaring dicuci
bersih dengan membilas berulang kali dan terahir dengan air
panas. Kemudian susun dalam bak
 Siapkan bahan pengendap dalam dua wadah : pada wadah
pertama, Larutkan kaporit dan kapur sebanyak yang dibutuhkan
ke dalam setengah liter air hangat. Aduk hingga terlarut. Dalam
wadah yang kedua, larutkan tawas dengan setengah liter air
hangat.
 Masukkan air yang akan diolah ke dalam bak pertama sampai
penuh. Kemudian tambahkan larutan pengendap dari wadah
pertama (campuran kaporit dan kapur) aduklah. Biarkan
beberapa saat. Kemudian masukkan larutan pengendap dari
wdah kedua (tawas). Biarkan sampai 2 jam hingga semua zat
pengotor atau ion-ion mengendap. Lamanya pengendapan ini
tergantung banyaknya zat pengotor, jika hanya sedikit tentu akan
lengkap mengendap dalam waktu yang kurang dari 2 jam.
 Setelah lengkap mengendap alirkan air perlahan-lahan ke tangki
penyaring. Tangki penyaring tersebut telah diberi alas penyaring
Penyaring ini berfungsi untuk menyaring endapan dan menyerap
bau yang terdapat dalam air (misalnya bau kaporit berlebih). Air
yang dihasilkan, sebelum diminum harus dimasak/didihkan
terlebih dahulu.

1.4.4 Pengolahan Air yang Berwarna


Adanya kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam air
menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah
beberapa saat kontak dengan udara. Oleh karena itu, menurut Permenkes RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010, kadar Fe dalam air minum maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,3 mg/Lt dan kadar Mn dalam air minum yang
diperbolehkan adalah 0,1 mg/Lt.
Dalam pengolahan air sumur gali dengan menggunakan aerator
gelembung dan saringan pasir cepat yang merupakan secara aerasi - filtrasi
sangat penting dilakukan untuk menurunkan kadar Besi (Fe), Mangan (Mn),
warna, bau, rasa, dan kekeruhan. Aerasi secara luas telah digunakan untuk
mengolah air yang mempunyai kandungan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn)
terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut).

Langkah-langkah Pengolahan Air yang Berwarna

1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometrik UV-
Vis, Krank, pompa aerator, pompa air, pipa PVC, dan tabung. Bahan yang
digunakan adalah pasir, kerikil, arang tempurung kelapa, ijuk, dan koral sebagai
media filtrasi dan air sumur gali sebagai sampel penelitian.
Sketsa alat penelitian ini adalah sebagai berikut :
 

a. Aerator Gelembung
Aerator gelembung (babble aerator) dimana udara disemprotkan melalui
dasar bak air yang akan diaerasi, sehingga udara akan kontak dengan air atau
mencampur air dengan gelembung udara.
 
2. Saringan Pasir Cepat

Pada proses filtrasi dengan menggunakan Saringan Pasir Cepat (SPC)


merupakan saringan air yang dapat menghasilkan debit air hasil penyaringan
yang lebih banyak.

Pengolahan Air yang Berwarna

1. Mengambil sampel air sumur gali sebanyak 600 ml. Kemudian dibawa
ke Laborarorium Kesehatan untuk mengukur kadar besi (Fe) dan
mangan (Mn).
2. Proses aerasi dengan menggunakan aerator gelembung. Air sebanyak
50L disimpan dalam bak, kemudian disemprotkan dengan udara.
Selanjutnya dengan mengatur lama aerasi dengan variasi waktu selama
15 menit, 30 menit dan 45 menit. Kemudian dibawah ke Laboratorium
Kesehatan untuk pengukuran kadar besi (Fe) dan mangan (Mn).
3. Proses aerasi-filtrasi. Air sebanyak 50 L yang disimpan dalam bak
disemprotkan dengan udara kemudian di filtrasi menggunakan saringan
pasir cepat yaitu pasir, kerikil, arang, ijuk dan koral. Setelah proses
filtrasi dilakukan maka air dari hasil saringan pasir cepat akan
tertampung ke bak penampungan akhir. Kemudian dibawah ke
Laboratorium Kesehatan untuk pengukuran kadar besi (Fe) dan mangan
(Mn).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Munawar. 2010. Monograf: Peran Proses Desinfeksi Dalam Upaya Peningkatan
Kualitas Produk Air Bersih. Surabaya: UPN Press.
https://hydro.co.id/filtrasi-pada-air/
http://fitriaandriani27.blogspot.com/2016/11/proses-koagulasi-dalam-pengolahan-air.html
http://nanosmartfilter.com/cara-desinfeksi-air/

Anda mungkin juga menyukai