Anda di halaman 1dari 37

Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 181/ Sosial Ekonomi Pertanian

LAPORAN AKHIR
PROGRAM PENELITIAN (PNDP)
TAHUN 2016

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI UBI KAYU


DI KOTA PAYAKUMBUH

TIM PENGUSUL
Ketua : Mega Amelia Putri, SP, M.Si (0017118602)
Anggota : Ir. John Nefri, M.Si (0025106304)
Regia Indah Kemala Sari, SP, M.Si (0027058603)

Dibiayai oleh DIPA Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh


No. DIPA-042.01.2.400991/2016 tanggal 7 Desember 2015
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan dalam
Rangka Pelaksanaan Program Penelitian

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH


NOVEMBER 2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Nilai Tambah Agroindustri Ubi Kayu


di Kota Payakumbuh

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 181/Sosial Ekonomi Pertanian


Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : MEGA AMELIA PUTRI
b. NIDN : 0017118602
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Program Studi : Manajemen Produksi Pertanian
e. Nomor HP/Surel : 08126922741/lia.politani@gmail.com
Anggota Peneliti (1)
a. Nama Lengkap : JOHN NEFRI
b. NIDN : 0025106304
c. Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Anggota Peneliti (2)
d. Nama Lengkap : REGIA INDAH KEMALA SARI
e. NIDN : 0027058603
f. Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Tanjung Pati, 17 November 2016


Mengetahui,
Ketua Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan Ketua Program

Ir. Setya Dharma, M.Si Mega Amelia Putri, SP, M.Si


NIP.196010061987031003 NIP: 198611172014042001

Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian

DR. Ir. Agustamar, MP


NIP: 195905071987031001

2
RINGKASAN

Kota Payakumbuh merupakan sentra terbesar agroindustri ubi kayu di


provinsi Sumatera Barat (BPS Sumatera Barat, 2016). Hal ini menunjukkan
bahwa pengembangan industri olahan ubi kayu skala kecil maupun rumah tangga
memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan nilai tambah. Selain itu,
kegiatan ini juga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja,
pemanfaatan waktu luang dan peningkatan pendapatan masyarakat. Lokasi yang
dipilih adalah kecamatan Payakumbuh Barat. Hal ini disebabkan sebagian besar
(89%) produsen olahan produk pangan di kota Payakumbuh berada di daerah ini.
Kemampuan dalam menentukan besarnya nilai tambah suatu produk, dapat
memberikan tambahan informasi bagi pelaku usaha. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis nilai tambah agroindustri ubi kayu di kota
Payakumbuh. Metode analisis yang digunakan adalah metode Hayami (1989).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Program Excel. Data yang
dikumpulkan adalah input dan output pengolahan ubi kayu yang diperoleh dari
responden yang telah ditentukan di kecamatan Payakumbuh Barat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah agroindustriubi kayu menjadi karak
kaliang dan kerupuk sanjai balado di Kota Payakumbuh sebesar Rp 33.746,67/Kg
dan Rp 9.640,58/ Kg dengan rasio nilai tambah masing-masing sebesar 82,31
persen atau Rp 31.496,67 / Kg untuk karak kaliang dan 54,99 persen atau Rp
8.515,58 /Kg untuk kerupuk sanjai balado.

Kata Kunci : Nilai tambah, ubi kayu, kecamatan Payakumbuh Barat

iii3
DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Pembangunan Agroindustri melalui Peningkatan Nilai Tambah Produk
Pertanian ................................................................................................... 4
2.2 Nilai Tambah Ubi Kayu ............................................................................ 5
2.3 Konsep Nilai Tambah ............................................................................... 6
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 8
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ....................................................... 8
3.2 Metode Pengambilan Sampel ................................................................... 8
3.3 Pengumpulan Data .................................................................................... 8
3.4 Metode Analisis Nilai Tambah ................................................................. 8
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI ................................................................ 10
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 10
4.2 Karakteristik Responden ........................................................................... 11
4.3 Aspek Produksi Agroindustri Ubi Kayu ................................................... 13
4.4 Aspek Finansial ........................................................................................ 16
4.5 Analisis Nilai Tambah Agroindustri Ubi Kayu ........................................ 21
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 25
5.2 Saran ......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 27

iv 4
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1. Komponen Perhitungan Nilai Tambah ..................................... 9
Tabel 2. Identitas Responden di Kota Payakumbuh, Tahun 2016 .......... 11
Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Jenis Produk Inti yang
Diproduksi ................................................................................
13
Tabel 4. Kebutuhan Bahan untuk Kegiatan Satu Kali Produksi ............. 14
Tabel 5. Kebutuhan Alat untuk Kegiatan Produksi ................................ 15
Tabel 6. Penyusuatan Peralatan untuk produk Karak Kaliang, Tahun
2016 .......................................................................................... 17
Tabel 7. Penyusuatan Peralatan untuk Produk Kerupuk Sanjai, Tahun
2016........................................................................................... 17
Tabel 8. Biaya Produksi, Karak Kaliang dalam 1 Kali Proses Produksi,
Tahun 2016 ............................................................................... 18
Tabel 9. Biaya Produksi, Kerupuk Sanjai dalam 1 Kali Proses
Produksi, Tahun 2016 ............................................................... 19
Tabel 10. Keuntungan Agroindustri Ubi Kayu dalam Satu Kali Proses
Produksi, Tahun 2016 ............................................................... 20
Tabel 11. Efisiensi Usaha Karak Kaliang dan Kerupuk Sanjai Balado
dalam Satu Kali Proses Produksi, Tahun 2016 ......................... 21
Tabel 12. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Ubi Kayu menjadi Karak
Kaliang dan Kerupuk Sanjai Balado, Tahun 2016 ................... 22

v5
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Tahapan Pengolahan Adonan Karak Kaliang ......................... 14

vi6
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Produksi Karak Kaliang ................ 35
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan Produksi Kerupuk Sanjai .............. 36

vii7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Struktur perekonomian provinsi Sumatera Barat masih bersifat agraris. Hal
ini terlihat selama triwulan I-2016, menurut lapangan usaha struktur ekonomi
Sumatera Barat didominasi oleh pertanian, kehutanan dan perikanan mencapai
24,31 persen, sedangkan untuk perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor sebesar 15,19 persen, untuk transportasi dan pergudangan sebesar
12,06 persen. Selain itu, sektor pertanian juga mampu menyerap tenaga kerja
mencapai 39,20 persen dari total pekerja menurut lapangan usaha (BPS Prov.
Sumatera Barat, 2016). Fakta ini mengindikasikan bahwa peningkatan
produktivitas dan nilai tambah produk pertanian tidak saja akan mendorong
peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta
pengembangan usaha pertanian tetapi juga akan memberikan peluang terbukanya
kesempatan kerja yang lebih besar baik di aspek produksi maupun pengolahan
hasil.
Namun saat ini, umumnya komoditi pertanian yang dihasilkan sebagian
masih berupa bahan mentah dan mudah rusak, sehingga perlu langsung
dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan ini dapat
meningkatkan guna bentuk komoditi-komoditi pertanian. Kesediaan konsumen
membayar harga output agroindustri pada harga yang relatif tinggi merupakan
insentif bagi perusahaan-perusahaan pengolah untuk menghasilkan output
agroindustri (Sari, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan agroindustri dapat
meningkatkan guna bentuk komoditi pertanian. Dalam menciptkan guna bentuk,
maka dibutuhkan biaya pengolahan. Salah satu konsep yang sering digunakan
untuk membahas pengolahan komoditi pertanian ini adalah nilai tambah.
Ubi kayu merupakan salah satu komoditi utama dalam memenuhi kebutuhan
pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri di
provinsi Sumatera Barat. Selama tahun 2014, total produksi ubi kayu di provinsi
ini mencapai 217,9 ribu ton dengan daerah sentra utama produksinya (33,60%)
yaitu kabupaten Limapuluh Kota (73,2 ribu ton). Walaupun dari sisi penawaran
kabupaten Limapuluh Kota menjadi pusat produksinya. Namun, dari sisi

18
peningkatan nilai tambah produk ubi kayu, kota Payakumbuh lebih unggul dalam
kegiatan pengolahan dan pemasaran produk olahan ubi kayu. Hal ini disebabkan,
kota Payakumbuh terletak ditengah-tengah wilayah kabupaten ini. Sehingga,
dalam proses penyediaan bahan baku ubi kayu untuk agroindustri yang ada di kota
Payakumbuh relatif mudah dan terjangkau serta dari segi pemasaran relatif mudah
dijangkau oleh konsumen.
Selain itu, dari sisi konsumsi ubi kayu di kota Payakumbuh juga
menunjukkan peningkatan semakin tinggi. Hal ini tentu saja akan diimbangi
dengan perkembangan produksi yang terus meningkat. Selama tahun 2012 sampai
2014, rata-rata pertumbuhan produksi ubi kayu meningkat sebesar 14,29 persen
per tahun (BPS Payakumbuh, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa kota
Payakumbuh memiliki potensi besar dalam pengembangan agroindustri ubi kayu.
Kecamatan Payakumbuh Barat merupakan pusat industri pengolahan ubi
kayu di kota Payakumbuh. Hal ini terlihat selama tahun 2014, total produksi ubi
kayu di kecamatan Payakumbuh Barat mencapai 36,65 persen dari total produksi
ubi kayu di kota Payakumbuh (14 ribu ton) (BPS Kota Payakumbuh, 2015).
Selain itu, dari total produsen produk olahan yang ada di kota Payakumbuh 89
persen terletak di kecamatan Payakumbuh Barat. Berdasarkan hasil observasi
langsung ke pabrik-pabrik pengolahan ubi kayu di daerah ini, rata-rata jumlah
tenaga kerja pada masing-masing pabrik adalah 15 orang. Artinya agroindustri ini
tergolong industri kecil dan industri rumah tangga.

1.2 Perumusan Masalah


Dalam kaitannya terhadap pengembangan agroindustri khususnya yang
berasal dari teknologi sederhana seperti pembersihan, pemilihan (grading),
penggorengan (roasting), dan pengepakan (packaging) olahan ubi kayu
(Balitbang, 2011). Diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan
nilai tambah produk yang dihasilkan. Beberapa hasil olahan ubi kayu yang telah
dihasilkan antara lain keripik sanjai, sanjai balado, sanjai manis dan sanjai lidi.
Juga terdapat pengolahan produk pangan lainnya seperti keripik talas, karak
kaliang, ganepo dan lainnya.

29
Sejak tahun 2005 sesuai dengan SK Walikota Payakumbuh
No.521.05/1212/WK-PYK/05 tanggal 30 Desember 2005, pemerintah telah
menetapkan kawasan Sentra Agribisnis Pertanian yang bertujuan antara lain
untuk: 1) menetapkan komoditas unggulan masing-masing kecamatan yang punya
prospek pasar, 2) menciptakan daya saing produk yang kompesitif dan
komperatif, 3) memudahkan memperkenalkan produk unggulan keluar daerah, 4)
jaminan dalam pemasaran kerjasama/ kemitraan dengan pihak lain, 5)
meningkatkan nilai tambah produk pertanian, 6) memudahkan dalam pembinaan
serta menerapkan konsep agropolitan, 7) bahan bagi pemerintah daerah
menetapkan/ merevisi RUTRK dan 8) terciptanya sinergitas program dengan
instansi terkait dan Stake Holders.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produktif pengolahan
produk pangan khususnya keripik sanjai memerlukan berbagai input produksi
seperti ubi kayu, bahan penunjang dan tenaga kerja. Kegiatan ini akan
meningkatkan daya guna dari faktor produksi sehingga meningkatkan nilai
tambah produk ubi kayu (Famelia, 2009; Sari, 2011; Ishak et al., 2012). Oleh
karena itu yang menarik untuk diketahui dalam penelitian ini adalah berapa
besarnya nilai tambah produk olahan ubi kayu di Kota Payakumbuh, sehingga
mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan .

1.3 Tujuan Penelitian


Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tambah
produk olahan ubi kayu di kota Payakumbuh.

1.4 Manfaat Penelitian


Sejalan dengan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini diharapkan
dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang
dapat mendorong pengembangan agroindustri ubi kayu sebagai salah satu produk
unggulan yang ada di kota Payakumbuh. Selain itu, dari segi konsumsi dapat
tercapainya kecukupan pangan bagi masyarakat. Sedangkan manfaat jangka
panjang yang diharapkan dari penelitian ini adalah sejalan dengan harapan
pemerintah kota Payakumbuh.

310
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Agroindustri melalui Peningkatan Nilai Tambah Produk


Pertanian
Agroindustri sebagai suatu subsistem dapat dipandang sebagai kegiatan
yang memerlukan input dan merubahnya untuk mencapai tujuan tertentu. Input
dalam kegiatan industri terdiri atas bahan mentah hasil pertanian maupun bahan
tambahan, tenaga kerja, modal dan faktor pendukung lainnya. Kegiatan
agroindustri meliputi usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk
pertanian melalui pengolahan lebih lanjut dari bahan-bahan mentah hasil pertanian
maupun memberikan jasa kepada pengrajin (Soekartawi, 2001). Hal ini sejalan
dengan pendapat Kustiari (2010) yang menyatakan bahwa pengembangan industri
makanan diharapkan akan mampu menyerap hasil pertanian yang diproduksi oleh
petani, membuka kesempatan kerja, dan sumber devisa sekaligus menyediakan
produk pangan yang semakin beragam.
Menurut Tambunan et al (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembangunan agroindustri dan merupakan kendala yang harus dihadapi,
diantaranya adalah; 1) modal terbatas, pemerintah masih belum memberikan
prioritas utama pengembangan agroindustri sementara besar kecilnya modal akan
sangat menentukan kelanjutan agroindustri, 2) manajemen yang secara umum
masih lemah sehingga faktor ini masih perlu diperhatikan karena akan
mempengaruhi proses keseluruhan dalam suatu agroindustri, 3) teknologi yang
dikuasai masih rendah karena jumlah tenaga kerja yang berkualitas di sektor
pertanian relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor lain, 4) mekanisme
pemasaran yang dimiliki masih lemah sehingga berakibat fluktuasi harga sebagai
penyebab adanya pasar yang terbatas, dan 5) biaya pengangkutan hasil-hasil
produk pertanian untuk ekspor relatif tinggi.
Saat ini semua pihak baik pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat
harus mampu memikul tanggung jawab bersama agar produk pertanian tidak
hanya dijual/diekspor secara langsung melainkan dapat diolah terlebih dahulu
sehingga memberikan nilai tambah. Pengertian nilai tambah (value added) di sini
adalah suatu komoditas yang bertambah nilainya karena melalui proses

411
pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu proses produksi.
Dari pengertian ini definisi nilai tambah adalah selisih lebih antara nilai
produk dengan nilai biaya input, tidak termasuk upah tenaga kerja (Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro, 2012).
Melalui peningkatan nilai tambah produk pertanian diharapkan
pemasalahan-permasalahan dalam pembangunan agroindustri dapat berkurang dan
mampu meningkatkan daya saing produk pertanian baik tingkat nasional maupun
internasional. Hal ini tentu saja memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
kajian lebih dalam terkait analisis nilai tambah komoditi pertanian salah satunya
adalah ubi kayu.

2.2 Nilai Tambah Ubi Kayu


Tanaman ubi kayu merupakan salah satu hasil komoditi pertanian di
Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring dengan
perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan
makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri. Selain itu ubi kayu
juga dapat dijadikan sebagai bahan makanan pengganti misalnya saja keripik
singkong. Pembuatan keripik singkong ini merupakan salah satu cara pengolahan
ubi kayu untuk menghasilkan suatu produk yang relatif awet dengan tujuan untuk
menambah jenis produk yang dihasilkan seperti patilo, kue kaca, bolu pelangi dan
berbagai jenis keripik dan kue lainnya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan analisis
nilai tambah. Hasil yang diperoleh dapat berbeda sesuai dengan jenis
agroindustrinya, jumlah produk yang dihasilkan, penerapan teknologi yang
digunakan serta manajemen usaha yang diterapkan oleh masing-masing unit usaha
(Zakaria, 2000; Valentina, 2009; Ishak, 2013). Seperti pada proses pengolahan ubi
kayu menjadi rengginang diperoleh rasio nilai tambahnya sebesar 59,74 persen
(Ishak, 2013), pengolahan menjadi tepung mocaf rasio nilai tambahnya sebesr
49,65 persen (Saragih, 2012), sedangkan untuk agroindustri chip ubi kayu
memperoleh rasio nilai tambah sebesar 19,32 persen (Sari, 2011).

512
Selain itu, kondisi finansial perusahaan yang diperoleh melalui tingkat
keuntungan juga berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam
meningkatkan nilai tambah produknya. Menurut Kustiari (2010) tingkat
keuntungan pengolah hasil pertanian skala rumah tangga masih relatif kecil. Hal
ini terutama disebabkan karena harga bahan baku masih cukup fluktuatif. Selain
itu, harga input lain seperti minyak goreng juga masih cukup tinggi serta adanya
keterbatasan dalam penerapan teknologi. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam
pemasaran hasil dan pengadaan alat/ mesin yang sesuai dengan kondisi ekonomi,
sosial, budaya masyarakat setempat sangat dibutuhkan. Sehingga, pada penelitian
ini akan diuraikan pula secara deskriptif sejauhmana peran pemerintah dalam
mendukung perubahan nilai tambah produk ubi kayu di kota Payakumbuh.

2.3 Konsep Nilai Tambah


Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi pada suatu
komoditas karena komoditas tersebut mengalami proses pengolahan lebih lanjut
dalam suatu proses produksi. Konsep nilai tambah adalah status pengembangan
nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada status
komoditas. Input fungsional adalah perlakuan dan jasa yang menyebabkan
bertambahnya kegunaan dan nilai komoditas selama mengikuti arus komoditas
pertanian (Harjanto, 1989 dalam Sari, 2011).
Nilai tambah yang tinggi dapat digunakan sebagai informasi bagi pengusaha
lain untuk menanamkan modal pada agroindustri tersebut. Apabila nilai tambah
dari perlakuan yang diberikan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi,
maka akan dapat menarik investor baru untuk menanamkan modalnya serta
menjadi peluang kerja baru bagi masyarakat (Sonhaji, 2000). Pada perhitungan
nilai tambah dapat diketahui kategori suatu agroindustri berdasarkan rasio nilai
tambahnya yaitu termasuk dalam kategori agroindustri bernilai tambah rendah,
sedang atau tinggi. Kategori nilai tambah rendah, sedang dan tinggi ditentukan
dengan kriteria menurut Hubeis dalam Apriadi (2003), yaitu nilai tambah
dikatakan rendah jika nilai rasio < 15%, sedang jika nilai rasio berkisar 15%-40%
dan tinggi jika nilai rasio > 40%.

613
Pengolahan produk pertanian menjadi produk-produk tertentu untuk
diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut
(Soekartawi, 2001) antara lain meningkatkan nilai tambah, kualitas hasil,
pendapatan, menyediakan lapangan kerja dan memperluas jaringan distribusi.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar nilai
tambah yang diperoleh untuk pengolahan ubi kayu yang ada di kota Payakumbuh.

714
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian


Daerah penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan tujuan penelitian
yaitu di kecamatan Payakumbuh Barat kota Payakumbuh. Dengan pertimbangan
bahwa daerah ini merupakan sentra produsen olahan pangan ubi kayu terbesar di
Sumatera Barat.

3.2 Metode Pengambilan Sampel


Pada penelitian ini, metode pengambilan sampel produk olahan ubi kayu
dengan menggunakan metode sensus. Jika subjek penelitian sedikit, maka
seluruh subjek dijadikan sampel dan penelitian menjadi penelitian populasi
(Arikunto, 2010). Setiap responden yang akan dipilih dan diwawancarai telah
ditetapkan sebelumnya. Responden yang dipilih merupakan produsen pengolah
ubi kayu di Kota Payakumbuh.

3.3 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dapat diperoleh secara langsung dari hasil wawancara
dengan responden di daerah penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan
(kuisioner) yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder dapat
diperoleh dari instansi atau lembaga terkait dengan penelitian yang dilakukan,
seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Barat dan kota Payakumbuh atau instansi
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Nilai Tambah


3.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif berguna untuk menganalisis data-data yang bersifat
kualitatif yaitu menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi
keadaan tempat penelitian sesuai dengan kondisi lapang. Analisis ini memberikan
gambaran yang lebih baik bila tidak ada data kuantitatif untuk menggambarkan
keadaan lokasi penelitian, keadaan sampel penelitian, proses produksi pengolahan
ubi kayu menjadi berbagai macam pangan olahan.

815
3.4.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk lebih mudah menyimpulkan berbagai
tujuan penelitian dengan tingkat kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis nilai tambah
menggunakan metode Hayami. Prosedur perhitungan nilai tambah pengolahan
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komponen Perhitungan Nilai Tambah


Uraian Variabel Nilai
I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg) OP
2. Input (kg) IP
3. Tenaga Kerja (kg) LB
4. Faktor Konversi FKO OP/IP
5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) KTK LB/IP
6. Harga output HO
7. Upah tenaga kerja (RP/HOK) UP

II. Penerimaan dan Kuntungan


8. Harga bahan baku (Rp/kg) HBB
9. Input lain (Rp/kg) IPL
10. Nilai Output (Rp/kg) NO FKO*HO
11. a. Nilai tambah (Rp/kg) NT NO - IPL - HBB
b. Rasio nilai tambah (%) RNT (NT/NO) x 100
12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) RTK KTK x UP
b. Pangsa tenaga kerja (%) PTK (RTK/NT) x 100
13. a. Keuntungan (Rp/kg) PFT NT – RTK
b. Tingkat keuntungan (%) TPF (PFT/NT) x 100

III. Imbalan Jasa Pemilik Faktor Produksi


14. Marjin (Rp/kg) MR NO – HBB
a. Pendapatan tenaga kerja MTK (RTK/MR) x 100
b. Sumbangan input lain MIL (IPL/MR) x 100
c. Keuntungan pengusaha MP (PFT/MR) x 100
Sumber : Hayami et al., 1989

916
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI

Bab 4 akan menguraikan gambaran umum lokasi penelitian, karaktersitik


responden, aspek produksi, aspek finansial, dan analisis nilai tambah agroindustri
ubi kayu di Kota Payakumbuh. Pada aspek produksi akan diuraikan proses
pengolahan dua produk inti yang dihasilkan oleh responden yaitu karak kaliang
dan keripik sanjai balado. Sehingga, analisis finansial dan nilai tambah
agroindustri ubi kayu di Kota Payakumbuh juga akan dikaji untuk dua produk
tersebut.

4.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Secara geografis, Kota Payakumbuh terletak pada posisi 00o10 sampai
dengan 00o17 ‘ LS dan 100035’ sampai dengan 100045 BT. Tercatat memiliki luas
wilayah + 80.43 KM2 atau setara dengan 0.19% dari luas Propinsi Sumatera Barat
danj berbatasan langsung dengan l5 (lima) kecamatan di Kabupaten Lima Puluh
Kota. Keadaan topografi Kota Payakumbuh bervariasi antara dataran dan berbukit
dengan ketinggian 514 meter diatas permukaan laut. Suhu udara rata-rata 260
celcius dengan kelembaban udara berkisar antara 45% sampai dengan 50%.
Bila dilihat dari segi penggunaan tanah 34.45% tanah di Kota Payakumbuh
merupakan tanah sawah, 2,49% kolam, dan sisanya 63.06% berupa tanah kering.
Tanah kering ini sebagian besar dimanfaatkan untuk bangunan yaitu sebesar
24.01%. sisanya digunakan untuk kebun, hutan rakyat, penggembalaan dan
lainnya sebesar 39.05% Letak Kota Payakumbuh sangat strategis bila dilihat dari
segi lalu lintas angkatan darat Sumbar – Riau merupakan pintu gerbang masuk
dari arah Pekan Baru menuju kota-kota penting di Propinsi Sumatera Barat.
Berbagai jenis angkutan penumpang dan barang sangat ramai melewati kota ini
pada siang maupun malam hari. Jarak kota payakumbuh ke kota Pekan baru 188
km dan ditempuh selama kurang lebih 4,5 jam perjalanan dengan angkutan
pribadi, sedangkan jarak ke kota Padang sejauh 124 km dapat ditempuh dengan
kendaraan pribadi selama kurang lebih 2,5 jam perjalanan.
(http://koperindagpayakumbuh.com/index.php/9-berita/89-profil-ikm-kota
payakumbuh)
17
10
4.2 KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden akan membantu menggambarkan kondisi usaha


yang dijalankan oleh produsen yang memanfaatkan bahan baku utama ubi kayu
sebagai bahan olahan produk pangan. Responden yang diambil sebanyak 14 orang
yang beralamat di Kecamatan Payakumbuh Barat. Daerah ini dipilih dengan
pertimbangan merupakan sentra produksi ubi kayu di Kota Payakumbuh.
Karakteristik responden akan diidentifikasi berdasarkan umur, pendidikan,
lamanya usaha, jenis badan usaha serta jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Tabel 2. Identitas Responden di Kota Payakumbuh, Tahun 2016

No. Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1. Kelompok Umur (Tahun)
25-39 7 50,00
40-54 5 35,71
> 55 2 14,29
Jumlah 14 100,00
2. Tingkat Pendidikan
SD 3 21,43
SMP 3 21,43
SMA 7 50,00
S1 1 7,14
Jumlah 14 100,00
3. Lama Usaha ( Tahun)
4-14 9 64,29
15-25 4 28,57
> 25 1 7,14
Jumlah 14 100,00

Tabel 2 menggambarkan persentase jumlah responden berdasarkan


kelompok umur, tingkat pendidikan dan lamanya usaha. Sebagian besar (50,00%)
pemilik usaha agroindustri ubi kayu ini berusia antara 25 sampai 39 tahun.
Sedangkan 35,71 persen responden berada antara 40 sampai 54 tahun. Sisanya
(14,29%) berada diusia 55 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi
umur, pelaku usaha tergolong pada usia produktif dan mampu mengembangkan
inovasi dan strategi pemasaran yang lebih agresif. Hal ini tentu saja perlu
didukung dengan sumber daya manusianya, dari segi pendidikan sebagian besar
(50%) menempuh pendidikan selama 12 tahun atau setara tingat SMA, dan
sisanya masing-masing 21,43 persen menempuh pendidikan setingkat SD dan
SMP.
1118
Selain itu, hasil survey menunjukkan bahwa seluruh badan usaha yang
dimiliki responden berbentuk perusahaan keluarga, dengan kata lain usaha ini
sudah dirintis turun temurun dan menjadi suatu kebanggaan bagi penerus usaha
untuk menjalankan dan mengembangkan usaha yang sudah ada. Walaupun
demikian, ada juga kendala dan hambatan yang dihadapi pelaku, karena bentuk
usaha yang didasarkan pada kekeluargaan. Maka, tidak jarang perbedaan
pendapat dan cara pandang dalam menentukan suatu sikap terjadi. Oleh karena
itu, diperlukan strategi khusus dalam menjalankan usaha yang berbadan usaha
perusahaan keluarga sebagai contoh dalam pembagian hasil usaha, mengambil
keputusan terkait rencana kedepan dan sebagainya.
Secara umum agroindustri pengolahan ubi kayu telah mampu menyerap
tenaga kerja antara 3 sampai 45 orang. Besar kecilnya jumlah tenaga kerja
tergantung pada skala usaha yang dijalankan. Upah yang diterima setiap pekerja
juga beragam, sebagian besar responden memilih membayar upah pekerja dalam
bentuk harian antara Rp 10.000 sampai Rp 40.000 per hari. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan aktifitas produksi yang dilakukan tidak konsisten. Kondisi
saat liburan seperti hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, liburan sekolah dan liburan
tanggal merah yang cukup panjang. Banyak masyarakat dari luar daerah seperti
Medan, Riau, Jambi, Lampung bahkan dari Pulau Jawa berdatangan ke Sumatera
Barat dengan berbagai tujuan daerah. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
tingkat produksi yang dihasilkan, akibat banyaknya permintaan dari pedagang
oleh-oleh khas minang. Sehingga, perusahaan harus mampu memenuhi
permintaan yang meningkat mencapai 60 sampai 100 persen. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya perubahan jumlah tenaga kerja, sehingga upah harian
dianggap lebih efektif dalam menentukan bayaran bagi pekerja. Namun, ada pula
tenaga kerja tetap yang telah terikat kontrak dengan pemilik dan memiliki jasa
berbeda dengan tenaga kerja lainnya. Sehingga bentuk upah yang dilakukan
dalam bulanan sebesar Rp 1.200.000 sampai Rp 1.800.000, diluar bonus-bonus
lain yang diberikan akibat banyaknya permintaan terhadap produk.

1219
4.3 ASPEK PRODUKSI AGROINDUSTRI UBI KAYU
Aspek produksi menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan produk inti
yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku utama yaitu ubi kayu.
Beberapa hal yang akan dikaji seperti jenis produk, bahan dan alat yang
digunakan, sumber perolehan bahan baku serta proses produksi yang dilakukan.
Tabel 3 menunjukkan hasil survey terhadap 14 responden yang melakukan
pengolahan produk dengan bahan baku utama ubi kayu.

Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Jenis Produk Inti yang Diproduksi


Keterangan Jenis Produk Jumlah (Orang) Persentase (%)
Produk Inti 1. Kerupuk Sanjai 6 37,50
2. Karak Kaliang 8 50,00
3. Kerupuk Cancang 1 6,25
4. Sarang Balam 1 6,25
Jumlah 16 100,00

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pelaku yang melakukan usaha


agroindustri ubi kayu sebanyak 16 orang. Hal ini disebabkan ada dua industri
yang memproduksi sanjai dan karak kaliang sebagai produk inti usaha mereka.
Hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar (50%) pelaku usaha melakukan
proses pengolahan ubi kayu menjadi produk karak kaliang, untuk produk kerupuk
sanjai sebanyak 37,50 persen, sedangkan kerupuk cancang dan sarang balam
masing-masing 6,25 persen. Berdasarkan hasil survey ini maka peneliti memilih
dua produk inti olahan ubi kayu yaitu karak kaliang dan kerupuk sanjai sebagai
objek penelitian.

4.3.1 Proses Produksi Karak Kaliang


Proses produksi merupakan kegiatan inti yang dilakukan dalam suatu unit
usaha. Kemampuan perusahaan dalam menentukan produk utama yang akan
diproduksi adalah hal penting yang akan menentukan tingkat biaya dan
keuntungan yang akan diperoleh. Tabel 4 dan 5 akan diuraikan kebutuhan bahan
dan alat untuk satu kali produksi atau satu adonan.

1320
Tabel 4. Kebutuhan Bahan untuk Kegiatan Satu Kali Produksi

No. Bahan Satuan Kebutuhan Perbandingan


1. Tepung Ubi Kayu Kg/ hari 100-150 -
2. Minyak Kg/ hari 29 -
3. Garam Bungkus 14 300 kg tepung
4. Ajinomoto dan Masako Kg ½ 20 kg tepung
5. Kunyit Kg ½ 20 kg tepung
6. Pewarna Kuning - Secukupnya -
7. Air Bersih - Secukupnya -

I. Tahapan Pengolahan Adonan

Bahan utama : 20 Kg tepung ubi + 14 bungkus garam ditambah ¼ Kg


ajinomoto (untuk setiap 20 Kg tepung ubi) + masako ¼ Kg (untuk setiap
20 Kg tepung ubi) + ½ Kg kunyit + air secukupnya. (diaduk rata)

Di masak dalam kuali hingga adonan kental – Dinginkan dalam wadah adonan
(Adonan Induk Karak Kaliang)

Dimasukkan dalam mesin pengaduk adonan dengan ditambahkan sedikit demi


sedikit tepung ubi hingga berbentuk agak kalis

Adonan induk yang agak kalis diambil sedikit dan ditambahkan dengan tepung
ubi hingga adonan menjadi benar-benar kalis

Adonan kalis kemudian dipilin dengan talenan sebagai alas untuk


memilin, dan dibentuk menjadi angka delapan, lalu diletakkan dan
disusun pada nampan.

Gambar 1. Tahapan Pengolahan Adonan Karak Kaliang

II. Tahap penggorengan dan pengemasan


 Karak kaliang mentah kemudian digoreng dan ditiriskan
 Karak kaliang yang sudah matang kemudian dikemas, dengan kemasan per
Kg atau sesuai permintaan konsumen.

1421
Tabel 5. Kebutuhan Alat untuk Kegiatan Produksi

No. Alat Jumlah Kebutuhan Keterangan


1. Wadah adonan 2 buah Menampung adonan induk Berbahan
yang telah dimasak plastik
2. Kuali 2 buah Tempat membuat adonan Besi
induk dan tempat
penggorengan
3. Mesin pemarut 1 buah Memarut ubi sehingga Daya listrik
menjadi tepung ubi
4. Mesin pengaduk 1 buah Mengaduk adonan induk Daya listrik
adonan menjadi kalis
5. Nampan 5 buah Tempat karak kaliang yang Berbahan
sudah dibentuk plastik
6. Talenan 5 buah Tempat memilin adonan Plastik
7. Sendok 2 buah Alat untuk menggoreng Kayu dan
penggorengan besi
8. Peniris 2 buah Meniriskan karak kaliang Besi
yang sudah matang

4.3.2 Proses Produksi Kerupuk Sanjai


Kerupuk sanjai merupakan salah satu pangan olahan ubi kayu yang menjadi
produk unggulan masyarakat minang sebagai oleh-oleh khas Sumatera Barat.
Kerupuk sanjai diolah dengan berbagai varian rasa antara lain keripik sanjai tawar
(diberi garam), keripik sanjai saka (diberi olesan gula merah), dan yang paling
banyak diminati adalah kerupuk sanjai balado (dibumbui lado). Oleh karena itu,
dalam pembahasan penelitian ini produk olahan kerupuk sanjai yang diamati
adalam kerupuk sanjai balado. Berikut ini merupakan bahan-bahan dan cara
pembuatan kerupuk sanjai balado yang umumnya dilakukan oleh produsen
kerupuk sanjai.

Bahan-bahan membuat kerupuk sanjai balado


 200 kg ubi kayu, kupas dan parut tipis panjang
 20 bungkus garam halus ( 1 bungkus untuk 10 kg ubi kayu)
 Minyak secukupnya, untuk menggoreng ( sekitar 30 liter)
 Ajinomoto/ Masako ½ kg

1522
Bahan Bumbu lado
 10 kg cabe merah, buang dulu bijinya
 0,2 kg gula pasir
 0,25 bawang putih
 2 botol cuka makan

Cara Membuat Kerupuk Sanjai Balado Asli Padang


1. Bila singkong sudah diparut, silakan taburi dengan garam dapur terlebih
dulu, aduk merata dan diamkan 10 menit
2. Sekarang tinggal goreng singkong hingga matang, tapi jangan terlalu
gosong cukup putih saja, angkat dan tiriskan
3. Blender semua bahan bumbu lado sampai halus dan tercampur rata, jangan
lupa untuk mencampur cuka juga
4. Tumis bumbu tersebut sampai matang dan merah masak, angkat
5. Oleskan lado pada sisi-sisi kerupuk atau dapat di campur langsung
6. Setelah dingin produk siap dikemas dalam ukuran tertentu

4.4 ASPEK FINANSIAL


Aspek finansial menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari total penerimaan yang diperoleh
dan total biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, pada subbab ini akan diuraikan
terkait penggunaan peralatan, biaya dalam proses produksi dan keutungan usaha
yang diperoleh.

4.4.1 Penggunaan Peralatan


Kegiatan produksi yang efisien ditentukan juga oleh kemampuan
perusahaan dalam melakukan perencanaan penggunaan peralatan sesuai bahan
baku yang digunakan. Tabel 6 dan 7 menunjukkan biaya penyusutan peralatan
pada Kerupuk sanjai dan karak kaliang di Kota Payakumbuh Tahun 2016.

1623
Tabel 6. Penyusuatan Peralatan untuk produk Karak Kaliang, Tahun 2016
Harga Jlh Lama Harga Nilai
Jenis Peralatan Jlh Satuan Baru Biaya Pemakaian Lama Penyusutan
(Rp/@) (Rp) (Tahun) (Rp) (Rp/Thn)
Mesin pemarut 1 unit 250.000 250.000 2,00 150.000 50.000
Mesin pengepres 1 unit 350.000 350.000 2,00 200.000 75.000
Mesin pengaduk
1 unit 375.000 375.000 2,00 200.000 87.500
adonan
Pisau 10 buah 20.000 200.000 2,00 10.000 5.000
Nampan 5 buah 25.000 125.000 2,00 15.000 5.000
Talenan 5 buah 30.000 150.000 2,00 15.000 7.500
Wajan 4 buah 250.000 1.000.000 2,00 150.000 50.000
Kompor 5 unit 200.000 1.000.000 2,00 100.000 50.000
Peniris 5 buah 15.000 75.000 2,00 5.000 5.000
Kemasan plastik 5 pak 35.000 175.000 0,42 30.000 12.000
Sealer Listrik 1 unit 165.000 165.000 3,00 100.000 21.667
Sendok
4 buah 35.000 140.000 2,00 20.000 7.500
penggoreng
Blender 1 unit 200.000 200.000 2,00 150.000 25.000
Jumlah 4.205.000 401.167
Sumber : Data primer diolah

Tabel 7. Penyusuatan Peralatan untuk Produk Kerupuk Sanjai, Tahun 2016


Harga Jlh Lama Harga Nilai
Jenis
Jlh Satuan Baru Biaya Pemakaian Lama Penyusutan
Peralatan
(Rp/@) (Rp) (Tahun) (Rp) (Rp/Thn)
Mesin perajang 1 unit 200.000 200.000 2,00 100.000 50.000
Pisau 15 buah 20.000 300.000 2,00 10.000 5.000
Baskom 7 buah 25.000 175.000 2,00 15.000 5.000
Panci 5 buah 150.000 750.000 2,00 100.000 25.000
Kuas 3 buah 12.000 36.000 2,00 6.000 3.000
Wajan 4 buah 250.000 1.000.000 2,00 150.000 50.000
Kompor 5 unit 200.000 1.000.000 2,00 100.000 50.000
Peniris 5 buah 15.000 75.000 2,00 5.000 5.000
Kemasan
5 pak 35.000 175.000 0,42 30.000 12.000
plastik
Sealer Listrik 1 unit 165.000 165.000 3,00 100.000 21.667
Blender 1 unit 200.000 200.000 2,00 150.000 25.000
Jumlah 4.076.000 251.667
Sumber : Data primer diolah

24
17
4.4.2 Biaya dalam Proses Produksi
Biaya dalam proses produksi terdiri atas biaya bahan baku utama, bahan
baku penolong dan biaya tenaga kerja. Secara rinci biaya produksi untuk satu kali
proses produksi pada masing-masing produk yaitu karak kaliang dan kerupuk
sanjai. Tabel 8 menunjukkan bahwa bahan baku utama dalam produksi karak
kaliang terdiri atas tepung ubi kayu, minyak goreng, garam dan ajinomoto/
masako. Rata-rata biaya bahan baku utama yang dikeluarkan untuk satu kali
proses produksi sebesar Rp 1.086.000. Sedangkan bahan baku penolong hanya Rp
2.000 yang terdiri atas kunyit dan pewarna kuning. Adapun biaya tenaga kerja
dalam 1 kali produksi, minimal memerlukan 6 orang dengan kapasitas produksi
sebesar 100 sampai 150 kg dengan rata-rata biaya sebesar Rp 225.000. Sehingga
total biaya yang dikeluarkan untuk satu kali produksi sebesar Rp 1.313.000.

Tabel 8. Biaya Produksi, Karak Kaliang dalam 1 Kali Proses Produksi, Tahun
2016
Harga
Jumlah
No. Jenis Pengeluaran Volume Satuan Satuan %
(Rp)
(Rp)
1. Bahan Baku
a. Tepung ubi kayu 100,00 Kg 7.000 700.000 53,31
b. Minyak goreng 29,00 Kg 9.000 261.000 19,88
c. Garam 14,00 Bungkus 8.000 112.000 8,53
d. Ajinomoto/ 0,50 Kg 26.000 13.000 0,99
Masako
Jumlah 1.086.000
2 Bahan Baku Penolong
a. Kunyit 0,25 Kg 4.000 1.000 0,08
b. Pewarna Kuning 1,00 Bungkus 1.000 1.000 0,08
Jumlah 2.000
3 Biaya Tenaga Kerja
a. Tenaga kerja tetap 3,00 Org/hari 40.000 120.000 9,14
b. Tenaga kerja harian 3,00 Org/hari 35.000 105.000 8,00
Jumlah 225.000
Total Biaya 1.313.000 100,00
Sumber : Data primer diolah

1825
Biaya produksi terbesar dikeluarkan untuk pembelian bahan baku utama
yaitu tepung ubi kayu sebesar 53,31 persen dari total biaya yang dikeluarkan.
Sebesar 29,55 persen dari total biaya produksi digunakan untuk pembelian
minyak goreng dan bumbu-bumbu lainnya. Sedangkan biaya tenaga kerja minimal
(6 orang) yang diperlukan untuk satu kali produksi sebesar 17,14 persen dari total
biaya yang dikeluarkan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola bahan baku,
serta memaksimalkan kinerja tenaga kerja akan mampu meningkatkan jumlah
produksi dan berdampak pada tingkat keuntungan yang diharapkan.
Sedangkan untuk kerupuk sanjai, varian rasa yang dipilih untuk dianalisis
adalah kerupuk sanjai balado, dengan pertimbangan bahwa produk ini merupakan
produk penciri sebagai oleh-oleh khas minang. Tabel 9 menunjukkan bahwa
bahan baku utama dalam produksi kerupuk sanjai balado terdiri atas ubi kayu
segar, minyak goreng, garam dan ajinomoto/ masako. Rata-rata biaya bahan baku
utama yang dikeluarkan untuk satu kali proses produksi sebesar Rp 891.500 atau
setara dengan 63,29 persen dari total biaya yang dikeluarkan.
.

Tabel 9. Biaya Produksi, Kerupuk Sanjai dalam 1 Kali Proses Produksi, Tahun
2016
Harga
No. Jenis Pengeluaran Volume Satuan Satuan Jumlah (Rp) %
(Rp)
1.
Bahan Baku
a. Ubi kayu 200,00 Kg 2.500 500.000 35,50
b. Minyak goreng 25,00 Liter 9.000 225.000 15,97
c. Garam 20,00 Bungkus 8.000 160.000 11,36
d. Ajinomoto/
0,25 Kg 26.000 6.500 0,46
Masako
Jumlah 891.500
2. Bahan Baku Penolong
a. Lado 10,00 Kg 28.000 280.000 19,88
b. Gula pasir 0,20 Kg 10.500 2.100 0,15
c. Bawang putih 0,25 Kg 24.000 6.000 0,43
d. Cuka 2,00 Botol 2.000 4.000 0,28
Jumlah 292.100
3. Biaya Tenaga Kerja
a. Tenaga kerja tetap 3,00 Org/hari 40.000 120.000 8,52
b. Tenaga kerja
3,00 Org/hari 35.000 105.000 7,45
harian
Jumlah 225.000
Total Biaya 1.408.600 100,00
Sumber : Data primer diolah

1926
Tabel 9 menunjukkan biaya produksi kerupuk sanjai balado yang
dikeluarkan dalam satu kali proses produksi. Bahan baku penolong mencapai
20,74 persen (Rp 292.100) dari total biaya yang dikeluarkan, yang terdiri atas
lado, gula pasir, bawang putih dan cuka. Adapun biaya tenaga kerja dalam 1 kali
produksi memerlukan minimal 6 orang dengan rata-rata biaya sebesar Rp 225.000
atau setara dengan 15,97 persen dari total biaya yang dikeluarkab. Adapun total
biaya yang dikeluarkan untuk satu kali produksi mencapai Rp 1.408.600

4.4.3 Keuntungan Usaha


Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya selalu berharap akan
memperoleh keuntungan yang tinggi. Hal ini tentu saja sesuai dengan besarnya
pengorbanan (biaya) yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh. Secara
sederhana, pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh perusahaan
dari aktivitasnya. Pendapatan diperoleh dari total produksi yang dihasilkan
dikalikan dengan harga produk. Sedangankan keuntungan merupakan
pengurangan total pendapatan dengan total biaya yang dikeluarkan. Tabel 10
menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing produk
olahan ubi kayu yang diusahakan.

Tabel 10. Keuntungan Agroindustri Ubi Kayu dalam Satu Kali Proses
Produksi, Tahun 2016
Harga (Rp)
No. Keterangan
Karak Kaliang Kerupuk Sanjai Balado
1. Pendapatan Agroindustri
Total Produksi (TR) 4.100.000 3.506.250

2 Biaya Agroindustri
a. Biaya bahan baku 1.086.000 891.500
b. Biaya penyusutan 401.167 251.667
c. Biaya bahan penolong 2.000 292.100
d. Biaya tenaga kerja 225.000 225.000
Total Biaya (TC) 1.714.167 1.660.267

3 Keuntungan (TR-TC) 2.385.833 1.845.983


Sumber : Data primer diolah

2027
Hasil analisis tingkat keuntungan agroindustri ubi kayu untuk satu kali
produksi pada masing-masing produk yaitu karak kaliang sebesar Rp 2.385.833
dan kerupuk sanjai balado sebesar Rp 1.845.983. Nilai ini diperoleh berdasarkan
tingkat pendapatan yang diperoleh dan total biaya yang dikeluarkan. Adapun pada
perhitungan pendapatan di asumsikan dalam satu kali proses produksi, total
produksi yang dihasilkan sebanyak 150 kg dengan tingkat harga rata-rata yang
digunakan berasal dari hasil survey yang diperoleh. Harga rata-rata karak kaliang
mencapai Rp. 27.333 per kg, sedangkan harga rata-rata kerupuk sanjai balado
mencapai Rp 23.375 per kg. sehingga, diperoleh total pendapatan untuk karak
kaliang sebesar Rp 4.100.000 dan kerupuk sanjai balado sebesar Rp 3.506.250.

Tabel 11. Efisiensi Usaha Karak Kaliang dan Kerupuk Sanjai Balado
dalam Satu Kali Proses Produksi, Tahun 2016
Jumlah (Rp)
No. Keterangan
Karak Kaliang Kerupuk Sanjai Balado
1. Penerimaan ( R ) 4.100.000 3.506.250
2. Total Biaya ( C ) 1.714.167 1.660.267
Eisiensi ( R/C ) 2,39 2,11
Sumber : Data primer diolah

Selanjutnya pada Tabel 11 dapat kita analisis efisiensi usaha agroindustri


ubi kayu menjadi karak kaliang dan kerupuk sanjai balado dengan menggunakan
analsis perhitungan R/C Ratio, yaitu dengan membandingkan antara penerimaan
dengan total biaya. Hasil analisis menunjukkan bahwa agroindustri ubi kayu
menjadi produk karak kaliang dan kerupuk sanjai balado layak untuk diusahakan
dengan tingkat R/C Ratio masing-masing sebesar 2,39 dan 2,11.

4.5 ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI UBI KAYU


Analisis nilai tambah agroindustri ubi kayu menjadi karak kaliang dan
kerupuk sanjai balado dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai yang
ditambahkan pada bahan baku yang digunakan dalam memproduksi kedua produk
ini. Analisis nilai tambah dilakukan menggunakan metode Hayami. Tabel 12

2128
menunjukkan analisis nilai tambah agroindustri ubi kayu menjadi karak kaliang
dan kerupuk sanjai balado.

Tabel 12. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Ubi Kayu menjadi Karak Kaliang
dan Kerupuk Sanjai Balado, Tahun 2016
Agroindustri
Uraian Kerupuk Sanjai
Karak Kaliang
Balado
I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg) 150,00 150,00
2. Input (kg) 100,00 200,00
3. Tenaga Kerja (HOK) 6,00 6,00
4. Faktor Konversi 1,50 0,75
5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) 0,06 0,03
6. Harga output 27.333,33 23.375,00
7. Upah tenaga kerja (Rp/HOK) 37.500,00 37.500,00
II. Penerimaan dan Kuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 7.240,00 5.943,33
9. Input lain (Rp/kg) 13,33 1.947,33
10. Nilai Output (Rp/kg) 41.000,00 17.531,25
11. a. Nilai tambah (Rp/kg) 33.746,67 9.640,58
b. Rasio nilai tambah (%) 82,31 54,99
12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) 2.250,00 1.125,00
b. Pangsa tenaga kerja (%) 6,67 11,67
13. a. Keuntungan (Rp/kg) 31.496,67 8.515,58
b. Tingkat keuntungan (%) 93,33 88,33
III. Imbalan Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin (Rp/kg) 33.760,00 11.587,92
a. Pendapatan tenaga kerja 6,66 9,71
b. Sumbangan input lain 0,04 16,80
c. Keuntungan pengusaha 93,30 73,49
Sumber : Data primer diolah

Tabel 12 menunjukkan bahwa untuk produk karak kaliang dari 100 kg


tepung ubi kayu dapat diproduksi 150 kg karak kaliang dengan melibatkan tenaga
kerja sebanyak 6 orang. Harga jual karak kaliang adalah Rp. 27.333 per kg. Hasil
analisis pada faktor konversi menunjukkan bahwa dalam 1 kg tepung ubi kayu
dapat dihasilkan 1,50 kg karak kaliang, dengan nilai tambah Rp 33.746,67/Kg.
Artinya, terdapat peningkatan nilai tambah agroindustri ubi kayu dengan adanya
kegiatan pengolahan menjadi produk karak kaliang. Hal ini sejalan dengan
29
22
pendapat Ishak, Astuti dan Honorita (2011) yang menyatakan bahwa dengan
agroindustri ubi kayu mampu meningkatkan nilai tambah produk. Marjin yang
diperoleh dari pengolahan tepung ubi kayu menjadi karak kaliang sebesar Rp
33.760,00 /Kg. Imbalan tenaga kerja terhadap marjin sebesar 6,66 persen atau Rp
2.250 /Kg. Sumbangan input lain 0,04 persen ( Rp 13,33 /Kg). Keuntungan yang
diperoleh pemilik modal adalah 93,30 persen dari marjin yang diperoleh.
Sedangkan untuk produk kerupuk sanjai balado dari 200 kg ubi kayu segar
dapat diproduksi 150 kg kerupuk sanjai balado dengan melibatkan tenaga kerja
sebanyak 6 orang. Harga jual rata-rata produk adalah Rp. 23.375 per kg. Hasil
analisis pada faktor konversi menunjukkan bahwa dalam 1 kg ubi kayu dapat
dihasilkan 0,75 kg kerupuk sanjai balado, dengan nilai tambah Rp 9.640,58/ Kg.
Artinya, terdapat peningkatan nilai tambah agroindustri ubi kayu dengan adanya
kegiatan pengolahan menjadi produk kerupuk sanjai balado. Hal ini sejalan
dengan pendapat Imran, Murtisari, dan Murni (2014) yang menyatakan bahwa
dengan adanya kegiatan pengolahan ubi kayu menjadi kerupuk ubi kayu maka
mampu meningkatkan nilai tambah produk. Marjin yang diperoleh dari
pengolahan ubi kayu segar menjadi kerupuk sanjai balado sebesar Rp 11.587,92
/Kg. Imbalan tenaga kerja terhadap marjin sebesar 9,71 persen atau Rp 1.125 /Kg.
Sumbangan input lain 16,80 persen ( Rp 1.947,33 /Kg). Keuntungan yang
diperoleh pemilik modal adalah 73,49 persen dari marjin yang diperoleh.
Apabila kita bandingkan nilai tambah antara produk karak kaliang dengan
kerupuk sanjai balado. Maka, terlihat bahwa analisis nilai tambah karak kaliang
jauh lebih besar (250,05%) dibandingkan kerupuk sanjai balado. Hal ini
dipengaruhi oleh bentuk bahan baku utama yang digunakan pada masing-masing
produk. Walaupun kedua produk sama-sama menggunakan bahan utama ubi kayu.
Namun, untuk karak kaliang bahan utama ubi kayu sudah dioleh terlebih dahulu
menjadi tepung ubi kayu atau biasa di sebut tepung tapioka. Sedangkan, untuk
kerupuk sanjai balado bahan utama ubi kayu segar langsung digunakan sebagai
bahan baku pembuatan produk. Sehingga, kemampuan produsen dalam
meningkatkan nilai tambah produk lebih tinggi.
Selain itu, faktor biaya juga menentukan besarnya nilai tambah produk yang
dihasilkan. Walaupun dari segi harga bahan baku utama pada karak kaliang lebih

30
23
tinggi (Rp 7.240,00 /Kg) dibandingkan kerupuk sanjai balado (Rp 5.943,33 /Kg).
Namun, harga input lain pada produk kerupuk sanjai balado lebih tinggi (Rp
1.947,33 /Kg) dibandingkan harga input lain pada karak kaliang yang hanya
sebesar Rp 13,33 /Kg. besarnya harga input lain pada proses produksi kerupuk
sanjai balado disebabkan pembuatan lado yang menggunakan bahan baku cabai
merah dan bawang putih. Secara umum, kedua harga bahan baku ini relatif tinggi.
Apalagi saat kondisi pasokan bahan baku yang terbatas di pasaran, menyebabkan
harga yang terbentuk cenderung berfluktuatif.

31
24
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah agroindustri ubi kayu
menjadi produk karak kaliang dan kerupuk sanjai balado di Kota Payakumbuh
sebesar Rp 33.746,67/Kg dan Rp 9.640,58/ Kg dengan rasio nilai tambah masing-
masing sebesar 82,31 persen atau Rp 31.496,67 / Kg untuk karak kaliang dan
54,99 persen atau Rp 8.515,58 /Kg untuk kerupuk sanjai balado.

5.2 Saran
Diharapkan dengan adanya perkembangan informasi dan inovasi yang
cukup pesat, maka perusahaan dapat meningkatkan penerapan teknologi
pengolahan ubi kayu di Kota Payakumbuh dengan teknologi yang lebih efektif
dan efisien. Sehigga perusahaan mampu meningkatkan kapasitas produksi yang
berdampak terhadap peningkatan keuntungan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari
peran pemerintah kota, para peneliti dan praktisi untuk terus meningkatkan
kesejahteraan masayarakat terutama untuk agroindustri ubi kayu di kota
Payaumbuh.

2532
DAFTAR PUSTAKA

Apriadi, Andri. 2003. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Pengolahan Ikan pada
Industri Kerupuk Udang atau Ikan di Indramayu. Srikpsi. Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Available online with update at:
http://digilib.IPB.ac.id/ (Verified 22th Maret 2010).

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).


Rineka Cipta. Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan


Singkok Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Agroinovasi
Sinartani. Edisi 4-10 Mei 2011 No.3404 Tahun XLI.

BPS Kota Payakumbuh. 2016. Statistik Daerah Kota Payumbuh 2015. Merapi.
Payakumbuh.
____________________. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Payakumbuh Barat
2015. Merapi. Payakumbuh.

Famelia, Welly. 2009. Analisa Penggunaan Zat Warna pada Keripik Balado yang
Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009 [Sripsi].
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hayami, Y., Thosinori, M., dan Masdjidin S. 1989. Agricultural Marketing


and Processing in Upland Java : A Prospectif From A Sunda Village. Bogor

Imran, S. A. Murtisari, N. K. Murni. 2014. Analisis Nilai Tambah Keripik Ubi


Kayu di UKM Barokah Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Perspektif
Pembiayaan dan Pembangunan Daerah. Vol. 1 No. 4, April-Juni 2014.
ISSN: 2338-4603. Gorontalo.

Ishak, A. U.P Astuti, B. Honorita. 2012. Analisis Nilai Tambah, Keuntungan, dan
Titik Impas Pengolahan Hasil Rengginang Ubi Kayu (Renggining) skala
Rumah Tangga di Kota Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bengkulu.

Kustiari, Reni. 2010. Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi
Pengolahan Hasil Pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor.

Saragih, SSC., Salmiah, Diana C. 2012. Analisis Nilai Tambah dan Strategi
Pengembangan Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Mocaf (Modified
Cassava Flour). Studi Kasus: Desa Baja Ronggi Kec. Dolok Masihul Kab.
Serdang Berdagai). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sari, Reny P. 2011. Analisis Nilai Tambah danKelayakan Usaha Agroindustri


Chip Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Pembuatan Mocaf (Modified Cassava

33
26
Flour) di Kabupaten Trenggalek [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.

Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sonhaji, M. 2000. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi Agroindustri Slondok


[Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Tambunan et al. 1990. Pengembangan Agroindustri dan Tenaga Kerja Pedesaan


di Indonesia dalam Diversifikasi Pertanian dalam Proses Mempercepat
Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Indonesia.

Valentina, Oxy. 2009. Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu sebagai Bahan Baku
Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita
Tani Makmur) [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

27
34
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Kegiatan Produksi Karak Kaliang

Gambar 1. Adonan Inti Karak Gambar 2. Adonan Inti Digiling


Kaliang Hingga Kalis

Gambar 3. Adonan Inti dicmpur Gambar 4. Adonan Karak Kaliang di


dengan Tepung Terigu giling dan siap untuk di
dan Diaduk bentuk

35
28
Gambar 5. Adonan Karak Kaliang Gambar 6. Karak Kaliang yang
sedang di Bentuk Angka telah digoreng dan
8 dikemas dalam Plastik
Besar

Lampiran 2. Kegiatan Produksi Kerupuk Sanjai

Gambar 7. Ubi Kayu di Iris dengan Gambar 8. Penggorengan Kerupuk


Mesin Pengiris Sanjai Original

36
29
Gambar 9. Pengemasan dalam Gambar 10. Pengemasan Kerupuk
Plastik Besar Kerupuk Sanjai Original
yang Telah digoreng

37
30

Anda mungkin juga menyukai