Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

Pasien G4P3A0 Penderita Anemia Dengan HIV On ARV

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya

di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Disusun oleh:

Indri A.R.Remetwa

20180811018082

Dokter Pembimbing:

dr. Gery Dala Prima Baso, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA-PAPUA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Pasien G4P3A0 Penderita Anemia dengan HIV On ARV

Dipresentasikan

Oleh :

Indri A.R.Remetwa (20180811018082)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih/ Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Jayapura, Desember 2021

Pembimbing

dr. Gery Dala Prima Baso, Sp.PD


BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu secara langsung adalah
perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab tidak langsung adalah anemia
51%. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini
disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa prevalensi
anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara berkembang sebesar 51%.
Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya
bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter.
Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang
tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi
utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(1,2,3,4,5)

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari
normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin : pada balita
11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11
g %, dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11
g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak
pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia pada ibu hamil diketahui
akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. Anemia merupakan penyebab
penting yang melatar belakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada
waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan.
Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah, dan peningkatan kematian
perinatal. (1,6)

Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan
anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan
untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta,
dan pendarahan post partum. Jadi, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih
dari 500mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan
sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau vitamin B12. Diet yang
ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. Oleh karena itu,
sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen folat sebagai langkah pencegahan defek tuba
neural pada janin dan kebanyakan dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan
asam folat. Kedua anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi,
pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah.(7,8,9)

Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi penyebab


kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka kejadian penyakit
(morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO,2006).
HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta
orang (Global Report UNAIDS, 2013). Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah
kumulatif kasus HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus
yang tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Di Indonesia persentase
kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan
pada kasus AIDS yang paling banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%).
Kelompok umur yang paling beresiko terhadap penularan HIV dan kejadian AIDS adalah
kelompok umur produktif yaitu rentang umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini, ibu rumah
tangga merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia
setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu
ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak-anak usia 15 tahun meninggal akibat AIDS.
(WHO, 2011).

Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi
0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) juga akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012
menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun
yang tertular HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari
4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka kematian anak akibat
AIDS.

Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24-25%. Namun, resiko ini dapat
diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu melalui
layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio
caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi (Depkes,2008). Indonesia telah
mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and testing
atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama Penderita : Ny. M.M.O

Tanggal Lahir : 27-03-1989

Umur : 31 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Tidak Bekerja (IRT)

Suku : Jayapura

Agama : Kristen Protestan

Alamat : waena

No. Rekam Medis : 477245

Tanggal Masuk : 15 Januari 2021

Tanggal keluar : 22 Januari 2021

Ruangan : Penyakit Dalam Wanita

Jaminan : BPJS

2.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam 3 Hari

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarga ke IGD RS dok II dengan keluhan demam 3 hari, demam
yang di rasakan sering dan hilang timbul menyebabkan pasien menggigil , pasien juga merasakan
mual dan muntah yang dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien mengaku muntah ±3 kali/ hari.
Muntahan berupa campuran makanan dan kadang bercampur dengan lendir berwarna kuning dan
terasa asam. Pasien mengaku bahwa setiap kali makan pasien akan langsung muntah. Pasien
sedang hamil 7 bulan. Pasien juga mengeluhkan pusing kepala terasa berputar dan lemas (+),
batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma, alergi disangkal, Riwayat HIV on terapi dari
tahun 2014

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma, alergi disangkal

2.3.PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 80x /menit, reguler, kuat angkat.

Pernapasan : 21x/menit

Suhu : 37,1oc (axilla)

SPO2 : 98% Spontan

Kepala leher :konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik+/+, pupil isokor, refleks cahaya +/+,
sianosis (-),kelenjar tiroid tidak teraba membesar, tidak terdapat massa, KGB tidak membesar,
tekanan vena jugularis : tidak meningkat

Thoraks :

Paru

Inspeksi : Simetris, Ikut gerak nafas


Palpasi : Vocal fremitus D=S

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler(+/+),Rhonki(-),Wheezing(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Bunyi jantung I-II Reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-).

Perkusi : Tidak dilakukan

Ekstremitas

Ekstremitas atas :

Akral hangat (+/+), CRT <2”, turgor cukup, ptekie/purpura/ekimosis (-), Otot : Tidak terdapat
atrofi otot, Tulang: Tidak terdapat deformitas dan fraktur pada tulang. Edema (-/-), ulkus (-/-)

Ekstremitas bawah :

Akral hangat (+/+), CRT <2”,turgor cukup, ptekie/purpura/ekimosis (-), Otot : tidak terdapat
atrofi otot, Tulang: Tidak terdapat deformitas dan fraktur pada tulang, edema (-/-), ulkus (-/-).
2.4. PEMERIKSAANPENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 14-01- 2021

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 6,0 11.0-14.7 g/dL


Hematokrit 18,9 35.2 – 46.7 %
3
Leukosit 3,39 3.37-8.38x 10 U/L
3
Trombosit 320 140-400 x 10 U/L
Eritrosit 2,73 3,69 – 5,46 x 106 U/L
GDS 83 <= 140 mg/dL
Natrium Darah 133,30 135-148 mEq/L
Kalium Darah 4,05 3,50-5,30 mEq/L
CL Darah 108,40 98-105 mEq/L
Calcium Ion 1,19 1,15-1,35 mEq/L

2.5. PROBLEM LIST

Problem list Diagnosis Terapi


Demam (+) -G4P3A0 P. diagnosa :
Muntah (+) Gravida Preterm Anamnesa
Mual (+) 27-28 minggu Pemeriksaan Fisik
Pusing (+) -Anemia Pemeriksaan Laboratorium Darah
Lemas (+) -HIV on ARV
P. terapi :
-IVFD NS 500ml/4 jam
-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)
-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)
-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab
-Transfusi PRC 2 bag
- ARV lanjut
P. edukasi :
Kepatuhan berobat, tirah baring, diet
Lunak
P. monitoring :
-TTV,pemeriksaan laboratorium, status
gizi, Keluhan,

2.6. DIAGNOSA KERJA

- G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu

- Anemia

- HIV on ARV

2.7.TERAPI YANG DIBERIKAN

-IVFD NS 500ml/4 jam

-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)

-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)

-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab

-Transfusi PRC 2 bag

- ARV lanjut

2.8 PROGNOSIS

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Vitam : Dubia ad bonam


Jumat,

18/01/2021

2.9. FOLLOW UP PASIEN

Hari/Tanggal Follow UP
S : mual (+), muntah (+), deman (-), batuk/pilek (-/-), makan/minum
(+/+) menurun, BAK/BAB (+/+) lancar

O: KU: Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 110/80 mmHg, N: 89 x/m, R: 20x/m, SB: 36,70 C, SpO 2 : 99%


Spontan

K/L : CA (+/+), SI (+/+), OC (-), P>KGB (-)

Paru

I : Simetris, Ikut gerak napas

P : Taktil Fremitus D=S

P : Sonor

A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

I : Iktus cordis tidak tampak

P : Iktus cordis teraba

P : Batas jantung dalam batas normal

A: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I:Tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut, caput


Medusa (-)

A : Bising Usus (+)N


P : Supel, Nyeri tekan (-)

Hepar: tidak dilakukan

Lien : tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Ekstremitas  akral hangat, edema (-),ulkus (-) CRT <2”

Vegetatif  Ma/Mi(↓/↓), BAB/BAK(+/+).

A: - G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu

- Anemia
- HIV on ARV

obs. Vomitting Profuse

P : -IVFD NS 500ml/4 jam

-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)

-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)

-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab

-Transfusi PRC 2 bag

- ARV lanjut

- Konsultasi Terkait
S : mual (-), muntah (-), deman (-), batuk/pilek (-/-), makan/minum
Sabtu,
(+/+) menurun, BAK/BAB (+/+) lancar
19/01/2021
O: KU: Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 97/67 mmHg, N: 86 x/m, R: 22x/m, SB: 36,70 C, SpO 2 : 99%


Spontan
K/L : CA (+/+), SI (+/+), OC (-), P>KGB (-)

Paru

I : Simetris, Ikut gerak napas

P : Taktil Fremitus D=S

P : Sonor

A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

I : Iktus cordis tidak tampak

P : Iktus cordis teraba

P : Batas jantung dalam batas normal

A: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I:Tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut, caput


Medusa (-)

A : Bising Usus (+)N

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Hepar: tidak dilakukan

Lien : tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Ekstremitas  akral hangat, edema (-),ulkus (-) CRT <2”

Vegetatif  Ma/Mi(↓/↓), BAB/BAK(+/+).

A: - G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu


- Anemia
- HIV on ARV

P : -IVFD NS 500ml/4 jam

-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)

-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)

-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab

-Transfusi PRC 2 bag

- ARV lanjut
Minggu, S : mual (-), muntah (-), deman (-), batuk/pilek (-/-), makan/minum
(+/+) menurun, BAK/BAB (+/+) lancar
20/01/2021
O: KU: Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 97/67 mmHg, N: 86 x/m, R: 22x/m, SB: 36,70 C, SpO 2 : 99%


Spontan

K/L : CA (+/+), SI (+/+), OC (-), P>KGB (-)

Paru

I : Simetris, Ikut gerak napas

P : Taktil Fremitus D=S

P : Sonor

A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

I : Iktus cordis tidak tampak

P : Iktus cordis teraba

P : Batas jantung dalam batas normal

A: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I:Tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut, caput


Medusa (-)

A : Bising Usus (+)N

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Hepar: tidak dilakukan


Lien : tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Ekstremitas  akral hangat, edema (-),ulkus (-) CRT <2”

Vegetatif  Ma/Mi(↓/↓), BAB/BAK(+/+).

A: - G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu

- Anemia
- HIV on ARV

P : -IVFD NS 500ml/4 jam

-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)

-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)

-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab

-Transfusi PRC 2 bag

- ARV lanjut
S : mual (-), muntah (-), deman (-), batuk/pilek (-/-), makan/minum
Senin,
(+/+) menurun, BAK/BAB (+/+) lancar
21/01/2021
O: KU: Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 97/67 mmHg, N: 86 x/m, R: 22x/m, SB: 36,70 C, SpO 2 : 99%


Spontan

K/L : CA (+/+), SI (+/+), OC (-), P>KGB (-)

Paru

I : Simetris, Ikut gerak napas

P : Taktil Fremitus D=S


P : Sonor

A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

I : Iktus cordis tidak tampak

P : Iktus cordis teraba

P : Batas jantung dalam batas normal

A: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I:Tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut, caput


Medusa (-)

A : Bising Usus (+)N

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Hepar: tidak dilakukan

Lien : tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Ekstremitas  akral hangat, edema (-),ulkus (-) CRT <2”

Vegetatif  Ma/Mi(↓/↓), BAB/BAK(+/+).

A: - G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu

- Anemia
- HIV on ARV

P : -IVFD NS 500ml/4 jam

-Inj Pantoprazole 2 x1 (iv)

-Inj. Ondansentron 4x1 (iv)


-Sulfas Ferosus 2 x 2 tab

-Transfusi PRC 2 bag

- ARV lanjut

Selasa, S : mual (-), muntah (-), deman (-), batuk/pilek (-/-), makan/minum
(+/+) menurun, BAK/BAB (+/+) lancar
22/01/2021
O: KU: Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 97/67 mmHg, N: 86 x/m, R: 22x/m, SB: 36,70 C, SpO 2 : 99%


Spontan

K/L : CA (+/+), SI (+/+), OC (-), P>KGB (-)

Paru

I : Simetris, Ikut gerak napas

P : Taktil Fremitus D=S

P : Sonor

A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

I : Iktus cordis tidak tampak

P : Iktus cordis teraba

P : Batas jantung dalam batas normal

A: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
I:Tampak cembung, pelebaran vena pada dinding perut, caput
Medusa (-)

A : Bising Usus (+)N

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Hepar: tidak dilakukan

Lien : tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Ekstremitas  akral hangat, edema (-),ulkus (-) CRT <2”

Vegetatif  Ma/Mi(↓/↓), BAB/BAK(+/+).

A: - G4P3A0 Gravida Preterm 27-28 minggu

- Anemia
- HIV on ARV

P : KRS
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANEMIA DALAM KEHAMILAN

DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari normal, yang
berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa
hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10. (1,8)
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr%.
(1)
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam kehamilan
adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua.(3,9,10)

EPIDEMIOLOGI
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu berkisar antara
10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia
menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5%. Karena defisiensi gizi memegang peranan
yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia
dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. (2,4)
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia defisiensi
besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi meningkat. Hal ini
menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada saat kehamilan. Kematian
maternal meningkat oleh karena terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita
hamil yang sebelumnya memang sudah menderita anemia.(10,11)
PATOFISIOLOGI
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan
volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam
sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini
terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester
pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin
sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan
pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi
eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12)
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak
hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran
darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan
perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah
untuk pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma
dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih
besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah
untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous
return saat posisi terlentang,dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses
melahirkan.(4,11,12)
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan
bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat semasa
hamilkarena sebagai akibat hipervolemi cardiac output meningkat. Kerja jantung akan lebih
ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah
tidak meningkat.Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi
normal dengan mengurangi beban jantung. (4,11,12)
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum
pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume
plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai
maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm
serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (4,11)
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit
dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya
tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16
hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma
yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga
menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah
anemia.(12)

ETIOLOGI
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
 Anemia defisiensi besi
 Anemia karena kehilangan darah secara akut
 Anemia karena inflamasi atau keganasan
 Anemia megaloblastik
 Anemia hemolitik
 Anemia aplastik (9)
2) Herediter
 Thalasemia
 Hemoglobinopati lain
 Hemoglobinopati sickle cell
 Anemia hemolitik herediter (9)

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan


pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan,
anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi
(anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein. (13)
GEJALA KLINIS

Kekurangan Asam Folat Kekurangan Protein Kekurangan zat besi

Berkurangnya
pembentukan dan Pembentukan tissue
Pembentukan hemoglobin
terjadinya kelainan sel respiratory enzymes
berkurang
darah merah berkurang

Anemia Megaloblastik Defisiensi penggunaan


Anemia Defisiensi Besi
oksigen

Defisiensi pengangkutan oksigen


di dalam darah
Gejala Klinis Anemia
Gambar 1: Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia (Dikutip dari kepustakaan 5).

Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita.
Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat.
Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang :adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi
seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda
seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang
terganggu, penyakit kuning,rambut halus dan rapuh, hepatomegali dan splenomegali bisa
membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis yang akan
diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-
muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi
seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita.(1,3,7,14)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil
pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. (1)
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu menentukan
ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi zat besi (MCV yang
rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus
diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika
diindikasikan. Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada
pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat
sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase.(1)
Kriteria
Kriteria anemia
anemia menurut
menurut CDC
CDC
(Centers
(Centers for Disease Control)
for Disease Control) Reticulocyte count

Meningkat Normal atau menurun

Anemia Anemia
Anemia Makrositik,
Makrositik,
Pertimbangkan
Pertimbangkan :: Anemia Mikrositik,
Mikrositik,
MCV MCV>100,
MCV>100,
1.
1. Kehilangan
Kehilangan darah
darah MCV <80,
<80,
Pertimbangkan Pertimbangkan :
akut.
akut. Pertimbangkan ::
2. 1. Defisiensi zat besi. 1.
1. Defisiensi
Defisiensi As.Folat
As.Folat
2. Terapi
Terapi zat
zat besi
besi 2.
yang baru.
yang baru. Cek
Cek ferritin,
ferritin, TIBC
TIBC dan
dan 2. Defisiensi vit. B12
Defisiensi vit. B12
plasma Cek
Cek serum
serum folat
folat dan
dan B12
B12
3.
3. Anemia
Anemia Hemolitik.
Hemolitik. plasma iron
iron level.
level.
2. level. Pertimbangkan
Cek
Cek apusan
apusan darah
darah tepi
tepi 2. Hemoglobinopati.
Hemoglobinopati. Cek
Cek
dan tingkat hemoglobin dan malabsorbsi,
malabsorbsi, gangguan
gangguan
dan tingkat makan dan ekstrim diet
heptaglobin.
heptaglobin. elektroforesis.
elektroforesis.
sebagai
sebagai kemungkinan
kemungkinan
etiologi.
etiologi.
Anemia
Anemia Normositik,
Normositik, MCV
MCV 80-100
80-100
Pertimbangkan:
Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2.
2. Anemia
Anemia disebabkan
disebabkan penyakit
penyakit kronik.
kronik. Cek
Cek
fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari kepustakaan 8).

PEMBAGIAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN


Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak dikemukakan.
Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya
bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan
herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi
asupan yang tidak cukup, absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang,
kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia
dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia
megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab
anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi,
toksisitas zat kimia, dan keganasan. (4)
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan di Indonesia
yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.(4)

A. ANEMIA DEFISIENSI BESI


Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan
zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :
a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,peningkatan pH
asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi),
dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (4,12,13)
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan,seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari
0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang
dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500
mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan
persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil
adalah lebih dari 500mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam
kehamilanmaka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar,
multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di
daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari
yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk
wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg,
15mg, dan 15mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.(4,7,9,13)
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan yaitu ketika
pembentukan organ janin terjadi. Rata-ratakebutuhan zat besi harian adalah antara 6 hingga 7 mg
dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg / hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir
kehamilan, kebutuhan zat besimeningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki
kehamilan dengan cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal
untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi
selama kehamilan. (2)
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama kehamilan
yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah merah menghasilkan
hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama
perdarahan yang berhubungan dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai
dengan kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus
transfusi darah.(2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan
zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.
(12)

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar
free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan
reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).(12)
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri
yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan
mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas
tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena
defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum
tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan
hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin
yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita
anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam
kehamilan adalah anemia defisiensi besi. (2,10,12)

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi (Dikutip dari kepustakaan 9).

Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi
pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung pada tingkat kepatuhan pasien
dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang
mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data
terjadinya peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran premature masih kurang.(2,6)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan
pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l)
menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah.(4)
Menurut Depkes RI, tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara
yang ditentukan yaitu: (15)
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan
(15)
mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. Obat yang sering
digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.

Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb<11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain
itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak
membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam
tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka
kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan
tingkat penyerapannya.(15)
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi
oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan
dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya
merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus
dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligusdengan hasil yang sangat
memuaskan.(4,11)
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih
kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan
yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging
sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin),
sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).(4,13)

Protokol Iron Dextran


Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar,
dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250-1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Gambar 4 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek
sampingnya (Dikutip dari kepustakaan 8).

B. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat
(pterolyglutamicacid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan, dan
sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di
Asia. Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia
megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu
dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti
preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi
(primidone atau fenitoin).(4,7,10)
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu diperlukan
kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat terjadi
disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan pertumbuhan
janin, plasenta dan jaringan uterus.(13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar 90
hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau
diare biasa terjadi.(7)
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat yang mengenai
jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat terjadi merupakan
isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang kekambuhannya dapat dicegahdengan
pemberian folat. NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan
lempeng saraf (neural plate) yangterjadi pada minggu ketiga hingga keempat masagestasi.(7)
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan
darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila
anemianya sudah berat.
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral
asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari
pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10mg/hari pada anemia berat. Anemia
megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu
selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena anemia
megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-kadang
diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat
penambah darah biasa tidak berhasil.(4,8,10)
KOMPLIKASI
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul
akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah. (1)
PROGNOSIS
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya
komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun
bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan
hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa
bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum.(4,10)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa adanya
infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu
berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa
pengobatanmaka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena
dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam
kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk. (4,7)
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita
hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu, wanita
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang mengandung
banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di
daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat. (10)

3. ANEMIA PADA PASIEN HIV/AIDS

Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infeksi HIV tipe 1 Penyebab
multifaktorial dari komplikasi anemia menyebabkan sulitnya dalam menentukan penyebab asli
dan/atau pengobatan yang tepat. Sebuah studi menunjukkan prevalensi terjadinya anemia pada
pasien HIV/AIDS sebanyak 71% populasi yang diteliti.
a. Patofisiologi anemia terkait HIV/AIDS

Patofisiologi anemia terkait HIV/AIDS kemungkinan besar terjadi akibat tiga

mekanisme berikut: 1). Penurunan produksi sel darah merah ; 2). Peningkatan destruksi sel

darah merah ; 3). Inefektivitas produksi sel darah merah. Umumnya, ketiga mekanisme

tersebut termasuk infiltrasi sumsum tulang yang disebabkan oleh neoplasma atau infeksi,

penurunan produksi erythropoietin endogen, anemia hemolitik, penggunaan obat-obatan

mielosupresif seperti Zidovudin, atau akibat penggunaan berbagai macam obat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Terkait Pemberian

Zidovudin

A. Usia

Pasien HIV/AIDS dengan anemia umumnya memiliki rentang usia yang lebih tua.

Sebuah studi di Iran menunjukkan rerata usia pasien dengan anemia adalah 36.8 tahun sedangkan

rerata usia pasien tanpa anemia adalah 35.6 tahun, namun tidak menunjukkan hubungan yang

bermakna antara faktor usia dengan kejadian anemia, dimana nilai P > 0.05 (P = 0.18). Kendati

demikian, sebuah studi lain di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang berbeda, dimana usia

merupakan faktor prediktor yang signifikan terhadap kejadian anemia.

B. Jenis Kelamin

Sebuah studi di Ethiopia menunjukkan bahwa wanita memiliki hubungan yang signifikan

terhadap kejadian anemia (P = 0.002). Penelitian lain di India juga menunjukkan hasil yang

serupa, dimana wanita lebih cenderung timbul anemia (P = 0.026).

C. Kadar CD4
Sebuah studi menunjukkan pasien HIV/AIDS dengan kadar CD4 < 200 sel/mm3

memiliki risiko 5.91 kali lebih tinggi timbulnya anemia (P = 0.001) dibandingkan dengan pasien

dengan kadar CD4 ≥ 200 sel/mm3. Studi lain juga menunjukkan pasien dengan kadar CD4 < 100

sel/mm3 memiliki prevalensi 20 kejadian anemia lebih tinggi dibandingkan pasien dengan kadar

CD4 < 100 sel/mm3 namun tidak mengalami anemia (P = 0.008).12 Meskipun demikian, sebuah

studi di India menunjukkan tidak ada hubungan antara kadar CD4 dengan kejadian anemia.

D. Durasi Terapi

Suatu studi menunjukkan penggunaan Zidovudin pada pasien HIV/AIDS mengakibatkan

gangguan hematologi, khususnya anemia, dimana umumnya timbul setelah 4-12 minggu setelah

inisiasi pengobatan Zidovudin. Penelitian lain di India menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan antara kejadian anemia terkait durasi terapi Zidovudin (P < 0.01) dengan rerata 3.2

bulan.

E. Kadar ALT

Penelitian di Ethiopia menunjukkan pasien yang memiliki kadar ALT abnormal memiliki

risiko 38% lebih tinggi terjadi anemia dibandingkan dengan pasien dengan kadar ALT normal,

namun hal tersebut secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Unadjusted

Hazard Ratios/UHR=1.38, 95% CI=0.9601 – 1.9802). Meskipun demikian, pada uji multivariat,

ALT memiliki hubungan yang signifikan secara statistik terhadap kejadian anemia dimana

pasien dengan kadar ALT abnormal memiliki risiko 52% lebih tinggi dibandingkan dengan

pasien dengan kadar ALT normal (Adjusted Hazard Ratios/AHR=1.52, 95% CI=1.0335 –

2.2316).

Peningkatan kadar ALT berhubungan dengan gangguan fungsi hepar, dimana hepar merupakan

salah satu organ hematopoeitik atau system retikuloendotelial yang berhubungan dengan proses
pembentukan dan penghancuran sel darah merah. Gangguan pada hepar akibat peningkatan

kadar ALT dapat menimbulkan seseorang mengalami anemia.

F. Status Gizi

Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian anemia dapat ditimbulkan dari

defisiensi nutrisi pada pasien, umumnya akibat kekurangan zat besi (Fe), asam folat, atau vitamin

B12. Penelitian lain juga menunjukkan pasien HIV/AIDS dengan indeks massa tubuh (IMT)

yang rendah sebagai akibat dari kehilangan berat badan merupakan faktor risiko terjadinya

anemia.

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia defisiensi
besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi meningkat. Gejala klinis dari
anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Pada kasus ini didapatkan
pasien merupakan perempuan berusia 31 tahun sedang hamil.
Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat.
Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan :adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang :adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi
seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare.
c) Anemia berat :adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda
seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang
terganggu, penyakit kuning,rambut halus dan rapuh, hepatomegali dan splenomegali bisa
membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)
Berdasarkan Anamnesis : Pasien datang diantar keluarga ke IGD RS dok II dengan keluhan
demam 3 hari, demam yang di rasakan sering dan hilang timbul menyebabkan pasien menggigil ,
pasien juga merasakan mual dan muntah yang dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien mengaku
muntah ±3 kali/ hari. Muntahan berupa campuran makanan dan kadang bercampur dengan lendir
berwarna kuning dan terasa asam. Pasien mengaku bahwa setiap kali makan pasien akan
langsung muntah. Pasien sedang hamil 7 bulan. Pasien juga mengeluhkan pusin kepala terasa
berputar dan lemas (+), batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-).

Patofisiologi anemia terkait HIV/AIDS kemungkinan besar terjadi akibat tiga mekanisme
berikut: 1). Penurunan produksi sel darah merah ; 2). Peningkatan destruksi sel darah merah ; 3).
Inefektivitas produksi sel darah merah. Umumnya, ketiga mekanisme tersebut termasuk infiltrasi
sumsum tulang yang disebabkan oleh neoplasma atau infeksi, penurunan produksi erythropoietin
endogen, anemia hemolitik, penggunaan obat-obatan mielosupresif seperti Zidovudin, atau
akibat penggunaan berbagai macam obat. Riwayat penyakit dahulu pasien didiagnosis HIV pada
tahun 2014 dan mnegambil ARV di poli VCT RSUD dok 2.

Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang
khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan
mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas
tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Berdasarkan pemeriksaan
Fisik : Kepala leher :konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik+/+, pupil isokor, refleks cahaya +/
+, sianosis (-),kelenjar tiroid tidak teraba membesar, tidak terdapat massa, KGB tidak membesar,
tekanan vena jugularis : tidak meningkat. Dan berdasarkan pemeriksaan laboratorium :

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 6,0 11.0-14.7 g/dL


Hematokrit 18,9 35.2 – 46.7 %
3
Leukosit 3,39 3.37-8.38x 10 U/L
3
Trombosit 320 140-400 x 10 U/L
Eritrosit 2,73 3,69 – 5,46 x 106 U/L
GDS 83 <= 140 mg/dL
Natrium Darah 133,30 135-148 mEq/L
Kalium Darah 4,05 3,50-5,30 mEq/L
CL Darah 108,40 98-105 mEq/L
Calcium Ion 1,19 1,15-1,35 mEq/L

Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infeksi HIV tipe 1 Penyebab

multifaktorial dari komplikasi anemia menyebabkan sulitnya dalam menentukan penyebab asli

dan/atau pengobatan yang tepat. Sebuah studi menunjukkan prevalensi terjadinya anemia pada

pasien HIV/AIDS sebanyak 71% populasi yang diteliti.


Menurut Depkes RI tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara
yang ditentukan yaitu: (15)
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan
(15)
mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. Obat yang sering
digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.

Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb<11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Bedasarkan terapi : Pada pasien ini diberikan terapi : IVFD NS 500ml/4 jam. Inj Pantoprazole 2
x1 (iv). Inj. Ondansentron 4x1 (iv), Sulfas Ferosus 2 x 2 tab , Transfusi PRC 2 bag, ARV lanjut

BAB V

PENUTUP

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien Ny. M.M.O
umur 31 tahun didiagnosa dengan Anemia on HIV dd/ Defisiensi Besi Gravida Preterm 27-28
minggu dan telah diterapi dengan IVFD NaCL, SF 2x2 dan transfusi prc 2 bag. Prognosis pasien
dubia ad bonam jika pasien dapat merespon terapi yang diberikan dengan baik, rutin minum obat
dan mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak
mineral dan vitamin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kejadian anemia pada
ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa Baru tahun 2011.c2011.[online].[citedon
2013 September 15th].Available from: http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-
i-v-final.pdf.

2. Wijanti RE, Rahmaningtyas I, Widari D. Hubungan pola makan ibu hamil trimester III dengan
kejadian anemia. Dalam: Tunas-tunas riset kesehatan. Volume kedua, Nomor 2. Mei 2012.
[online].[cited on 2013 September 15th].Available from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-4686.pdf.
3. Sutkin G, Isada NB, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In:Evans A.T,
Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of Obstetrics. 7th ed. Texas: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007;p. 328, 330-1.

4. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B,Rachimhadhi T,


editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo,
2011; p. 775-80.

5. Hanretty KP. Systemic diseases in pregnancy. In: Hanretty KP, Ramsden I, Callander R, eds.
Obstetrics illustrated. 6th ed. London: ChurchillLivingstone,2003; p. 137-8, 141.

6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status di kecamatan
Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on2013
th
September15 ].Availablefrom:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44643/
A06wft.pdf

7. Pernoll ML. Medical and surgical complications during pregnancy:Hematologic disorders. In:
Benson & Pernoll’s: handbook of obstetrics &gynecology. 10th ed. New York: McGraw-Hill
Medical PublishingDivision,2001; p. 435-8.

8. Weiner CP, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy. In:Reece EA,


Hobbins JC, Gant NF, eds. Clinical obstetrics, the fetus &mother.3rd ed. Massachusetts:
Blackwell Publishing, 2007; p. 849-51.

9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematologicaldisorders. In:William obstetrics.
22nd ed. New York: Mc-Graw HillMedical Publishing Division, 2005; p. 1143, 1145, 1148.

10. Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In: Gabbe SG, NiebylJR, Simpson JL,
et al, eds. Obstetrics normal and problem pregnancies. 5th ed. Tennessee: Mosby Elsevier,
2007; p. 1050, 1052.

11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and gynaecology,
an illustrated colour text. 1st ed. London: ChurchillLivingstone,2003; p. 32-3.
12. Programatic Update on use of antiretroviral drugs for treating pregnant woman and
preventing HIV infections in infants. Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS. April
2012. World Health Organization. Available from http:// www.who.int. Accessed 22 ndMarch
2014
14. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics andgynaecology. 2nd ed.
Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.

15. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In:Fortner KB,
Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The JohnsHopkins: manual of gynecology and obstetrics.
3rd ed. Maryland:Lippincott Williams & Wilkins,2007; p. 216.

Anda mungkin juga menyukai