Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LUKA DERMATITIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1. ANDI NURKHAERUNNISA ALWI ( 190402023)
2. FIRDA SINTIA (190402029)
3. MUSTIKA SARI ( 190402035)
4. RISNA AMALIA (190402037)

DOSEN PENGAMPUH
FITRIANI, S.KEP.,NS.,M.KES

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSTITAS PUANGRIMAGGALATUNG SENGKANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah
peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung
kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah dan mengeluarkan
cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang
menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan
spesifik di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang
berarti 'mendidih atau mengalir keluar’. (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik. (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005)
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit
kulit yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul
dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa
pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. (Widhya, 2011)
B. KLASIFIKASI
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing
memiliki indikasi dan gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu
seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen.
Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk,
penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan
kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau
alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih
lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum,
kosmetik atau rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit
batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena
berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud
kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini
muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit
sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang
terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan,
lengan dan bagian belakang dari leher.

3. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung,
antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini
seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam
keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau
hipertensi vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki
dan tulang kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal
dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah
jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi
penyebab.
5. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural). (Adhi
Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan
pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut.
Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya
dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat
keparahannya selama masa kecil dan dewasa.

C. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya
bahan kimia (contoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan
suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam
(endogen), misalnya dermatitis atopik. (Adhi Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan
iritasi dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim,
biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-
pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit
tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena
peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan
dan terasa panas saat disentuh dan. Selulit muncul pada seseorang yang
sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita
mengalami selulit dan eksim.

D. PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat
kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi
maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit
atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen
inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan
diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel
mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF
akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler.
Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase
sensitisasi. Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun
tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal),
untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke
parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen
kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+ berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya
untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen
tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi
pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans
dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T
cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan
akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang
sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum
terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi
yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak
alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin
E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-
1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan
dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen,
diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai
pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor),
kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit
(function laisa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat
lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada
permulaan eritema dan edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar
misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna.
Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi. Disana-sini
terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis
yang berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat
disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika (kering)
berarti tidak madidans bila gelembung-gelembung mengering maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis
menjadi kering disebut ematiti sika. Pada stadium tersebut terjadi
deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai atau
hipopigmentasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin, globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik
karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis
oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis
berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut
menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat
akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan
antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin
intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat
itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans.
Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas
metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan
tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar
getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian
terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop
elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen
dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola
peradangannya.
G.    KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.      Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3.      Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4.      Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
H.    PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya
dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan
dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah,
beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet
di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat
bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan
kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum
(pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal
saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi
spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit
menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans,
sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi
sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun
yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek
terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan
mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan
film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis
kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang
dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan
HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis
PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR +
dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel
Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia
hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk
topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin
eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak
menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi
yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan
kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi
1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak
menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek
anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan
penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara
oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat
dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan
karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat
maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus
pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans,
menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r,
IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan
selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF .
Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-
6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari
peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi
yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian
secara oral lebih baik daripada siklosporin
. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
I. BIODATA
Identitas Pasien :
Nama : Ny. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status perkawinan : Belum menikah
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Alamat : Sengkang
Pekerjaan : Belum kerja
Tanggal masuk RS : 20 februari 2021
No. Register : 10023360087
Ruangan/kamar : Anggrek
Golongan Darah : AB
Tanggal pengkajian : 22 februari 2021
Diagnosa medis : Dermatitis
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh merasa gatal diseluruh badan dan klien juga
mengatakan rambutnya rontok dan mengeluh sulit tidur.
III. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan gatal diseluruh badan dan
keadaan rambutnya rontok sejak satu minggu yang lalu dan tingkat
keparahan baru dirasakan pada saat satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan :
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/m, S: 36,5 C, P : 16 x/m
b. Riwayat kesehatan lalu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang
dideritai sekarang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit yang sama.
Genogram :

Keterangan :

= L = laki-laki

= = Perempuan

= klien
= Meninggal

= Garis Keturunan

IV. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum
Tingkat kesadaran pasien Composmentis.
B. Tanda-tanda vital
a. Suhu tubuh : 36,5C
b. Tekanan darah : 110/70 mmHg
c. Nadi : 80kali/ menit
d. Pernafasan : 16 kali/ menit
e. BB : 60 kg
C. Pengkajian head to toe
Kepala dan rambut
a. Bentuk : bulat dan simetris
b. Ubun-ubun :sudah mengeras/tak teraba lembek
c. Kulit kepala :bersih dan tidak ada luka

Rambut
a. Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran merata dan
halus
b. Bau : tidak memiliki bau yang khas
c. Warna rambut : hitam
d. Tekstur : rontok

Wajah
a. Warna kulit : sawo matang dan sedikit pucat
b. Struktur wajah : simetris kiri dan kanan dan struktur
lengkap

Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan: lengkap dan simetris
b. Palpebra : tidak ada benda asing
c. Konjungtiva dan sclera : konjungtiva anemis dan scklera
ikterik
d. Pupil : bulat isokor dan mengecil saat respon cahaya
e. Kornea dan iris : lengkap pada posisinya
f. Visus : 6/60
g. Tekanan bola mata : simetris kiri dan kanan

Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : tidak ada
injuri
b. Lubang hidung : ada 2, tidak ada sumbatan atau
perdarahan
c. Cuping hidung : tidak tampak cuping hidung

Telinga
a. Bentuk telinga : lembut dan elastic
b. Ukuran telinga : simetris antara kanan dan kiri
c. Lubang telinga : tidak ada sumbatan benda asing
d. Ketajaman pendengaran: mampu mendengarkan suara-
suara

Mulut dan faring


a. Keadaan bibir : pucat
b. Keadaan gusi dan gigi: gigi lengkap dan tidak ada
perdarahan gusi
c. Keadaan lidah : tidak ada lesi, mampu
menggerakkan kesegala arah
d. Orofaring : klien mampu menelan

Leher
a. Posisi trachea : medial (ditengah)
b. Thyroid : tidak ada pembesaran thyroid
c. Suara : masih terdengar suara
d. Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran/benjolan
kelenjar limfa
e. Vena jugularis : tidak tampak kasat mata
f. Denyut nadi karotis : teraba nadi karotis

Pemeriksaan integument
a. Kebersihan : kulit klien tampak bersisik
b. Kehangatan : kulit klien teraba panas
c. Warna : sawo matang
d. Turgor : turgor kulit kembali 3 detik
e. Kelembaban : kulit klien sedikit kering
f. Kelainan pada kulit : ada kelainan, seperti kulit klien
bersisik dan merah.

Pemeriksaan payudara dan ketiak


a. Ukuran dan bentuk : simetris antara kiri dan kanan
b. Warna payudara dan areola : sama dengan kulit sekitarnya,
aerola coklat
c. Kondisi payudara dan putting : bersih dan tidak ada
kelainan
d. Produksi ASI : tidak berproduksi ASI karena belum
menikah
e. Aksila dan clavikula : aksila tidsk tumbuh rsmbut,
klavikula simetris

Pemeriksaan thoraks/dada
a. Inspeksi thoraks : normal, simetris antara kiri dan
kanan
b. Pernafasan (frekuensi,irama) : frekuensi 16 x/menit, irama
cepat
c. Tanda kesulitan bernafas : klien bernafas menggunakan
otot bantu pernafasan: cuping hidung

Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara: teraba getaran vokal fremitus yang
sama kiri dan kanan yaitu fremitus taktil.
b. Perkusi : terdengar resonan
c. Auskultasi: suara nafas vesikuler, dan tidak ada suara
tambahan

Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi : tak terlihat massa dan memar, serta tidak
terlihat adanya denyut jantung (pulsasi)
b. Palpasi : teraba denyut jantung (pulsasi) dengan
frekuensi 96 kali/menit dengan irama cepat
c. Perkusi : tidak ada pembesaran jantung -batas atas
jantung: interkostal 2-3 -batas kanan jantung: linea sternalis
kanan -batas kiri jantung: linea media clavicularis kiri
d. Auskultasi : terdengar normal ( S1 dan S2) dan tidak
terdengar suara tambahan/tidak normal (S3 dan S4)

Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi (bentuk, benjolan): simetris, tidak terlihat massa,
memar maupun benjolan.
b. Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien):
ada nyeri tekan bagian perut bagian bawah
c. Perkusi (suara abdomen): suara abdomen timpani
d. Auskultasi : peristaltik usus normal dengan frekuensi 10-18
kali/menit

Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya


a. genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : bersih
b. anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus,
perineum) : lubang anus dan perineum besih, dan tidak ada
kelainan

Pemeriksaan muskuluskeletal/ekstremitas (kesimatrisan,


kekuatan otot, edema) : simetris antara kiri dan kanan, tidak
ada edema, kekuatan otot klien penuh dengan nilai 5, dan tidak
ada kelainan pada muskuluskeletal ataupun ekstremitas
V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya


Klien mengatakan bahwa ia merasa cemas karena penyakitnya
sangat serius dan akan sulit untuk disembuhkan.
B. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan bahwa kesembuhan
penyakitnya diserahkan kepada Tuhan
b. Ideal diri : Klien mengatakan bahwa ia akan sulit
disembuhkan
c. Harga diri : Klien mengatakan bahwa ia malu dengan
teman-teman dan orang disekitarnya karena kondisinya
sekarang
d. Peran diri : Klien berperan sebagai anak
e. Identitas : klien masih menyadari identitas dirinya sebagai
anak dari orangtuanya, dan belum menikah
C. Keadaan Spiritual
Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia beragama Kristen Protestan
dan meyakini bahwa ia akan sembuh.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sebelum sakit ia jarang beribadah ke
gereja, tapi selama di rumah sakit klien sering berdo’a demi
kesembuhannya.

VI. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Pola makan dan minum


1. Frekuensi makan/hari :2-3 kali/hari
2. Nafsu/selera makan : Klien mengatakan sebelum sakit
nafsu makannya baik, tapi sejak sakit nafsu makannya
menurun
3. Nyeri ulu hati : Klien mengatakan tidak terdapat nyeri di
bagian perut bagian bawah.
4. Alergi : Klien mengatakan ada alergi
5. Mual dan muntah : tidak ada (-)
6. Waktu pemberian makan:Pagi pukul 08.00 WIB, siang
pukul 12.00 WIB, dan malam pukul 18.00 WIB.
7. Jumlah dan jenis makan: Jenis makannya seperti biasa yaitu
nasi, ikan dan sayur. Jumlahnya masing-masing 1 porsi,
8. Waktu pemberian cairan/minum: Klien hanya minum saat
makan dan terpasang cairan infuse.
9. Masalah makan dan minum : klien tidak nafsu makan
B. Perawatan diri/personal hygiene
1. Kebersihan tubuh : Klien biasanya mandi sendiri, tapi pada
saat klien sakit klien hanya menggunakan bedak gatal.
2. Kebersihan gigi dan mulut :Klien mengatakan masih
mampu membersihkan mulut dan menggosok gigi selama
di rumah sakit, tetapi hanya 1 kali/hari.
3. Kebersihan kuku kaki dan tangan :Selama di rumah sakit
ibu klien yang memotong kukunya.

C. Pola kegiatan/aktivitas
1. aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti
pakaian dilakukan secara mandiri, sebagian atau total Klien
masih mampu mandi dan BAB/BAK di kamar mandi, tetapi
klien masih dibantu sebagian oleh ibunya karena masih
terpasang cairan infuse. Dalam mengganti pakaian juga
klien masih mampu, terkadang dibantu juga oleh ibunya
karena terpasang cairan infuse.
2. Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit :
Selama dirawat di rumah sakit, klien sering berdo’a demi
kesembuhan penyakitnya.
D. Pola eliminasi
1. BAB
a. Pola BAB : 1-2 kali/hari
b. Karakter feses : lunak dan berwarna kuning
c. Riwayat perdarahan : tidak terdapat perdarahan
d. BAB terakhir : lunak dan berwarna kuning dan berbau
sangat busuk akibat kandungan lemak yang tinggi
e. Diare : tidak diare
f. Penggunaan laktasif : tidak ada
2. BAK
a. Pola BAK : 2-4 kali/hari
b. Karakter urine : kuning pekat
c. Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : klien mengatakan
nyeri dan seperti terbakar pada saat BAK
d. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : klien
mengatakan tidak memiliki penyakit ginjal/kandung
kemih.
E. Pola tidur dan kebiasaan
1. Waktu tidur : pukul 22.30 WIB
2. Waktu bangun : pukul 06.00 WIB
3. Masalah tidur : rasa nyeri kadang mengganggu tidur klien
4. Hal yang mempermudah tidur: klien selalu berdoa sebelum
tidur
5. Hal yang mempermudah bangun: mendengar suara yang
sedikit keras

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid.
2. Terapi imunosupresan
3. fototerapi
ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Sabun, detergen, zat kimia Kerusakan integritas
- klien mengatakan gatal-gatal di kulit/ jaringan
area kulit
- klien mengatakan rambutnya Iritan primer
rontok.
DO :
- kulit klien nampak memerah dan Mengiritasi kulit
bersisik.
- TD : 110/70 mmHg
- N : 80 x/m Kerusakan integritas kulit
- S : 36,5 C
- P : 16 x/m
2. DS : Sensitisasi sel T oleh saluran limfe Gangguan pola tidur
- Klien mengeluh sulit tidur
- Klien mengatakan sering terjaga
DO : Terpajang ulang
- TD : 110/70 mmHg
- N : 80 x/m
- S : 36,5 C Sel efektor mengeluarkan limfokin
- P : 16 x/m

Gejala klinis, gatal , panas, kemerahan

Gangguan pola tidur

DIAGNOSA
1. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekeringan pada kulit ditandai dengan klien mengatakan merasa
gatal pada kulitnya. D. 0192
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus ditandai dengan klien mengeluh sulit tidur. D. 0055
N SDKI SLKI SIKI
o
1 Gangguan integritas kulit/jaringan Luaran Utama : integritas kulit dan Intervensi Utama : perawatan
berhubungan dengan kekeringan jaringan (L.14125) integritas kulit (L11353)
pada kulit ditandai dengan klien Setelah dilakukan pemerikasaan fisik Observasi
mengatakan merasa gatal pada 1x24 jam dengan ekspektasi Meningkat - Identifikasi penyebab
kulitnya. D. 0192 - Kerusakan jaringan dengan nilai 1 integrutas kulit
- Kerusakan lapisan kulit dengan Terapeutik :
nilai 1 - Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif.
- Hindari poduk berhbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan
pelembab ( mis. Lotion,
serum )
- Anjurkan minum air yang
cukup.
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur.

2. Gangguan pola tidur berhubungan Luaran utama : pola tidur ( L.05045) Intervensi utama : edukasi
dengan pruritus ditandai dengan klien Setelah dilakukan pemeriksaan fisik aktifitas/istirahat ( I.12362)
mengeluh sulit tidur. D. 0055 selama 1x24 jam ekspektasi membaik Observasi :
dengan kriteria hasil : - Identifikasi kesiapan dan
- Keluhan sulit tidur meembaik kemampuan menerima
- Keluhan sering terjaga membaik informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pengaturan aktifitas dan
istirahat.
- Jadwalkan pemberian
pendidikan kesehtan sesuai
kesepakatan.
- Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya.
Edukasi :
- Anjurkan menyusun jadwal
aktifitas dan istirahat
- Ajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
dan istirahat. ( mis.
Kelelahan, sesak napas saat
aktifitas )
- Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
kemampuan.
No Hari/ Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. senin , 22 Feb Gangguan integritas Observasi S : klien mengatakan
2021 kulit/jaringan - Mengidentifikasi penyebab gatal dikulitnya sudah
berhubungan dengan integrutas kulit mendingan
kekeringan pada kulit Terapeutik : O : kulit klien sudah
ditandai dengan klien - Gunakan produk berbahan nampak bersih
mengatakan merasa ringan/alami dan hipoalergik A : masalah teratasi
gatal pada kulitnya. D. pada kulit sensitif. P : intervensi
0192 - Hindari poduk berhbahan diberhentikan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi :
- Menganjurkan menggunakan
pelembab ( mis. Lotion,
serum )
- Menganjurkan minum air
cukup.
- Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
- Menganjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur.

2 Selasa, 23 Feb Gangguan pola tidur Observasi : S : klien mengatakan


2021 berhubungan dengan - Mengidentifikasi kesiapan tidurnya sudah nyenyak
pruritus ditandai dengan dan kemampuan menerima O : klien nampak ceria
klien mengeluh sulit informasi A : masalah teratasi
tidur. D. 0055 Terapeutik : P : intervensi
- Sediakan materi dan media diberhentikan
pengaturan aktifitas dan
istirahat.
- Jadwalkan pemberian
pendidikan kesehtan sesuai
kesepakatan.
- Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya.
Edukasi :
- Menganjurkan menyusun
jadwal aktifitas dan istirahat
- Mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
dan istirahat. ( mis.
Kelelahan, sesak napas saat
aktifitas )
- Mengajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
kemampuan.

Anda mungkin juga menyukai