Anda di halaman 1dari 22

RINGKASAN MATERI KULIAH

PEREKONOMIAN INDONESIA
KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, S.E., MP

Oleh :
Kelompok 2

1. I Gusti Ayu Intan Satwika P (1907531244 / 25)


2. Ni Putu Dita Darmayanti (1907531246 / 26)
3. Dewa Ayu Sri Laksmi Dewi (1907531247 / 27)
4. Ni Luh Putu Eka Putri Maharani (1907531251 / 28)
5. Putu Febby Candra Lestari (1907531253 / 29)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
PEMBAHASAN
A. Pilihan Kebijakan Moneter
Pengertian Kebijakan Moneter
Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter adalah setiap kebijaksanaan yang
diambil oleh pemerintah atau oleh Bank Indonesia atau bersama-sama di dalam bidang
keuangan atau bidang moneter dengan harapan mempengaruhi sektor riil, khususnya
menunjang pembangunan ekonomi.

Tujuan Kebijaksanaan Moneter


Tujuan kebijakan moneter mestinya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi. Tujuan akhir ini mungkin dapat dicapai
dengan berbagai kebijaksanaan disektor moneter maupun kebijaksanaan disektor rill.
Kebijaksanaan di sektor moneter itu sendiri berupa mengendalikan jumlah uang yang
beredar (likuiditas perekonomian), atau menjaga stabilitas nilai rupiah, menstabilkan
tingkat bunga, melaksanakan kebijaksanaan untuk mengurangi atau menghapus
pencucian uang Money Laundering), laju pertumbuhan pendapatan nasional, stabilitas
kurs valuta asing, dan sebagainya, dimana Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
menetapkan sasaran-sasaran moneter tersebut berdasarkan undang-undang.
Tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah ini tercantum
dalam UU tentang Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah
adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijaksanaan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utamanya (inflation targeting
framework ) dengan manganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijaksanaan nilai tukar
untuk mengurangi perubahan nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu.
Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik
dan kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
oleh pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijaksanaan moneter

2
dilakukan secara melihat kedepan (forward looking), artinya moneter dilakukan melalui
evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang
telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini. kebijaksanaan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional,
kebijaksanaan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (B1 Rate)
yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito
dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.

Alat Kebijaksanaan Moneter


Secara operasional, pengendalian sasaran kebijaksanaan moneter dapat
menggunakan instrument-instrumen berikut:
1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Pada instrumen Operasi Pasar Terbuka, Bank Indonesia bertindak sebagai
pembeli atau penjual di pasar surat berharga atau di pasar devisa. Instrumen yang
digunakan dalam OPT meliputi: sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan SBI syariah
(SBIS), surat-surat berharga, penempatan berjangka (term deposit) oleh Bank
dan/atau pihak lain di Bl. dan valuta asing.
Kalau pada satu ketika Bank Indonesia atau pemerintah memperkirakan akan
terjadi kelebihan likuiditas perekonomian, yang salah satu indikatornya. adalah
tingkat bunga dipasar uang antar bank (PUAB) turun dengan drastis, maka Bank
Indonesia akan melaksanakan operasi pasar terbuka kontraksi. yakni menyerap
likuiditas dari bank dan pihak lain (broker dibursa surat berharga) yang mengalami
kelebihan likuiditas.
Sebaliknya kalau Bank Indonesia atau pemerintah memperkirakan akan terjadi
kekurangan likuiditas perekonomian, yang salah satu indikatornya adalah tingkat
bunga dipasar uang antar bank (PUAB) naik dengan drastis, maka Bank Indonesia
akan melaksanakan operasi pasar terbuka ekspansi, yakni memompakan likuiditas
kepada bank dan pihak lain (broker di bursa surat berharga) yang mengalami
kekurangan likuiditas.

3
2. Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mempengaruhi likuiditas di pasar
adalah melalui penetapan cadangan wajib minimum dalam bentuk giro sehingga
dikenal juga dengan nama Giro Wajib Minimum (GWM), yang tidak lain dari pada
simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening
giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Cara kerja dari alat kebijaksanaan moneter ini adalah sebagai berikut: apabila
Bank Indonesia atau pemerintah memperkirakan akan terjadi kekurangan likuiditas
perekonomian, yang salah satu indikatornya adalah tingkat bunga dipasar uang antar
bank (PUAB) naik dengan drastis, maka Bank Indonesia akan menurunkan GWM.
Dengan turunnya GWM maka bank umum mampu memberikan kredit lebih
besar atau likuiditas perekonomian akan meningkat. Sebaliknya apabila Bank
Indonesia atau pemerintah memperkirakan akan terjadi kelebihan likuiditas
perekonomian, maka Bank Indonesia akan meningkatkan GWM schingga bank-
bank harus menambah gironya dan dengan demikian kelebihan likuiditas terserap.
GWM diatur dalam peraturan Bank Indonesia No.6/15/PBI/2005 yang
menggantikan Peraturan Bank Indonesia No.6/15/PB1/2004 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah dan Valuta Asing.
3. Politik Diskonto
Selain kebijaksanaan pasar terbuka dan GWM. Bank Indonesia juga menerapkan
kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bungal (target suku bunga).
Suku bunga. yang dikenal dengan istilah BI Rate. ditetapkan melalui Rapat Dewan
Gubenur (RDG) Bank Indonesia setiap bulan. Dalam tataran operasional, BI Rate
tercermin dari pergerakan suku bunga (PUAB) overight(O/N). Pergerakan ini
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan suku bunga deposito, dan pada
gilirannya suku hunga kredit perbankan.
PUAB adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank
lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak
yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan PUAB dilakukan melalui
mekanisme kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak
melalui lantai bursa dan dikenal dengan istilah over the counter (OTC). Jangka waktu

4
PUAB yaitu antara satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank
Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi kedepan
diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia
akan menurunkan B1 Rate apabila inflasi kedepan diperkirakan berada dibawah
sasaran yang telah ditetapkan. Agar pergerakan suku bunga PUAB O/N tidak terlalu
melebar jauh dari BI Rate, Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan
memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku
bunga yang wajar dan stabil.
4. Pengaturan Kredit atau Pembiayaan
Alat kebijaksanaan yang juga dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah
pengaturan kredit. Kredit adalah aktivita utama dari lembaga keuangan bank,
schingga manajemen kredit merupakan hal yang sangat penting. Tujuan dari
pengaturan kredit adalah untuk tindakan berhati-hati (prudent banking), menghindari
penyalahgunaan kredit dengan tujuan akhir meminimumkan kredit macet. Misalnya,
kredit atau bantuan likuiditas Bank Indonesia yang dikenal dengan BLBI dengan
bunga yang rendah karena bersubsidi) diatur sedemikian rupa sehingga hanya
sebagian tertentu saja yang boleh disalurkan kepada anak perusahaan dari bank
penerima. Kesulitan yang bagaimana yang dihadapi olch bank sehingga dia berhak
mendapat bantuan kredit dari Bank Indonesia, hal hal yang demikian ini dan masalah
manajemen kredit sehari-hari harus diatur dengan baik sehingga sistem moneter
dapat berjalan dengan baik dan tujuan untuk menstabilkan nilai uang dapat tercapai.
5. Kebijaksanaa Lain
Disamping alat kebijaksanaan diatas masih ada lagi alat kebijaksanaan yang
dapat dan pernah dilaksanakan oleh bank indonesia. Alat kebijaksanaan tersebut
antara lain:
a. Bujukan moral (moral suasion). Alat kebijaksanaan ini sangat biasa ditemui
diliteratur ekonomi uang dan bank atau ekonomi moneter di dunia barat, dan
masalah S. Grenville, dalam tulisannya yang berjudul "kebijaksanaan moneter
dan sektor keuangan formal' dalam buku ekonomi orde baru oleh A. Booth dan
P. McCawley (eds) mengatakan bahwa. karena adanya hubungan pribadi dan

5
saling kenal antar para manajer bank (terutama antara Bank Indonesia dengan
bank-bank pemerintah lainnya) dan dengan para nasabah besar. Bujukan moral
dari Bank Indonesia merupakan alat kebijaksanaan moneter yang efektif pada
waktu itu.
b. Sanering. Ini adalah kebijakan moneter yang dilakukan pada zaman
pemerintahan Sukarno, sekitar tahun 1950. Caranya adalah dengan menggunting
uang kertas yang beredar menjadi dua bagian. Satu bagian atau setengah dari
nilai nominal uang itu diganti dengan uang kertas baru, sedangkan setengah
lainnya diganti dengan obligasi negara (pinjaman pemerintah jangka panjang
dengan bunga tetap). Pada masa itu bursa surat surat berharga (efek) belum maju
seperti sekarang. Kalau tindakan tersebut diambil sekarang ini. barangkali
pemerintah tinggal mengeluarkan obligasi negara, kemudian menjualnya di
bursa, schingga kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang biasa saja.
c. Pergantian uang. Kebijaksanaan ini adalah mengganti uang lama dengan uang
baru dengan perbandingan uang lama dengan nilai Rp.1.000.- diganti dengan
uang baru dengan nominal satu rupiah. Ini dilaksanakan pada akhir pemerintahan
Sukarno atau awal pemerintahan Suharto. Pada waktu itu. masyarakat yang
mempunyai uang kertas pecahan sepuluh ribuan merasa bingung, dan bersedia
melepasnya seberapa pun mendapat barang atau jasa sebagai tukarannya. Akibat
dari kebijaksanaan ini bukannya inflasi berkurang, malah bertambah cepat.
d. Devaluasi. Istilah devaluasi berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk
menurunkan nilai uang dalam negeri (rupiah) terhadap nilai uang luar negeri.
Indonesia telah melaksanakan kebijaksanaan devaluasi berkali kali, dimana kurs
devisa dipertahankan tetap (harga resmi) sedangkan dipasar kurs tersebut telah
berubah. Misalnya, sampai pada tanggal 25 agustus 1959 pemerintah telah
mempertahankan harga dolar AS sebesar Rp11,40 dari sejak februari 1952.
Namun dipasar, harga dolar amerika serikat telah mengalami kenaikan.
Akhirnya, baru pada tanggal 25 agustus 1959 pemerintah mengumumkan bahwa
harga resmi dolar sejak itu menjadi Rp45,- kebijaksanaan pemerintah menaikkan
harga dolar AS pada 25 agustus 1959 menjadi Rp45.- itu dikatakan

6
kebijaksanaan devaluasi. Devaluasi tidak perlu lagi dilaksanakan sejak oktober
1997, karena rupiah dibiarkan mengambang bebas (free floating) sesuai pasar.

Sifat Kebijaksanaan Moneter dan Hasilnya


Bekerja nya transmisi kebijakan moneter ini memerlukam waktu (time lag).
Tenggang waktu masing-masing jalur berbeda dengan yang lain. Jalur niali tukar
biasanya berkerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar
bekerja sangat cepat. Kebijaksanaan moneter yang kurang kuat memerlukan waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan kebijaksanaan yang kuat. Misalnya penurunan tingkat
bunga yang tidak banyak akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan
penurunan tingkat Bunga yang besar. Demikian juga misalnya kenaikan bunga yang
hanya 1 persen setahun, akan memakan waktu yang jauh lebih lama dibandingkan
kenaikkan tingkat bunga besar 80 persen setahun seperti pada akhir pemerintahan
Sukarno, atau sebesar 60 persen setahun pada akhir pemerintahan Suharto
Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan
transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup
tinggi, respons perbankan terhadap penurunan suku bunga BI Rate biasanya sangat
lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsilidasi untuk memperbaiki
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum
tentu direspons dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan
suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspons oleh meningkatnya permintaan
kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya,
kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor rill sangat berperan dalam
menentukan efektif atau tidaknya proses transimisi kebijakan moneter. Kesimpulannya
adalah bahwa kebijaksaan moneter yang kurang kuat mungkin kurang atau tidak efektif
sedangkan kebijaksanaan moneter yang kuat sering bersifat malapetaka bagi
perekonomian. Oleh karena itu kebijaksanaan harus bersifat sedang dan sesuai dengan
kondisi perekonomian.

B. Aspek Kelembagaan dan Penerapaannya pada Kebijakan Moneter


Sektor perbankan atau sector keuangan formal di Indonesia dalam tahun-tahun

7
pertama kemerdekaan terdiri dari sebuah bank sentral (yang juga beroperasi sebagai
bank umum), 5 bank umum yang besar (4 di antaranya bank-bank dagang warisan jaman
penjajahan, dan yang kemudian dinasionalisasi dalam tahun 1950-an), sebuah bank
pembangunn (investment bank) milik negara, sekitar 100 bank-bank swasta domestic
kecil dan 4 buah bank asing. Orientasi perbankan pada waktu itu terutama tertuju pada
pembiayaan dan kelancaran perdagangan internasional, di samping terbuka kesempatan
untuk memperluas ruang lingkup kegiatan perbankan. Misalnya pada tahun 1952, telah
ada perdagangan saham-saham luar negeri, meskipun dalam jumlah yang kecil, dan
selama tahun 1950an pemerintah mengeluarkan obligasi-obligasi. Namun, Lembaga-
lembaga keuangan hanya dapat berkembang dengan baik dalam keadaan harga- harga
yang relative stabil. Dengan terjerembabnya Indonesia ke dalam keadaan hiperinflasi,
lembaga-lembaga keuangan yang ada mengalami masa surut. Menjelang tahun 1965
bank-bank umum tidak dapat lagi menjalankan fungsi-fungsinya yang normal inflasi
telah merongrong kemampuan bank umum menarik dana dari masyarakat, dan akibatnya
kegiatan perbankan dibidang peminjaman menjadi tidak berarti. Seluruh sektor
perbankan hanya berperan sebagai saluran pembiayaan defisit APBN. Banyak bank-
bank umum swasta tutup. dan hanya bank-bank milik pemerintah yang masih dapat
bertahan karena telah berubah fungsinya menjadi salah satu saluran penciptaan uang;
mereka sesungguhnya hanya menjadi semacam cabang dari bank sentral dan diawasi
langsung oleh pengusaha moneter. Pada tahun 1964 semua bank asing ditutup.
Struktur perbankan yang demikian inilah yang diwarisi oleh pemerintahan. orde
baru pada tahun 1965. Menyadari adanya kegagalan kebijaksanaan yang mengandalkan
campur tangan langsung pemerintah di masa lalu, pemerintah orde baru berusaha
mengurangi peran negara di dalam kehidupan ekonomi, dengan lebih mengandalkan
kekutan-kekuatan pasar dan memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk
mengambil peran lebih besar di dalam perekonomian. Pada jaman itu konglomerasi bank
milik negara yang merupakan peleburan bank-bank pemerintah kedalam satu unit
administrasi dihapuskan, dan satu tingkat kebebasan bertindak tertentu dikembangkan
kepada masing-masing bank pemerintah. Pemberian izin usaha bank baru diberhentikan
sejak tahun 1971.

8
Bank-bank pemerintah ini merupakan unsur pokok dari sistem perbankan di
indoneisa pada saat itu. Bank-bank ini mempunyai hubungan khusus dengan bank
sentral sehingga simpanan-simpanan yang ada pada mereka terjamin, dan kadang
kadang dengan hubungan ini mereka dapat menawarkan bunga deposito yang cukup
tinggi karena memperoleh subsidi. Dengan makin berkembangnya bank bank umum,
Bank Indonesia (yang sebelumnya bertindak sebagi bank sentral dan sekaligus sebagai
bank umum) menghentikan fungsi bank umumnya, Perubahan ini secara resmi
dicantumkan dalam undang-undang bank sentral tahun 1968.
Banyak bank swasta tidak berfungsi sebagai bank dalam arti yang sesungguhnya
dan hanya merupakan alat perusahaan swasta untuk memperlancar kegiatan
keuangannya. Namun sejak awal tahun 1970an, bank bank ini muncul sebagai bank
dalam arti sesungguhnya, dan menerima simpanan dari perusahaan perusahaan nasabah
mereka dan juga memberikan kredit kepada mereka. Setelah 1972 bank-bank asing telah
membuka kantor perwakilan dan kantor-kantor bank asing ini juga membawa pengaruh-
pengaruh positif terhadap perkembangan sektor keuangan indonesia, dengan makin erat
hubungan pusat-pusat keungan internasional, para peminjam kredit yang bonafide
(misalnya perusahaan negara dan perusahaan patungan) mulai menyadari bahwa mereka
dapat memperoleh dana yang lebih murah di luar negeri.
Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan deregurasi perbankan untuk pertama
kalinya, yang dikenal dengan Paket Juni (Pakjun). Paket ini memberikan kemudahan
bagi bank untuk menentukan sendiri suku bunga deposito dan dihapuskannya campur
tangan Bank Indonesia terhadap bank dalam penyaluran kredit. Pakjun tersebut berhasil
"menarik" dana masyarakat ke bank secara drastis. dan diharapkan bisa merangsang
pertumbuhan perbankan.
Lima tahun setelah Pakjun itu. pemerintah mengeluarkan paket 27 oktober 1988
yang dikenal dengan Pakto 88. Paket ini adalah aturan paling liberl sepanjang sejarah
perbankan indonesia. Hanya dengan modal Rp 10 miliar, siapa saja bisa mendirikan
bank baru. Pakto 88 dianggap telah banyak mengubah kehidupan perbankan nasional.
Pada tahun 1991 pemerintah meluncurkan paket kebijaksanaan yang mengatur syarat
bahwa modal sendiri dari sebuah bank seharusnya sebesar 8% dari seluruh asset, karena
diyakini bahwa pada saat itu banyak bank yang mempunyai kecukupan modal dikenal

9
dengan istilah capital adequacy ratio atau CAR, perbandingan antara modal sendiri
dengan asset) sangat rendah, di bawah 5% malah 1 ada yang negatif. Kemudian maret
1992 pemerintah mengeluarkan undang-undang perbankan no 7 yang mengatur berbagai
syarat untuk mendirikan bank baru, seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan
keahlian dibidang perbankan. kelayakan kerja dan lain-lain. Pada bulan juli 1997
ditentukan pembatasan pemberian kredit oleh bank umum kepada perusahaan
pengembang properti dan kebijaksanaan penundaan terhadap mega proyek,karena
banyaknya kredit macet dibidang tertentu.
Krisis perbankan yang terjadi di indonesia tergolong yang paling parah
dibandingkan yang terjadi dinegara lain, Malaysia, Korea selatan, Thailand. Kemelut
perbankan dinegara-negara amerika latin pun tidak separah yang di Indonesia. Babak
berikutnya secara alamiah adalah bahwa jumlah bank kian menyusut. Lalu muncul sosok
bank-bank besar yang jumlahnya relatif sedikit. jumlah bank swasta nasional terpangkas
dari 160 buah sebelum krisis menjadi 81 buah per juni 2000. Banyak peraturan Bank
Indonesia yang telah dikeluarkan misalnya saja tahun 2005 dikeluarkan peraturan Bank
Indonesia mengenai perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam rupiah dan valuta asing.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk bentuk lainnya
dalam rangkah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31, pengertian Bank adalah lembaga yang berperan
sebagai perantara keuangan financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan
pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.
Menurut Dictionary of Banking an Services by Jerry Rosenbeg bahwa: Bank
adalah lembaga yang menerima simpanan giro, deposito, dan membayar atas dokumen
yang tertarik pada satu orang atau lembaga tertentu, mendiskont surat berharga,
memberikan pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat berharga.
Menurut Kasmir. SE, MM (2008:25), secara sederhana bank dapat diartikan
sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari

10
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan
jasa-jasa bank lainnya. Menurut Lukman Dendawijaya (2005:14), mengemukakan
“Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara
keuangan (financial intermediaries), yang menyelurkan dana dari pihak yang kelebihan
dana (surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit
unit) pada waktu yang ditentukan."
Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank yang telah dijelaskan di
atas, dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga/perusahaan yang aktivitasnya
menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang lain dari pihak
yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian melemparkan kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006:9), "fungsi utama bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary". Secara lebih
spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development. dan agent of
services.
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal
menghimpun dana maupun penyaluran dana.
b. Agent of Development
Kegiatan bank berupa menyalurkan dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang
dan jasa. Mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat
dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribus i-
konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu
masyarakat.
c. Agent of service
Selain melakukan penghimpunan dan penyaluran dana bank juga memberikan
penawaran jasa perbankan lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan ini crat

11
kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara
lain dapat berupa jasa penitipan uang, penitipan barang-barang berharga, pemberian
jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

C. Analisis Kasus Capital Flight dan Cara Mencegahnya


Capital flight adalah proses terminal uang dan bisa diputar sejauh mana
keinginan sipemegang uang, proses ini menimbulkan masalah yaitu terhambatnya
pertumbuhan ekonomi suatu negara karena investasi yang seharusnya memiliki
multiplier effect di dalam negeri justru dilakukan diluar negeri. Capital flight selalu
dihubungkan dengan keadaan dimana ketidakpastian dan resiko yang cukup tinggi baik
secara ekonomi maupun non ekonomi. Menurut Krugman dan Obsssrfeld (1999: 247)
capital flight adalah menyusutnya jumlah cadangan devisa akibat desas-desus devaluasi
karena perdebatan (pengurangan aktiva) neraca pembayaran sama artinya dengan arus
keluar modal swasta, yang berdampak masyarakat akan mengurangi simpanan mata
uang domestiknya dengan menukarkannya menjadi mata uang asing yang kemudian
investasikannya keluar negeri. Sementara menurut Mankiw (2003) capital flight adalah
sebagai arus modal keluar neto adalah jumlah pinjaman yang diberikan oleh investor
domestik keluar negeri dikurangi pinjaman dari investor asing ke dalam negeri.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya capital flight, terutama faktor
ekonomi yang menjadi pertimbangan pemilik modal dalam menginvestasikan modalnya
berkenaan dengan profit dan resiko atas modalnya. Modal merupakan faktor produksi
yang dibutuhkan untuk menghasilkan output barang dan jasa yang tercermin pada nilai
Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu bentuk kinerja suatu
perekonomian, bila kinerja tersebut naik maka akan menjadi daya tarik tersendiri bari
investor untuk menanamkan modalnya di negaa tersebut, sebab kondisi ini
mencerminkan iklim usaha yang masih dapat berkembang dan tingkat pengembalian
modal yang menguntungkan. Pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya
yaitu apakah di dalam negeri (mata uang domestik) atau diluar negeri (mata uang asing)
berkaitan erat dengan tingkat keuntungan yang akan diperoleh, dan ini dapat terlihat dari
pangsa perdagangan suatu negara dan kondisi perbandingan antara harga impor dan
ekspor yang ditunjukkan oleh nilai Real Effective Exchange Rate (REER) menjadi dalah

12
satu variabel yang harus diperhitungkan oleh para investor.
Salah satu penyebab utama yang diduga merupakan sumber terjadinya pelarian
modal (capital flight) yaitu suku bunga di negara-negara berkembang yang tidak realistis
dan sering disertai kurs mata uang yang tidak stabil. Untuk menghambat capital flight
ke luar negeri, suku bunga dalam negeri harus memperhitungkan kondisi suku bunga di
luar negeri dan melihat fluktuasi atau volatile kurs mata uang dalam negeri terhadap
mata uang asing. Faktor lainnya yang memicu capital flight yaitu inflasi yang
berimplikasi pada ketidakpercayaan investor untuk menanamkan modalnya di suatu
negara. Bila terjadi inflasi, kondisi akan menyebabkan investor menanamkan modalnya
di luar negeri, sehingga akan menyebabkan capital flight . (Kuncoro, 2011:168)
Meski arus modal masuk (capital inflow) tengah deras-derasnya ke Indonesia,
namun pemerintah juga mewaspadai terjadinya pembalikan arus modal ke luar negeri
(capital flight). Pemerintah pun memikirkan berbagai langkah termasuk wacana
mempersiapkan anggaran untuk menjaga stabilisasi keuangan dalam negeri (Bond
Stabilitation Fund). Tujuannya, ngar krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia
tidak terjadi lagi pada kondisi ekonomi terburuk sekalipun. Untuk itu ada tiga pilar yang
tengah disiapkan pemerintah untuk mencegah terjadinya capital flight yakni:
1. Pilar pertamanya, pemerintah akan terus berkordinasi dengan Bank Indonesia (BI)
tentang bagaimana cara memanfaatkan arus modal yang masuk agar bisa terkendali.
2. Pilar kedua, dilakukan upaya untuk menjaga agar capital inflow tidak masuk dalam
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Menurut Hartadi, SBI bukan instrumen yang baik
untuk investasi.
3. Sedangkan pilar ketiga adalah hond stabilitation fund. Dana ini bisa dikumpulka n
bersama Perbankan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan pada
ekonomi dalam negeri.
Sejauh ini, Pemerintah Indonesia sudah cukup baik dalam mengelola dana yang masuk.
Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung membaik dan
terus menerus meningkat setiap tahunnya. Yang penting adalah bagaimana menjaga sisi
demand dan supply bisa seimbang. Karena jika demand tinggi dan supply rendah, maka
bisa terjadi inflasi. Selain itu, juga diperlukannya metode-metode yang digunakan dalam
pengukuran Capital Flight untuk mendukung segala tindakan yang diambil oleh

13
pemerintah.

D. Devaluasi
Beberapa pengertian dari devaluasi adalah sebagai berikut:
a. Menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri.
b. Pemangkasan sebuah mata uang agar nilainya dapat meningkat dibandingkan mata
uang lain (terapresiasi).
c. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap
valuta asing dengan sengaja.
d. Penurunan nilai mata uang terhadap mata uang lainnya, biasanya Dollar AS, yang
besarnya ditentukan oleh pemerintah. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah
melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi
lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata
uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang
sendiri terhadap mata uang asing. Atau lebih singkatnya, pengertian devaluasi adalah
keadaan dimana mata uang lokal memiliki kurs atau harga yang semakin murah secara
internasional. Devaluasi ini sangat mempengaruhi perekonomian suatu negara terutama
dalam kegiatan perdagangan internasional. Tujuan dari devaluasi adalah untuk
meningkatkan ekspor barang dan membuat neraca pembayaran menjadi surplus.
Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum sebuah mata uang didevaluasi, yaitu:
1) Tingkat inflasi super tinggi 200%.
2) Cadangan devisa sangat minim.
3) Hutang luar negeri yang sangat besar.
4) Instabilitas ekonomi yang dapat mengguncang negara. Isu devaluasi selalu
bertiup ketika mata uang sebuah negara ambruk.
Tetapi perlu dipahami efek negatif devaluasi itu sendiri. Dengan mata uang yang lebih
kuat, ekspor otomatis akan turun (barang menjadi lebih mahal di luar negeri). Ongkos
produksi akan menjadi lebih tinggi jika dinilai menggunakan mata uang asing. Investasi
asing akan mandeg jika bukan minus karena banyak yang hengkang. Industri domestik
akan terancam karena impor akan menjadi sangat murah.

14
Tujuan Devaluasi
Adapun tujuan dilakukan kebijakan devaluasi oleh pemerintah, yaitu:
 Untuk meningkatkan ekspor dan menekan jumlah impor. Hal tersebut
diharapkan akan memperbaiki Balance of Payment.
 Untuk meningkatkan pemakaian produksi dalam negeri. Ini dapat dicapai jika
barang impor harganya lebih mahal dari barang lokal.
 Tercapainya kesetimbangan Balance of Payment, sehingga kurs mata uang asing
menjadi relatif stabil.
Faktor Penyebab Devaluasi
Devaluasi sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan faktor utama
penyebab devaluasi yaitu kegiatan import. Volume impor yang tinggi terhadap barang
dari luar negeri, terutama jika tidak diimbangi dengan kegiatan ekspor yang cukup akan
mengakibatkan semakin meningkatnya permintaan konversi nilai mata uang lokal
menjadi mata uang asing, misalnya dari rupiah ke dollar. Apabila permintaan tersebut
semakin tinggi, maka kurs beli dollar akan naik dan nilai rupiah semakin turun yang juga
akan berdampak pada terjadinya inflasi. Untuk itu, kebijakan devaluasi dikeluarkan
pemerintah sebagai salah satu bentuk cara mengatasi devaluasi dan menstabilkan
perekonomian suatu negara. Secara ringkas, penyebab devaluasi mata uang diantaranya
yaitu:
 Kegiatan impor yang tinggi (bahan pokok, elektronik, dan kebutuhan lainnya).
 Kegiatan ekspor hanya pada bahan pangan dan biota laut.
 Tingginya tingkat pengangguran suatu negara.
Dampak Devaluasi
Adapun dampak devaluasi diantaranya yaitu:
 Berkurangnya Volume Impor
Devaluasi menyebabkan harga barang luar negeri semakin mahal sehingga
masyarakat akan semakin kesulitan dan terbebani untuk membelinya. Hal
tersebut secara bertahap akan mengubah pola pikir masyarakat untuk membeli
barang dalam negeri sehingga volume impor semakin berkurang. Di sisi lain,

15
penggunaan barang lokal akan semakin meningkat yang nantinya bisa
mempengaruhi pendapatan perkapita suatu negara.
 Bertambahnya Volume Ekspor
Jika nilai mata uang lokal rendah di dunia internasional, maka harga barang lokal
juga akan dirasa murah oleh warga asing. Hal tersebut akan mendorong
permintaan barang dari masyarakat luar negeri sehingga volume ekpor bisa
bertambah. Peningkatan ekspor bisa meningkatkan jumlah peredaran mata uang
asing seperti dollar dalam suatu negara sehingga bisa memperbaiki posisi BOP
(balance of payment) dan BOT (balance of trade).
 Barang Lokal Semakin Bersaing
Kondisi devaluasi bisa menjadi salah satu hal yang memicupengusaha lokal
untuk bersaing di pasar internasional. Barang lokal yang ditawarkan kepada
masyarakat luar negeri akan semakin beragam. Bahkan harga barang lokal yang
dianggap murah di luar negeri mengubah pola pikir masyarakat asing sehingga
mereka lebih memilih barang impor yang murah daripada barang lokal yang ada
di negara mereka yang cenderung lebih mahal. Selain itu, hal tersebut juga akan
menyebabkan pengusaha lokal di luar negeri menurunkan harganya.
 Meningkatnya Devisa
Ketidakseimbangan antara kegiatan ekspor-impor dimana volume ekspor lebih
tinggi dibandingkan volume impor akan memberi keuntungan dalam
perdagangan internasional sehingga cadangan devisa meningkat. Kemudian,
cadangan devisa tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan ataupun
mendirikan suatu perusahaan yang bisa menyediakan lapangan kerja guna
mengurangi pengangguran
Dari penelitian Edwards (1986) terhadap 12 negara sedang berkembang, tidak
termasuk Indonesia, yang meliputi rentang waktu tahun 1965-1980, dalam jangka
pendek devaluasi akan berdampak negatif terhadap output. Namun, setelah satu tahun
devaluasi akan bersifat ekspansif, dan dalam jangka panjang devaluasi akan bersifat
netral. Dalam penelitiannya, Edward juga mengungkapkan beberapa alasan terjadinya
devaluasi yang bersifat kontraktif. Devaluasi dapat mengurangi permintaan agregat

16
sehingga menutupi dampak expenditure switching. Devaluasi juga dapat berakibat buruk
bagi permintaan agregat, melalui dampaknya terhadap distribusi pendapatan. Devaluasi
dapat menyebabkan redistribusi pendapatan dari kelompok dengan propensity to save
yang rendah ke kelompok dengan propensity to save yang tinggi, yang akhirnya
menurunkan permintaan agregat dan output. Jika negara yang menerapkan kebijakan
devaluasi memiliki elastisitas harga impor dan ekspor yang rendah, maka neraca
perdagangannya akan memburuk.

E. Kebijakan Moneter Orde Lama dan Orde Baru


Kebijakan Moneter di Masa Orde Lama
Kebijaksanaan pemerintah pada masa ini lebih diarahkan kepada proses
perbaikan dan pembersihan semua faktor dari unsur-unsur peninggalan orde lama,
tertama dari paham komunis. Selain itu kebijaksanaan pemerintahan dalam
mengupayakan penurunan tingkat inflansi yang masih sangat tinggi. Kebijakan ini
cukup berhasil menekan inflasi dari -/- 650% menjadi hanya + 10% saja, suatu prestasi
ekonomi yang tidak kecil.
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara
lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup
pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.

17
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi.
antara lain:
a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak
dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di
Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang,
serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
f. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis.

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistemi ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-
teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama
pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian
Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:
a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi

18
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-
perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Schingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang
rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah haru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
d. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara negara Barat. Sekali lagi, ini juga
salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang
bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

Kebijakan Moneter di Masa Orde Baru


Di awal Orde Baru, Soeharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia
yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak
Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650%
setahun," kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Soeharto.
Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Socharto membuat kebijakan yang
berbeda jauh dengan kebijakan Soekarno, pendahhulunya. Hal ini beliau lakukan dengan
menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar,
memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik
modal. Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1996 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA
membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut:
 Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti rendahnya penerimaan Negara, tinggi dan tidak
19
efisiennya pengeluaran Negara, terlalu banyak dan tidak produktif ekspansi
kredit bank, terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi
impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
 Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
 Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Jadi Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam
berbagai aspek kehidupan. Dengan tujuannya untuk terciptanya masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan
pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal
berikut:
 Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
 Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan. masyarakat Indonesia seluruhnya. Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional
yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka
kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.

F. Cara Mengatasi Krisis Moneter


Adapun cara mengatasi adanya krisis moneter diantaranya yaitu :
1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka

20
Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan
cara menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar
modal.
2. Kebijakan Diskonto
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar
dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungka n
jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral
mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku
bunga akan merangsang keinginan orang untuk menabung.
3. Kebijakan Cadangan Kas
Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan cadangan
kas (cash ratio). Bank umum, menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro,
tahungan, deposito, sertifikat deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase
tertentu dari uang yang disetorkan nasabah dan tidak boleh dipinjamkan.
4. Kebijakan Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar
didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital, dan
Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang yang beredar
dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat ekonomi sedang
mengalami gejala inflasi.
5. Kebijakan Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai
pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku
moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa ajakan atau
larangan untuk menahan pinjaman tabungan atau pun melepaskan pinjaman.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dina. (2017). Pengertian, Tujuan, dan Instrumen Kebijakan Moneter (Tersedia di:
https://www.jurnal.id).

Arif, Sritua. (1990). Dari Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik . UI-Press, Jakarta.

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2.

Edwards, Sebastian (a). (1986). “Are Devaluations Contractionary?”. The Review of


Economicsand Statistics, Vol. LXVIII No.3.
Kasmir. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. Jakarta:
PT.Rajagrafindo Persada.
Nehen, Ketut. (2018). Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press
Prasctiantono, A.Tony dan Amelin Herani. (1996). Evaluasi Terhadap Devaluasi Dalam
Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 11 No.1.

Salemba Empat: Jakarta


Sugi. (2018). Kebijakan Moneter, Arti Tujuan, Jenis, dan Instrumennya (Tersedia di:
https://cpssoft.com).

22

Anda mungkin juga menyukai