Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung Tahun 2020. Dengan

memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan jumlah sampel

sebanyak 58 responden. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

4.1.1. Karakteristik Responden

1. Karakteristik Umur Responden di Puskesmas Simbarwaringin kecamatan

Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung Tahun 2020.

Distribusi frekuensi berdasarkan umur, di sajikan dalam bentuk table

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Presentase (%)


25-30 Tahun 6 10.3%
31 - 35 Tahun 14 24.1%
36-40 Tahun 38 65.5%
Total 58 100%
Berdasarkan table 4.1 dapat diketahui proporsi responden yang berumur

36-40 tahun (65.5%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang

berumur 25-35 tahun (103%), dan 31-35 tahun (24.1%).

2. Karakteristik Frekuensi Responden Berdasrkan Jenis Kelamin


Data frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, disajikan dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 37 63.8 %
Perempuan 21 36.2 %
Total 58 100 %
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat sebagian besar penderita

hipertensi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang (63.8%) dibandingkan

dengan responden berjenis kelamin perempuan (36.2%)

3. Karakteristik Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Data frekuensi responden berdasarkan pekerjaan, disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


D3 2 3.4 %
S1 5 8.6 %
SD 8 13.8 %
SMA 30 51.7 %
SMP 13 22.4 %
TOTAL 58 100 %

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui responden yang berpendidikan

SMA (51.7%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpendidikan

SD (13.8%), SMP (22.4%), D3 (3.4%) dan S1 (8.6%).

4.1.2 Analisa Univariat


Analisa ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase

dari variabel gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia dewasa

muda di Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung

Tengah, provinsi Lampung tahun 2020.

1. Kebiasaan Minum Kopi

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kebiasaan minum

kopi

Kebiasaan Minum Kopi Frekuensi Persentasi (%)


Tidak konsumsi kopi 24 41.4 %
Konsumsi kopi 34 58.6 %

Total 58 100 %
Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi adalah

yang terbiasa mengkonsumsi kopi sebanyak 34 orang (58.6%) dibandingkan

dengan responden yang tidak mengkonsumsi kopi (41.4%).

2. Aktifitas Olahraga

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktifitas Olahraga

Aktifitas Olahraga Frekuensi Persentasi (%)


Olahraga 27 46.6 %
Tidak Olahraga 31 53.4 %
Total 58 100 %
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi adalah yang

tidak melakukan olahraga sebanyak 53.4%) dibandingkan dengan responden yang

olahraga (46.6%).

3. Merokok

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok


Merokok Frekuensi Persentasi (%)
Tidak Perokok 25 43.1 %
Perokok 33 56.9 %
Total 58 100 %
Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi adalah

perokok (56.9%) dibandingkan dengan responden yang tidak perokok (43.1%).

4. Kejadian Hipertensi

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentasi (%)


Tidak hipertensi 28 48.3%
Hipertensi 30 51.7%
Total 58 100
Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi (51.7%) lebih

baanyak dibandingkan dengan responden yang tidak hipertensi (48.3%).

4.1.3 Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan hubungan

variabel independen dengan variabel dependen, yang diteliti yaitu hubungan

antara gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia dewasa muda

di Puskesmas Simbarwaringin Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung

Tengah, Provinsi Lampung tahun 2020 sehingga diketahui kemaknaannya

dengan menggunakan uji korelasi spearman’s dengan nilai alpha 0,05 yang

berarti apabila nilai p < 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna antar

kedua variabel (H0 ditolak) dan apabila nilai p > 0,05 maka tidak terdapat

hubungan yang bermakna (H0 diterima). Dalam penelitian ini dicari pula nilai

keeratan korelasi untuk melihat kekuatan hubungan antar variabel.


1. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.8 Analisis Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dengan Hipertensi di


Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo, Kabupaten
Lampung Tengah, provinsi Lampung tahun 2020
Merokok
Jumlah Nilai p value
Tidak Perokok
perokok r
n % n % N %
Hipertensi 2 6.7 28 93.3 30 100 0.309 0.018
Tidak Hipertensi 23 82.1 5 17.9 28 100
Jumlah 25 43.1 33 56.9 59 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui kategori merokok dengan kejadian

hipertensi sebanyak 28 responden (93.3%). Korelasi koefisien menghasilkan

0,309, yang menunjukkan korelasi kuat angka korelasi diatas 0,5. Hasil uji

statistik lebih lanjut pada hubungan kebiasaan meroko dengan kejadian

hipertensi di peroleh nilai p-value 0,018 (p<0.05), sehingga Ha dapat diterima.

Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna anatara merokok dengan

kejadian penyakit hipertensi.

2. Hubungan Kebiasaan Aktifitas Olahraga dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.9 Analisis Hubungan Aktifitas Olahraga dengan Hipertensi di


Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo, Kabupaten
Lampung Tengah, provinsi Lampung tahun 2020
Aktifitas olahraga
Jumlah Nilai p value
Tidak Olahraga
olahraga r
n % n % N %
Hipertensi 22 73.3 8 26.7 30 100
Tidak Hipertensi 9 32.1 19 67.9 28 100 0.762 0.000
Jumlah 31 53.4 27 46.6 58 100
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui kategori tidak olahraga dengan kejadian

hipertensi sebanyak 22 responden (73.3%). Korelasi koefisien menghasilkan

0,726, yang menunjukkan korelasi kuat angka korelasi diatas 0,5. Hasil uji

statistik lebih lanjut pada hubungan kebiasaan meroko dengan kejadian

hipertensi di peroleh nilai p-value 0,000 (p<0.05), sehingga Ha dapat diterima.

Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna anatara merokok dengan

kejadian penyakit hipertensi.

3. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.10 Analisis Hubungan Konsumsi kopi dengan Hipertensi di


Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo, Kabupaten
Lampung Tengah, provinsi Lampung tahun 2020
Konsumsi kopi
Jumlah Nilai p value
Tidak Konsumsi
konsumsi r
kopi
kopi
n % n % N %
Hipertensi 8 26.7 22 73.3 30 100
Tidak Hipertensi 16 57.1 12 42.9 28 100 0.413 0.001
Jumlah 24 41.4 34 58.6 58 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui kategori mengkonsumsi kopi dengan

kejadian hipertensi sebanyak 22 responden (73.3%). Korelasi koefisien

menghasilkan 0,413, yang menunjukkan korelasi kuat angka korelasi diatas 0,5.

Hasil uji statistik lebih lanjut pada hubungan kebiasaan meroko dengan kejadian

hipertensi di peroleh nilai p-value 0,001 (p<0.05), sehingga Ha dapat diterima.

Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna anatara konsumsi kopi

dengan kejadian penyakit hipertensi.

4.2 Pembahasan

1. Analisa Univariat
a. Aktifitas Olahraga

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berolahraga

mayoritas sebanyak 31 orang (53.4%), sedangkan yang berolahraga mayoritas

sebanyak 27 orang (46.6%). Kejadian hipertensi ini dipengaruhi oleh faktor

aktivitas olah raga subjek penelitian. Olahraga secara teratur dapat menurunkan

tekanan darah. Olahraga yang adekuat dapat menurunkan resiko penyakit

kardiovaskuler dan semua penyebab mortalitas, termasuk hipertensi (Panjaitan,

2015).

Olahraga merupakan aktivitas untuk melatih tubuh seseorang baik secara

jasmani maupun rohani. Semakin sering kita melakukan olahraga, maka akan

semakin sehat pula tubuh kita. Selain itu juga dapat membuat tubuh kita tidak

mudah terserang berbagai penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.Olahraga

bermanfaat untuk kesehatan jasmani maupun rohani, berikut adalah jenis-jenis

olahraga antara lain, jalan pagi, senam, berenang dan bersepeda (Depkes, 2017).

Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,

makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Berlatih olahraga isotonik,

seperti jalan kaki, jogging, berenang, dapat meredam hipertensi. Olagraga

isotonik mampu menyusutkan hormon noradrenalin dan hormon-hormon lain

penyebab menciutnya pembuluh darah yang dapat mengakibatkan naiknya

tekanan darah. Kurangmya olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan

darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur mampu menurunkan tekanan

darah tinggi, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat jika tekanan darah
tinggi (Panjaitan, 2015).

Hasil penelitian diatas sejalan dengan hasil analisa peneliti bahwa

responden penderita hipertensi terbanyak adalah seseorang yang tidak sering

melakukan olahraga. Hasil tersebut memperkuat teori dimana seseorang yang

kurang melakukan aktifitas fisik akan mengalami obesitas dan juga

mengakibatkan tekanan darah tinggi.

b. Kebiasaan Merokok

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok

dimana mayoritas perokok sebanyak 33 orang (56.9%). Rokok mengandung zat

berbahaya yang salah satunya berdampak pada peningkatan tekanan darah.

Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di

dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga

arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis)  (Lestari, Y. dkk,

2015).

Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam asap

rokok menyebabkan adanya rangsangan terhadap hormon epinefrin (adrenalin)

yang memacu peningkatan frekuensi denyut jantung, kebutuhan O2 pada

jantung, tekanan darah, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Namun,

pada saat yang bersamaan hal itu menyebabkan arteri terus berkontraksi dan

elastisitas arteri berkurang. Sehingga, jantung memompa lebih banyak tetapi

asupan darah yang didapat berkurang (Susi, S., & Ariwibowo, D. D. 2019).

Hasil penelitian diatas sejalan dengan hasil analisa peneliti bahwa

responden penderita hipertensi terbanyak adalah seseorang yang sering

mengkomsumsi rokok. Hasil tersebut memperkuat teori dimana seseorang yang


mengkomsumsi rokok lebih dari dua batang perharinya akan mengakibatkan

tekanan darah tinggi.

c. Konsumsi Kopi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi kopi

mayoritas sebanyak 34 responden (58.6%) dan yang tidak mengkonsumsi kopi

sebanyak 24 responden (41.4%). Pengaruh kopi sekecil apapun terhadap

tekanan darah akan menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat, karena

kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. (Martiani, A., & Lelyana, R. 2012).

Kopi dapat mempengaruhi tekanan darah karena adanya polifenol,

kalium, dan kafein yang terkandung di dalamnya. Polifenol dan kalium bersifat

menurunkan tekanan darah. Polifenol menghambat terjadinya atherogenesis dan

memperbaiki fungsi vaskuler. Kalium menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan menghambat pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan

ekskresi natrium dan air. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan

volume plasma, curah jantung, dan tekanan perifer sehingga tekanan darah akan

turun. Kafein memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor

adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah

fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan

meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah

naik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Martiani, A., & Lelyana, R.

2012). mengenai faktor resiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi

menyatakan bahwa subjek yang memiliki kebiasaan minum kopi 1-2 cangkir per
hari meningkatkan risiko hipertensi 4,12 kali lebih tinggi dibanding subjek yang

tidak memiliki kebiasaan minum kopi p=0,017 (OR=4,12, IK 95% 1,22-13,39).

Hasil penelitian diatas sejalan dengan hasil analisa peneliti bahwa responden

penderita hipertensi terbanyak adalah seseorang yang sering mengkomsumsi

kopi. Hasil tersebut memperkuat teori dimana seseorang yang mengkomsumsi

kopi lebih dari 3 kali perharinya akan mengakibatkan tekanan darah tinggi.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik

korelasi spearman menunjukkan ada hubungan olahraga dengan kejadian

hipertensi (p-value = 0.001). Olahraga merupakan serangkaian gerak raga yang

teratur dan terencana untuk memelihara kehidupan, meningkatkan kualitas hidup

dan mencapai tingkat kemampuan jasmani yang sesuai dengan tujuan

(Putriastuti, L. 2016).

Olahraga secara teratur sebanyak tiga kali dalam seminggu dan tiap

kalinya 10 menit dapat memaksimalkan tekanan darah. Olahraga seperti berjalan

atau bersepeda, memberikan keuntungan tehadap sistem kardiovaskular, dan

dapat memperbaiki risiko penyakit kardiovaskular. Olahraga yang banyak

dilakukan oleh orang-orang saat ini yaitu berjalan, lari, bersepeda dan olahraga

beregu lainnya seperti futsal, basket dan bulu tangkis. (Panjaitan, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Supratman, A. 2019) diketahui

bahwa ada hubungan yang bermakna Olahraga dengan kejadian hipertensi pada

usia dewasa muda (20-44 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Dalam

Pontianak Timur (p value < 0,05) Responden yang melakukan aktivitas fisik
kurang, berisiko 4 kali lebih besar mengalami kejadian hipertensi dibandingkan

dengan yang melakukan aktivitas fisik cukup. Hasil penelitian di atas sejalan

juga dengan penelitian (Panjaitan. 2015) dimana diperoleh hasil menunjukkan

ada hubungan olahraga dengan kejadian hipertensi (p=0,000: α=0,05).

Olahraga sangat memengaruhi terjadinya hipertensi. Orang yang kurang

berolahraga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi

sehingga otot jantung bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan

sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada

arteri (Supratman, 2019).

Olah raga banyak bermanfaat khususnya bagi kesehatan penderita

hipertensi. Olah raga dapat mengurangi hormon kortisol yang dapat memicu

timbulnya stres, dan dapat meningkatkan hormon endorfin yang memberikan

rasa bahagia dan rileks. Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan olah

raga rutin sesuai dengan kemampuannya. Olah raga seperti jalan santai, jogging,

bersepeda, atau aerobik yang dilakukan rutin 3-4 kali dalam seminggu dalam

durasi 30-45 menit secara teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan gaya hidup usia dewasa muda

yang kurang dalam melakukan aktivitas fisik termasuk olah raga dapat

mempertinggi risiko kejadian hipertensi. Usia dewasa muda yang mengalami

hipertensi diharapkan dapat melakukan aktivitas fisik harian lebih banyak dan

rutin berolahraga secara teratur minimal 30 menit dalam sehari dengan

melakukan olahraga seperti aerobik, jogging, lari, bersepeda, berenang dan

senam.
b. Hubungan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik

korelasi spearman menunjukkan ada hubungan olahraga dengan kejadian

hipertensi (p-value= 0.000). Responden yang memiliki kebiasaan merokok,

berisiko 2 kali lebih besar mengalami kejadian hipertensi dibandingkan dengan

yang tidak merokok.

Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang

terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri,

sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis). Hal ini

terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis

sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan

oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok, masuk kedalam aliran darah dan merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya tekanan darah segara

setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin

diserap olehpembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan

diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai

otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat

karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg (Panjaitan, 2015).

Hasil penelitian oleh (Lestari, Y. dkk, 2015) menunjukkan adanya hubungan

bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,003).

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang mendapatkan peningkatan tekanan

darah dari 140±7 / 99±3 mmHg menjadi 151±5 / 108±2 mmHg setelah merokok

10 menit. Nikotin yang ada di dalam rokok dapat mempengaruhi tekanan darah

seseorang, bisa melalui pembentukan plak aterosklerosis, efek langsung nikotin

terhadap pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin, ataupun melalui efek CO

dalam peningkatan sel darah merah.

Hasil penelitian di atas sejalan juga dengan penelitian (Supratman, 2019)

diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna kebiasaan merokok dengan

kejadian hipertensi pada usia dewasa muda (20-44 tahun) di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Dalam Pontianak Timur (p value < 0,05). Responden yang

memiliki kebiasaan merokok, berisiko 2 kali lebih besar mengalami kejadian

hipertensi dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan gaya hidup usia dewasa muda

yang memiliki kebiasaan merokok dapat mempertinggi risiko kejadian

hipertensi. Usia dewasa muda yang mengalami hipertensi diharapkan dapat

berhenti merokok untuk menghindari komplikasi dan melakukan terapi minum

air putih 6-12 gelas per hari untuk membantu mengeluarkan nikotin di dalam

tubuh.

c. Hubungan Minum Kopi Dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik

korelasi spearman menunjukkan ada hubungan olahraga dengan kejadian


hipertensi (p-value= 0.018). Kopi menjadi salah satu minuman paling popular

dan digemari semua kalangan, salah satunya pada anak muda dewasa muda.

Disisi lain kopi sering dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko penyakit jantung

koroner, termasuk meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah

karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium dan kafein (Bistara, D. N.,

& Kartini, Y. 2018).

Pengaruh kopi sekecil apapun terhadap tekanan darah akan menimbulkan

dampak pada kesehatan masyarakat, karena kopi dikonsumsi secara luas di

masyarakat. Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih

kontroversial, selain itu hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang

penting untuk diteliti (Lelyana, R. Dkk, 2012)

Kopi dapat mempengaruhi tekanan darah karena adanya polifenol,

kalium, dan kafein yang terkandung di dalamnya. Polifenol dan kalium bersifat

menurunkan tekanan darah. Polifenol menghambat terjadinya atherogenesis dan

memperbaiki fungsi vaskuler. Kalium menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan menghambat pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan

ekskresi natrium dan air. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan

volume plasma, curah jantung, dan tekanan perifer sehingga tekanan darah akan

turun. Kafein sendiri memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor

adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah

fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan

meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah

naik (Lelyana, R. Dkk, 2012).


Hasil penelitian oleh (Sirait, A, 2019) diperoleh nilai p = 0,046 yang

menunjukkan ada hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada usia

dewasa muda di Puskesmas Batang Beruh Kecamatan Sidikalang Tahun 2019.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Firmansyah, M. R., & Rustam, R.

2017) yaitu hasil penelitian variabel konsumsi kopi pada pasien hipertensi

didapatkan nilai p-value0,020 <α (0.05), hal ini menunjukan ada hubungan

antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di

Puskesmas Pembina Palembang tahun 2016. Nilai OR=3,467, hal ini

menunjukkan bahwa pasien yang mengkonsumsi kopi beresiko 3,467 kali untuk

tidak terkontrolnya tekanan darah dibandingkan dengan pasien yang tidak

mengkonsumsi kopi.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan gaya hidup usia dewasa muda

yang memiliki kebiasaan minum kopi dapat mempertinggi risiko kejadian

hipertensi. Usia dewasa muda yang mengalami hipertensi diharapkan dapat

berhenti atau mengurangi mengkonsumsi/meminum kopi.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:

1. Keterbatasan dari penelitian ini hanya mencari adanya hubungan antara sub-

sub variabel gaya hidup dengan kejadian hipertensi tetapi tidak hubungan gaya

hidup keseluruhan dengan kejadian hipertensi.

2. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat ukur variabel sehingga

recall bias tidak dapat dihindari

3. Penelitian dilakaukan di tengah masa pandemic COVID-19. Jadi untuk proses


kegiatan wawancara tidak bisa di lakukan dengan maksimal terkait kebijakan

dari pihak puskesmas dan penerapan social distancing.

Anda mungkin juga menyukai