Anda di halaman 1dari 3

berbagai kutipan terkait kondisi pendidikan di Indonesia.

Najelaa Shihab,
hal 192 -194 dalam buku : 90 Tahun Prof. Emil Salim. Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia TInggal Landas 2045 , tulisan
Seorang pendidik yang telah mendirikan dan menginisiasi organisasi pendidikan sebagai bentuk kontribusi
dalam reformasi pendidikan Indonesia yang utuh melalui karyakarya nyatanya

................. prinsip pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada perubahan
perilaku, penumbuhan keterampilan dan sikap untuk terwujudnya kompetensi yang utuh, masih sulit
diimplementasikan.

Prestasi murid kita di banyak sekolah dan madrasah masih sebatas pada menjawab ujian di atas kertas,
sekadar hafalan pengetahuan dan belum menuju pada penalaran tingkat tinggi dan kemampuan melakukan
transferrability dari apa yang dipelajari ke berbagai situasi.

Hasil asesmen AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) maupun hasil tes PISA (Program of
International School Assesment) terus menunjukkan, bahwa krisis pembelajaran dan kualitas capaian lulusan
pendidikan kita masih jauh tertinggal.

Tantangan bagi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia, bukan hanya soal prinsip
pedagoginya, tetapi soal paradigma.

Tujuan pendidikan adalah pemberdayaan, sebagai jembatan untuk masa depan.


Belajar-mengajar perlu pelibatan anak yang merupakan subyek dari proses dirinya.
Ini berarti semua orang dewasa disekelilingnya perlu percaya; anak adalah warga negara dan warga dunia di
saat ini, yang perlu didengarkan, mendapat validasi atas apa yang dirasakan, mendapat kesempatan beraksi
dan melakukan refleksi sepanjang pembelajaran.

Data dari Komunitas Guru Belajar di ratusan kabupaten/kota yang diinisiasi Kampus Guru Cikal
menunjukkan, hanya kurang dari 7% murid yang menyatakan bahwa materi yang dipelajari sesuai dengan
apa yang dibutuhkan, sesuai tingkat kesiapan dan peminatan.

Pendidikan harus relevan untuk kehidupan masa kini dan masa depan. Kenyataannya, standardisasi masih
sangat sering dipertentangkan dengan kontekstualisasi dalam proses pendidikan saat ini.
Akibatnya? Kesenjangan akses dan kualitas menjadi kegawatdaruratan utama pendidikan kita hari ini.
Sebagian besar kita masih memelihara persepsi bahwa pemerataan berarti menyamaratakan proses belajar
semua anak.
Padahal, meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan justru berarti memberikan intervensi yang
berbeda pada input dan proses, sesuai konteks masing-masing, agar hasil belajar setiap murid sebagai output
dari pendidikan berkualitas bisa sama baiknya.

hal 200 - 203 dalam buku : 90 Tahun Prof. Emil Salim. Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia TInggal Landas 2045 , tulisan Najelaa Shihab,

Beberapa inovasi yang terbukti berdampak antara lain:


 penyediaan perpustakaan,
 akses internet, serta
 sumber belajar di masyarakat yang terjangkau oleh murid, tanpa atau minim biaya,
 kegiatan ekstrakurikuler yang menumbuhkan potensi minat dan bakat anak,
 pelibatan keluarga/orang tua dalam pendidikan anak secara terstruktur di dalam maupun luar 0satuan
pendidikan,
 meningkatkan kompetensi guru yang mampu menerapkan differentiated instructions dan culturally-
responsive pedagogies,

1
 afirmasi untuk sekolah dan madrasah dengan persentase murid miskin yang tinggi agar dapat melakukan
intervensi yang relevan dengan demografi murid,
 kemitraan pemimpin sekolah dengan komunitas untuk memperkaya sumber belajar dan mengatasi
hambatan belajar,
 berbagai program liburan edukatif untuk anak-anak keluarga miskin,
 bimbingan karier dan kesempatan magang yang relevan untuk murid di sekolah vokasi, maupun
mahasiswa, serta
 layanan untuk anak berkebutuhan khusus yang berkualitas.

Tak ada satu pun data di Indonesia yang menunjukkan bahwa kesetaraan pendidikan sudah tercipta.
Percepatan capaian membutuhkan kolaborasi antar pemangku kepentingan, secara khusus adanya umpan
balik kepada pemangku kebijakan yang menyebabkan pencapaian tujuan-tujuan jangka panjang, bukan
hanya program jangka pendek yang didasarkan pada satu siklus anggaran.
Keadilan yang sesungguhnya, yaitu saat kondisi awal (calon) murid tidak menjadi hambatan mengakses
pendidikan berkualitas. Ini masih jauh dari harapan. Untuk mencapai cita-cita bangsa membangun
masyarakat yang produktif dan demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak bisa hanya diakses oleh
segelintir anak kita.
Pengalaman reformasi pendidikan berbagai negara seperti Jepang, Spanyol dan Finlandia menunjukkan,
bahwa membuka kesempatan pendidikan yang lebih berkeadilan sosial dapat menghasilkan lulusan di masa
depan yang lebih baik.

Wabah menambahkan begitu banyak pekerjaan rumah untuk pendidikan kita. Tekanan sosial dan ekonomi
menambah kemiskinan dan pengangguran, serta otomatis menambah jumlah anak yang rentan.
Komitmen pada pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan meyakinkan kita, bahwa bukan
waktunya lagi pemerataan dikebelakangkan.
Saya dan Anda semua, disadari atau tidak, adalah orang-orang beruntung di ekosistem pendidikan negeri ini.
Kita tidak ingin segala subsidi, bimbingan berlebih atau apapun yang kita dan keluarga telah nikmati sebagai
dampak dari kurangnya kebijakan afirmasi terhenti terdistribusi pada sasaran utama yang punya kebutuhan
tertinggi.
Kegawatdaruratan butuh ribuan pahlawan dari berbagai pemangku kepentingan, yang langkah pertamanya
adalah pemahaman tentang siapa dan apa yang sedang diperjuangkan bagi pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan, dan bagi keberlanjutan pembangunan
pendidikan.

Jurnal Pendidikan Sains - Universitas Muhammadiyah Semarang - VOLUME 04 NOMOR 01 MARET 2016 :

Salah satu keberhasilan tingkat pendidikan suatu bangsa dapat dilihat melalui angka human development
index (HDI). Berdasarkan data United Nation for Development Programme (UNDP), Indonesia berada pada
posisi 108 dari 110 negara di dunia dan jauh tertinggal dari negara-negara tetangga di ASEAN (UNDP,
2010).

------------------------------

........... pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada kedewasaan
atau taraf kematangan tertentu. Guru tidak semata sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge,
akan tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing”
yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.

............ profesionalisme seorang guru berkaitan dengan kualitas intelektual dan mentalnya untuk
menjalankan fungsinya sebagai seorang pendidik dan pembimbing.

2
................ seorang pendidik yang tidak profesional tak lebih hanya sebagai seorang “pekerja” yang hanya
memberikan kewajibannya saja untuk mengajar dan menuntut haknya yaitu “uang” semata, tanpa
memikirkan aspek psikologis para murid dan tanggung jawabnya sebagai pendidik.

............ pendidik yang benar-benar berdedikasi secara luhur dan berdasarkan panggilan hati nuraninya
sebagai seorang “Guru”.

........................ setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi : lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium,
ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Annisatul Inayah. 2019. Permasalahan Pokok Pendidikan. Academia.


https://www.academia.edu/32008797/PERMASALAHAN_POKOK_PENDIDIKAN. 19 Desember 2019.
Giyats Shifa Nugraha. 2014. Artikel Permasalahan Pendidikan di Indonesia.
https://www.kompasiana.com/giyatsshifa/54f9951da33311a13d8b582c/artikel-permasalahanpendidikan-di-
indonesia. 15 Desember 2019

Standar kemampuan lulusan dan jaminan lulusan yang tidak jelas dibuktikan dengan banyaknya sarjana
yang lulus dengan tidak dibarengi kemampuan dan kompetensi sesuai dengan ijazah yang dimiliki, orang
seperti ini biasanya disebut sarjana kertas. Sistem pendidikan kita yang berorientasi pada kuantitas lulusan,
nampaknya tidak berhasil menciptakan orang-orang yang mampu berbuat baik. Kita terlalu picik
menterjemahkan amanat UUD 45 bahwa pendidikan menjadi hak semua negara, dengan mengeksekusi
bahwa semua murid harus lulus UAN atau Kejar Paket C. Dan semua yang sekolah di perguruan tinggi
harus lulus, tidak boleh DO. Sehingga untuk lulus saja murid ditoleransi atau diperbolehkan untuk
menyontek serta didukung oleh guru-guru, oleh pajabat dinas pendidikan, bahkan oleh bupatinya.
Prilaku terpuji yang ditunjukkan oleh murid yang tidak menyontek dan guru yang tidak berkompromi, malah
dianggap oknum yang akan mencoreng prestasi sekolah.
Jadi bagaimana bisa jadi sarjana yang mau serta mampu berbuat baik kalau didalam proses pendidikannya
saja, ketidakjujuran sudah merupakan elemen yang secara implisit memang eksis. Adanya jokey dalam ujian
saringan, ujian mata kuliah, pembuatan skripsi, tesis, dan disertasi, semakin melengkapi miringnya kualitas
pendidikan bagi bangsa ini.

Munculnya kebijaksanaan sertifikasi bagi guru professional yang diharuskan minimal memiliki pendidikan
sarjana (S1) dilaksanakan oleh sebagian besar pendidik atau guru yang sekolah hanya demi gelar bukan
karena peningkatan profesionalitas. Belum lagi ditambah banyaknya praktik penjualan sertifikat masa
sertifikasi dengan portofolio.

Menurut hasil survei mengenai sistem pendidikan menengah di dunia pada tahun 2018 yang
dikeluarkan oleh PISA (Programme for International Student Assesment) pada tahun 2019 lalu,
Indonesia menempati posisi yang rendah yakni ke-74 dari 79 negara lainnya dalam survei. Dengan
kata lain, Indonesia berada di posisi ke-6 terendah.

Anda mungkin juga menyukai