Anda di halaman 1dari 6

Nama: Mutiara Salshaila

Kelas: C19E

Nim: 1947141042

Menyimak video pembelajaran pada pertemuan ke 3, kemudian pilih 2 teori belajar.


Uraikan/tuliskan proses pembelajaran jika kalian mengajar di kelas seperti apa dan
bagaimana jika menggunakan teori yang kalian pilih? (materinya tentang IPS)

Jawaban: Setelah menyimak video pembelajaran pada pertemuan ke 3, 2 teori belajar yang
saya pilih ialah teori belajar kognitifistik dan teori belajar humanistik. Adapun alasan saya
memilih kedua teori belajar tersebut, adalah:

1. Teori Belajar Kognitivistik

Teori belajar kognitif merupakan pendekatan yang menekankan pada bagaimana cara
individu memberi respon yang datang dari lingkungan dengan cara mengorganisasikan data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah dengan
simbol-simbol baik verbal maupun non verbal. Dengan kata lain, pendekatan ini lebih
menekankan ada kecakapan intelektual. Ada juga yang mengistilahkan pendekatan ini
dengan pendekatan pengolahan informasi. Yang termasuk aspek-aspek pendekatan kognitif
adalah; 1) Pengetahuan, 2) Pemahaman, 3) Penerapan, 4) Analisis, 5) Sintesis, dan 6)
Evaluasi.

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada aktifitas belajar yang merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel
(1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif
dan berbekas”.

Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat


mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal.
Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu
dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan
belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat
berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Teori belajar kognitif berpendapat bahwa siswa SD haruslah belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya. Siswa SD (usia 6-12 tahun) berada pada tahap berpikir operasional
kongkrit. Pada tahap ini intinya untuk belajar siswa harus disediakan benda-benda atau
peristiwa yang nyata. Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temannya. Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa karakteristik
pembelajaran IPS SD secara umum merupakan pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi
sosial. Artinya, pusat perhatian utama pembelajaran IPS SD adalah pengembangan diri
peserta didik sebagai aktor sosial yang cerdas. Untuk menjadi aktor sosial yang cerdas, tidak
berarti dan memang tidak bisa hanya dikembangkan aspek kecerdasan rasionalnya (rasional
intelegence), tetapi juga kecerdasar emosionalnya (emotional intelegence) (Goleman: 1996).
Seperti ditegaskan oleh goleman (1996) maka dua kecerdasan itu sama-sama memiliki
kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam masyarakat, masing-masing diperkirakan
memiliki kontribusi 20% kecerdasan rasional dan 80% kecerdasan emosional.

Salah satu metode pembelajaran yang berlandaskan kognitif adalah latihan inkuiri
(inquiry section). Model pembelajaran inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan
mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari
jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.Penerapannya lebih menitikberatkan
pada penyelidikan yang bersifat bebas, tetapi terarah dan sistematis. Berikut ialah contoh
proses pembelajaran IPS dikaitkan dengan teori belajar kognivistik:

Sebagai contoh, ambil kurikulum Sekolah Dasar Kelas 6 Semester II materi gejala alam dan
sosial:

1) Kompetensi Dasar
Kemampuan memahami gejala alam dan sosial negara Indonesia dan negara tetangga.
2) Materi Pokok
Gejala alam dan sosial negara Indonesia dan negara tetangga.
3) Hasil Belajar
a. Membandingkan gejala alam negara Indonesia dengan negara-negara tetangga.
b. Mendeskripsikan gejala sosial Indonesia dan negara-negara tetangga.
4) Indikator
a. Menunjukkan pada peta letak dan nama negara-negara tetangga Indonesia.
b. Membandingkan ciri-ciri gejala alam Indonesia dengan negara-negara tetangga.
c. Membandingkan ciri-ciri gejala sosial di Indonesia dengan negara tetangga.
d. Memberi contoh sikap waspada terhadap gejala sosial di Indonesia.

Setelah memahami hal di atas, maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

1) Menyajikan masalah Guru mengajukan masalah dengan pertanyaan sebagai berikut:


Bagaimana gejala alam dan sosial di Indonesia jika dibandingkan dengan negara
tetangganya?
2) Mengumpulkan data dan verifikasi data
Siswa mengumpulkan data melalui buku-buku sumber yang berkaitan dengan masalah
yang dirumuskan.
3) Mengumpulkan unsur baru
Guru dan siswa mencocokkan secara langsung antara infomasi dengan rumusan masalah
yang dirumuskan dan menemukan unsur-unsur baru yang dapat digunakan untuk
menjawab masalah.
4) Merumuskan penjelasan
Guru membantu siswa dalam merumuskan penjelasan untuk mnjawab atas masalah
secara mendetail, rapi, dan sistematis.
5) Menganalisis proses inkuri
Siswa menganalisis pola-pola penemuannya dan siswa menilai efektivitas proses inkuiri
yang dilakukan. Kemudian memperbaiki kekurangan yang ada.
2. Teori Belajar Humanistik

Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada


berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa
Freud. Teori belajar ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana
manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak
positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif
ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang
hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal
lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan
sehari-hari. Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang
beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak
didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai
pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.

Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada


perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri
yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.
Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam setiap pembelajaran IPS di
kelas. Teori humanistik sebagai landasan maksudnya, dalam setiap proses pembelajaran
yang diselenggarakan, guru harus menerapkan teori ini dan menjadikannya sebagai dasar
berpijak dalam penyusunan rencana pembelajaran, proses maupun praktek pembelajaran,
sampai pada tahap evaluasi pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator
dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam
belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-
hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku. Berikut
adalah ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut humanistik:

1) Guru yang baik menurut teori ini adalah: guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang
kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
2) Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah,
mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang
menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
Pada dasarnya pembelajaran IPS adalah untuk mendidik dan memberikan bekal
kemampuan dasar pada siswa untuk menggali dan mengembangkan kemampuan yang
dimiliki sesuai dengan kemampuan, minat, bakat dan lingkungannya. Model pembelajaran
yang cocok dengan teori humanistik yang berpusat pada siswa adalah model pembelajaran
project based learning, model ini juga pembelajaraanya berpusat pada siswa.

Berikut ini contoh proses pembelajaran IPS dikaitkan dengan teori belajar humanistik:
Dalam pembelajaran IPS tentang “Keanekaragaman Budaya“ di kelas 4 SD, guru hendaknya
tidak lagi memberikan materi pembelajaran  dengan metode konvensional atau ceramah
kepada siswa. Guru dapat menghadirkan sebuah video yang mewakili kebudayaan setiap
daerah, atau bisa melakukan kunjungan karya wisata ke museum tentang kebudayaan,
ataupun melakukan diskusi setiap siswa untuk menerangkan ciri khas dari setiap daerah di
indonesia, penggunaan media seperti kartu bergambarkan kebudayaan khas masing-masing
daerah, yang kemudian bisa siswa aplikasikan langsung dengan diskusi kelompok dalam
pembelajaran.

 Dengan semua cara diatas menjadikan siswa belajar tidak hanya dengan mendengar
penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, merasakan dan mengikuti keseluruhan proses
dari setiap pembelajaran, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal tersebut dapat
mengarahkan siswa untuk belajar secara aktif dan tidak hanya dituntut belajar dari buku,
namun siswa juga dapat menggali pengetahuan dengan diri sendiri sehingga proses
pembelajaran berlangsung tidak membosankan, siswa tidak merasa terpaksa dalam
mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Dalam pembelajaran IPS ini guru dapat
menanamkan sikap dan kepribadian siswa untuk saling menghargai dan juga mencintai
setiap ciri khas kebudayaan dari setiap daerah di indonesia. Seorang siswa bisa mengenal
sekaligus menghargai kebudayaan yang dimiliki oleh temannya, dan menyadari bahwa di
kehidupan sehari-harinya ia pasti akan menemui orang-orang yang memiliki kebudayaan
yang berbeda/beragam. Mengenal dan menjaga kebudayaan yang diajarkan hingga makna
sukarela tertanam pada diri siswa, turut memupuk sikap melestarikan budaya yang tentu
berdampak postif bagi kehidupan anak sekarang ataupun nanti.

Anda mungkin juga menyukai