Anda di halaman 1dari 5

TUTI HULAHAYATI

NIM : 21142012039
TUGAS UTS K3 KEPERAWATAN

KEJADIAN TIDAK DIINGINKAN


KESALAHAN INFORMASI DALAM PENGOBATAN

Pendahuluan
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu
organisasi yang sangat komplek karena padat modal, padat teknologi, padat karya,
padat profesi, padat sistem, dan padat mutu serta padat resiko sehingga tidak
mengejutkan bila kejadian tidak diinginkan (KTD = adverse event) akan sering terjadi
dan akan berakibat pada terjadinya injuri atau kematian pada pasien. KTD adalah suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission) dan bukan karena under lying disease atau kondisi pasien.
KTD dapat ditinjau dari berbagai faktor, salah satunya ditinjau dari faktor
konstitusi. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menjamin
adanya pelayanan kesehatan untuk masyarakat, sehingga tidak ada lagi masyarakat
yang tidak mendapatkan pelayanan secara maksimal. Pada pasal 28H UUD Negara
Republik Indonesia secara spesifik menyebutkan setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Pasal 28H ayat 1 menyebutkan: “Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Masyarakat harusnya
juga mendapatkan jaminan sosial sebagaimana pasal 28H ayat 3, setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.
Untuk menjalankan konstitusi tersebut, pemerintah merupakan institusi
pertama yang harus melakukannya. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya berbagai
program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat diantaranya Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin oleh pemerintah pusat yaitu Jamkesmas,
disusul oleh Jamkesda yang menggunakan dana APBD (Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah) untuk menjamin kesehatan masyarakat di daerah masing-masing sesuai
dengan kebijakan pemerintah daerahnya.

Kejadian tidak diinginkan


Kejadian tidak diinginkan ditinjau dari segi konstitusi ini adalah pelayanan
kesehatan bagi masyarakat suku terpencil atau pedalaman yang menderita penyakit
tumor atau penyakit yang memerlukan tindakan yang tidak tersedia di sarana
pelayanan dasar ataupun sarana pelayanan rujukan tingkat pertama sehingga perlu
dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap sarana atau alat-alat kesehatan dan tenaga
spesialisnya. Namun karena pasien tersebut tidak mempunyai kartu Jamkesmas, yang
artinya pasien tersebut bukanlah peserta Jamkesmas, maka karena kendala dana pasien
tersebut tidak dapat dirujuk dan tidak mendapatkan tindakan medik yang semestinya
sehingga dapat menyebabkan kejadian yang tidak diinginkn (KTD). Padahal menurut
konstitusi yang berlaku, setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara
maksimal.
Menurut Nasution (2005), dilihat dari kaca mata hukum, hubungan antara
pasien dengan dokter termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian. Dikatakan
sebagai perjanjian (transaksi) karena adanya kesanggupan dari dokter untuk
mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien. Sebaliknya pasien menyetujui
tindakan teraupetik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Posisi yang demikian ini
menyebabkan terjadinya kesepakatan berupa perjanjian teraupetik.
Secara yuridis kesepakatan ini melahirkan hak dan kewajiban pada masing-
masing pihak dan harus dilaksanakan sebagaimana telah diperjanjikan. Apabila salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau bertindak di luar apa yang telah
diperjanjikan, pihak yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi. Kerugian
yang timbul tersebut merupakan suatu Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) dalam
pemberian pelayanan kesehatan
Hubungan dokter-pasien bukanlah hubungan bisnis tetapi kontrak teraupetik.
Pasien datang membagi keterangan pribadi dan mempercayakan pengobatan
penyakitnya pada dokter. Kepercayaan pasien terhadap dokter merupakan unsur utama
kesembuhan pasien. Pasien yang percaya pada dokter akan menceritakan semua sakit
yang dirasakan sehingga dokter juga dapat dengan leluasa menginformasikan penyakit
yang diderita pasien dan menyampaikan pengobatan yang harus dilakukan disertai
dengan kemungkinan efek samping atau kegagalan pengobatan. Pasien pun
mendapatkan semua informasi yang perlu diketahui, perawatan yang diperlukan, dan
perkiraan kemungkinan yang terjadi. Seorang dokter harus mendengarkan keluhan,
menggali informasi dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang
berkaitan dengan keluhannya, memberikan informasi yang diminta atau diperlukan
tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien serta rencana perawatannya
dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien dan keluarga. Selain itu
pasien juga harus diberitahukan tentang tujuan pengobatan, pilihan obat, cara
pemberian dan pengaturan dosis, efek samping obat. Dokter hanya boleh
menyampaikan informasi tentang tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien
kepada keluarga setelah mendapatkan persetujuan dari pasien.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2009), dalam menerima layanan
kedokteran/kedokteran gigi, pasien dapat saja mengalami ketidakpuasan ataupun hasil
yang tidak sebagaimana mestinya diharapkan (advers events). Ilmu kedokteran adalah
ilmu empiris, sehingga probabilitas dan ketidakpastian merupakan salah satu ciri
khasnya. Iptekdok (Ilmu Pengetahuan Teknologi Kedokteran) masih menyisakan
kemungkinan adanya bias dan ketidaktahuan, meskipun perkembangannya telah sangat
cepat sehingga sukar diikuti oleh standar prosedur yang baku dan kaku. Kedokteran
tidak mungkin menjanjikan hasil layanannya, melainkan hanya menjanjikan upayanya
(inspannings verbintenis).
Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang kedokteran sebenarnya dapat
disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu:
1) hasil dari suatu perjalan penyakitnya sendiri atau komplikasi penyakit, tidak
berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.
2) Hasil dari suatu risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu:
a) Risiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable). Risiko seperti ini
dimungkinkan dalam ilmu kedokteran oleh karena sifat ilmu yang empiris dan sifat
tubuh manusia yang sangat bervariasi serta rentan terhadap pengaruh oleh faktor
eksternal , sebagai contoh adalah shok anafilaktik.
b) Risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (forseeable) tetapi dianggap
dapat diterima (acceptable), dan telah diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui
oleh pasien untuk dilakukan tindakan, yaitu:
– Risiko yang derajat probabilitas dan derajat keparahannya cukup kecil, dapat
diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat,
pendarahan dan infeksi pad pembedahan, dan lain-lain;
– Risiko yang derajat probabilitas dan derajat keparahannya besar pada ketentuan
tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang berisiko tersebut harus dilakukan karena
merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh (the only way), terutama dalam
keadaan gawat darurat.

Analisis dan rencana tidak lanjut


Analisis
a. Hasil dari suatu kelalaian medis
Yang dimaksud dengan kelalaian medis adalah melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan, atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, oleh seorang dokter
atau dokter gigi dengan kualifikasi yang sama, pada situasi dan kondisi yang sama.
Hal ini terjasi apabila dokter melanggar kewajiban yang seharusnya dibebankan
kepadanya berdasarkan standar-standar sebagaimana diuraikan sebelumnya dan
mengakibatkan cedera, meninggal, atau kerugian pada pasien dengan hubungan
sebab akibat yang nyata.
b. Hasil dari suatu kesengajaan
Untuk mengetahui penyebab suatu hasil yang tidak diharapkan perlu dilakukan
penelitian mendalam (audit medis), bahkan bila diperlukan dapat dilaukan pula
pemeriksaan mendalam terhadap pasien termasuk melakukan autopsi klinik bila
pasien telah meninggal dunia. Terhadap peristiwa yang tidak diharapkan
sebagaimana diatas, pasien atau keluarganya dapat meminta penjelasan secara
lengkap dan jujur dari dokter atau dokter gigi pemberi pelayanan
kedokteran/kedokteran gigi, atau kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatannya.

Rencana Tidak Lanjut


Pasien atau keluarganya juga dapat meminta pendapat kedua (second opinion) dari
dokter lain, baik di sarana kesehatan yang sama maupun di tempat lain. Diharapkan
dengan cara itu pasien dan keluarganya dapat memahami apa, bagaimana, dan
mengapa peristiwa atau hasil yang tidak diharapkan tersebut dapat terjadi, serta
bagaiman tindakan selanjutnya yang sebaiknya dilakukan. Di dalam pengaduan atau
laporannya, pasien harus melengkapinya dengan catatan kronologis peristiwa dan
alasan timbulnya dugaan pelanggaran-pelanggaran yang diadukannya.

Anda mungkin juga menyukai