DAN BBL
Dosen Pengampu
Rani Safitri,SST.,M.Keb
Disusun oleh :
Farah Intan Eka Sari (192010)
Latifah Munawaroh (192015)
Radika Pramesta Karisma (192022)
Riska Febry Rahayu (192025)
Septya Zaliyanty Putri (192032)
Widia Ayu Ramadhan (192040)
RS Dr.SOEPRAOEN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi dari Ibu Rani
dengan judul “Adaptasi Fisiologi Bayi Baru Lahir pada Sistem Hepatik”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
2. DAFTAR ISI............................................................................................................ii
3. BAB 1: PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................3
1.4 Manfaat………………………………………………..……………....3
4. BAB 2: PEMBAHASAN..........................................................................................4
2.2 etiologi…………………………………………………………………..5
2.6 diagnosa…………………………………………………………………10
2.7 pengobatan………………………………………………………………11
5. BAB 3: PENUTUP....................................................................................................24
3.1 Kesimpulan..................................................................................................24
3.2 Saran.............................................................................................................24
6. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
sekitar 20 – 30% mengalami ejakulasi dini. Pada wanita, angka disfungsi seksual lebih
banyak lagi, yaitu 25 – 50% (Intisari, 2008).
Seiring dengan semakin meningkatnya insidensi gangguan fungsi seksual, obatobatan
perangsang seks, contohnya sildenafil sitrat dan testosteron, semakin beredar luas di pasaran.
Banyaknya efek samping yang timbul dari obat-obatan tersebut menyebabkan semakin
berkembangnya gerakan back to nature (kembali ke alam) sehingga membuat penggunaan
obat tradisional pun semakin meningkat. Di Indonesia terdapat 30.000 jenis tumbuhan dan
1.200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat (Intisari, 2008).
Salah satu jenis obat tradisional yang beredar di masyarakat adalah afrodisiak yang
berbasis tumbuhan obat. Istilah afrodisiak ini berasal dari kata “Aphrodite”, yaitu nama dewi
kecantikan dan cinta dalam mitologi Yunani kuno. Afrodisiak adalah suatu substansi yang
telah dipercaya dapat meningkatkan gairah seksual (Wikipedia, 2008).
Pada umumnya penggunaan tumbuhan obat sebagai afrodisiak lebih banyak berdasarkan
kepercayaan dan pengalaman turun-temurun dalam masyarakat, seperti semangka (Citrullus
vulgaris Schrad.), ginseng, akar pasak bumi, dan lainlain. Pada umumnya afrodisiak bekerja
melalui peningkatan sirkulasi darah yang juga berpengaruh pada organ genital. Keadaaan ini
memungkinkan suatu obat tradisional jenis afrodisiak digunakan untuk meningkatkan
stamina (Intisari, 2008).
Semangka (Citrullus vulgaris Schrad.) dikenal berkhasiat afrodisiak, penyejuk tubuh saat
cuaca panas, diuretik, antiradang, pelumas usus, dan menghilangkan haus (BPPT, 2005).
Hal-hal di atas menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti pengaruh ekstrak semangka
(Citrullus vulgaris Schrad.) terhadap peningkatan perilaku seksual.
5
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjabarkan unsur-unsur ”ASPEK SOSIAL
BUDAYA PADA KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DAN BBL”dan menjelaskan isi dari
unsure – unsure yang akan di bahas. Agar kiranya lebih mempermudah da;am maemahami
materi yang akan di bahas.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembahasan dalam matei ” ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA KEHAMILAN,
PERSALINAN, NIFAS DAN BBL “ pembaca dapat lebing mengenal dan memahami semua
aspek yang berada dalam materi secara singkat padat dan jelas.
BAB II
6
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
7
Disfungsi ereksi seringkali disebabkan oleh beberapa faktor (multifaktorial). Etiologi
disfungsi ereksi (DE) ini disingkat sebagai IMPOTEN.
Tabel 2. Etiologi
Inflamasi Prostatitis
Mekanis Penyakit Peyronie
Psikogenik Ansietas, depresi, konflik rumah tangga,
perasaan bersalah dan norma agama
Oklusif vaskuler -Arteriogenik: hipertensif, rokok,
hyperlipidemia, diabetes mellitus.
-Venogenik: kegagalan mekanisme veno-
oklusif (karena kegagalan anatomi dan
degenerative)
Trauma Fraktur pelvis, cedera korda spinalis, trauma
penis
Ekstra factor Iatrogenik: pembedahan pada daerah pelvis,
prostatektomi Lain-lain: usia lanjut, gagal
ginjal kronik, sirosis hepar, priapismus.
Neurogenik Kelainan pada otak: tumor, cedera otak,
epilepsi, Parkinson Kelainan pada medulla
spinalis: tumor, cedera. Kelainan pada saraf
perifer: Diabetes mellitus dan defisiensi
vitamin.
Penis terbentuk dari tiga struktur silindris: sepasang corpora kavernosa dan satu korpus
spongiosa (tempat jalannya urethra), yang terselimuti oleh jaringan subkutan dan kulit
a. Tunika Albuginea
Banyak vena yang berada diantara inner dan outer layer dan cenderung memiliki
jalur yang pendek. Tetapi, arteri cavernosa dan cabang cabang dari arteri dorsalis penis
yang memberikan suplai tambahan ke korpus kavernosa, memiliki rute yang direct dan di
kelilingi oleh jaringan lunak periarterial, dimana berfungsi untuk melindungi arteri dari
oklusi (hambatan) dari tunika albuginea ketika ereksi. Outer layer dari tunika tersebut
memiliki peran lebih dalam mengkompresi vena vena sekitar ketika ereksi.
Korpora cavernosa penis terdiri dari 2 spons; yaitu silinder yang diselimuti tunika
albuginea dan dipisahkan oleh septum. Septum antara 2 korpus tersebut bersifat inkomplit
di manusia, tetapi ada yang bersifat komplit di beberapa spesies anjing. Korpora kavernosa
didukung oleh kerangka berserat yang mencakup tunica albuginea, septum, pilar
intracavernosa, kerangka fibrosa intracavernosa dan selubung fibrosa periarterial dan
perineural. Setiap korpus kavernosum terisi konglomerasi dari sinusoid, dimana lebih
besar di daerah sentral dan lebih kecil di perifer. Struktur korpus spongiosum mirip
dengan korpora kavernosa, kecuali ukuran sinusoid lebih besar, tunika lebih tipis di
korpora spongiosum hanya dengan lapisan melingkar.
c. Arteri
Area genital mendapatkan suplai darah dari arteri pudenda interna, cabang dari arteri iliaka
internal. Dalam banyak kasus, ditemukan arteri aksesorius yang memberikan suplai darah
ke penis. Timbul dari iliaka eksternal, obturator dan arteri vesikalis. Dalam sebuah
penelitian terhadap 20 cadaver melaporkan tiga pola suplai arteri penis:
- Tipe 1 yang timbul secara ekslusif dari arteri pudendal internal (3/20)
- Tipe 2 yang timbul dari arteri aksesorius dan pudendal interna (14/20)
- Tipe 3 yang timbul secara ekslusif dari arteri pudendal aksesori (3/20)
Arteri pudenda interna ini memiliki 3 cabang, arteri dorsalis penis, arteri
bulbourethral dan arteri cavernosus. Arteri dorsalis penis bertanggung jawab untuk mengisi
dan memberikan suplai darah pada glans penis saat ereksi. Arteri bulbourethral memasok
darah pada bulbus dan korpus spongiosum, sedangkan arteri kavernosa memberikan suplai
10
ke korpus kavernosa. Sepanjang perjalanannya, arteri tersebut banyak bercabang menjadi
arteri helisin, yang memasok darah ke trabekuler dan sinusoid.
d. Vena
Drainase vena dari tiga korpora ini berasal dari vena kecil yang mengarah pada
sinusoid perifer tepat dibawah tunika albuginea. Vena vena ini berjalan antar tunika dan
sinusoid perifer untuk membentuk vena plexus subtunica sebelum keluar sebagai vena
emisaria. Beberapa pembuluh darah yang letaknya superfisial berjalan secara subkutan dan
bersatu di pangkal penis untuk membentuk vena dorsalis superfisialis yang kemudian
menjadi vena saphena. Di luar tunika albuginea, drainase venanya.
Penis mendapat aliran darah dari arteri pudenda interna. Selanjutnya arteri ini
bercabang menjadi arteri kavernosa atau arteri sentralis, arteri dorsalis penis dan arteri bulbo-
uretralis. Arteri sentralis memasuki rongga kavernosa kemudian bercabang cabang menjadi
arteriole helisin, yang kemudian arteriole ini akan mengisikan darah ke dalam sinusoid.
Darah vena dari rongga sinusoid dialirkan melalui anyaman/pleksus yang terletak di
bawah tunika albuginea. Anyaman/pleksus ini bergabung membentuk venule emisaria dan
kemudian menembus tunika albuginea untuk mengalirkan darah ke vena dorsalis penis.
Persarafan penis terdiri atas sistem saraf otonomik (simpatis dan parasimpatis) dan
somatis (sensorik dan motorik) yang berpusat di nucleus intermediolateralis medulla spinalis
pada segmen S2-4 dan Th12-L2.
Fase ereksi dimulai dari rangsangan yang berasal dari genitalia eksterna berupa
rangsangan raba (taktil) atau rangsangan yang berasal dari otak berupa fantasi, rangsang
pendengaran atau penglihatan. Rangsangan tersebut menyebabkan terlepasnya
11
neurotransmitter dan mengakibatkan terjadinya dilatasi arteri kavernosus/arteri helisin,
relaksasi otot kavernosus, dan konstriksi venule emisaria. Keadaan ini menyebabkan banyak
darah yang mengisi rongga sinusoid dan menyebabkan ketegangan penis. Demikian pula
sebaliknya pada fase flaksid terjadi kontriksi arteriole, kontraksi otot kavernosus, dan dilatasi
venule untuk mengalirkan darah ke vena-vena penis sehingga rongga sinusoid berkurang
volumenya.
Saat ini diketahui bahwa sebagai neuroefektor yang paling utama di dalam korpus
kavernosum pada proses ereksi adalah non adrenergik non kolinergik atau NANC.
Rangsangan seksual yang diteruskan oleh neuroefektor NANC menyebabkan terlepasnya
nitrit oksida (NO), yang selanjutnya akan mempengaruhi enzim guanilat siklase untuk
merubah guanil tri fosfat (GTP) menjadi siklik guanil mono fosfat (cGMP). Substansi
terakhir ini menurunkan jumlah kadar kalsium di dalam sel otot polos yang menyebabkan
relaksasi otot polos kavernosum sehingga terjadi ereksi penis.
Sebaliknya pada fase flaksid, terjadi pemecahan cGMP oleh enzim fosfodiesterase 5
(PDE-5) menjadi guanil mono fosfat (gambar 16-2). Cara bekerja salah satu obat disfungsi
ereksi, sildenafil sitrat adalah sebagai inhibitor enzim PDE-5 sehingga kadar cGMP tetap
dipertahankan.
2.6 Diagnosa
12
Dalam mendiagnosis disfungsi ereksi, selain menggali riwayat penyakit dahulu
maupun riwayat sosial dari pasien, pemeriksa juga harus melakukan beberapa pemeriksaan
terhadap pasien. Hal ini bertujuan selain untuk memastikan diagnosis pasien, tetapi juga
dapat memastikan tingkat keparahan dari disfungsi ereksi yang dialami pasien dan jenis
terapi yang akan diberikan kepada pasien.
a. Anamnesis
Untuk mencari adanya faktor neurologi yang menjadi penyebab disfungsi ereksi
ditanyakan apakah menderita kencing manis, peminum alkohol, atau pernah mengalami
13
cedera tulang belakang. Adanya gangguan buang air besar atau buang air kecil mungkin
disebabkan oleh karena kelainan saraf. Pemeriksaan neurologi meliputi pemeriksaan
sensitifitas pada region genitalia dan perineum, dan reflex bulbo-kavernosus.
Pada pasien yang menderita kelainan hormonal, lebih banyak mengeluh terjadinya
penurunan libido daripada mengeluh penurunan ketegangan penis. Pada disfungsi ereksi
yang disebabkan oleh faktor hormonal dilakukan evaluasi terhadap sumbu hipotalamus-
hipofisis-gonad. Diperhatikan apakah ada atrofi testis, mikropenis, pertumbuhan rambut
di badan yang kurang, atau ginekomasti.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan lokal yang dapat dilakukan antara lain,
ada tidaknya tanda tanda seksual sekunder da nada tidaknya bekas luka akibat operasi
atau trauma.
Pemeriksaan fisik lokal yang dapat dilakukan antara lain, pemeriksaan penis yang
meliputi ukuran dan elastisitas, pemeriksaan skrotum yang meliputi ukuran testis, dan
konsistensi serta pemeriksaan rectum dengan jari (Digital Rectal Examination) yang
meliputi ukuran dan konsistensi kelenjar prostat, vesikula seminalis, tonus otot sfingter
anal dan reflex bulbokavemosa.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE anatara lain,
kadar serum testosterone di pagi hari, pengukuran kadar glukosa dan lipid, hidup darah
lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.
2.7Pengobatan
14
Tujuan pengobatan adalah pemulihan kuantitas dan kualitas ereksi penis yang mencukupi
intercourse. ( Lee M, 2005)
Saat ini tidak ada terapi disfungsi ereksi yang ideal. Umumnya biasanya yang
pertama dipilih adalah yang tidak atau kurang invasif, bila responnya tidak adekuat
baru dipilih yang lebih invasif. (Lee M, 2005)
16
2.7.3 Terapi Farmakologi
a. Inhibitor Fosfodiesterase
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat ini adalah inhibisi katabolisme cGMP yang menjadi
neurotransmiter vasodilatasi jaringan corpus cavernosum oleh inhibitor
fosfodiesterase tipe 5, sehingga kadar cGMP meningkat dan menyebabkan relaksasi
otot polos. Inhibitor fosfodiesterase isoenzim tipe-5 mempunyai selektivitas tinggi,
ditemukan di jaringan genital, tapi fosfodiesterase isoenzim tipe-5 juga terdapat di
vaskuler perifer, otot polos trakhea, dan platelet, sehingga dapat menimbulkan efek
samping di jaringan nongenital.(Lee M, 2005)
17
Obat yang termasuk golongan ini berbeda dalam profil farmakokinetiknya,
interaksi dengan obat-makanan dan efek sampingnya, harus hati-hati
penggunaannya pada penderita penyakit kadiovaskuler. Obat nya adalah: sildenafil,
vardenafil dan tadalafil. . (Lue TF, 2000; Lee M, 2005)
Efikasi
Tercantum pada tabel 3. Untuk pasien usia> 65 tahun, gagal ginjal dan hati, dosis
harus disesuaikan.
Efek samping
Umumnya efek samping yang terjadi ringan-sedang dan pulih sendiri, jarang
memerlukan penghentian obat. Pada dosis biasa yang sering adalah sakit kepala,
facial flushing, dispepsia, kongesti nasal dan pusing, semua disebabkan efek
inhibisi fosfodiesterase isoenzim tipe-5 pada jaringan ekstragenital. (Lee M, 2005)
19
pengguaan sildenafil dan vardenafil yang mempunyai waktu paruh singkat. . (Lue
TF, 2000; Lee M, 2005)
Mekanisme Kerja
Indikasi
Efikasi
Testosteron dapat diberikan p.o, p.e atau topikal. Preparat p.e hasilnya
efektif, tidak mahal, tidak ada masalah bioavailabilitas ataupun efek hepatotoksik
seperti yang terjadi pada preparat p.o. Walaupun penggunaan topikal lebih nyaman,
tapi mahal. ( Lee M, 2005)
Farmakokinetik
21
Bioavailabilitas testosteron natural buruk sehingga dosis yang diperlukannya
besar. Derivatnya yang mengalami alkilasi dibuat untuk memperbaiki
bioavailabilitasnya, tapi penggunaan peroral berhubungan dengan hepatotoksis
serius dengan insidensi tinggi, jadi penggunaan dalam mengelola disfungsi ereksi
tidak disukai. lebih tahan terhadap katabolisme hepatik dan dapat digunakan dengan
dosis lebih kecil, yang cenderung lebih aman. ( Lee M, 2005)
Regimen testosteron topikal, berupa gel atau plester digunakan sekali sehari
(biasanya pagi hari), meningkatkan kadar testosteron serum menjadi normal selama
2-6 jam. Kadarnya akan menurun pada kadar basal, setelah 24 jam. ( Lee M, 2005)
Plester ini ditempelkan pada skrotum, karena kulitnya lebih tipis dan
vaskularisasinya lebih banyak dibandingkan lengan atau paha, sehingga absorpsinya
sangat bagus, tapi plester ini dapat terlepas bila skrotum lembab, berkeringat atau
rambutnya banyak. ( Lee M, 2005)
Dosis
22
Dosis tergantung preparat dan cara pemberiannya. Efek adekuat dicapai setelah 2-3
bulan, jadi jangan menaikkan dosis selama periode ini. ( Lee M, 2005)
Efek Samping
c. Alprostadil
Mekanisme Kerja
23
Preparatnya tersedia untuk injeksi intrcavernosa (Caverdex dan Edex) dan
intrauretra (medicated urethral system for erection: MUSE). (Lee M, 2005;
Campbell WB, Halushka PV, 2001)
Indikasi
Farmakokinetik
24
Efek Samping
Efek samping sistemik jarang terjadi karena cepat dimetabolisme lokal, tapi
dosis besar dapat menimbulkan hipotensi. Penggunaannya hanya dianjurkan bagi
pasien yang dapat diandalkan melakukan injeksi dengan benar. ( Lee M, 2005)
TRAZODON
YOHIMBIN
PAPAVERIN
FENTOLAMIN
BAB III
26
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah yang berjudul, ”ASPEK SOSIAL
3.2 Saran
Sebagai kaum intelektual kita harus menjaga bahasa Indonesia agar menjadi bahasa yang
dapat mempersatukan berbagai kelompok masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengadakan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia agar tercapai pemakaian yang
cermat, tepat, dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
27
kharisma_mak_tinjauan_penyakit_disfungsi_ereksi_2017_sv(2).pdf
https://hellosehat.com/pria/penis/panduan-anatomi-penis-dan-ejakulasi/#gref
https://www.alodokter.com/melacak-penyebab-gangguan-ereksi
https://nasional.kompas.com/read/2008/07/18/11411121/ereksi.bagaimana.terjadi
https://tedas.id/pendidikan/publik/etiologi/
28