“PROTOZOOLOGI”
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB IIPEMBAHASAN..........................................................................................5
2.1 Pengantar Protozoologi.............................................................................5
2.2 Infeksi Amoeba.........................................................................................6
2.3 Infeksi Flagelata........................................................................................9
2.4 Infeksi Ciliate..........................................................................................12
2.5 Infeksi Sporozoa......................................................................................15
BAB IIIPENUTUP................................................................................................20
3.1 Kesimpulan..............................................................................................20
3.2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protozoologi merupakan cabang ilmu Parasitologi Kedokteran yang
mempelajari tentang protozoa parasit, mekanisme infeksi, serta pencegahan
dan pengendalian infeksinya.Contoh penyakit parasit yang disebabkan oleh
protozoa antara lain malaria, penyakit tidur (African trypanosomiasis),
penyakit Chagas (American trypanosomiasis), disentri ameba, coccidiosis,
leishmaniasis, dan toxoplasmosis.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambarankonsep pengantar protozoologi
2. Mengetahui bagaimana infeksi amoeba dalam protozoologi
3. Mengetahuibagaimanainfeksi flagelata dalam protozoologi
4. Mengetahuibagaimanainfeksi ciliate dalam protozoologi
5. Mengetahuibagaimanainfeksi sporozoa dalam protozoologi
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar Protozoologi
Kata protozoa berasal dari proto yang artinya pertama dan zoon yang
berarti hewan, secara harfiah protozoa dapat diartikan sebagai hewan
pertama.Protozoa merupakan hewan bersel satu yang hidup secara berkoloni
maupun hidup sendiri.Tiap protozoa merupakan kesatuan lengkap yang
sanggup melakukan fungsi kehidupan sedangkan pada jasad yang lebih besar
dilakukan oleh sel khusus.Sebagian besar protozoa hidup di alam bebas
namun beberapa jenis protozoa hidup sebagai parasit pada binatang dan
manusia.
5
pseusopodium (kaki palsu), flagel (bulu cambuk), bulu getar (cilium), dan
membran bergelombang.
Reproduksi pada protozoa berlangsung secara seksual dan aseksual:
1. Reproduksi seksual bergabungnya dua sel, yaitu syngami yang
permanen atau tidak permanen. Dibentuk sel kelamin, yaitu
makrogametosit dan mikrogametosit yang setelah belah reduksi
menjadi makrogamet dan mikrogamet. Setelah terjadi pembuahan
terbentuk zigot. Inti zigot membelah menjadi banyak membentuk
sporozoit. Proses ini disebut dengan sporogoni.
2. Reproduksi aseksual
a. Belah pasang parasit membelah menjadi dua parasit yang sama
bentuknya. Misalnya ameba, mastigopora, ciliata.
b. Skizogoni inti membelah menjadi banyak dan masing – masing
inti diliputi oleh protoplasma sehingga membentuk merozoit.
c. Beberapa spesien berkembang biak pada stadium kista. Inti
membelah sehingg wakti ekskistasi tiap kista dapat mengeluarkan
beberapa trofozoit baru.
3. Perkembangan aseksual dan seksual bergantian dapat terjadi pada
sporozoa.
6
menemukan E.histolytica stadium trofozoit, tetapi tidak mengetahui
kasusal antara parasit dengan kelainan ulkus tersebu. Quinche dan
Roos menemukan E.histolytica stadium kista, sedangkan Scahaudinn
(1903) memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan
membedakan amuba tersebut dengan yang hidup di usus besar
Entamoeba coli. Walker dan Sellards pada 10 tahun kemudian di
Filipina membuktikan engan eksperimen, bahwa E.histolytica
merupakan penyebab kolitis amebik dan E.coli merupakan patasit
komensial dalam usus besar. Untuk membuktikan E.histolytica
sebagai penyebab diare digunakn teknik diagnosis dengan mendeteksi
antigen atau DNA/RNA parasit .
2.2.3 Patogenesis
Stadium tropozoit memasuki mukosa usus besar yang utuh (invasif)
dan mengeluarkan enzim hemolisin yang dapat menghancurkan
jaringan (lisis).Kemudian memasuki submukosa dengan menembus
lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat
7
kerusakan yang lebih luas.Dengan aliran darah, stadium tropozoit
dapat tersebar ke hati, paru, dan otak.Stadium tropozoit ditemukan
dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus.Dengan peristaltik
usus, stadium tropozoit ini dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga
usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau
dikeluarkan bersama tinja.Tinja ini disebut tinja disentri yaitu tinja
yang bercampur lendir dan darah.
2.2.4 Diagnosis
1) Pemeriksaan mikroskopik sebaikanya dilakukan sebanyak
minimal 3x dalam 1 minggu, baik untuk penderita kasus akut
ataupun kronik. Hal yang dapat emengaruhi hasil dari pemeriksaan
mikroskopik ini ialah keterlambatan waktu pemeriksaan, jumla
tinja tidak mencukupi, wadah tinja terkontaminasi air atau urin,
penggunaan antibiotik, frekuensi pemeriksaan, dan tinja tidak
diberi pengawet.
2) Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi pemeriksaan
antibodi akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
pada kelompok yang tidak tinggal diderah endemis. 75-80%
penderita menujukkan hasil postif terhadap uji serologi antibodi
terhadap E.histolytica. uji standar pada serologi biasanya IHA,
ELISA merupakan alternatif.
3) Deteksi antigen antigen amuba dapat dideteksi dalam tinja,
serum, cairan asbes dan air liur penderita dan dilakukan dengan
teknik ELISA. Deteksi ini merupakan teknik yang praktis, senstif
dan spesifik dalam mendoagnosis ambiasis internalis.
4) Polymerase chain reaction (PCR) sensivitas dn dan spesifitas
sebanding dengan deteksi antigen, namun waktu yang diperlukan
lebih lama , teknik yang digunakan juga lebih sulit serta lebih
mahal.
8
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan E. histolytica bentuk
tropozoit dan kista dalam tinja, pemeriksaan darah menunjukkan adanya
leukositosis.Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu
dilakukan 3 hari berturut-turut.Pemeriksaan serologi darah perlu
dilakukan untuk menunjang diagnosis.Proktoskopi dapat digunakan untuk
melihat luka yang terdapat di rektum dan untuk melihat kelainan di
sigmoid digunakan sigmoidoskopi.
2.2.6 Pencegahan
Pengenalan tindakan sanitasi yang adekuat dan penyuluhan tentang
rute penularan:
- Peningkatan kebersihan perorangan, antara lain mencuci tangan
sampai bersih dengan sabun dan air hangat setelah buang air besar,
mencuci anus, dan sebelum makan;
- Air yang dimasak sampai mendidih sebelum diminum;
- Mencuci sayuran dengan asam asetat dan vinegar minimal 15
menit sebelum konsumsi salad;
- Mencuci sayuran atau memasaknya sampai matang sebelum
dimakan;
- Buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia
untuk pupuk;
- Menutup dengan baik makanan yang dihidangkan, membuang
sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat
(Gandahusada Srisasi, 2000 ).
9
bergelombang dengan kosta sebagai dasarnya.Perkembanganbiakan terjadi
secara belah pasang longitudinal.
2.3.1 Sejarah
Ditemukan oleh Antoni van Leeuwnhoek (1681), sebagai
mikroorganisme yang bergerak – gerak dalam tinja, dikenal pertama
kali dengan sebutan intestinalis yang diperkenalkan dan dibahas oleh
Lambl (1859). Nama Giardia lamblia diberikan pleh Stiles (1915)
untuk menghormati Prof.A.Giard dari Paris dan Doktor F.Lambl dari
Praha.
10
G.lamblia hidup daalm rongga usus kecil yakni pada bagia duodenum
dan proksimal yeyunum, terkadang disaluran dan kandung
empedu.Pembentukan kista atau yang disebut enkitasi terjadi dalam
perjalanan menuju kolon, jika tinja mulai padat sehingga stadium kista
dapat ditemukan dalam tinja yang padat. Stadium trofozoit biasanya
akan ditemukan dalam tinja cair atau lunak. Cara infeksi yakni dengan
menelan kista matang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air
dan makanan yang telah terkontaminasi, maupun secara langsung
melalui fecal-oral.
11
selama 2 tahun atau lebih. Penderita akan merasa lemah, sakit otot
berat, sakit kepala, malabsorbsi dan penurunan berat badan pada fase
kronik.
2.3.6 Diagnosis
Tidak semua diagnosis pada ditetapkan melalui pemeriksaan tinja,
disarankan melakukan pemeriksaan secara berturut – turut selama 3
hari tiap 2 hari sekali dalam 10 hari.Hal ini dikarenakan pengeluaran
stadium trofozoit dan kista G.lamblia terjadi secara periodik, sehingga
hasil negatif tidak dapat menjadi pegangan bahwa G.lamblia bukan
penyebab dari penyakit yang diderita.Pemeriksaan tinja adalah
pemeriksaan pertama sebelum pemeriksaan lain dilakukan. Penderita
yang akan diperiksa tidak boleh mengonsumsi obat tertentu seperti
antibiotik, kaolin, antasid, bismut subsalisilat, produk enema, dan
laksatif pada beberapa hari sebelum diperiksa, dikarenakan dapat
menyebabkan perubahan morfologi atau mengurangi jumlah parasit
sehingga parasit akan lebih sulit ditemukan. Pada infeksi ringan dapat
dilakukan pemeriksaan cairan yang berasal dari duodenum-jujunal
function untuk menemukan torofozoit, dapat dilakukan dengan
endoskopi atau enterotest. Cara pemeriksaan tambahan dan bukan
cara pengganti dari pemeriksaan tinja yakni dengan menelan kapsul
gelatin yang diikat dengan benang, kemudian mukus usus yang
menempel pada kapsul dapat diperiksa secara mikroskopik. Jika tidak
ditemukan dengan dua cara tersebut, dapat dilakukan dengan cara
bisopsi usus halus didaerah duodenum-jejunal function.
2.3.7 Pengobatan
Tinidazol dengan dosis tunggal 2 gr untuk orang dewasa dan 30-35
mg/kg untuk anak merupakan obat pilihan untuk penyakit giardiasis.
Selain itu juga dapat menggunakan obat metronidazol (3 x 250 mg
sehari untuk 7 hari bagi dewasa, 3x5 mg/kg selama 7 hari bagi anak –
anak), kuinakrin (memiliki efek samping lebih berat dari pada
12
metronidazol), furazolidin (obat dalam sediaan cairan, tetapi angka
kesembuhan lebih kecil dari pada metronidazol atau kuinakrin).
13
kamar, berbentuk infektif, jika tertelan terjadi ekskistasi di usus halus.
Dari satu kista akan keluar satu sadium vegetatif yang segera
berkembang dan membentuk koloni di selaput lendir usus besar.
2.4.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara menemukan trofozit dalam
tinja encer atau kista dalam tinja dan atau trofozoit ditemukan melalui
sigmoidoskpi. Jika perlu dapat dilakukan
colonoscopy.Bronchoalveolar lavage (BAL) dilakukan terhadap
penderita komplikasi paru.
2.4.6 Pengobatan
Obat plihan untuk balantidiasis adalah tetrasiklin,
metronidazol.Pengobatan pada hewan dilakukan dengan metronidazol
dan albendazol.
14
lain sangat mudah terjadi, sesekali dapat menular ke menusia
(zoonosis). Pada manusia penularan terjadi dari tangan ke mulut lewat
makanan yang terkontaminasi. Saat tangaan terkontaminasi dari tinja
babi yang mengandung kista dan kista tersebut tertelan, maka akan
terjadi infeksi. Kitsa tidak dapat mati dengan klorinasi air
minum.Menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri sendiri
dapat memengaruhi penulara dari parasit ini.
2.5.2 Patogenesis
Gejala klinis yang muncul pada infeksi malaria disebabkan secara
tunggal oleh bentuk aseksual Plasmodium yang bersirkulasi di dalam
darah. Parasit ini menginvasi serta menghancurkan sel darah merah,
menetap di organ penting dan jaringan tubuh, menghambat sirkulasi
mikro, serta melepaskan toksin yang akan menginduksi pelepasan
sitokin yang bersifat proinflammatory sehingga terjadi rigor malaria
yang klasik (Roe & Pasvol, 2009).
15
Patologi malaria berhubungan dengan anemia, pelepasan sitokin, dan
pada kasus Plasmodium falciparum, kerusakan organ multipel yang
disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi. Parasitemia Plasmodium
falciparum adalah lebih parah karena ia memparasitisasi eritrosit
berbagai usia. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya
menginfeksi retikulosit dan eritrosit muda sedangkan Plasmodium
malariae hanya menyerang pada eritrosit yang lebih tua.
16
yang menginvasi eritrosit berdeferensiasi menjadi bentuk seksual
parasit yaitu gametosit yang berkembang terutama pada malam hari.
Gametosit akan tertelan bersama darah yang dihisap nyamuk yang
menggigit penderita, selanjutnya dimulai siklus
sporogoni/gametogonium pada nyamuk.
2.5.7 Diagnosis
17
Penting pada pemeriksaan ini adalah siklus eritrositik.Pada infeksi
falciparum memperberat dan menyerang otak dan menyebabkan
serebral malaria. Pewarnaan Giemsa pada sediaan darah tepi paparan
tebal dan paparan tipis merupakan gold standard untuk diagnose
malaria. Pemeriksaan diagnostik yang lain adalah analisa quantitative
buffy coat (QBC) untuk melihat parasit malaria dan rapid diagnostic
tests (RDT) untuk mendeteksi antigen spesifik (protein) yang
dihasilkan oleh parasit malaria dan berada dalam sirkulasi darah orang
yang terinfeksi. Polymerase chain reaction (PCR) sangat berguna
untuk menegakkan diagnosa malaria berdasarkan spesiesnya dan
mendeteksi infeksi walaupun pada kadar parasitemia yang rendah.
Pencegahan Malaria
Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi malaria
adalah:
Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles
(pemakaian kelambu, repelan, obat nyamuk, dan sebagainya).
Membunuh nyamuk dewasa (dengan menggunakan berbagai
insektisida).
Membunuh jentik (kegiatan anti larva) baik secara kimiawi
(larvisida) maupun secara biologis (ikan, tumbuhan, jamur,
bakteri).
Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
Mengobati klien malaria.
Penggunaan kemoprofilaksis bagi orang yang memasuki daerah
endemis malaria.
18
terinfeksi ke janin yang dikandungnya.Setelah infeksi pada epitel
usus, organisme menyebar ke organ lain, terutama otak, paru-paru,
hati, dan mata.Sebagian besar infeksi primer pada orang dewasa
imunokompeten tidak menunjukkan gejala.Infeksi kongenital dapat
mengakibatkan aborsi, lahir mati, atau penyakit neonatal dengan
hidrocephalus, ensefalitis, chorioretinitis, dan
hepatosplenomegali.Demam, sakit kuning, dan kalsifikasi intrakranial
juga terlihat.Diagnosis infeksi akut dan bawaan, serta mendeteksi
antibodi digunakan teknik immunofluorescence.Pemeriksaan
mikroskopis preparat pewarnaan Giemsa menunjukkan trofozoit
berbentuk bulan sabit.Kista dapat dilihat dalam jaringan.Pengobatan
dengan kombinasi sulfadiazine dan pyrimethamine.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata protozoa berasal dari proto yang artinya pertama dan zoon
yang berarti hewan, secara harfiah protozoa dapat diartikan sebagai
hewan pertama.Protozoa merupakan hewan bersel satu yang hidup
secara berkoloni maupun hidup sendiri.Protozoa berbeda dengan
eukarotik protista lainnya karena kemampuannya bergerak pada
beberapa stadium siklus hidupnya.Protozoa ditemukan dalam semua
habitat basah.Sebagian besar protozoa hidup bebas di alam, beberapa
ditemukan habitat komensal dalam usus manusia, salah satu organisme
E. histolytica dapat menginvasis jaringan dan menyebabkan
penyakit.Sebagian besar protozoa hidup bebas di alam, beberapa
ditemukan habitat komensal dalam usus manusia, salah satu organisme
E. histolytica dapat menginvasi jaringan dan menyebabkan penyakit.
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21