RS WONOLANGAN
Jalan Raya Dringu no. 118
Probolinggo
KATA PENGANTAR
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, peningkatan mutu dan kualitas layanan merupakan salah satu aspek
yang sangat penting. Rumah Sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang
mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan
berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit
dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, termasuk penggunaan alat bantu
napas terkait pelayanan resusitasi. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu Panduan
Penggunaan Alat Bantu Napas yang dapat dugunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan
penggunaan alat bantu napas dalam upaya penyelamatan nyawa.
Panduan ini khususnya ditujukan bagi dokter dan perawat yang terlatih. Dengan demikian
penggunaan alat bantu napas hanya dapat dilakukan oleh dokter dan perawat yang
berkompeten dan terlatih dalam menangani kasus henti napas.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................5
A. DEFINISI....................................................................................................................5
B. TUJUAN.....................................................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP..................................................................................................6
A. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK............................................6
B. PENGATURAN VENTILASI MEKANIK (SETTING)............................................6
C. JENIS VENTILASI MEKANIK...............................................................................10
1. Ventilasi Non Invasif.............................................................................................10
2. Ventilasi Invasif.....................................................................................................13
D. KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK................................................................14
BAB III TATA LAKSANA.................................................................................................15
A. MODE VENTILASI.................................................................................................15
1. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)...16
2. Ventilasi Mekanik Terkontrol...............................................................................16
3. Ventilasi Assist-Control........................................................................................17
4. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation).......................18
5. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)........................18
6. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)..................................19
7. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/PEEP)....19
8. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway
Pressure/CPAP)............................................................................................................20
B. TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN VENTILASI MEKANIK.........20
1. Pengkajian.............................................................................................................20
2. Pengkajian Kardiovaskuler....................................................................................21
3. Pengkajian Peralatan.............................................................................................21
4. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................21
5. Diagnosis Keperawatan.........................................................................................22
6. Masalah kolaboratif /Komplikasi Potensial...........................................................22
7. Perencanaan dan Implementasi.............................................................................23
8. Evaluasi.................................................................................................................25
9. Penyapihan dari ventilasi mekanik........................................................................25
C. PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN
KELUARGA....................................................................................................................26
BAB IV DOKUMENTASI..................................................................................................27
A. PENCATATAN SELURUH KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN PADA
REKAM MEDIS..............................................................................................................27
B. REKAM MEDIS PEMBERIAN ASESMEN DAN TINDAKAN RESUSITASI....27
BAB I PENDAHULUAN
A. DEFINISI
1. Gagal Napas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan
paru untuk mensuplai oksigen secukupnya ke seluruh tubuh atau mengeluarkan
karbondioksida dari aliran darah
2. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru
3. Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan
B. TUJUAN
Tindakan intubasi dan memulai ventilasi mekanik merupakan hal yang rumit untuk
diputuskan. Sebelum melakukan hal tersebut, ada beberapa aturan yang harus dipahami
dengan baik, antara lain:
1. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik harus dipertimbangkan dengan baik. Ada
kecenderungan untuk menunda intubasi dan ventilasi mekanik sebisa mungkin
dengan harapan hal tersebut tidak perlu dilakukan. Namun, intubasi yang terencana
lebih kurang bahayanya dibandingkan intubasi emergensi, di samping itu
penundaan intubasi dapat menyebabkan bahaya bagi pasien yang sebenarnya dapat
dihindari. Bila kondisi pasien dinilai cukup parah dan membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik dengan segera, maka jangan menunda untuk melakukan tindakan
tersebut.
2. Intubasi bukan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak
kompeten untuk melakukannya. Para perawat cenderung meminta maaf karena
mereka telah melakukan intubasi pada saat mereka bertugas jaga malam, seolah-
olah tindakan tersebut merupakan hal yang tidak mampu mereka lakukan. Justru
sebaliknya, intubasi harus dilakukan dengan pendirian yang kuat dan tak seorang
pun yang disalahkan karena melakukan tindakan penguasaan jalan napas pada
pasien yang tidak stabil.
Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode ventilasi yang
digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatory cukup luas.
Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation) yang
berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara umum,
rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada
sebagian besar pasien-pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap
menit. Pada pasien dewasa dengan sindroma distres pernapasan akut, penggunaan
volume tidal yang rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan
sampai 35 kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.
2. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada sindroma
distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode tertentu,
perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal. Pada pasien
dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang
digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan
sehingga dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan
plato ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi yang disebut
dengan istlah tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang direlaksasi.
3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressuresupport, tekanan
inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang atau sama dengan
35 cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada rentang yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi dan
dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika penempatan pipa
endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi, FiO2 harus diturunkan
sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen
hemoglobin , karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas
pulmonal. Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau
lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan
yang membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan
dan konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target saturasi
oksigen dapat diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan pada
penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien untuk
memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup rendah
untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk
menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini
berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O. Pemicu ventilator ini timbul bila aliran napas
pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.
Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran ini
penting terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja
pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar ventilator,
laju aliran diatur secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc,
laju aliran ditentukan secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.
Laju pernapasan = 10
Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E ratio tanpa
permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk mengerti tentang
perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem respirasi dan
kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah 1:2. Pada gagal napas
hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat dengan adanya pemanjangan
waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata atau alveoli yang terisi cairan yang
dapat memperbaiki oksigenasi. Pada hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang
terbalik menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi
akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru.
Ventilasi non invasif merupakan teknik ventilasi mekanis tanpa menggunakan pipa
trakea (endotracheal tube) pada jalan napas. Indikasi penggunaan ventilasi non
invasive adalah penyakit paru kronik berat, hipoventilasi nocturnal yang
berhubungan dengan disfungsi saraf otot, gagal napas akut seperti pada keadaan
eksaserbasi penderita penyakit paru obstruktif menahun (PPOK), gagal napas
hipoksemik akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonia pada
pasien dengan atau tanpa immunocompromized, trauma, edema paru kardiogenik
dan penderita yang sulit dilakukan penyapihan (weaning) dari ventilasi invasive.
Keberhasilan ventilasi non invasif ditentukan oleh pemilihan dan pemakaian alat
penghubung (interface), tenaga kesehatan yang terlatih dan pengawasan yang baik.
Ventilasi tekanan positif dapat digunakan pada keadaan gagal napas akut
maupun kronik. Definisi gagal napas menurut British Thoracic Society (BTS)
adalah terjadinya kegagalan proses pertukaran gas secara adekuat ditandai
dengan tekanan gas darah arteri yang abnormal.
Gagal napas tipe 1 (hipoksemik) bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg) dengan
PaCO2 normal atau rendah.
Gagal napas tipe 2 (hiperkapnik) terjadi bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg)
dengan PaCO2 > 6 kPa (45 mmHg). Gagal napas dapat akut, acute on
chronic dan kronik. Pembagian keadaan ini penting untuk menentukan
terapi terutama pada gagal napas tipe 2.
Gagal napas hiperkapnik akut terjadi bila penderita mempunyai gangguan napas
minimal yang mengawali keadaan tersebut dengan analisis gas darah
menunjukkan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat normal. Gagal
napas hiperkapnik kronik apabila terdapat penyakit paru kronik, PaCO2 tinggi,
pH normal dan bikarbonat meningkat. Gagal napas hiperkapnik acute on
chronic apabila terjadi perburukan tiba-tiba pada seseorang yang sudah
mengalami gagal napas hiperkapnik sebelumnya, ditandai dengan PaCO2 yang
tinggi, pH rendah dan bikarbonat yang meningkat.
1) Indikasi NPPV
b) Pembedahan pada wajah, jalan napas atas, atau saluran cerna bagian atas
h) Gangguan kesadaran
i) Kejang/ gelisah
j) Muntah
k) Sumbatan usus besar
Enam tipe sungkup atau alat penghubung NPPV yang dapat digunakan pada gagal
napas akut yaitu sungkup muka penuh (full face mask), total face mask, sungkup
nasal, keping mulut (mouthpiece) bantalan hidung (nasal pillow) atau plugs dan
helmet. Sungkup muka yang paling sering digunakan dan keuntungannya bila
dibandingkan dengan sungkup nasal adalah kemampuan untuk mencapai tekanan
jalan napas lebih tinggi, respirasi melalui mulut, kebocoran udara lebih kecil dan
memerlukan kerjasama penderita yang minimal. Kekurangannya adalah perasaan
kurang nyaman, penderita tidak dapat berbicara, makan atau minum selama
ventilasi dan terdapat kemungkinan aspirasi bila penderita muntah. Navalesi dkk
melaporkan bahwa sungkup nasal lebih ditoleransi daripada sungkup muka dan
bantalan nasal pada penderita hiperkapnik kronik stabil. Kwok dkk melaporkan
penderita gagal napas akut akibat edema paru kardiogenik lebih dapat mentoleransi
sungkup muka sementara Wilson dkk17 mendapatkan bahwa sungkup nasal
maupun sungkup muka sama efektifnya dalam proses ventilasi.
Sungkup nasal (kiri) hanya menutupi bagian hidung, nasal pillow (tengah) dan
sungkup muka (kanan) menutupi hidung dan mulut.
2. Ventilasi Invasif
Ventilasi invasif merupakan teknik ventilasi mekanis dengan cara memasukkan
Endotracheal Tube (ETT) ke dalam trakea. Tindakan memasukkan ETT ke dalam
trakea di sebut intubasi. Intubasi dilakukan menggunakan alat yang disebut
laryngoskop.
3. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan retensi sekret
dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan infeksi paru-paru.
5. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP yang dapat
mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi
aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal.
A. MODE VENTILASI
2. Atur volume tidal awal (VT) 8 ml/kg menggunakan berat badan perkiraan
(predicted body weight/PBW). Laki-laki : PBW = 50+[2,3X(tinggi badan dalam
inci-60)] ; Wanita : PBW = 45,5+[23X(tinggi badan dalam inci-60)]
3. Pilih laju respirasi (RR) untuk mencapai minute ventilation (MV) pra ventilator,
namun jangan melebihi RR=35x/menit
6. Sesuaikan FiO2 dan PEEP untuk mempertahankan PaO2>55 mmHg atau SaO2
>88%
b. PCO2dan pH arterial
8. Jika Ppl> 30 cm H2O atau pH< 7,30, ikuti rekomendasi tata cara ventilasi volume
rendah pada ARDS
Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.
Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control
(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu
ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pulamode-mode ventilasi lainnya
seperti IMV (intermitten mandatory ventilation), SIMV (synchronize intermitten
mandatory ventilation), PEEP (positive end expiratory pressure), CPAP (continuous
positive airway pressure), pressure control, PS (pressure support), dan APRV (airway
pressure release ventilation).
1. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)
FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume
atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien
mendapatkan ventilasi alveolar yang adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat
bernapas spontan atau tidak. Pada PVS dapat digunakan mode ventilasi apa saja,
tetapi pasien dapat berperan serta secara aktif dalam mempertahankan PaCO2 yang
adekuat.
Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan napas
segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan. Setelah
beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien telah stabil dan
mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka akan terjadi kelemahan
otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi tidak menganjurkan penggunaan
FVS dan lebih menyukai PVS digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS tetap
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya atropi otot-otot pernapasan.
4. Ventilasi Assist-Control
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas
yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran
standar pada penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada ventilator PEEP
tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru yang terlokalisasi
seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah
paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga
menyebabkan rupture alveoli.
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup
pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk
menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini
harus dipasang dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan,
sehingga hanya dapat digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat
ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur,
juga pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator.
Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
a. Tanda-tanda vital
d. Bunyi nafas
e. Status neurologis
g. Kebutuhan pengisapan
j. Status psikologis
10. Pengkajian Kardiovaskuler
Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator tekanan
positif. Tekanan intratoraks positif selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh
darah besar dengan demikian mengurangi arus balik vena dan curah jantung.
Tekanan positif yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat
trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat cepat berkembang menjadi pneumotoraks
tension, yang lebih jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung dan
tekanan darah.
a. Jenis ventilator
g. Humidifikasi
h. Alarm
i. PEEP
Catatan
Jika terjadi malfungsi system ventilator, dan jika masalah tidak dapat diidentifikasi
dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan ventilasi kepada klien
dengan menggunakan Bag Resuscitation Manual.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi mekanik
yaitu :
e. Volume tidal
g. Ventilasi semenit
h. Tekanan inspirasi
j. Aliran-volume
k. Sinar X dada
c. Gangguan kardiovaskuler
e. Infeksi paru
15. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama bagi pasien yaitu : pertukaran gas optimal; penurunan akumulasi
lendir; tidak terdapat trauma atau infeksi ; pencapaian mobilisasi yang optimal ;
penyesuaian terhadap metode komunikasi non verbal ; mendapatkan tindakan
koping yang berhasil ; dan tidak terjadi komplikasi. Asuhan keperawatan pada
pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan teknik dan keterampilan
interpersonal yang unik, antara lain :
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal
dan tanda-tanda vital yang adekuat.
c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah
sel darah putih.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat
komunikasi lainnya.
a. Tes penyapihan
b. Pengaturan ventilator
1) PaCO2 normal
d. Selang Endotrakeal
e. Nutrisi
f. Jalan nafas
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Fisik
Stabil, istirahat terpenuhi