Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN

PENGGUNAAN ALAT BANTU HIDUP DASAR


(VENTILASI MEKANIK)

RS WONOLANGAN
Jalan Raya Dringu no. 118
Probolinggo
KATA PENGANTAR

Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, peningkatan mutu dan kualitas layanan merupakan salah satu aspek
yang sangat penting. Rumah Sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang
mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan
berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit
dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, termasuk penggunaan alat bantu
napas terkait pelayanan resusitasi. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu Panduan
Penggunaan Alat Bantu Napas yang dapat dugunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan
penggunaan alat bantu napas dalam upaya penyelamatan nyawa.
Panduan ini khususnya ditujukan bagi dokter dan perawat yang terlatih. Dengan demikian
penggunaan alat bantu napas hanya dapat dilakukan oleh dokter dan perawat yang
berkompeten dan terlatih dalam menangani kasus henti napas.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................5
A. DEFINISI....................................................................................................................5
B. TUJUAN.....................................................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP..................................................................................................6
A. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK............................................6
B. PENGATURAN VENTILASI MEKANIK (SETTING)............................................6
C. JENIS VENTILASI MEKANIK...............................................................................10
1. Ventilasi Non Invasif.............................................................................................10
2. Ventilasi Invasif.....................................................................................................13
D. KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK................................................................14
BAB III TATA LAKSANA.................................................................................................15
A. MODE VENTILASI.................................................................................................15
1. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)...16
2. Ventilasi Mekanik Terkontrol...............................................................................16
3. Ventilasi Assist-Control........................................................................................17
4. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation).......................18
5. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)........................18
6. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)..................................19
7. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/PEEP)....19
8. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway
Pressure/CPAP)............................................................................................................20
B. TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN VENTILASI MEKANIK.........20
1. Pengkajian.............................................................................................................20
2. Pengkajian Kardiovaskuler....................................................................................21
3. Pengkajian Peralatan.............................................................................................21
4. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................21
5. Diagnosis Keperawatan.........................................................................................22
6. Masalah kolaboratif /Komplikasi Potensial...........................................................22
7. Perencanaan dan Implementasi.............................................................................23
8. Evaluasi.................................................................................................................25
9. Penyapihan dari ventilasi mekanik........................................................................25
C. PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN
KELUARGA....................................................................................................................26
BAB IV DOKUMENTASI..................................................................................................27
A. PENCATATAN SELURUH KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN PADA
REKAM MEDIS..............................................................................................................27
B. REKAM MEDIS PEMBERIAN ASESMEN DAN TINDAKAN RESUSITASI....27
BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI

1. Gagal Napas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan
paru untuk mensuplai oksigen secukupnya ke seluruh tubuh atau mengeluarkan
karbondioksida dari aliran darah
2. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru
3. Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan

B. TUJUAN

1. Mengurangi kerja pernapasan.


2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3. Pemberian MV yang akurat.
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
BAB II RUANG LINGKUP

A. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK

Tindakan intubasi dan memulai ventilasi mekanik merupakan hal yang rumit untuk
diputuskan. Sebelum melakukan hal tersebut, ada beberapa aturan yang harus dipahami
dengan baik, antara lain:

1. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik harus dipertimbangkan dengan baik. Ada
kecenderungan untuk menunda intubasi dan ventilasi mekanik sebisa mungkin
dengan harapan hal tersebut tidak perlu dilakukan. Namun, intubasi yang terencana
lebih kurang bahayanya dibandingkan intubasi emergensi, di samping itu
penundaan intubasi dapat menyebabkan bahaya bagi pasien yang sebenarnya dapat
dihindari. Bila kondisi pasien dinilai cukup parah dan membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik dengan segera, maka jangan menunda untuk melakukan tindakan
tersebut.

2. Intubasi bukan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak
kompeten untuk melakukannya. Para perawat cenderung meminta maaf karena
mereka telah melakukan intubasi pada saat mereka bertugas jaga malam, seolah-
olah tindakan tersebut merupakan hal yang tidak mampu mereka lakukan. Justru
sebaliknya, intubasi harus dilakukan dengan pendirian yang kuat dan tak seorang
pun yang disalahkan karena melakukan tindakan penguasaan jalan napas pada
pasien yang tidak stabil.

3. Tindakan untuk memulai ventilasi mekanik bukan merupakan suatu “gerbang


kematian”. Anggapan bahwa sekali kita menggunakan ventilator maka selamanya
akan tergantung pada ventilator merupakan hal yang tidak benar, yang seharusnya
tidak sampai mempengaruhi keputusan kita untuk memulai ventilasi mekanik.
Penggunaan ventilator tidak menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan,
kecuali pada pasien dengan penyakit kardiopulmonal berat dan gangguan
neuromuscular.
C. PENGATURAN VENTILASI MEKANIK (SETTING)

Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode ventilasi yang
digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:

1. Laju pernapasan (respiratory rate)

Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatory cukup luas.
Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation) yang
berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara umum,
rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada
sebagian besar pasien-pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap
menit. Pada pasien dewasa dengan sindroma distres pernapasan akut, penggunaan
volume tidal yang rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan
sampai 35 kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.

2. Volume tidal

Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada sindroma
distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode tertentu,
perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal. Pada pasien
dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang
digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan
sehingga dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan
plato ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi yang disebut
dengan istlah tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang direlaksasi.

Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko barotrauma. Risiko


tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan hasil pengurangan
antara tekanan alveolar dengan tekanan pleura. Pada pasien-pasien dengan edema
dinding dada, distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada menurun. Hal
ini menyebabkan tekanan pleura meningkat selama pengembangan paru.
Peningkatan tekanan transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki
komplians paru yang normal.

3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressuresupport, tekanan
inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang atau sama dengan
35 cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada rentang yang telah
ditetapkan sebelumnya.

4. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)

Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi dan
dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika penempatan pipa
endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi, FiO2 harus diturunkan
sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen
hemoglobin , karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas
pulmonal. Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau
lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan
yang membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan
dan konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target saturasi
oksigen dapat diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan pada
penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.

5. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)

Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif


jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan dari
tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous positive airway pressure/ CPAP)
berdasarkan saat digunakannya. PEEP hanya digunakan pada fase ekspirasi,
sementara CPAP berlangsung selama siklus respirasi. Penggunaan PEEP selama
ventilasi mekanik memiliki manfaaat yang potensial. Pada gagal napas hipoksemia
akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar rata-rata, meningkatkan area reekspansi
atelektasis dan dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju interstisial
sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam cairan,
untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal, PEEP
dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri sehingga memperbaiki
kinerja jantung. Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi jalan
napas, pasien sering mengalami kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga
menimbulkan hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto-PEEP
yaitu tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Bila
didapatkan auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa
tekanan negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas pemicu maupun auto-
PEEP. Jika pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia
dan dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing). Pemberian PEEP
dapat mengatasi hal ini karena dapat mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif
total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP ditingkatkan
secara bertahap sampai usaha napas pasien dapat memicu ventilator secara konstan
hingga mencapai 85% dari auto-PEEP yang diperkirakan.

6. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)

Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien untuk
memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup rendah
untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk
menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini
berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O. Pemicu ventilator ini timbul bila aliran napas
pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.

7. Laju aliran (flow rate)

Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran ini
penting terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja
pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar ventilator,
laju aliran diatur secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc,
laju aliran ditentukan secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.

Contohnya adalah sebagai berikut:

 Laju pernapasan = 10

 Waktu siklus respirasi = 6 detik

 I:E ratio = 1:2

 Waktu inspirasi = 2 detik


 Waktu ekspirasi = 4 detik

 Volume tidal = 500 ml

 Laju aliran = volume/ waktu inspirasi

= 500 ml tiap 2 detik

8. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi

Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E ratio tanpa
permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk mengerti tentang
perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem respirasi dan
kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah 1:2. Pada gagal napas
hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat dengan adanya pemanjangan
waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata atau alveoli yang terisi cairan yang
dapat memperbaiki oksigenasi. Pada hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang
terbalik menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi
akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru.

D. JENIS VENTILASI MEKANIK

1. Ventilasi Non Invasif

Ventilasi non invasif merupakan teknik ventilasi mekanis tanpa menggunakan pipa
trakea (endotracheal tube) pada jalan napas. Indikasi penggunaan ventilasi non
invasive adalah penyakit paru kronik berat, hipoventilasi nocturnal yang
berhubungan dengan disfungsi saraf otot, gagal napas akut seperti pada keadaan
eksaserbasi penderita penyakit paru obstruktif menahun (PPOK), gagal napas
hipoksemik akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonia pada
pasien dengan atau tanpa immunocompromized, trauma, edema paru kardiogenik
dan penderita yang sulit dilakukan penyapihan (weaning) dari ventilasi invasive.
Keberhasilan ventilasi non invasif ditentukan oleh pemilihan dan pemakaian alat
penghubung (interface), tenaga kesehatan yang terlatih dan pengawasan yang baik.

a. Ventilasi tekanan negatif


Prinsip ventilasi tekanan negatif adalah memberikan tekanan pada dinding
toraks dan abdomen untuk mencapai tekanan di bawah tekanan atmosfir saat
inspirasi. Tekanan ini menyebabkan rongga toraks mengembang dan terjadi
penurunan tekanan di pleura dan alveolar sehingga menimbulkan perbedaan
tekanan yang memungkinkan udara masuk ke alveoli. Saat ekspirasi, tekanan
dinding toraks kembali sama dengan tekanan atmosfir dan ekspirasi terjadi
secara pasif dengan daya elastik rekoil paru. Ventilator tekanan negatif
mempunyai dua komponen utama yaitu keadaan kedap udara (airtight) dibuat
melalui ruang yang menutupi rongga toraks dan abdomen secara ketat serta
pompa untuk menimbulkan perbedaan tekanan di dalam ruang tersebut. Jenis
ventilator tekanan negatif antara lain tank ventilator (Iron lung), shell ventilator
(chest cuirras), wrap ventilator (pneumobelt) dan rocking bed.

Kondisi tertentu seperti penyakit neuromuskular, kelainan dinding dada,


hipoventilasi sentral dan paralisis diafragma, penggunaan ventilasi tekanan
negative lebih banyak memberikan manfaat.

Manfaat lain ventilasi tekanan negatif bila dibandingkan dengan ventilasi


tekanan positif yang menggunakan sungkup muka (mask) adalah penderita
masih dapat berbicara, batuk, menelan dan makan selama penggunaan
ventilator. Jalan napas yang bebas pada ventilasi tekanan negatif
memungkinkan untuk dilakukan penghisapan jalan napas dan tindakan
diagnostik maupun terapi dengan menggunakan bronkoskop serat optik.

b. Ventilasi tekanan positif

Noninvasive positive pressure ventilation (NPPV) atau ventilasi tekanan positif


merupakan ventilasi noninvasif yang lebih efektif dan nyaman dibandingkan
dengan cara ventilasi noninvasif lainnya dan lebih banyak digunakan selama
decade terakhir.

Ventilasi tekanan positif menggunakan sungkup atau alat pengubung (interface)


untuk menghantarkan udara dari ventilator tekanan positif melalui hidung atau
mulut sehingga udara masuk jalan napas. Prinsip ventilasi tekanan positif
adalah memberikan udara dengan tekanan positif atau diatas tekanan atmosfir
secara intermiten ke dalam jalan napas, meningkatkan tekanan transpulmoner
sehingga terjadi pengembangan paru. Proses ekspirasi terjadi secara pasif
karena daya rekoil paru dan bantuan otot bantu napas. Penggunaan ventilasi
tekanan positif tergantung dari sistem ventilator yang digunakan dan dirancang
secara efektif supaya penderita merasa nyaman saat memakai sungkup dan
kebocoran udara dapat dikurangi.

Ventilasi tekanan positif dapat digunakan pada keadaan gagal napas akut
maupun kronik. Definisi gagal napas menurut British Thoracic Society (BTS)
adalah terjadinya kegagalan proses pertukaran gas secara adekuat ditandai
dengan tekanan gas darah arteri yang abnormal.

 Gagal napas tipe 1 (hipoksemik) bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg) dengan
PaCO2 normal atau rendah.

 Gagal napas tipe 2 (hiperkapnik) terjadi bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg)
dengan PaCO2 > 6 kPa (45 mmHg). Gagal napas dapat akut, acute on
chronic dan kronik. Pembagian keadaan ini penting untuk menentukan
terapi terutama pada gagal napas tipe 2.

Gagal napas hiperkapnik akut terjadi bila penderita mempunyai gangguan napas
minimal yang mengawali keadaan tersebut dengan analisis gas darah
menunjukkan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat normal. Gagal
napas hiperkapnik kronik apabila terdapat penyakit paru kronik, PaCO2 tinggi,
pH normal dan bikarbonat meningkat. Gagal napas hiperkapnik acute on
chronic apabila terjadi perburukan tiba-tiba pada seseorang yang sudah
mengalami gagal napas hiperkapnik sebelumnya, ditandai dengan PaCO2 yang
tinggi, pH rendah dan bikarbonat yang meningkat.

1) Indikasi NPPV

a) PPOK eksaserbasi dengan asidosis respiratorik (pH<7,35)

b) Gagal napas hiperkapnik sekunder akibat kelainan dinding dada


(skoliosis,
c) torakoplasti) atau Penyakit neuromuskular

d) Edema paru kardiogenik yang tidak respons terhadap CPAP

e) Proses weaning dari intubasi trakea

Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan untuk penggunaan ventilasi


noninvasif antara lain gangguan kesadaran, hipoksemia berat, sekret jalan
napas yang banyak. Keuntungan penggunaan ventilasi noninvasif antara
lain mengurangi tindakan intubasi atau pemasangan endotracheal tube,
waktu perawatan lebih singkat dan berkurangnya angka kematian pada
penderita gagal napas akut. Keuntungan lain ventilasi noninvasif adalah
mekanisme pertahanan jalan napas tetap utuh dan fungsi menelan tetap
dapat dipertahankan. Perlu dipahami bahwa ventilasi noninvasif bukanlah
sebagai terapi pengganti intubasi trakea atau ventilasi invasif apabila secara
jelas terbukti bahwa ventilasi invasif merupakan pilihan terapi untuk
penderita.

2) Kontra indikasi NPPV

a) Trauma atau luka bakar pada wajah

b) Pembedahan pada wajah, jalan napas atas, atau saluran cerna bagian atas

c) Sumbatan jalan napas atas

d) Tidak mampu melindungi jalan napas

e) Hipoksemia yang mengancam jiwa

f) Hemodinamik tidak stabil

g) Penyakit penyerta yang berat

h) Gangguan kesadaran

i) Kejang/ gelisah

j) Muntah
k) Sumbatan usus besar

l) Sekret jalan napas berlebihan

m) Gambaran konsolidasi pada foto toraks

n) Pneumotoraks yang belum diatasi

Alat penghubung (interface) NPPV

Enam tipe sungkup atau alat penghubung NPPV yang dapat digunakan pada gagal
napas akut yaitu sungkup muka penuh (full face mask), total face mask, sungkup
nasal, keping mulut (mouthpiece) bantalan hidung (nasal pillow) atau plugs dan
helmet. Sungkup muka yang paling sering digunakan dan keuntungannya bila
dibandingkan dengan sungkup nasal adalah kemampuan untuk mencapai tekanan
jalan napas lebih tinggi, respirasi melalui mulut, kebocoran udara lebih kecil dan
memerlukan kerjasama penderita yang minimal. Kekurangannya adalah perasaan
kurang nyaman, penderita tidak dapat berbicara, makan atau minum selama
ventilasi dan terdapat kemungkinan aspirasi bila penderita muntah. Navalesi dkk
melaporkan bahwa sungkup nasal lebih ditoleransi daripada sungkup muka dan
bantalan nasal pada penderita hiperkapnik kronik stabil. Kwok dkk melaporkan
penderita gagal napas akut akibat edema paru kardiogenik lebih dapat mentoleransi
sungkup muka sementara Wilson dkk17 mendapatkan bahwa sungkup nasal
maupun sungkup muka sama efektifnya dalam proses ventilasi.

Sungkup nasal (kiri) hanya menutupi bagian hidung, nasal pillow (tengah) dan
sungkup muka (kanan) menutupi hidung dan mulut.

Ventilator untuk pemberian NPPV

Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NPPV) dapat digunakan dengan


berbagai jenis ventilator yang tersedia. Pada keadaan kronik, ventilator volume
maupun tekanan dapat digunakan. Ventilator tekanan lebih dianjurkan untuk
keadaan akut karena dapat diatur besar aliran. Beberapa jenis ventilator yaitu
volume ventilators, pressure ventilators, Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
atau Continous positive airway pressure (CPAP).

2. Ventilasi Invasif
Ventilasi invasif merupakan teknik ventilasi mekanis dengan cara memasukkan
Endotracheal Tube (ETT) ke dalam trakea. Tindakan memasukkan ETT ke dalam
trakea di sebut intubasi. Intubasi dilakukan menggunakan alat yang disebut
laryngoskop.

Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah

a. Henti jantung ( cardiac arrest )


b. Henti nafas ( Respiratory arrest )
c. Hipoksemia yang tidak teatasi dengan pemberian oksigen non invasive
d. Asidosis respiratory yang tidak teratasi dengan obat-obatan dan pemberian
oksigen non invasive
e. Kelelahan pernafasan yang tidak responsive dengan obat-obatan dan penberian
oksigen non invasive
f. Gagal nafas dengan manifestasi klinis : takhipneu, penggunaan otot pernafasan
tambahan (scalene, sternokleidomastoid,intercosta , abdomen)
g. Penurunan kesadaran
h. Saturasi oksigen menurun drastic
i. Tindakan pembedahan yang menggunakan anastesi umum

Resiko Ventilasi Invasif

a. Sumbatan pipa endotrakeal oleh sekret


b. Intubasi endotrakheal jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring
terutama pita suara dan odema laring
c. Efek akibat humidifikasi yang kurang dalam ventilasi menyebabkan iritasi
jalan napas dan retensi sekret sehingga dapat menimbulkan infeksi
d. Pemberian sedasi/anestesi memiliki efek terhadap depresi jantung, penurunan
mobilitas fisik, gangguan pengosongan lambung dan proses pemulihan lebih
lama
e. Gangguan haemodinamik
f. Barotrauma seperti pneumothorak dan kolaps alveoli

E. KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK

Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain:

1. Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk kesulitan intubasi,


sumbatan pipa endotrakea oleh sekret.

2. Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring terutama


pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari dilakukan trakeostomi, namun
beberapa institusi saat ini melakukan trakeostomi perkutaneus lebih awal.

3. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan retensi sekret
dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan infeksi paru-paru.

4. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan anestesi yang


memiliki efek depresi jantung, gangguan pengosongan lambung, penurunan
mobilitas dan memperlama proses pemulihan.

5. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP yang dapat
mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi
aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal.

6. Barotrauma dan volutrauma


BAB III TATA LAKSANA

A. MODE VENTILASI

Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana ventilator


bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter, ahli terapi, atau
produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe ventilasi. Mode adalah
pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan tahapan-tahapan. Dengan kata
lain, kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk–bentuk gelombang tekanan,
aliran dan volume yang diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada
pasien.

Tabel. Tata Cara Ventilasi Protektif Paru-paru

1. Pilih mode assist-control dan FiO2 100%

2. Atur volume tidal awal (VT) 8 ml/kg menggunakan berat badan perkiraan
(predicted body weight/PBW). Laki-laki : PBW = 50+[2,3X(tinggi badan dalam
inci-60)] ; Wanita : PBW = 45,5+[23X(tinggi badan dalam inci-60)]

3. Pilih laju respirasi (RR) untuk mencapai minute ventilation (MV) pra ventilator,
namun jangan melebihi RR=35x/menit

4. Tambahkan PEEP 5-7 cm H2O

5. Kurangi VT sebanyak 1 ml/kg setiap 2 jam sampai VT 6 ml/kg

6. Sesuaikan FiO2 dan PEEP untuk mempertahankan PaO2>55 mmHg atau SaO2
>88%

7. Bila VT turun menjadi 6 ml/kg, ukur:

a. Plateau pressure (Ppl)

b. PCO2dan pH arterial

8. Jika Ppl> 30 cm H2O atau pH< 7,30, ikuti rekomendasi tata cara ventilasi volume
rendah pada ARDS

Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.
Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control
(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu
ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pulamode-mode ventilasi lainnya
seperti IMV (intermitten mandatory ventilation), SIMV (synchronize intermitten
mandatory ventilation), PEEP (positive end expiratory pressure), CPAP (continuous
positive airway pressure), pressure control, PS (pressure support), dan APRV (airway
pressure release ventilation).
1. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)

Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/FVS) dan bantuan ventilasi


sebagian (partial ventilator support/PVS) adalah istilah untuk menggambarkan
tingkatan ventilasi mekanik yang diberikan. FVS terdiri dari 2 komponen, yaitu
ventilator memberikan semua energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
ventilasi alveolar yang efektif dan FVS ini hanya terjadi bila laju napas ventilator 8
atau lebih dan volume tidal antara 8-12 ml/kg berat badan ideal, karena pengaturan
ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2 kurang dari 45 mmHg. Pada PVS, laju
napas ventilator dan volume tidal yang diberikan kurang daripada FVS, sehingga
pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of breathing/WOB) untuk tetap
menjaga ventilasi alveolar yang efektif.

FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume
atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien
mendapatkan ventilasi alveolar yang adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat
bernapas spontan atau tidak. Pada PVS dapat digunakan mode ventilasi apa saja,
tetapi pasien dapat berperan serta secara aktif dalam mempertahankan PaCO2 yang
adekuat.

Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan napas
segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan. Setelah
beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien telah stabil dan
mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka akan terjadi kelemahan
otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi tidak menganjurkan penggunaan
FVS dan lebih menyukai PVS digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS tetap
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya atropi otot-otot pernapasan.

3. Ventilasi Mekanik Terkontrol

Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua


pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur
(mandatory). Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada beberapa
ventilator, perbedaan antara control dan assist/control hanya pada pengaturan
sensitivitasnya. Ventilasi terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat
diterapkan pada pasien yang tidak memiliki usaha napas sendiri atau pada saat
ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol seluruhnya. Namun tidak dianjurkan
untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini tanpa membuat pasien mempunyai
usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien yang
tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral, cedera saraf spinal dan
frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang menyebabkan
hilangnya usaha napas volunter.

4. Ventilasi Assist-Control

Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau


pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Pasien dapat
memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume preset atau
tekanan tetap diberikan pada tiap napas. Bila telah ada usaha napas pasien, maka
mode assist-control dapat digunakan. Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu
ataupun pasien) merupakan pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul
karena ventilator sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien
berusaha untuk bernapas. Pada saat terdapat tekanan negatif yang ringan (-1 cm
H2O) atau terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah aliran bias ekspirasi)
maka siklus inspirasi dimulai. Laju napas minimum harus diatur pada ventilator
untuk menjamin adanya volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat diberikan
napas tambahan. Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai
kerja pernapasan (work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa pasien
dapat melakukan kerja inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini terjadi
khususnya bila terdapat inspirasi aktif dan aliran gas tidak sesuai dengan aliran
inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara klinis hal ini dapat diketahui dengan
melihat gambaran grafik pada manometer tekanan. Jika tekanan tidak meningkat
dengan lancar dan cepat untuk mencapai puncak, maka alirannya tidak adekuat.
Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan adanya inspirasi aktif.
Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan kurva menujukkan
bentuk sedikit konveks. Masalah lainnya pada ventilasi assist-control ini adalah
sensitivitas. Bila mesin terlalu sensitif terhadap usaha napas pasien, maka mesin
dapat dengan mudah dipicu (auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau
tekanan. Hal ini dapat dikoreksi dengan membuat mesin kurang sensitif terhadap
usaha napas pasien. Sebaliknya bila usaha inspirasi menunjukkan tekanan -3
cmH2O pada pembacaan di manometer, maka mesin kurang sensitif terhadap usaha
napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus ditingkatkan. Tanpa penggunaan
obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit untuk menghindarkan
terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas apnea (32 mmHg)
pada beberapa pasien.

5. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)

Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak


sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada pengembangan
mode ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatory berkala (IMV) yang
diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1971. Pada saat itu, mode ini digunakan
untuk memberikan bantuan ventilasi pada neonatus dengan sindroma distres
pernapasan yang secara tipikal ditandai dengan frekuensi napas di atas 40
kali/menit. IMV didesain untuk memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode ini
mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan
spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat membantu untuk mencegah
hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan pernapasan yang cepat.
Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah atropi otot-
otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan dari IMV ini
adalah terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung.

6. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)

Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk


mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume
pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera
paru yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini. Ventilasi dengan PCV
secara keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran serta pasien (sama dengan
ventilasi assist-control).

7. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)

Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan pasien


menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut sebagai pressure-
support ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan
spontan, tidak untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping
itu, PSV ini dapat mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator,
tujuannya adalah untuk mengurangi work of breathing selama proses penyapihan
(weaning) dari ventilator. Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal,
namun untuk memberikan tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang
dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai
10 cmH2O cukup baik untuk keperluan ini. PSV cukup populer sebagai salah satu
metode ventilasi mekanik non invasif. Untuk ventilasi non invasif ini PSV
diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus dengan tekanan 20
cmH2O.

8. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/PEEP)

Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,


umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan
timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat
gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan
menurunkan komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-
paru yang umum pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya
ARDS dan pneumonia. Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps
alveoli pada akhir pernapasan, maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir
ekspirasi (PEEP).

Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas
yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran
standar pada penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada ventilator PEEP
tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru yang terlokalisasi
seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah
paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga
menyebabkan rupture alveoli.

9. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway


Pressure/CPAP)

Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus


respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode
ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negative untuk menerima gas
yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka
bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP
spontan. Pada PEEP spontan, tekanan negative jalan napas dibutuhkan untuk
inhalasi. PEEP spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan
work of breathing.

Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup
pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk
menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini
harus dipasang dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan,
sehingga hanya dapat digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat
ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur,
juga pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.

F. TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN VENTILASI MEKANIK


1. Pengkajian

Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator.
Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :

a. Tanda-tanda vital

b. Bukti adanya hipoksia

c. Frekuensi dan pola pernafasan

d. Bunyi nafas

e. Status neurologis

f. Volume tidal, ventilasi semenit , kapasitas vital kuat

g. Kebutuhan pengisapan

h. Upaya ventilasi spontan klien


i. Status nutrisi

j. Status psikologis
10. Pengkajian Kardiovaskuler

Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator tekanan
positif. Tekanan intratoraks positif selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh
darah besar dengan demikian mengurangi arus balik vena dan curah jantung.
Tekanan positif yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat
trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat cepat berkembang menjadi pneumotoraks
tension, yang lebih jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung dan
tekanan darah.

Untuk mengevaluasi fungsi jantung perawat terutama harus memperhatikan tanda


dan gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisah,gugup, kelam fakir, takikardi,
takipnoe, pucat yang berkembang menjadi sianosis, berkeringat dan penurunan
keluaran urin).
11. Pengkajian Peralatan

Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator pengaturannya


telah dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator, perawat harus
memperhatikan hal-hal berikut :

a. Jenis ventilator

b. Cara pengendalain (Controlled, Assist Control, dll)

c. Pengaturan volume tidal dan frekunsi

d. Pengaturan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)

e. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.

f. Adanya air dalam selang,terlepas sambungan atau terlipatnya selang.

g. Humidifikasi

h. Alarm
i. PEEP

Catatan

Jika terjadi malfungsi system ventilator, dan jika masalah tidak dapat diidentifikasi
dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan ventilasi kepada klien
dengan menggunakan Bag Resuscitation Manual.
12. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi mekanik
yaitu :

a. Pemeriksaan fungsi paru

b. Analisa gas darah arteri

c. Kapasitas vital paru

d. Kapasitas vital kuat

e. Volume tidal

f. Inspirasi negative kuat

g. Ventilasi semenit

h. Tekanan inspirasi

i. Volume ekspirasi kuat

j. Aliran-volume

k. Sinar X dada

l. Status nutrisi / elaktrolit.


13. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan mayor klien dapat mencakup :


a. Kerusakan pertukaran gas yang brhubungan dengan penyakit yang mendasari,
atau penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi atau penyapihan .

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan pembentukan


lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif .

c. Risiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi


endotrakea dan trakeostomi.

d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketergantungan ventilator

e. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan tekanan selang


endotrakea dan pemasangan pada ventilator.

f. Koping individu tidak efektif dan ketidakberdayaan yang berhubungan dengan


ketergantungan pada ventilator.
14. Masalah kolaboratif /Komplikasi Potensial

a. Melawan kerja ventilator

b. Masalah-masalah ventilator – peningkatan dalam tekanan jalan nafas nafas


puncak ; penurunan tekanan ; kehilangan volume

c. Gangguan kardiovaskuler

d. Barotrauma dan pneumothoraks

e. Infeksi paru
15. Perencanaan dan Implementasi

Tujuan utama bagi pasien yaitu : pertukaran gas optimal; penurunan akumulasi
lendir; tidak terdapat trauma atau infeksi ; pencapaian mobilisasi yang optimal ;
penyesuaian terhadap metode komunikasi non verbal ; mendapatkan tindakan
koping yang berhasil ; dan tidak terjadi komplikasi. Asuhan keperawatan pada
pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan teknik dan keterampilan
interpersonal yang unik, antara lain :

a. Meningkatkan pertukaran gas


Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran
gas dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen.
Perubahan dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari
atau factor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan
pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk perawat , dokter, dan ahli terapi
pernafasan , secara kontinu mengkaji pasien terhadap pertukaran gas yang
adekuat , tanda dan gejala hipoksia, dan respon terhadap tindakan.

Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan faktor-faktor


yang sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan cairan, nyeri
insisi, atau penyakit primer seperti pneumonia. Pengisapan jalan nafas bawah
disertai fisioterapi dada ( perkusi,fibrasi ) adalah strategi lain untuk
membersihkan jalan nafas dari kelebihan sekresi karena cukup bukti tentang
kerusakan intima pohon trakeobronkial. Intervensi keperawatan yang penting
pada klien yang mendapat ventilasi mekanik yaitu auskultasi paru dan
interpretasi gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang
mengetahui perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan
signifikan dalam gas darah yang menandakan terjadinya masalah
(pneumotoraks, perubahan letak selang, emboli pulmonal).

b. Penatalaksanaan jalan nafas

Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi apapun


kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi
dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk membersihkan jalan
nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan
peningkatan mobilitas secepat mungkin. Humidifikasi dengan cara ventilator
dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi sehingga sekresi lebih
mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi, diberikan
sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.

c. Mencegah trauma dan infeksi

Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang endotrakea


atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya
sedikit kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea.
Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika diindikasikan
karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan karena rongga
oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-paru pada pasien yang
diintubasi pada pasien lemah. Adanya selang nasogastrik dan penggunaan
antasida pada pasien dengan ventilasi mekanik juga telah mempredisposisikan
pasien pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk
mengurangi potensial aspirasi isi lambung.

d. Peningkatan tingkat mobilitas optimal

Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan


aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan
memperbaiki mental. Latihan rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam
untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis vena.

e. Meningkatkan komunikasi optimal

Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan


ventilasi mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan
pendekatan komunikasi; membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan pensil,
bahasa gerak tubuh, papan komunikasi, papan pengumuman. Ahli terapi bahasa
dapat membantu dalam menentuka metode yang paling sesuai untuk pasien.

f. Meningkatkan kemampuan koping.

Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan


mengenai ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum sangat
bermanfaat. Memberikan penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk
mengurangi ansietas dan membiasakan klien dengan rutinitas rumah sakit.
Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik
terutama jika berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan
tentang kemajuannya pada klien, bila memungkinkan pengalihan perhatian
seperti menonton TV, bermain musik atau berjalan-jalan jika sesuai dan
memungkinkan dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan punggung,
tindakan relaksasi) membantu melepaskan ketegangan dan memampukan klien
untuk menghadapi ansietas dan ketakutan akan kondisi dan ketergantungan
pada ventilator.
16. Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :

a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal
dan tanda-tanda vital yang adekuat.

b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.

c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah
sel darah putih.

d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.

e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat
komunikasi lainnya.

f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.


17. Penyapihan dari ventilasi mekanik

Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik:

a. Tes penyapihan

1) Kapasitas vital 10-15 cc / kg

2) Volume tidal 4-5 cc / kg

3) Ventilasi menit 6-10 l

4) Frekuensi permenit < 20 permenit

b. Pengaturan ventilator

1) FiO2 < 50%


2) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0

c. Gas darah arteri

1) PaCO2 normal

2) PaO2 60-70 mmHg

3) PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki

d. Selang Endotrakeal

1) Posisi diatas karina pada foto Rontgen

2) Ukuran : diameter 8.5 mm

e. Nutrisi

1) Kalori perhari 2000-2500 kal

2) Waktu : 1 jam sebelum makan

f. Jalan nafas

1) Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)

2) Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid

3) Posisi : duduk, semi fowler

g. Obat-obatan

1) Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam

2) Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam

h. Emosi

Persiapan psikologis terhadap penyapihan

i. Fisik
Stabil, istirahat terpenuhi

G. PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN


KELUARGA
1. Indikasi
2. Jenis tindakan dan pengobatan yang diberikan
3. Risiko atas tindakan yang diberikan
BAB IV DOKUMENTASI

A. PENCATATAN SELURUH KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN PADA


REKAM MEDIS
1. Dicatat oleh pemberi pelayanan bantuan hidup dasar yang berkompeten
2. Dicatat pada lokasi yang seragam

H. REKAM MEDIS PEMBERIAN ASESMEN DAN TINDAKAN RESUSITASI


1. Catatan oleh Dokter pada form catatan ICU
2. Catatan oleh Perawat form catatan ICU

Anda mungkin juga menyukai