Angkatan : 2019
Realita yang terjadi pada saat ini adalah perempuan sendiri terjebak pada
bayangan ekstrim ketika mereka menjadi perempuan berada dalam ruang gerak
yang berbeda jauh dari perempuan pada umumnya, dalam artian perempuan takut
pada perspekif orang lain terhadap dirinya sendiri. Selain sebab tersebut peran
perempuan juga terbatasi dengan adanya undang-undang perkawinan nomor 1
tahun 1974 yang pasalnya, antara lain pasal 31 dan 34, disebutkan, pria adalah
kepala keluarga dan istri adalah rumah tangga. Namun ada hal yang menjadi
sebuah kebimbangan dalam memahami peran dan hakekat perempuan salah
satunya yaitu perempuan sebagai seorang ibu yang berarti mau tidak mau pada
dasarnya perempuan diciptakan untuk menjadi seorang ibu yang mengurusi
anaknya, dilain sisi yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan seorang
perempuan merawat anaknya sebagaimana ia menjadi seorang ibu, lalu bagaimana
bila ia adalah seorang perempuan karir atau perempuan yang mempunyai banyak
kegiatan? Bagaimana dengan proses sosialisasi anaknya nanti jika ibunya berkarir
dan ayahnya juga bekerja? Jika kebanyakan anak kehi;angan masa sosialisasinya,
lalu seperti apakah generasi yang akan menjadi penerus bangsa ini? Inilah yang
masih menjadi PR bersama karena bagaimanapun itu latar belakang akan
mempengaruhi individu dan karakternya.
Dari banyak kegelisahan tersebut yang mungkin hal itu masih hanya
segelintir, dengan keadaan seperti ini maka tidak terlepas dari gerakan feminis.
Gerakan feminisme lahir dengan diprakarsai oleh Lady Mary Wortley Montagu
dan Marquis de Condoracet dengan mengusung perjuangan yang disebut universal
sisterhood di negara-negara jajahan Eropa.muncul sebuah gerakan perempuan
yang biasa disebut feminisme, kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh
aktivis sosialis utopis, Charles fourier pada tahun 1837. Pergerakan center Eropa
ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill,
the Subjection of Women (1869). Perjuangan mereka menandai kelahiran
feminisme Gelombang Pertama. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, ditandai
dengan lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajah Eropa, lahirlah
Feminisme Gelombang Kedua pada tahun 1960. Dengan puncak
diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini
merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut
mendiami ranah politik kenegaraan. Sedangkan pengertian Feminisme merupakan
sebuah gerakan yang menuntut emansipasi atau keadilan dan hak dengan laki-
laki. Menurut bahasanya, Feminisme bersumber dari bahasa latin “Femina” yang
artinya perempuan. -isme berasal dari Yunani -ismos, Latin -ismus, Prancis
Kuno -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan suatu paham atau ajaran
atau kepercayaan.
1. Gerakan sosial budaya. Output yang akan dicapai adalah advokasi kepada
masyarakat baik advokasi kebijakan public yang tidak berpihak kepada
perempuan dan advokasi kebasis masa.
2. Gerakan politik. Output yang akan dicapai dalam proses gerakan politik
adalah penguasaan leading sector oleh kader-kader perempuan PMII.
3. Gerakan sains dan teknologi. Output yang akan dicapai kader KOPRI
dapat menciptakan produk sains dan teknologi serta dapat memasuki
sector-sektor sains, berperan aktif dalam media sosial dalam langkah
pengawalan gerakan.
4. Gerakan ekonomi. Output yang akan dicapai oleh kader KOPRI dapat
mengambil peran besar dalam kemajuan perekonomian Indonesia 2030
dengan menyiapkan perempuan-perempuan kuat dalam bidang ekonomi
dan ranah gerakan.
Dari paparan mengenai arah gerak kopri diatas sebenarnya masih banyak hal yang
membuat pro-kontra pada kalangan kader putra-putri PMII. Tentu saja pro-
KOPRI mengatakan bahwa Badan Semi Otonom ini sangat tepat sekali dalam
menangani permasalahan pada kader putri. Namun tak sedikit juga yang tidak
menyetujuinya, salah satu alasannya adalah ketika berbicara realita, adanya
KOPRI ini terkesan membeda-bedakan dan memberi skat antara kader putra dan
kader putri, karena kita mengetahui bahwa permasalahan setiap kader pasti ada
baik pada keduanya. Ketika terbentuknya ini BSO ini untuk keadilan gender
sesuai yang tertera pada visi misi KOPRI maka timbul pertanyaan bahwa,
mengapa harus dibeda-bedakan jika memang kita mempunyai ruang proses yang
sama dan apabila kita lihat lagi keadaannya saat ini seharusnya KOPRRI ini
memiliki gerakan yang benar-benar nyata adanya. Berbicara mengenai gerakan,
dari kacamata saat ini memang mulai ada gerakan mengenai RUU PKS. Mulai
dari sini saja coba kita pahami lebih mendalam bahwa ketika gerakan ini hanya
digerakkan hanya dari para perempuan, kemungkinan tidak akan mempengaruhi
kebijakan bahwa RUU PKS dicabut dari prioritas prolegnas. Penarikan RUU PKS
tersebut disebut diklaim Badan Legislasi (Baleg) karena adanya sejumlah pasal
pemidanaan pada RUU PKS yang terkait dengan Rancangan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (RKUHP). Oleh karena itu, mereka harus mengesahkan
RKUHP dahulu sebelum mengesahkan RUU PKS. Selain itu mereka juga
beralasan bahwa pembahasan RUU PKS ini sulit. RUU PKS merupakan
rancangan payung hukum untuk mencegah dan melindungi korban kekerasan
seksual. RUU ini sudah masuk prolegnas prioritas sejak 2016. RUU tersebut
mengatur sembilan tindak kekerasan seksual yang akan dipidana, yang sebagian
tidak diatur dalam KUHP atau aturan lain.
Penarikan RUU PKS ini, mirisnya, dilakukan di tengah tingginya kasus kekerasan
yang dialami oleh perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan atau Komnas Perempuan mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan pada 2019 sebanyak 431.471 kasus. Angka tersebut meningkat hampir
800 persen jika dibandingkan jumlah kasus pada 2008 dengan 54.425 kasus.
Dalam 12 tahun terakhir, angka kasus pada 2019 merupakan yang tertinggi.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya bergerak fluktuatif
dengan kecenderungan meningkat. Artinya bahwa jika tidak ada kebijakan yang
bijak dalam menangani permasalahan terhadap perempuan yang meliputi
kekerasan dalam hal fisik, psikis, ekonomi, seksual dan khusus. Tidak bisa apabila
KOPRI membuat sebuah strategi gerakan tanpa melibatkan laki-laki dan
perempuan karena ketika keduanya menemukan titik kumpul maka aka nada
kekuatan dan sinergitas dalam membangun gerakan ini hingga benar-benar
menghasilkan output yang dituju yaitu pengesahan RUU PKS.