Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TERAPI MODALITAS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II

Dosen Pengampu :

Liyanovitasari, S. Kep., Ns., M. Kep

Disusun Oleh :

Putri Laila Nur Haliza (011191023)

Indah Sulistiyowati (011191028)

Indah Puspita Pratiwiagni (011191029)

Imtias Tiara Husna (011191044)

Nurlita Makhyasari (011191061)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah-nya yang
senantiasa tercurah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang terapi modalitas ini
tanpa adanya halangan dan hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tidak lupa kami ucapkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Kami harap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi gambaran
bagi pembaca mengenal makalah tentang terapi modalitas.

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami banyak menemui hambatan dan juga
kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan banyak pihak, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah di tentukan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena iu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurnanya hasil
makalah ini. Akhir kata, kami hanya dapat berharap agar hasil makalah ini dapat berguna bagi
semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha kami.

Ungaran, 20 September 2021

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................................3
B. Tujuan............................................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................................................4
A. Pengertian......................................................................................................................................4
B. Prinsip Pelaksanaan......................................................................................................................4
C. Dasar Pemberian Terapi Modalitas.............................................................................................4
D. Tujuan Terapi Modalitas..............................................................................................................4
E. Peran Perawat Dalam Terapi Modalitas.....................................................................................5
F. Jenis-jenis Terapi Modalitas.........................................................................................................5
BAB III......................................................................................................................................................14
PENUTUP.................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

3
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama
ini dikenali meliputi kausa pada area organ biologis, area psikoedukatif, dan area
sosiokultural. Dalam konsep stress - adaptasi penyebab perilaku maladaptive
dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam
bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang
dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini
kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-
masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa termasuk terapi
modalitas. Terapi modalitas sendiri mempunyai teknik dan jenis sendiri dalam menangani
pasien jiwa yang dari kami mahasiswa belum mengetahui dengan baik, oleh karena itu
kami membuat makalah ini dengan tujuan mengetahui lebih dalam tentang apa itu terapi
modalitas dan dapat membagikan ilmu tentang terapi modalitas kepada teman-teman
juga.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang apa itu terapi modalitas
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari terapi modalitas
b. Untuk mengetahui prinsip pelaksanaan terapi modalitas
c. Untuk mengetahui dasar pemberian terapi modalitas
d. Untuk mengetahui tujuan dari terapi modalitas
e. Untuk mengetahui peran perawat dalam terapi modalitas
f. Untuk mengetahui jenis-jenis terapi modalitas dalam keperawatan jiwa

4
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
yang adaptif. Terapi modalitas keperawatan jiwa merupakan bentuk terapi non-
farmakologis yang dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar
mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan
harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan
sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir dan Muhits, 2011).
B. Prinsip Pelaksanaan
Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak
terapi atau penyembuhan).
C. Dasar Pemberian Terapi Modalitas
a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia
b. Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi yang
mengandung reaksi (respon yang baru)
c. Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang
sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga reaksi indvidu tersebut
dapat diprediksi (reward dan punishment)
d. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjuang dan
menghambat perilaku individu dalam kelompok social
e. Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan sosial ke
arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistic
D. Tujuan Terapi Modalitas
Tujuan dilaksanakannya terapi modalitas dalam keperawatan jiwa adalah:
1. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku pasien
2. Mengurangi gejala gangguan jiwa
3. Memperlambat kemunduran
4. Membantu adaptasi terhadap situasi sekarang
5. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
6. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
7. Meningkatkan aktivitas
8. Meningkatkan kemandirian (Prabowo,2014).
E. Peran Perawat Dalam Terapi Modalitas
Secara umum peran perawat dalam pelaksanaan terapi modalitas bertindak sebagai
leader, fasilitator, evaluator dan motivator
Tindakan tersebut meliputi:
1. Mendidik dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga, misalnya perawat
menjelaskan mengapa komunikasi itu penting, apa visi seluruh keluarga,kesamaan
harapan apa yang dimiliki semua anggota keluarga

5
2. Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk
mencapai tujuan dan usaha untuk berubah. Perawat menyakinkan bahwa anggota
keluarga klien mampu memecahkan masalah yang dihadapi anggota keluarganya.
3. Mengkoodinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat
menunjukkan institusi kesehatan mana yang harus bekerja sama dengan keluarga dan
siapa yang bisa diajak konsultasi
4. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan,
perawatan dirumah, pendidikan dan sebagainnya. Bila ada anggota keluarga yang
kurang memahami perilaku sehat didiskusikan atau bila ada keluarga yang
membutuhkan perawat
F. Jenis-jenis Terapi Modalitas
9. Terapi Somatic dan Psikofarmaka
A. Terapi Somatic
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical
dimana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model
konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah
gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan
patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan
pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.Terapi ini
memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuan obat-obatan yang
berfungsi sebagai anti depresi. Terapi biologi atau somatic diberikan dengan
tujuan mengubah perilaku mal adaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik.
Jenis-Jenis Terapi Somatik Pada Klien Gangguan Jiwa
a. Pengikatan
Merupakan tindakan yang paling lama dalam sejarah perawatan jiwa.
Pengikatan dilakukan dengan rantai, diikat di pohon atau dipasung.
Tujuan pengikatan adalah mengamankan lingkungan dari perilaku
pasien yang tidak terkontrol. Alat pengikat berupa kamisol, jaket, ikatan
pada pergelangan kaki atau tangan dan berupa selimut yang dililitkan.
Pada saat akan diikat, perawat mengatakan alasan pengikatan walaupun
pasien belum tentu dalam keadaan siap mendengar. Perhatikan ikatan
agar tidak melukai pasien dan harus dibuka secara periodik agar tidak
terjadi kontraktur dan dapat digerakan. Setelah pasien sadar, alasan
pengikatan disampaikan lagi, kemudian didiskusikan penyebab pasien
marah agar bisa diatasi. Pengikatan janganlah menjadi senjata untuk
menakuti pasien atau menjadi hukuman bagi pasien. Perlakuan terhadap
pasien harus manusiawi karena pasien dilindungi oleh hukum dan
peraturan tentang hak-hak asasi manusia.
Alasan pengikatan adalah :
a) Menghindari risiko menciderai diri sendiri atau orang lain.
b) Pengobatan yang untuk menurunkan perilaku agresif sudah tidak
mempan lagi
c) Mencegah jatuh pada pasien yang sedang bingung
d) Agar pasien bisa istirahat

6
e) Pasien minta sendiri agar perilakunya bisa terkontrol
Indikasi pengikatan yaitu:
a) Perilaku amuk
b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
c) Ancaman terhadap infegritas fisik
d) Permintaan pasien untuk pengendalian perilaku eksternal
b. Isolasi
Isolasi adalah menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidak
dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan
pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang
tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruangan
terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi
yang dibatasi, dan pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal
yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima dan hanya
digunakan untuk melindungi pasien.
Indikasi penggunaan:
a) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien
atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain
dengan intervensi pengekangan yang longgar, seperti kontak
interpersonal atau pengobatan
b) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
Kontraindikasi adalah:
a). Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic
b). Risiko tinggi untuk bunuh diri
c). Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
d). Hukuman.
c. Terapi Kejang Listrik
Terapi ini dilakukan dengan memberikan kejutan listrik di kepala
melalui elektroda yang ditusukkan di kulit kepala. Kejutan listrik bisa
memberikan dampak pada neurokimia, neuroendrokrin, dan
neuropsikologis seperti dampak obat-obatan antidepresan dalam waktu
yang lama. ECT menghasilkan perubahan pada reseptor neurotransmitter
seperti asetilkolin, nor epinefrin, dopamin dan serotonin sama seperti
obat antidepresan.
ECT bisa dilakukan pada :
a) pasien yang kekurangan gizi karena dikhawatirkan akanada
komplikasi medis
b) Pasien dengan penyakit jantung yang tidak bisa mentoleransi obat-
obat anti depresan
c) Pasien psikotik yang depresi dan tidak mempan lagi dengan obat
d) Pasien yang pada fase depresi tidak mempan lagi dengan obat
e) Pasien dengan katatonia, karena depresi, atau lesi pada otak
Risiko yang mungkin terjadi sudah sangat diminimalkan dengan
peralatan yang baik, seperti :
a) Risiko patah tulang bisa dihindari dengan pemakaian obat relaksan
otot dan anestesi.

7
b) Risiko apneu bisa dihindari dengan pemakaian bantuan oksigen dan
staf yang sudah terlatih untuk mengatasinya.
c) Dampak pada kardiovaskuler adalah akut miokard, aritmia, henti
jantung, gagal jantung atau hipertensi.Walaupun sebagai terapi ECT
cukup aman, akantetapi ada beberapa kondisi merupakan kontra
indikasi diberikan terapi ECT.
Kondisi-kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:
a) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra
kranial.
b) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat
terjadinya fraktur tulang.
d) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
Indikasi penggunaan adalah:
a) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat
antidepresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat
b) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap
obat
c) Pasien dengan butuh diri akut yang sudah lama tidak menerima
pengobatan untuk dapat mencapai efek terapeutik
d) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada
efek terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok
jantung, dan selama kehamilan
Peran Perawat dalam pemberian ECT
Perawat harus mengkaji pengetahuan dan pendapat pasien dan
keluarganya tentang ECT, memberikan penjelasan dan dukungan agar
mereka tidak cemas. Langkah-langkah yang harus diberikan adalah :
a) Memberikan dukungan emosi dan penjelasan kepada pasien dan
keluarganya.
b) Mengkaji kondisi fisik pasien
c) Menyiapkan pasien
d) Mengamati respon pasien setelah ECT
e) Pastikan pasien atau keluarganya sudah memberikan inform consent.
d. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang
daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter
di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.Waktu dilaksanakan foto
terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien berespon kalau
terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau
diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya
terapi juga ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan
kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari
efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan
kekuatancahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.Terapi

8
sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif.
Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa
kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan yang lain
klien tidak akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.
Indikasi penggunaan fototerapi.
Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat
perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada
musim hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung
terus menerus yang bisa mencetuskan depresi padabeberapa orang.
Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya
gelap terang padakondisi biologis. Dengan adanya cahaya terang
terpapar padamata akan merangsang sistem neurotransmiter serotonin &
dopamin yang berperanan padadepresi.
Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada mata,
sakit kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi
kering, keluar sekresi dari hidung dan sinus.
e. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepadaklien dengan
cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan
bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yang bermakna setelah
jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama penurangan
jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
Mekanisme Kerja: Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah
mengubah neuroendokrin yang berdampak anti depresan. Dampaknya
adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
B. Terapi Psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Andri, 2009
Konsep Psikofarmakologi
a) Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
b) Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
c) Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan
GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
d) Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan
menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
e) Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengaturkeseimbangan
neurotransmitter
Klasifikasi
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik,

9
dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara
lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Andri,
2009).
Peran Perawat dalam Pemberian Obat Psikofarmaka
a) Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
1) Diagnosa Medis
2) Riwayat Penyakit
3) Hasil Pemeriksaan Laborat ( yang berkaitan )
4) Jenis obat yang digunakan ,dosis,waktu pemberian
5) Program terapi yang lain
6) Mengkombinasi obat dengan terapi Modalitas
7) Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang
pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek
samping obat.
8) Monitoring efek samping penggunaan obat
b) Melaksanakan
Prinsip Pengobatan Psikofarmaka :
1) Persiapan
a) Melihat order pemberian obat di lembaran obat ( di
status )
b) Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan,
cara kerja obat, dosis efek samping dan cara pemberian.
c) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
d) Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
Lakukan minimal prinsip lima benar
Laksanakan program pemberian obat
Gunakan pendekatan tertentu
Pastikan bahwa obat telah terminum
Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian
obat , sebagai aspek LEGAL !!
Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui
program rujukan
Menyesuaikan dengan terapi non farmakoterapi
Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka
Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka
tugas terakhir yang penting harus di lakukan adalah evaluasi.
Dikatakan reaksi obat efektif jika :
a) Emotional Stabil
b) Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c) Halusinasi, Agresi, Delusi, Menarik diri menurun
d) Perilaku Mudah di arahkan
e) Proses Berpikir ke Arah Logika
f) Efek Samping Obat
g) Tanda –tanda Vital

10
10. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi
A. Terapi Okupasi
Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk
mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan dapat
ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan
dan kesibukkan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik (American
Occupatioanal Therapist Association). Terapis okupasi membantu individu
yang mengalami gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif juga
fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan
dalam melakukan aktivitas untuk mengisi waktu luang.
Tujuan dari pelatihan terapi okupasi adalah untuk mengembalikan fungsi
penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal ke normal yang
dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga
penderita diharapkan dapat mandiri didalam keluarga maupun masyarakat.
Terapi okupasi memiliki dan prinsip kerja, yaitu sebagai berikut :
1) Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong
penderita untuk menghilangkan dari perasaan cemas, takut,
dan memotivasi penderita untuk lebih giat didalam
melakukan latihan.
2) Fungsional Occupationa Therapy, anatara lain untuk
pengaturan posisi (bagi anak Cerebral Palsy),
meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan kerja
,meningkatkan motorik kasar (gross motor) maupun
mototik halus, (fine motor)serta meningkatkan konsentrasi
dan koordinasi gerak maupun sikap.
Indikasi Terapi Okupasi
Menurut Nasir & Muhith (2011) terdapat sembilan indikasi terapi
okupasi:
- Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian
perkembangan psikososialnya.
- Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
- Tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan
atau kebutuhan yang primitive
- Ketidak mampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga
reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.
- Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seseorang yang mengalami kemunduran
- Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya
melalui suatu aktifitas daripada dengan percakapan.
- Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan
cara mempraktikkannya daripada dengan membayangkannya.
- Pasien cacat tumbuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya dan sebagainya.

11
Kontraindikasi Terapi Okupasi
Menurut Styoadi & Kushariyadi (2011) terapis perlu memahami tujuan
dari terapi kerja yang akan diberikan. Ada dua kontraindikasi yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan tujuan dari terapi, yaitu kondisi
fisik dan kondisi psikologi klien. Kondisi fisik yang perlu diperhatikan
antara lain:
- Inflamasi
- Nyeri yang hebat
- Baru mengalami patah tulang
- Kelelahan yang signifikan

B. Terapi Rehabilitasi
Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri non-akut dan terutama untuk
mencegah terjadinya penyakit yang menahun. Unit psikiatri social MRC
memperlihatkan bahwa dalam rumah sakit, dimana ada kemiskinan sosial
(misalnya keadaan sekeliling yang menjemukan, staf tidak aktif, hanya
memiliki sedikit pakaian pribadi, kenyamanan pasien kurang diperhatikan),
pasien secara klinik sangat buruk. Lebih lama mereka dalam keadaan seperti
itu di rumah sakit maka akan semakin parah gejalanya. Teori yang berperan
dalam rehabilitasi salah satunya yaitu teori psikologi.
Model Terapi Rehabilitasi sebagai berikut :
1) Model Terapi Moral
Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan
dengan pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan
kelemahan individu. Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada
lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai
keagamaan dan moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan
bersamaan dengan konsep baik dan buruk yang diajarkan oleh agama.
Model terapi ini men jadi landasan utama pembenaran kekuatan hukum
untuk berperang melawan narkoba.
2) Model Terapi Sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi
terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan social.
Tujuan dari model terapi ini adalah mengarahkan perilaku menyimpang
tersebut kearah perilaku social yang lebih layak, sehingga melatih
seseorang untuk mempertanggungjawabkan kesalahan satu orang menjadi
tanggung jawab bersama-sama. Inilah yang menjadi keunikan dari model
terapi ini, yaitu memfungsikan komununitas sedemikian rupa sebagai agen
perubahan.
3) Model Terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang
menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang
tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik sehingga pecandu
memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepaskan beban
psikologis itu. Model terapi ini mementingkan penyembuhan emosional
dari pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika emosinya dapat

12
dikendalikan maka mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan
obat-obatan. Jenis model terapi ini biasanya dilakukan pada konseling
pribadi
4) Model Terapi Budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialisasi
seumur hidup dalam lingkungan social atau kebudayaan tertentu. Dalam
hal ini keluarga seperti juga lingkungan dapat dikategorikan sebagai
‘’lingkungan social dan kebudayaan tertentu’’. Dasar pemikirannya adalah
bahwa praktik penyalahgunaan narkoba oleh anggota keluarga tertentu
adalah hasil akumulasi dari semua permasalahan yang terjadi dalam
keluarga yang bersangkutan sehingga model ini banyak menekankan pada
proses terapi untuk kalangan anggota keluarga dari para pecandu narkoba
tersebut.
Tujuan dari Terapi Rehabilitas
1) Mengembalikan kemampuan individu setelah terjadinya gangguan
kepadakondisi/tingkatan fungsi yang optimum
2) Mencegah kecacatan yang lebih besar
3) Memelihara kemampuan yang ada/dimiliki oleh pasien
4) Membantu pasien untuk menggunakan kemampuannya
Rehabilitasi untuk proses jangka panjang dimana memerlukan program
dan sarana yang mencukupi. Keberhasilan dari program rehabilitasi
tergantung kepada besarnya motivasi belajar,pola hidup sebelum dan
sesudah sakit dan dukungan dari orang-orang yang memiliki arti bagi
pasien.
Fungsi Perawat Dalam Terapi Rehabilitas :
1) Menjaga komplikasi dari akibat gangguan/penyakit diderita pasien
2) Membatasi besarnya gangguan semaksimal mungkin
3) Merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi
Tahap-Tahap Rehabilitasi Pasien Gangguan Jiwa
1) Tahap persiapan, yaitu usaha mempersiapkan pasien dengan
menjalankan kegiatan terapi okupasional, seleksi, evaluasi, dan latihan
kerja dalam berbagai jenis pekerjaan
2) Tahap penyaluran/penempatan merupakan usaha pemulangan pasien
ke keluarga,tempat kerja atau masyarakat dan instansi lain yang
berfungsi sebagai pengganti keluarga,disamping usaha resosialisasi.
3) Tahap pengawasan merupakan tindakan lanjut setelah pasien di
salurkan ke masyarakat, dengan mengadakan kunjungan rumah (visit
home) kunjungan tempat kerja (job visit) dan menyelenggarakan
perawatan lanjut (after care), untuk mengetahui perkembangan
pasien,permasalahan yang dihadapi serta cara-cara pemecahannya.

11. Terapi Lingkungan


Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik.

13
Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku
dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi. Perawat
mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri,
belajar ketrampilan dan perilaku baru yang bertujuan untuk memampukan klien
dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang
diperlukan untuk beralih dari rumah sakit ke komunitas

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi modalitas merupakan bentuk terapi non-farmakologis yang dilakukan untuk
memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi
dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap
berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani
terapi (Nasir dan Muhits, 2011). Terapi modalitas dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
Terapi somatic dan psikofarmaka, Terapi okupasi dan rehabilitasi, dan Terapi
Lingkungan
B. Saran
Bagi petugas kesehatan, dalam pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dengan
gangguan kejiwaan salah satu caranya yaitu dengan diberikan terapi modalitas. Akan
tetapi sebelum dilakukan terapi tersebut perawat perlu mempelajari konsep dan teori
terapi tersebut agar terapi terlaksana dengan baik dan hasil yang maksimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan menggunakan
Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda, 1(1). https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5493
Agusman MM, F., Iswanti, D. I., & Lestari, S. P. (2018). Pemahaman Keluarga tentang
Tindakan ECT Non Premedikasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Smart Keperawatan, 5(1). https://doi.org/10.34310/jskp.v5i1.207
TERAPI PSIKOFARMAKA PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA
ACEH. (2018). Idea Nursing Journal, 9(1).
Maryatun, S. (2015). Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien Skizofrenia Melalui
Rehabilitasi Terapi Gerak. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 2(2).
Viedebeck. (2008). Videbeck, S L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC -
Penelusuran Google. EGC.
Ainun, S., ZA, M., & Imran, I. (2017). HUBUNGAN TERAPI MODALITAS INDIVIDU DAN
KELOMPOK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA TERHADAP KESIAPSIAGAAN
MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA GEMPA BUMI DI BADAN LAYANAN UMUM
DAERAH RSJ ACEH. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 17(2).
https://doi.org/10.24815/jks.v17i2.8986
Aryawan, K. Y., & Dewi, P. I. S. (2018). Pengaruh terapi modalitas life review terhadap tingkat
depresi pada lansia. Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION, 3(1).

16

Anda mungkin juga menyukai