Anda di halaman 1dari 3

PELAYANAN PUBLIK BERBASIS DESA

Pelayanan Publik Berbasis Desa

Detik, 6 Mai 2021

Agung Aulia Putra

*Tenaga Pengajar Prodi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Terbuka

Desa tengah mengalami perubahan signifikan pada masa kini, apalagi dalam konteks pandemi
yang membuktikan bahwa desa mampu melakukan survive di tengah gempuran kemunduran
ekonomi dan arus ruralisasi penduduk. Berbagai inisiatif mereka lakukan untuk melindungi
warga desa dari sebaran pandemi mulai dari karantina mikro berbasis desa, lumbung pangan
desa yang mereka giatkan, dan lain sebagainya.
Dalam titik ini sebenarnya desa dapat hidup mandiri dan sejahtera, apalagi jika pelayanan
publik dapat juga mereka penuhi melalui kolaborasi institusi desa, warga desa, dan pemerintah
terkait bahkan dengan sektor bisnis. Faktor kedekatan baik geografis maupun sosial dengan
warga desa juga akan membuat proses pelayanan publik berbasis desa akan lebih baik.

Kolaborasi pemenuhan pelayanan publik tersebut setidaknya akan mampu mengurangi


berbagai permasalahan pelayanan publlik yang selama ini umum dirasakan. Pertama, kurang
responsifnya pemerintah daerah dalam merespons peningkatan kualitas pelayanan publik akan
beralih dengan cepatnya respons desa dalam melayani warganya sendiri.Kedua, beban tinggi
biaya penyelenggaraan pelayanan publik dapat dibagi bersama terutama desa yang sudah
mendapatkan dana desa dengan jumlah yang signifikan sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan pelayanan publik. Ketiga, solidaritas dan modal sosial warga desa lebih kuat
daripada warga wilayah urban sehingga meningkatkan potensi kerja sama yang lebih baik
dalam menyelesaikan permasalahan pelayanan publik sehingga memunculkan pelayanan publik
yang partisipatif sesuai dengan keadaan dan kebutuhan desa.

Potensi dari permasalahan tersebut harus dikembangkan dengan kondisi diversitas ekstrem
dalam konteks pedesaan di Indonesia. Beberapa Desa di Indonesia sudah mampu
menyelenggarakan pelayanan publik secara mandiri seperti penyediaan air bersih dan listrik.
Desa bahkan dapat lebih dahsyat lagi dengan mampu mendirikan dan mengelola yayasan yang
dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan.
Pelayanan publik berbasis digital juga dapat mereka lakukan. Selain itu muncul juga berbagai
asuransi kesehatan berbasis desa untuk menjamin kesehatan warga desa. Hal tersebut juga
senada dengan berbagai riset juga menunjukkan bahwa desa tidak selalu dianggap terbelakang
seperti kisah sukses desa Desa Lalang Sembawa (Sumatera Barat), Desa Kanonang Dua
(Sulawesi Utara),dan Desa Leu (Nusa Tenggara Barat) yang semuanya mampu melakukan praktik
pembangunan nan inovatif berbasis kearifan lokal akan tetapi juga tetap memperhatikan
kelestarian alam (Prasetyo, et al, 2017).

Berbagai usaha penyediaan pelayanan publik berbasis desa tersebut menunjukkan perubahan
wajah desa yang ternyata telah memang mampu untuk mengelola pelayanan publik untuk
mereka sendiri. Sayangnya hal tersebut tidak terjadi secara merata karena banyak ketimpangan
terjadi di desa yang membuat mereka sulit untuk memulai pelayanan publik dengan cara
mandiri seperti pelayanan publik pokok dalam kesehatan,pendidikan dan lain lainnya.

Data Potensi Desa (BPS, 2021) mengungkapkan bahwa 20 ribu desa di Indonesia tidak memiliki
sarana kesehatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa 20 persen desa di Indonesia tidak
memiliki rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas dengan rawat inap, puskesmas tanpa
rawat inap, puskesmas pembantu, poliklinik/balai pengobatan, tempat praktik dokter, rumah
bersalin, tempat praktik bidan, pos kesehatan desa (poskesdes), apotek, dan toko khusus
obat/jamu.

Di wilayah Papua bahkan lebih ekstrem lagi karena 5.015 desa tidak memiliki sarana kesehatan.
Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya keberadaan petugas kesehatan seperti dokter
dan bidan di wilayah Papua dan Maluku. Penelusuran lembaga Lokadata dari hasil survei Potensi
Desa (BPS, 2018) juga menemukan bahwa 6.675 desa belum memiliki sarana pendidikan atau
9% dari seluruh desa di Indonesia.
Tentu ketiadaan sarana pendidikan di desa akan mendorong dua hal berat. Pertama, membuat
siswa harus pergi keluar desa untuk sekolah. Kedua, mendorong potensi putus sekolah karena
letak sekolah yang terlalu jauh dari desa.

Perlu Dorongan
Perbedaan mencolok kapasitas pada institusi desa baik dari kapabilitas dan berbagai sarana
dan prasarananya di sektor pelayanan publik akan menghambat proses inisiasi pelayanan
publik berbasis desa. Beberapa desa memang berhasil menginisiasi pelayanan publik mereka,
tetapi juga masih banyak desa yang kurang mengembangkan pelayanan publik karena
disebabkan terbentur keterbatasan mereka,Oleh karena itu perlu dorongan terus-menerus dari
pemerintah pusat bersama masyarakat untuk memulai perubahan pelayanan publik di desa
karena setidaknya juga mereka telah memiliki suntikan dana dari dana desa yang jumlah tidak
main-main.

Perlu diperhatikan pula kapasitas daya tahan desa dalam menyelenggarakan pelayanan publik,
apakah terus dapat bertahan dan berkembang sesuai berjalannya waktu atau justru layu dan
mati dan kembali terus menunggu uluran tangan dari pemerintah daerah dan pusat.
Inisiasi lintas sektor atas Laporan Berkelanjutan atau Sustainability Report (SR) untuk desa di
mana institusi desa wajib untuk melakukan praktik ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif
juga akan meningkatkan pelayanan publik di desa. Inisiasi SR tersebut juga sesuai dengan
amanat Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Ke depan penggunaan Dana Desa diarahkan untuk pencapaian 18 SDGs Desa; Desa tanpa
kemiskinan; Desa tanpa kelaparan; Desa sehat dan sejahtera; Pendidikan desa berkualitas;
Keterlibatan perempuan desa; Desa layak air bersih dan sanitasi; Desa berenergi bersih dan
terbarukan; Pertumbuhan ekonomi desa merata; Infrastruktur dan inovasi desa sesuai
kebutuhan; Desa tanpa kesenjangan; Kawasan permukiman desa aman dan nyaman; Konsumsi
dan produksi desa sadar lingkungan; Desa tanggap perubahan iklim; Desa peduli lingkungan
laut; Desa peduli lingkungan darat; Desa damai berkeadilan; Kemitraan untuk pembangunan
desa; dan Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

Tentu inisiasi tersebut harus didukung karena sesuai dengan semangat inisiasi pelayanan
publik berbasis desa karena 18 Visi SDGs Desa juga beririsan dengan visi pelayanan publik
berbasis desa seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan desa dan lain-lainnya.

Anda mungkin juga menyukai