Anda di halaman 1dari 15

1.

1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN
Toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa
Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat menginfeksi hewan berdarah panas
seperti kucing, anjing, sapi, kuda, tikus, domba, ayam, burung, babi, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, kucing dan binatang kelas Filidae (suku kucing-
kucingan) lainnya merupakan inang definitif (Remington et al, 2006). Infeksi
toksoplasmosis dapat terjadi karena menelan kista di jaringan daging yang
kurang matang atau mentah atau tidak sengaja menelan ookista dari
lingkungan (Duan et al., 2012). Kucing dan binatang kelas Filidae sebagai
inang definitif merupakan satu-satunya tempat diproduksinya ookista yang
kemudian akan stabil di lingkungan setelah dikeluarkan melalui feses dan
dapat menular selama kurang lebih dua tahun (Webster, 2007) (Yan et al,
2012). Akan tetapi, meskipun feses kucing dapat menjadi sumber infeksi
toksoplasma yang cukup luas namun banyak masyarakat di dunia ini yang
gemar memelihara hewan peliharaan salah satunya adalah kucing.
Berdasarkan data survey tahun 2007 oleh World Society for the Protections
an Animal (WSPA) mencatat jumlah populasi hewan peliharaan yang ada di
Indonesia sebanyak 23.000.000 ekor. Hal ini menjadikan Indonesia berada
pada peringkat kelima pada jumlah populasi hewan peliharaan setelah
Amerika Serikat, Brasil, Cina, dan Rusia. Lebih spesifik lagi, populasi
kucing peliharaan di Indonesia adalah sebesar 15.000.000 ekor .
Besarnya populasi kucing peliharaan ini menyebabkan mempunyai kucing
sebagai hewan peliharaan merupakan salah satu faktor risiko toksoplasmosis
pada manusia (CDC, 2013). Akan tetapi, manusia yang tidak memelihara
kucing juga dapat terinfeksi toksoplasmosis karena kucing merupakan hewan
liar yang dapat dijumpai dimana saja dan selalu berada di lingkungan hidup
manusia. Sedangkan faktor risiko toksoplasmosis pada kucing sendiri ialah
kebersihan dalam perawatan seperti kebersihan tempat tinggal serta
kebersihan tubuh kucing tersebut (Hanafiah dkk, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana prevalensi infeksi Toxoplasma gondii pada kucing dan manusia

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui prevalensi infeksi Toxoplasma gondii pada feses kucing
dan manusia

1.4 Manfaat Penelitian


1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat pada umumnya dan para
pemelihara kucing pada khususnya
2.Sebagai gambaran kepada pemerintah terhadap tingkat kejadian
toksoplasmosis
3. Sebagai referensi untuk kepentingan penelitian selanjutnya
4. Sebagai penambahan wawasan untuk menumbuhkan minat dan bakat
meneliti
dalam rangka proses pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
hewan udayana
 ETIOLOGI

Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan


Manceaux

tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus


gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Lebih
lanjut Mello pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada
anjing di Italia, sedangkan Janku pada tahun 1923 menemukan
protozoa tersebut pada penderita korioretinitis dan oleh Wolf pada
tahun 1937 telah di isolasinya dari neonatus dengan ensefalitis dan
dinyatakan sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak.
Walaupun perpindahan intra-uterin secara transplasental sudah
diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini
menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pacta kucing
(Hutchison,1970).
Menurut Brotowidjoyo (1987), pada tahun 1969 posisi T.
gondii dalam klasifikasi masih belum pasti, namun pada tahun
1970 dapat ditetapkan bahwa T.gondii termasuk kelas Sporozoa
yang mirip dengan Isospora.
Pada tahun 1970, ditemukan secara serentak di beberapa
negara bahwa

T. gondii ternyata memproduksi ookista di dalam tubuh kucing


yang tidak dapat dibedakan dengan suatu ookista yang kemudian
disebut Isospora bigemina. Dengan kata lain, ookista ini berisi dua
sporokista yang masing- masing berisi empat sporozoit (Levine,
1990).
Di Indonesia toksoplasmosis mulai diteliti pakar ilmu
kesehatan pada tahun 1972 baik pada manusia ataupun pada hewan
(Sasmita, 1989).

A. Defenisi

a. Toxoplasma gondii adalah hewan bersel satu yang disebut


protozoa.
b. Penyakit yang ditimbulkan yaitu Toxoplasmosiscongenital
dan Toxoplasmosis akuisita
c. Hospes definitive : kucing dan binatang sejenisnya
d. Hospes perantara : manusia, mamalia lainnya dan burung.
B. Morfologi

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler.


Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit
(bentuk poriferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi
sporozoit).
1. Bentuk Takizoit (Bentuk
Poriferatif) Takizoit memiliki
ciri-ciri:
a) menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan
ujung lain agak membulat.
b) Ukuran panjang 4 - 8 mikron, lebar 2 - 4 mikron dan
mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah
bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria
dan badan golgi.
c) Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak
berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes
perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia
dan kucing sebagal hospes definitif.
d) Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai
jaringan tubuh.

e) Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.


Keterangan :

A. Takizoit dalam sel mononuklear besar

B. Takizoit bebas dalam darah


2. Bentuk Kista (Berisi
Bradizoid) Memiliki cirri-
ciri :
a) Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang
membelah telah membentuk dinding.
b) Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil
hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran
200 mikron berisi kira- kira 3000 bradizoit.
c) Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup
terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris.
d) Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam
otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot.

3. Bentuk Ookista (Berisi


Sporozoid) Memiliki ciri-ciri
:
a) Ookista berbentuk lonjong, berukuran 12,5 mikron.

b) Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang


membelah menjadi dua sporoblas.
c) Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas
membentuk dinding dan menjadi sporokista.
d) Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang
berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.

C. Klasifikasi

Klasifikasi Toxoplasma gondii


Kingdom Animalia
Sub Kingdom Protozoa
Filum Apicomplexa
Kelas Conoidasida
Sub Kelas Coccidiasina
Ordo Eucoccidiorida
Sub Ordo Eimerioorina
Famili Sarcocystidae
Genus Toxoplasma
Spesies Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii merupakan spesies parasit protozoa


dalam genus Toxoplasma. Toxoplasmosis , gondii adalah kucing ,
tetapi parasit dapat dilakukan oleh hewan berdarah panas banyak
(burung atau mamalia, termasuk manusia). Toxoplasmosis gondii
adalah agen penyebab, biasanya kecil dan membatasi diri tetapi
dapat memiliki atau bahkan fatal efek serius pada janin yang
ibunya kontrak pertama penyakit selama kehamilan atau pada
kekebalan manusia atau kucing.
Siklus hidup Toxoplasma gondii memiliki dua fase. Yaitu
seksual bagian dari siklus kehidupan ( coccidian ) seperti
berlangsung hanya dalam kucing , baik domestik maupun liar
(keluarga Felidae ). Tahap kedua, aseksual bagian dari siklus
kehidupan, dapat terjadi pada hewan berdarah panas lain, termasuk
kucing, tikus, manusia, dan burung. Dimana reproduksi aseksual
terjadi disebut hospes perantara. Tikus adalah hospes perantara
khas.
Dalam kedua jenis semesta alam, parasit Toxoplasma
menyerang sel dan bentuk ruang yang disebut vakuola. Di dalam
vakuola ini khusus, yang disebut vakuola parasitophorous, bentuk-
bentuk parasit bradyzoites, yang merupakan versi mereplikasi
perlahan-lahan dari parasit. Vakuola yang berisi bradyzoites
reproduksi bentuk kista terutama di jaringan otot dan otak. Karena
parasit berada di dalam sel, mereka aman dari host sistem
kekebalan tubuh, yang tidak menanggapi kista.
Toxoplasmosis resistensi terhadap antibiotik bervariasi,
tetapi kista sangat sulit untuk memberantas sepenuhnya.
Toxoplasma gondii ulangan itu sendiri (dengan endodyogeny)
sampai mengisi sel yang terinfeksi dengan parasit dan meledak,
melepaskan takizoit bentuk reproduksi aseksual parasit. Berbeda
dengan bradyzoites, para takizoit bebas biasanya efisien
dibersihkan oleh sistem kekebalan tubuh inang, meskipun beberapa
dari mereka berhasil
menginfeksi sel-sel dan bradyzoites bentuk, dengan demikian
mempertahankan infeksi.
Jaringan kista adalah dicerna oleh kucing (misalnya, dengan
memberi makan pada tikus yang terinfeksi). Kista bertahan melintasi
perut kucing dan parasit menginfeksi sel epitel dari usus kecil dimana
mereka mengalami reproduksi seksual dan ookista formasi. Ookista
adalah gudang dengan kotoran. Hewan dan manusia yang menelan
ookista (misalnya, dengan makan sayuran dicuci) atau jaringan kista
dalam sistem daging dimasak menjadi terinfeksi. Parasit masuk makrofag
dalam lapisan usus dan didistribusikan melalui aliran darah ke seluruh
tubuh.
Tahap infeksi akut Toxoplasma bisa tanpa gejala, tetapi sering
memberikan gejala flu pada tahap akut awal, dan flu seperti bisa menjadi,
dalam kasus yang sangat langka, fatal. Akut memudar dalam beberapa
hari ke bulan, yang mengarah ke tahap laten. Infeksi laten biasanya
asimtomatik, namun, dalam kasus pasien immunocompromised (seperti
mereka yang terinfeksi dengan HIV atau penerima transplantasi pada
terapi imunosupresif), toksoplasmosis dapat berkembang. Yang paling
penting manifestasi toxoplasmosis pada pasien immunocompromised
adalah toksoplasma ensefalitis, yang dapat mematikan. Jika infeksi
dengan Toxoplasma gondii terjadi untuk pertama kalinya selama
kehamilan, parasit dapat melewati plasenta, mungkin menyebabkan
hydrocephalus atau microcephaly, kalsifikasi intrakranial, dan
chorioretinitis, dengan kemungkinan aborsi spontan (keguguran) atau
kematian intrauterin.

 EPIDEMOLOGI
Secara epidemiologi, prevalensi toxoplasmosis adalah 25 – 30% dengan
variasinya tergantung dari berbagai faktor di setiap negara.
 Global
Angka kejadian (insidensi) yang diperkirakan oleh WHO adalah 1.5
kasus toxoplasmosis kongenital per 1000 kelahiran hidup.[17] Secara
umum, prevalensi toxoplasmosis di dunia diasumsikan sebesar 25–30%
dan bervariasi bergantung dari berbagai faktor di setiap negara. Negara
dengan iklim tropis dan kondisi cuaca yang hangat memiliki prevalensi
yang lebih besar. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah adanya variasi
antropogenik seperti kebiasaan makan dan higienitas.[18]
 Indonesia
Prevalensi infeksi toksoplasma pada manusia di Indonesia pernah
dilaporkan sebesar 43–88%. Prevalensi toxoplasmosis pada beberapa
daerah di Jawa Tengah (seroprevalensi positif) pada tahun 2016 adalah
62.5%.[16]
 Mortalitas
Toksoplasma yang menyerang otak (ensefalitis toxoplasmosis)
merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita HIV/AIDS.[19]
Angka kematian akibat toxoplasmosis di Indonesia belum tercatat.
Kematian yang timbul pada kasus toxoplasmosis kongenital dapat
tersamar dengan kematian intrauterin.
 Patogenesis

Kucing merupakan host definit dari Toxoplama gondii. Di dalam usus kucing
terjadi perkembangbiakan Toxoplasma gondii secara seksual dengan
menghasilkan ookista. stadium seksual diawali dengan perkembangan merozoit
menjadi makrogamet dan mikrogamet di dalam sel epitel usus. Kedua gamet
mengalami proses fertilisasi dan terbentuk zigot yang akan tumbuh menjadi
ookista. Ookista masuk ke dalam lumen usus dan keluar dari tubuh kucing
bersama dengan kotoran kucing (Iskandar, 2010; Soulsby, 1982).
Tinja kucing yang terinfeksi oleh Toxoplama gondii mengandung jutaan
ookista. Setelah 3–4 hari berada di lingkungan dengan suhu 24°C ookista akan
mengalami sporulasi dan patogen bagi manusia dan hewan berdarah panas
lainnya. Penelitian Sasmita (2006) tentang keberadaan Toxoplasma gondii pada
kucing menunjukkan bahwa di dalam tubuh kucing mampu menghasilkan
31.200.000 ookista setelah mengonsumsi jaringan mencit yang mengandung
kista Toxoplama gondii.
T. gondii masuk kedalam tubuh melaui 3 tahap proses perkembangan penyakit
yaitu parasitemia, akut dan kronik. Ookista yang tertelan oleh manusia akan
memasuki saluran pencernaan. Dinding dari ookista akan dihancurkan oleh enzim
pencernaan setelah sampai di ileum dan sporozoit yang ada didalamnya akan
menyebar dan melakukan replikasi serta diferensiasi menjadi takizoit. Takizoit
akan berkembang biak dalam sel secara endodiogeni dan apabila sel penuh dengan
takizoit maka akan pecah dan memasuki sel lain disekitarnya atau difagositosis
oleh makrofag. Parasit akan menyebar dari saluran pencernaan ke berbagai organ,
terutama jaringan limfatik, otot lurik, miokardium, retina, plasenta dan sistem saraf
pusat. Tahap ini merupakan tahap parasitemia. Takizoit juga akan menginduksi
respon inflamasi sehingga akan menimbulkan manifestasi klinis yang merupakan
gejala akut dari toxoplasmosis (Dubey, 2008; Pohan, 2009).

 GEJALA KLINIS

Infeksi pada hewan dan manusia biasanya tidak menimbulkan gejala klinis,
sehingga sebagian besar kasus infeksi bersifat kronis. Akan tetapi, gejala klinis
berikut dapat dijumpai pada beberapa kasus: pembesaran kalenjar getah bening,
demam, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada kelompok bayi baru lahir dan individu
dengan status imun rendah (HIV), toxoplasmosis dapat bermanifestasi sebagai
penyakit yang berat berupa ensefalitis. Apabila infeksi didapatkan pada saat janin
masih di dalam kandungan, maka gejala yang dapat timbul saat bayi lahir adalah
kelainan retina dan hidrosefalus. Diagnosis toxoplasmosis dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan serologi, antara lain indirect hemagglutination test, latex
agglutination test, modified agglutination test, dan enzyme-linked
immunoabsorbent assay(ELISA) untuk mendeteksi IgM dan IgG terhadap T.
gondii. Selain itu, diagnosis juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jaringan
melalui biopsi.
Hartono, T. 2006. Keguguran oleh Toksoplasmosis pada Usia Kehamilan
Muda di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia, p. 24.
Iskandar, T. 2008. Pencegahan Toksoplasmosis melalui Pola Makan dan
Cara Hidup Sehat. Jakarta: Balai Penelitian Veteriner.
Schiammarella, J. 2001. Toksoplasmosis. Medicine Journal, Volume
2(9), pp. 1–10.
Seitz, R. 2009. Arboprotozoae. Transfus. Med. Hemother, Volume 36,
pp. 8–31.
Wiyarno, Y. 2008. Hubungan Kejadian Toksoplasmosis dengan Kebiasan
Hdup pada Ibu Usia Produktif di Surabaya, Surabaya: Universitas PGRI
Adi Buana (UNIPA).

Anda mungkin juga menyukai