Mei 19181. Dari pasangan H. A. Halim Nasution (ayah) dan Hj. Zaharah Lubis
(Ibu) yang bekerja sebagai petani. A.H. Nasution menikah dengan Sunarti putri
dari Gondokusumo pada 30 Mei 1947 dan dikaruniai 2 orang anak bernama
Hendriyanti Saharah dan Ade Irma Suryani2. Dia adalah dari keluarga Batak
Muslim.
Semasa kecil, A.H. Nasution akrab dengan panggilan si Ris3. A.H. Nasution
menyenangi pelajaran ilmu bumi dan sejarah. Ia mendapat nilai tinggi untuk
kedua pelajaran tersebut. Pada kelas 6 dan 7 HIS ia boleh meminjam buku dari
Desa A.H. Nasution terdiri dari tiga kampung, yakni kampung Huta Pungkut
Jae (Hilir), Huta Pungkut Tonga (Tengah), dan Huta Pungkut Julu (hulu).
Kampung halaman A.H. Nasution dilihat dari segi geografisnya dikelilingi oleh
1
Dalam Riwayat dinas tercantum lahir pada 3 Desember 1981. Akan tetapi
yang sebenarnya lahir pada 31 Desember 1918. Untuk kepentingan sekolah
Belanda, terpaksa diundurkan 6 bulan.
2
Ade Irma Suryani gugur pada 1 Oktober 1965 akibat peristiwa Gerakan 30
September (G 30 S) yang dilakukan oleh PKI.
3
TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, Jenderal
Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H.A.H. Nasution,
Jakarta: Grafitipers, (cetakan kedua), hlm. 2
26
27
kelontong atau karet dan kopi yang dijual pada pedagang-pedagang Cina di
Padang Sidempuan, Sibolga, Bukittinggi atau Padang4. Selain itu ayah A.H.
kebangkitan Turki. Hal ini terbukti dengan dijadikannya gambar Kemal Pasha
lapangannya adalah sawah yang sudah panen dan bolanya biasanya adalah hanya
sebuah kulit jeruk bali yang besar-besar. Desa A.H. Nasution terkenal diseluruh
wilayah sebagai desa maju usahanya, dan pedagang-pedagang Huta Pungut adalah
pergerakan politiknya. Tiga orang dari 6 Gubernur Sumatra Utara sejak republik
ini berdiri, adalah 3 dari distrik A.H. Nasution.6 Desa A.H. Nasution juga terkenal
nasional telah ada Sarekat Islam yang selalu dibanggakan oleh Ayahanda A.H.
memperoleh ijasah pada Sekolah Guru (HIK) (lihat lampiran 2), Sekolah
Menengah Atas (AMS) dan dalam bidang militer dari Akademi Militer (KMA).
4
A.H. Nasution. 1977. Memenuhi Panggilan Tugas Jilid I: Kenangan Masa
Muda. Jakarta: Gunung Agung, hlm. 5
5
Ibid,. hlm. 11
6
Ibid,. hlm. 6
28
Ketika A.H. Nasution masih kecil, keinginan dari kakek dan neneknya,
supaya A.H. Nasution kelak menjadi guru pencak silat seperti kakeknya, hal itu
bertentangan dengan keinginan dari Ayahnya. Ayah A.H. Nasution ingin supaya
A.H. Nasution sehabis sekolah dasar, mengutamakan kesekolah agama dan ibunya
ingin supaya A.H. Nasution sekolah di sekolah umum , yang waktu itu disebut
dokter di Betawi.
kampung Huta Pungut. Tiap hari naik bendi (delman) bersama 5 orang saudara
sepupunya kesekolah dan pulang pukul 14.00 atau 15.00 kembali kerumah, dan
sampai pukul 18.00 7. Tahun 1932 A.H. Nasution tamat sekolah HIS dan
akademi militer.
Keinginan untuk masuk dan menjadi prajurit militer bersumber dari inspirasi
perjuangan luar negeri. Seperti contohnya sesosok tokoh Kemal Attaruk sang
pemimpin Turki yang membawa negeri dan bangsanya kearah yang lebih maju.
menjadi darah muda A.H. Nasution terbakar oleh semangat perjuangan. Itulah
7
Ibid., hlm. 11-12
29
sebabnya keinginannya untuk masuk ke sekolah militer sangat kuat8. Akan tetapi
untuk masuk ke akademi militer tersebut harus mempunyai ijazah sekolah AMS
atau setara dengan SMU kalau sekarang. Tiap tahunnya hanya satu orang saja
yang dapat diterima itupun hanya berasal dari keluarga-keluarga pamong praja
keinginannya yang sangat kuat, meskipun belum lulus HIK, ia mencoba untuk
mengikuti ujian AMS. Dalam waktu yang bersamaan ia berhasil memperoleh dua
ijazah sekaligus.
Pada tahun 1935 A.H. Nasution memulai satu langkah lagi, yakni
meninggalkan Sumatera untuk sekolah di Bandung, pindah ke pulau lain dan bagi
A.H. Nasution untuk pertama kalinya mengalami perjalanan laut. Karena pada
masa itu di Sumatera belum ada Sekolah Menengah Atas, karena itu harus pergi
ke Pulau Jawa.
Pada masa tengah tahun selalu banyak pemuda yang bertolak dari Padang ke
Jawa Barat dengan kapal KPM, maskapai monopoli Belanda. Perjalanan dari
8
Eko Endarmoko. (ed). 1999. Memoar Senarai Kiprah Sejarah Buku
Kesatu. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hlm 344
9
A.H. Nasution. 1977. op.cit., hlm 26.
30
di bagian selatan negeri itu. Karena Belanda diduduki oleh Jerman, maka akademi
diseleksi lagi untuk manjadi taruna-taruna tingkat kedua akademi serta menjadi
Vaandrig Milisi (calon perwira cadangan dengan pangkat Pembantu Letnan, dari
tingkat Vaandrig Milisi dipilih untuk menjadi Taruna Akadem Militer III11. Di
Breda landasan teoritis diberikan tahun pertama dan tahun kedua, sedangkan
praktek pada tahun ketiga. Namun di Bandung sejak pertama diberikan sekaligus
teori dan praktek agar setiap saat bisa terjun ke medan perang.12
Taruna Akademi Militer (KMA) pada tingkat II dengan pangkat Sersan Taruna.
Di sekolah ini, A.H. Nasution mempelajari seluk beluk dan teknik kemiliteran.
10
Hatta Taliwang, 2004. Jendral Besar A.H. Nasution dan Perjuangan
Mahasiswa. Jakarta: LKPI ( Lembaga Komunikasi Informasi Perkotaan). hlm. 5
11
A.H. Nasution. 1977. op.cit. hlm. 44
12
Aswi Warman Adam, Militerisasi Sejarah Indonesia Peran A.H.
Nasution. Artikel
31
A.H. Nasution merupakan salah satu siswa yang pandai dan cakap dalam
dari kolonialisme. Meskipun cita-citanya dari kecil untuk menjadi seorang guru,
kemerdekaan. Pada waktu itu, untuk seorang guru sangat dihormati di mata
masyarakat. Keinginan itu didorong sepenuhanya oleh kedua orang tuanya dalam
memasuki sekolah guru yang bernama Sekolah Raja. Setelah lulus dari Sekolah
Raja, A.H. Nasution bekerja dan menerapkan ilmu yang diperolehnya dengan
menjadi guru partikelir di Bengkulu dan di Muara Dua dekat Sumatera Selatan
bagi A.H. Nasution. Dengan hanya memiliki dua tenaga pengajar yang harus
sekolah ditambah lagi dengan hubungannya dengan pengurus sekolah tidak begitu
lancar membuat A.H. Nasution memutuskan berhenti. Selain dari faktor tersebut
A.H. Nasution juga semakin menyadari bahwa profesi seorang guru belum sesuai
13
Eko Endarmoko. (ed). 1993. op.cit. hlm. 12.
32
negara di Asia dari penjajahan Barat. Dengan alasan untuk kemakmuran bersama
Asia Timur Raya. Bangsa-bangsa di Asia percaya terhadap Jepang untuk bisa
pula yang menjadikan dinas rahasia Jepang dapat mengadakan front dalam negeri
dengan Pembela Tanah Air (PETA). Anggota PETA sendiri dari kalangan pribumi
yang ingin membela dan mempertahankan bangsa bersama Jepang. Itu merupakan
siasat dari Jepang untuk menambah kekurangan pasukan Jepang karena kekalahan
pada perang melawan sekutu. A.H. Nasution menjadi salah satu anggota Badan
Pembantu Prajurit yang tidak dipersenjatai15. Badan ini bertugas untuk membantu
mempunyai wilayah tugas yang diemban pada A.H. Nasution meliputi Jakarta,
14
A.H. Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid I: Proklamasi.
Bandung: Angkasa, hlm 71.
15
Ibid., hlm 107
33
Kariernya dalam militer perlahan tapi pasti terus berkembang dalam masa-
masa yang bergejolak. Ketika bangsa ini mencapai kemerdekaan pada 1945, A.H.
sebagai Kepala Staf Komandemen I Jawa Barat. Pada tahun 1945-1946 itu pula
Bandung dan menjabat sebagai Pimpinan Barisan Pemuda dan Wakil Komandan
Rakyat (TKR) dan menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen I Jawa Barat16.
sebagai Panglima Divisi III TKR yang meliputi wilayah seluruh Priangan
Pada tahun 1946 dan 1948 jabatan A.H. Nasution naik sebagai Mayor.
Divisi Siliwangi yang merupakan gabungan dari Divisi I, Devisi II, dan Divisi
III17. Dalam kurun tahun 1947-1948 A.H. Nasution telah memimpin perang
gerilya Jawa Barat melawan Agresi Militer Belanda I. Selama menjabat sebagai
Mayor Jendral, A.H. Nasution menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan Perang
Republik Indonesia (APRI) merangkap sebagai Kepala Staf Operasi Markas Besar
16
Eko Endarmoko., op.cit., hlm 16.
17
Ibid., hlm. 17.
34
Angkatan Perang dan mewakili tugas Panglima Besar Jenderal Sudirman karena
Pada tahun 1949, beliau mendapat kepercayaan lagi untuk menjabat Kepala
Staf Angkatan Darat Republik Indonesia Serikat (KSAD RIS) dengan pangkat
Kolonel sampai dengan tahun 1952. Pada tahun 1952 beliau sempat dinonaktifkan
petisi tersebut, A.H. Nasution menginginkan ketegasan dari Presiden Sukarno dan
membubarkan parlemen yang pada waktu itu tidaklah stabil. Setelah masalah
intern TNI AD itu selesai tahun 1955, A.H. Nasution diangkat kembali menjadi
KSAD.
Pada tahun 1958-1960 terjadi kemelut mengenai Irian Barat. A.H. Nasution
menjadi salah satu anggota yang bergabung dalam Anggota Dewan Nasional dan
Ketua Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Dan pada tahun 1958 pula, A.H.
Nasution diangkat sebagai Letnan Jendral19. A.H. Nasution menapaki karier dan
18
A.H. Nasution. Bakri A.G Tianlean (ed). 1997. Bisikan Nurani Seorang
Jendral. Jakarta: Mizan Pustaka. hlm. 4.
19
A.H. Nasution. 1977. loc.cit.
35
Selain di dunia militer, A.H. Nasution juga mempunyai karier dalam bidang
politik. Hal ini bisa dilihat dari kedudukannya yang sangat strategis di bidang
Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945, panitia Tiga Menteri
Panitia Retooling aparatur Negara, Wakil Ketua Pengurus Besar Front Barat,
a. Masa Hindia-Belanda:
20
Solichin Salam, 1990, A.H. Nasution: Prajurit, Pejuang, dan Pemikir,
Jakarta: Penerbit Kuning Mas, hlm. 293-294
36
menjadi Kolonel.
1945.
KASAB.
Malaysia (KOGAM).
Bintang Lima
ABRI menjelaskan bahwa sebenarnya lebih 50 negara baru yang lahir sesudah
akhir Perang Dunia II, hanya empat yang mencapai kemerdekaan dengan
Oktober 194523, peristiwa 3 Juli 194624 atau 17 Oktober 195225. Hal ini
Setelah lebih dari tiga abad kolonilisme Belanda, Indonesia dijajah oleh jepang
dari Maret 1942 sampai Agustus 194526. Selama periode ini, seperti halnya tempat
tidak bisa dihapuskan pada jiwa orang Indonesia. Secara militer pihak Jepang juga
masyarakat Indonesia.
21
Harlod Crouch, Kaum Militer Masalah Pergantian Generasi, Prisma,
Tahun VIII, No 2, Februari 1980, hlm. 15-23
22
Nugroho Notosusanto, Angkatan Bersenjata dalam Percaturan Politik di
Indonesia , Prisma , Tahun VIII, No. 8, Agutus 1978, hlm.
23
Ibid.,
24
Sides Sudaryanto (ed). 1983, Tingkah Laku Politik Panglima Besar
Soedirman . Jakarta : Karya Unipers, hlm. 165
25
Aris Santoso,” Peranan 17 Oktober 1952 : Awal Dwifungsi ABRI ,”
Media Indonesia.
26
Bilveer Singh. 1996. Dwi Fungsi ABRI, Asal-usul, Aktualisasi dan
Implikasinya bagi Stabilitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. hlm. 25
39
bangsa Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal ini Ulf Sundhaussen mengakui
faktor budaya, idiologi dan sistem nilailah yang mungkin dapat menerangkan
tentang sikap dan prilaku ABRI. Asal-usul ABRI amat menentukan pembentukan
angkatan bersenjata ciptaan ABRI sendiri dalam sejauh ini, ABRI merupakan
dirinya berada diatas politik dan proses-proses politik. Empat perkembangan yang
mempengaruhi persepsi diri dan norma perilaku ABRI antara lain. Pertama, fakta
bahwa ABRI menciptakan diri sendiri dan memandang dirinya sebagai pihak yang
memiliki hak yang sama besarnya dengan kekuatan-kekuatan lain di negara ini,
untuk ikut menentukan jalannya masyarakat. Kedua, adalah fakta bahwa para
pemuda dan anggota angkatan bersenjata memandang diri mereka sendiri sebagai
Ketiga adalah fakta bahwa para politikus sipil cenderung terpecah-pecah dan
27
Ibid., hlm. 44-45.
40
Konsep yang dihasilkan A.H. Nasution sampai saat ini menjadi bahan dan
kajian yang terus dibicarakan yaitu Dwifungsi ABRI. Dialah yang mula pertama
pada bulan November 1958. Militer Indonesia tak ingin menjiplak situasi di
Amerika Latin, di negeri Latin itu, saat itu tentara mempunyai kekuatan dan
kekuasaan politik yang mutlak, sebaliknya, ia juga tak ingin meniru militer model
Eropa Barat yang hanya tinggal di barak. Dengan Dwifungsi ABRI inilah tentara
Dwi fungsi ABRI adalah suatu konsep politik yang menempatkan ABRI
baik sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam
supra maupun infra struktur politik sekaligus29. ABRI adalah angkatan bersenjata
ABRI yang demikian itu membuat ABRI juga berhak dan merasa wajib ikut
(pertahanan dan keamanan) yang merupakan alat negara, dan sebagai kekuatan
28
TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, op. cit.,
hlm. 13
29
Soebijono, dkk. 1995. Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Peranannya
dalam Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta; Gadjah Mada University
Press. hlm. 1
41
dwifungsi ABRI adalah jiwa dan semangat pengabdian ABRI, yang bersama-
sama dengan kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab
kesejahteraan nasional31.
masalah politik, bahkan tidak jarang pihak militer lebih dominan dari pada sipil.
dominasi militer dalam masalah sipil, antara lain pertentangan Sudirman terhadap
militer bahwa angkatan bersenjata biasa memiliki sikap sendiri yang bisa berbeda
30
Ibid.,
31
Mabes ABRI, 1988. Doktrin Perjuangan TNI-ABRI ‘Catur Darma Eka
Karma’ Cadek 1988. Jakarta: Mabes ABRI. hlm. 63.
42
posisi dan peranan sebagai salah satu kekuatan sosial revolusi Indonesia, yang
bangsa dan negara Indonesia32. A.H. Nasution juga menekankan Dwifungsi ABRI
sekaligus merangkap jabatan atau fungsi dibidang eksekutif, legeslatif atau pula
baru, A.H. Nasution termasuk salah seorang yang paling gigih mendukung
1945 hanya ada tiga kelompok politik yaitu partai politik, golongan fungsional,
dan utusan daerah. Dan ABRI, menurut A.H. Nasution, bisa digolongkan dalam
kelompok fungsional34.
“The Army’s Middle Way” adalah menekan pada fungsi ABRI sebagai
stabilisator, ABRI hanya perlu ikut dalam pembinaan negara bukan untuk
32
A.H. Nasution. 1977. Kekaryaan ABRI, Jakarta: Seruling Masa, hlm. 19.
33
Ibid., hlm. 22.
34
TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, op.cit.
hlm. 304
43
Pancasila.
3. Kami ksatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
patuh dan taat kepada pemimpin serta menjunjung tinggi sikap dan
kehormatan prajurit.
6. Kami prajurit Tentara Indonesia, setia dan menepati janji serta sumpah
prajurit
Sumpah Prajurit:
35
Sapta Marga berasal dari bahasa Sansekerta atau Jawa Kuno. Sapta
Marga berarti tujuh dan Marga yang berarti jalan. Sapta Marga berarti tujuh jalan.
Sapta Marga lahir pada tanggal 5 Oktober 1951. Isi Sapta Marga lihat Dinas
Militer TNI-Angkatan Darat, 1972, Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI-Angkatan
Darat, Bandung: Dinas Sejarah Militer TNI-Angkatan Darat dan Fa. Mahjuma,
hlm. 323-324.
44
Menurut A.H. Nasution roh dari konsep Dwifungsi ABRI itu sebenarnya
terletak dalam urusan politik dengan “Partai Besar”, seperti ABRI yang hanya
Undang Dasar 1945, dengan kata lain, tentara tidak usah terlibat dalam kegiatan
“politik praktis”36.
Konsep Dwifungsi ABRI sudah tertuang dalam buku karya A.H. Nasution
sendiri yang berjudul Kekarayaan ABRI (1971). Dalam buku itu A.H. Nasution
Menjelaskan:
Dari sejak semula, maksud dan tujuan dari Kekaryaan itu adalah untuk
pekerjaan yang berhubungan dengan keadaan yang bersifat darurat atau
dimana betul-betul lebih bermanfaat menggunakan Kekaryaan TNI/ABRI
itu, dan untuk partisipasi dalam lembaga-lembaga demi ikut sertanya ABRI
dalam rangka pembinaan Negara sebagai salah satu kekuatan sosial.37
Untuk lebih memahami hakikat dan isi dwifungsi ABRI, kita mesti mulai
36
Definisi Politik Praktis adalah suatu kegiatan, aktivitas atau gerakan dari
satu orang atau sekelompok yang dapat mempangaruhi pandangan, pendapat
(opini) masyarakat tentang suatu keputusan/kebijakan pemerintah, atau bahkan
dapat merubah keputusan pemerintah
37
A.H. Nasution 1971, op.cit., hlm. 121
45
38
Bilveer Singh. 1996, op.cit., hlm. 48