LP Ca Cerviks
LP Ca Cerviks
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Paliatif
Dosen pembimbing :
Wahyu Nur Pratiwi, S. Kep., Ns., M.Kes
NAMA KELOMPOK :
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ca Cerviks” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
paliatif. Selain itu, makalah ini disusun untuk memperluas ilmu tentang “Ca
Cerviks”.
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Oleh karena
itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan tentang ca cerviks.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ca Cerviks..................................................................................................3
2.2 Etiologi Ca Cerviks..................................................................................................3
2.3 Patofisiologi Ca Cerviks...........................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis ca cerviks....................................................................................6
2.5 Penatalaksanaan Ca Cerviks.....................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Ca Cerviks.........................................................................8
2.7 WOC Ca Cerviks....................................................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................13
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari ca cerviks?
1.2.2 Apa etiologi dari ca cerviks?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari ca cerviks?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari ca cerviks?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan dari ca cerviks?
1.2.6 Apa pemeriksaan penunjang dari ca cerviks?
1.2.7 Bagaimana WOC dari ca cerviks?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Umur
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada
usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
d. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat
karsinoma serviks.
e. Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-
ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers
serviks ini.
f. Tidak melakukan pap smear secara rutin
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke
korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak
dan sel tumor sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor
tidak tedapat didalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi
pada pemeriksaan histologi ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3
bagian atas vagina dan parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai dinding panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
4
panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan
daerah infiltrat antara tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mokusa rektum dan atau vesika urinaria atau
telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika
urinaria atau sudah keluar dari pangul kecil, metastasi jauh
belum terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.
5
skuamosa karsinoma) asli dan SSK baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. (Rahmawan, 2014).
Daerah di antara kedua SSK (Sel skuamosa karsinoma) ini disebut
daerah transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat
mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat
menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di
daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan
secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma virus (HPV)
memegang peranan penting. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang
mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan
karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang
menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh.
(Rahmawan, 2014).
Kanker insitu pada servik adalah keadaan dimana sel neoplastik
terjadi pada seluruh lapisan epitel disebut displasia. Displasia merupakan
neoplasia servik intraephitelia (CNI). CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu
tingkat I ringan, tingkat II sedang, tingkat III berat. Tidak ada gejala spesifik
untuk kanker servik pendarahan merupakan satu-satunya gejala yang nyata,
tetapi gejala ini hanya ditemukan pada tahap lanjut. Sedang kan tahap awal
tidak. (pince, sylvia A, 2014).
6
rumah penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan nekrosis (Aziz
M.F.,Saifuddin A.B., 2010).
7
b. Stadium IA: simple histerektomi (histerektomi total).
c. Stadium IB dan IIA: histerektomi dan chemoterapi
d. Stadium IV: Radiasi paliatif
8
asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang
tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide
(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif
atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK
tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram
tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas
masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan
99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat
di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di
daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi
servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas
dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994
membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada
sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%;
positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut
memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan
9
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak
ada.
10
11