KELOMPOK 21 D
Anggota :
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
TERMINOLOGI
1. PRAANESTESI : Penetilian terhadap kondisi pasien yang dilakukan sebelum anestesi
dimana hasilnya akan menjadi dasar sebagai perencaan anastesi yang aman dan sesuai.
2. ANESTESI : suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
3. ASA DUA : American Society Of Anesthesiology klasifikasi staus fisik pasien yang
akan menjalani proses pembiusan dan pembedahan yang diusulkan dan digunakan
oleh ASA (duagangguan sistemik ringan tanpa batasan aktifitas fungsional)
4. EPIDURAL ANESTESI : anestesi di ruang epidural diantara ligamentum flavum dan
durameter.
5. LUMBOTOMI : insisi pada bagian posterior atau retroperitoneal dan secara anatomi
langsung menuju ginjal dan saluran kemih bagian atas.
6. PRE MEDIKASI : pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi tujuan untuk
mempelancar induksi anestesi
7. ETT : alat nafas berupa tabung yang dimasukkan melalui mulut dengan
prosedur intubasi
8. PIONEFROSIS : akumulasi puss di pelvis ginjal yang disebabkan oleh pielonefritis
9. LAPARATOMI EKSPLORASI CITO : tindakan bedah terbuka yang bertujuan untuk
mengetahui sumber penyakit.
10. SEDASI ORAL : tindakan pemberian obat melalui mulut yang dapat menghilangkan
kecemasan pasien sehingga membuat tindakan operasi menjadi lemih aman.
11. KETAMIN : obat anestesi umum dengan pemberian IM / IV
12. ANASTESI UMUM : prosedur pembiusan untuk pasien tidak sadar selama operasi
berlangsung.
13. PEMERIKSAAN FAST : Focus Assessment Sonography For Trauma merupakan suatu
pemeriksaan yang mendeteksi ada tidaknya cairan di intraperitoneal.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana persiapan pra anestesi yang dilakukan oleh dr spesialis anestesi?
Ada 3 tahap :
Praanestesi
- Evaluasi Praanestesi
- Inform Consent
- Sign In
Anestesia
- Induksi
- Pemeliharaan
- Pemulihan
- Time out sign out
Pasca Anestesia
- Pemantauan diruang pemulihan
- Kriteria pemindahan
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat – obat anestesi, premedikasi, obat atau alat
resusitasi yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien, sehingga kompliksi yang
mungkin terjadi dapat di tekan seminimal mungkin.
3. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini dipakai
klasifikasi ASA (Amerika Society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien
secara umum.
3. Bagaimana hub pasien hipertensi dengan tindakan yang akan dilakukan pada pasien?
Termasuk ASA dua
Terkontrol : dikategorikan Aman
Ada komplikasi : moderate
4. Mengapa pasien termasuk katagori ASA 2 dan bagaimana penentuan klasisfikasi ASA
pada pasien?
5. Mengapa perlu diberikan terapi sedasi oral pada pre medikasi pasien?
Pemerian obat sebelum anestesi untuk mempelancar induksi
Tujuan :
-menenangkan pasien
-merekasasi otot
-memberikan efek analgetik
-mengurangi jumlah obat
Obat: barbiturate (efek sedasi), benzodiazepim, morfin (sebabkan vasodilatasi ), dll
Analgesia epidural adalah pemberian obat analgesia ke dalam ruang epidural. Teknik
ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penggunaan opioid sistemik karena
dapat mengurangi mortalitas, menurunkan insiden komplikasi dan infeksi pulmonal,
menurunkan komplikasi intestinal, dan menurunkan komplikasi kardiak pascaoperasi.
10. Mengapa pasien diberikan anstesi umum setelah diberikan anestesi epidural?
Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang selain bersifat analgesik kuat
juga mampu merangsang sistem kardiovaskuler sesuai dengan dosis pemberiannya.
Ketamin bekerja nyata untuk meningkatkan darah ke otak, konsumsi oksigen dan
tekanan intrakaranial. Ketamin menurunkan frekuensi pernafasan, tonus otot saluran
nafas akan terkontrol dengan baik dan reflek-reflek saluran nafas biasanya tidak
terganggu.
Pemberian secara intramuskular dapat bertahan lebih lama. Jika ketamin digunakan
sebagai anestesi tunggal, kadang-kadang menimbulkan mimpi buruk dan halusinasi.
Halusinasi dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum atau pada akhir
anestesi
Dikenal duafase resusitasi: (1) resusitasi fase awal, saat perdarahan masih berlangsung;
(2) resusitasi fase akhir, saat perdarahan telah dikontrol. Pemberian cair- an intra vena
diperkirakan akan meningkat- kan curah jantung dan tekanan darah pada pasien
hipovolemik yang mengalami trau- ma.
SKEMA
Premedikasi
Preanestesi ASA
Emergency
anestesi
Trauma
FAST
Abdomen
Teknik Anestesi
Kristaloid Koloid
Spinal epidural
LEARNING OBJECTIVE
1. Teknik anestesi (indikasi, keuntungan, dan kerugian)
2. Tujuan dan teknik pramedikasi
3. Obat-obatan anestesi dan premedikasi
4. Persiapan preanestesi, monitoring selama operasi, dan pasca operasi
5. Komplikasi tindakan anestesi
6. Konsep intensive care medicine
7. Prinsip terapi oksigen dan penggunaan ventilator
8. Prinsip dasar RJP
9. Prinsip dasar tetapi cairan
BELAJAR MANDIRI
1) TEKNIK ANESTESI
A. ANESTESIA UMUM keadaan tidak sadar yang bersidat sementara yang diikuti
hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh karena pemberian obat anestesia.
Trias anestesi:
- Hipnotik pasien hilang kesadaran
- Anestesia pasien bebas nyeri
- relaksasi pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
Teknik anestesia umum: anestesia umum intravena, anestesi umum inhalasi,
anestesi imbang (balanced)
1) Anestesi umum intravena
Anestesi umum yang dilakukan dengan menyuntikkan obat anestesi parenteral
langsung kedalam oembuluh darah vena. Terdiri dari anestesi intravena klasik,
anestesi intravena total, anestesi-analegsia neurolept
o Anestesi intravena klasik:
Pemakaian kombinasi obat ketamin dengan sedative (mis:
diazepam, midazolam)
Komponen trias anestesi yang dipenuhi: hipnotik dan
anestesia
Indikasi: operasi kecil dan sedang yang tidak memerlukan
relaksasi lapangan operasi yang optimal dan berlangsung
singkat
Kontraindikasi:
Pasien yang rentan obat-obat simpatomimetik,
seperti penderita DM, hipertensi, tirotoksikosis
Pasien dengan hipertensi intracranial
Pasien glaucoma
Operasi didaerah jalan napas dan intraokuler
o Anestesi intreavena total:
Pemakaian kombinasi obat anestesia yang berkhasiat
hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang
Semua komponen trias anestesi terpenuhi
Indikasi: operasi yang memerlukan relaksasi lapangan
operasi yang optimal
Kontraindikasi: tidak ada yang absolut, pilihan obat
disesuaikan dengan penyakit pasien
o Anestesi-analgesia neurolept:
Kombinasi obat neuroleptic dengan analgetik opiate secara
intravena
Komponen trias anestesi yang terpenuhi: sedasi atau
hipnotik ringan dan analgesia ringan
Indikasi:
Tindakan diagnostic endoskopi (laringoskopi,
bronkoskopi, essofagoskopi, dll)
Suplemen tindakan anestesi lokal
Kontraindikasi: Parkinson, PPOK, bayi dan anak
(kontraindikasi relative)
2) Anestesi umum inhalasi
Teknik anestesi intravena umum dengan memberikan kombinasi obat anestesia
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat/media
anestesia langsung ke udara inspirasi
3) Anestesi imbang (balanced anestesia)
Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi
intravena meupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesia umum
dengan anestesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal
B. Anestesi lokal/analgesia lokal
Teknik anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal
pada daerah atau sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan
konduksi impuls aferen yangbersifat sementara. Jenis anestesi lokal
o Anestesi topical: obat anestetik dengan cara dioles, semprot, atau
tetes pada permukaan jaringan atau mukosa
o Anestesia infiltrasi lokal: infiltrasi/suntikan obat anestesi lokal
pada daerah yang dieksplorasi
o Blok lapangan: obat anestesi lokal disuntikkan mengelilingi area
yang akan dieksplorasi
C. Anestesi regional/analgesia regional
Tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetik
lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang
menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat sementara. Jenis
anestesi regional:
o Blok saraf
o Blok pleksus brachialis
o Blok spinal subarachnoid
o Blok spinal epidural
o Blok regional intravena
- Blok saraf:
Tindakan analgesia regional dengan cara menyutikkan obat
anestetik lokal di daerah perjalanan saraf yang
mempersarafi daerah yang akan dieksplorasi. Obat
disuntikkan jauh dari daerah lapangan operasi
Indikasi:
Operasi lengan bawah dan tangan, blok
pada nervus radialis, medianus, dan ulnaris
Operasi tungkai bawah, blok nervus ischiadicus
atau femoralis, untuk kaki dilakukan pada
nervus tibialis
- Blok pleksus brachialis
Tindakan analgesia regional dengan menyuntikkan obat
anestetik lokal di daerah perjalanan pleksus brachialis yang
mempersarafi ekstremitas superior
Terdiri atas 3:
Blok pleksus brachialis: obat anestetik disuntikkan
pada celahantara otot scalenus anterior dan
medius ke arah posterior. Indikasinya yaitu operasi
daerah bahu atau operasi lengan atas
Blok pleksus brachialis supraklavikula: obat
anestetik lokal disuntikkan pada 1 cm di titik 1/3
tulang klavikula, ke arah tulang iga pertama.
Indikasinya untuk operasi di daerah ekstremitas
atas, kecuali bahu
Blok pleksus brachialis aksiler: obat anestetik lokal
disuntikkan pada aksila, ke arah puncak aksila.
Indikasinya untuk operasi daerah siku dari lengan
bawah
- Blok sub arachnoid
Blok regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal ke dalam ruang sub arachnoid melalui
tindakan punksi lumbal
Indikasinya:
Operasi abdominal bawah dan inguinal
Operasi pada daerah anorectal dan genitalia
eksterna
Operasi pada ekstremitas inferior
- Blok epidural
Blok regional dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Dapat dilakukan
dengan 3 pendekatan:
Pendekatan torakal
Pendekatan lumbal (disuntikkan melalui punksi
lumbal). Indikasinya: operasi oada abdominal
bawah dan inguinal, operasi anorectal dan genitalia
eksterna, operasi pada ekstremitas inferior
Pendekatan kaudal (obat disuntikkan pada hiatus
sakralis). Indikasinya hanya untuk operasi pada
daerah anorectal dan genitalia eksterna
2) TUJUAN DAN TEKNIK PRAMEDIKASI
Pramedikasi tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalam rangka
pelaksanan anestesi. Tujuan pramedikasi:
- Mengurangi kecemasan
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi kebutuhan obat-obat anestetik
- Mengurangi sekresi saluran pernapasan
- Menyebabkan amnesia
- Mengurangi kejadian mual muntah pasca operasi
- Membantu pengosongan lambung, mengurangi produksi asam lambung
- Mencegah refleeks yang tidak diinginkan
3) OBAT ANESTESI DAN PRAMEDIKASI
Obat-obat yang digunakan dalam anestesi didasarkan beberapa pertimbangan
seperti keadaan pasien (umur, jenis kelamin, status fisik), sifat anestetik umum, jenis
operasi, peralatan, serta obat yang tersedia.
Induksi anestesi tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga dimungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Dapat dilakukan
dengan cara intravena, inhalasi, intramuscular, dan rektal.
Rumatan anestesia (maintenance) dilakukan secara intravena atau inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalsi. Rumatan mengacu pada trias anestesia yaitu
tidur ringan sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan tidak mengalami nyeri
dan relaksasi otot.
Obat yang digunakan dalam anestesi umum:
- Obat anestesi intravena anestesi intravena ideal adalah cepat
menimbulkan efek hypnosis; menimbulkan efek analgesia; menimbulkan
amnesia pasca anestesia; dampak buruknya mudah dihilangkan; cepat
dieliminasi oleh tubuh; tidak mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular;
pengaruh farmakokinetiknya tidak tergantung pada disfungsi organ. Kriteria
yang ideal sulit dicapai oleh satu macam obat, maka digunakan kombinasi
beberapa obat anestesi. Beberapa jenis obat anestesi intravena yang sering
digunakan:
a. Thiopental golongan barbiturate
i. Sifat anestesi:
1. Hipnotik yang sangat kuat
2. Induksi cepat, lancer, dan tidak diikuti oleh eksitasi
3. Pola respirasi tenang dan bisa hipoventilasi
4. Tidak punya efek analgetik
5. Pemulihan cepat, dan masih ada rasa kantuk
6. Jarang efek samping mual muntah
ii. Dosis induksi 3-6 mg/kgBB secara IV dengan perlahan habis dalam
30- 60 detik
iii. Penyuntikan thiopental harus hati-hati, apabila terjadi ekstravasasi
akan menyebabkan nekrosis jaringan sekitar, dan apabila masuk ke
arteri dapat menyebabkan vasokontriksi
iv. Kontraindikasi: pada pasien PPOK, dekompensasi kordis, syok berat,
insufisiensi adrenokortikal, status asmatikus, porfiria
v. Efek samping: hipoventilasi sampai henti napas, menimbulkan risiko
spasme laring dan bronkus, depresi kardiovaskular, nekrosis sentral
hati
b. Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
i. Sebagai induksi, onset kerja cepat
ii. Efek hipnotik, tidak ada efek analgetik dan relaksasi otot
iii. Suntikan IV dapat menyebabkan nyeri sehingga dapat diberika
lidokain 1 mg/kgBB sebelumnya melalui intravena
iv. Bekerja lebih cepat daripada thiopental, konfusi pasca bedah minimal,
mual-muntah pasca bedah minimal
v. Dosis: induksi (IV 2-2,5 mg/kgBB); pemeliharaan total untuk anestesi
IV total (infus IV 4-12 mg/kgBB/jam)
vi. Efek samping: hipotensi, apnea sementara selama induksi
c. Ketamin
i. Analgesic, anestetik, dan kataleptik dengan kerja singkat
ii. Sifat simpatomimetik sehingga dapat meningkatkan tekanan
darah dan denyut jantung
iii. Menimbulkan dilatasi bronkus (cocok untuk asma)
iv. Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, mual muntah pasca anestesia, pandangan kabur, dan mimpi
buruk
v. Jika diberikan ketamin, sebaiknya diberikan sedasi midazolam atau
diazepam dengan dosis 0,1 mg/kgBB IV san atropine sulfat 0,01
mg/kgBB untuk mengurangi salivasi
vi. Dosis: bolus intravena untuk induksi 1-2 mg/kgBB
vii. Kontraindikasi: hipersensitivitas, hipertensi
d. Opioid morphine, pethidine, fentanyl, sufentanil
i. Fentanyl: opioid yang lebih banyak digunakan dibanding morfin,
menimbulkan efek analgesia anestesia yang lebih kuat dengan efek
depresi napas yang ringan
ii. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung
iii. Sediaan: cairan injeksi 0,05 mg/mL fentanyl
iv. Dosis: morphine (0,05-0,2 mg/kgBB IM atau 0,03-0,15 mg/kgBB IV)
analgesia postoperatif; fentanyl (2-50 mcg/kgBB IV anestesia
intraoperative atau 0,5-1,5 mcg/kgBB IV analgesia postoperative)
- Obat anestesi inhalasi obat anestesi berupa gas atau cairan yang mudah
menguap, diberikan melalui pernapasan pasien. Gas atau uap obat enstesi dan
oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
mengalami difusi melalui alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-
masing gas. Konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anestesi didalam
alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia memakai satuan MAC (minimal
alveolar concentration).
Anestesi yang paling umum digunakan untuk praktek klinik adalah N2O, halotan,
enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane. Induksi inhalasi hanya
dikerjakan dengan halotan dan sevovfluran, induksi ini dikerjakan pada bayi atau
anak yang belum terpasang jalur vena atau pada orang dewasa yang takut
disuntik. Induksi dengan enflurane, desflurane, atau isoflurane sering membuat
pasien batuk.
a. N2O (nitrous oxide)
i. gas tidak berwarna, tidak mudah terbakar namun dapat membantu
proses kebakaran
ii. N2O sering digunakan sebagai obat anestesi inhalasi dasar dan selalku
dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan 70:30 untuk
pasien normal, 60:40 untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen
lebih banyak, dan 50:50 untuk pasien beresiko tinggi.
iii. N2O analgesia lemah, maka selalu dikombinasikan dengan obat lain
yang berkhasiat sesuai dengan trias anestesi
b. Halotan
i. Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Diberikan
dengan alat penguap (vaporizer) khusus halotan
ii. Penggunaan: digunakan sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesi umum. Halotan juga mempunyai efek analgesic
dan relaksasi otot ringan
iii. Pada bayi dan anak yang tidak kooperatif, digunakan untuk induksi
bersamaan dengan N2O secara inhalasi
iv. Kontraindikasi: pasien dengan gangguan fungsi hati karena dapat
menyebabkan penurunan aliran darah hepatic dan dapat menyebabkan
hepatitis post halotan; operasi kraniotom, karena menyebabkan aliran
darah otak meningkat dan tekanan intracranial meningkat
v. Keuntungan: induksi cepat dan lancer; tidak iritatif terhadap jalan
napas; tidak menimbulkan mual muntah
vi. Kelemahan: mudah overdosis (batas keamanan sempit); efek analgesia
dan relaksasi otot lemah, sehingga harus dikombinasikan dengan obat
lain, menimbulkan hipotensi dan hepatotoksik
4) PERSIAPAN PRA ANESTESI, MONITORING SELAMA OPERASI, DAN PASCA OPERASI
Tujuan evaluasi pra anestesi:
- Mengetahui status fisik pasien praoperatif
- Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
- Memilih jenis/teknik anestesi yang sesuai
- Memprediksi kemungkinan penyulit yang dapat terjadi selama bedah
atau pasca bedah
- Mempersiapkan obat untuk menanggulangi penyulit yang diprediksi
a. Anamnesis
i. Identitas pasien
ii. Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah
iii. Anamenesis umum riwayat penyakit sistemik, riwayat
penggunaan obat-obatan, riwayat operasi, kebiasaan buruk
(merokok, alkoholik), riwayat alergi terhadap obat-obatan. Hal
tersebut untuk menilai apakah ada hal yang bisa mempengaruhi
anestesi atau dipengaruhi anestesi
b. Pemeriksaan Fisik
i. Status kesadaran, tanda vital, status gizi
ii. Keadaan psikis gelisah, takut, kesakitan
iii. Pemeriksaan keadaan gigi, gigi palsu, tindakan buka mulut, dan
penilaian lidah untuk menilai apakah ada yang menyulitkan
saat dilakukan laringoskopi intubasi
iv. Pemeriksaa fisik umum sistematik head to toe
c. Pemeriksaan Lab, radiologi, dll
i. Pemeriksaan rutin darah, urin
ii. Pemeriksaan khusus laboratorium lengkap (fungsi hati, fungsi
ginjal, AGD, elektrolit, hematologic, faal hemostasis), radiologi (foto
thoraks, sesuai indikasi), EKG, spirometry
d. Konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital
i. Apabila ditemui gangguan fungsi organ yang dapat memperberat
atau mengganggu kelancaran anestesi dan pembedahan, maka harus
dikonsultasikan ke dokter ahli terkait
ii. Koreksi gangguan fungsi sistem organ prabedah:
o Pada kasus elektif dilakukan oleh staf medis fungsional yang
menangani pasien. Apabila dianggap perlu, rencana operasi
dapat ditunda sambil menunggu perbaikan fungsi organ
o Pada kasus darurat koreksi dilakukan bersama di
ruang resusitasi IGD atau di kamar operasi
e. Menentukan prognosis pasien perioperative status fisik pasien menurut
ASA
Cairan kristaloid:
- Cairan untuk resusitasi awal pada pasien syok hemoragik dan syok septic
seperti luk bakar, pasien trauma kepala untuk menjaga perfusi otak, dan
pasien plasmapheresis dan reseksi hepar
- Yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer laktat
- Kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstrasel, kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruangan intertitial, sehingga dipilih untuk
resusitasi deficit cairan interstitial
- Penggunaan cairan normal saline dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan
RL
berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolic karena produksi
bikarbonat akibat metabolic laktat.
- Dekstrose 5% digunakan jika pasien memiliki gula darah rendah atau
kadar natrium yang tinggi, penggunaan untuk resusitasi dihindarkan
untuk mencegah komplikasi hiperosmolalitas hiperglikemik, diuresis
osmotic, dan asidosis serebral
Cairan koloid:
- Cairan pengganti plasma atau plasma expander
- Mempunyai berar molekul yang tinggi dengan aktivitas osmotic sehingga
lebih lama bertahan di intravaskuler
- Mengembalikan volume plasma lebih efektif dan efisien dibanding
kristaloid karena koloid mengekspansikan volume vaskuler lebih sedikit
- Koloid mengandung partikel onkotik dan menghasilkan tekanan onkotik,
maka akan menetap di ruangan intravaskuler jika diberikan intravena
- Jenis-jenis koloid:
o Albumin, larutan koloid murni berasal dari manusia. Dengan
waktu paruh 16 jam, sekitar 90% tetap bertahan didalam
intravaskuler 2 jam setelah pemberian
o Dextran, terdiri dari dekstran 70 dan 40 dicampur dengan NaCl.
Dekstrose, atau RL. Dekstran 70 digunakan untuk syok
hipovolemik dan profilak tromboembolisme dengan waktu
paruh 6 jam. Penggunaan dibatasi sampai 1 liter karena risiko
perdarahan abnormal. Dekstran 40 tidak dapat digunakan dalam
syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal akut.
o Gelatin, untuk penggantian volume primer pada hypovolemia,
stabilisasi sirkulasi perioperatif. Kontraindikasi gelatin adalah
infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif
dan syok normovolemik. Sering menimbulkan reaksi alergi.
o HES, hidroxylethyl starch. Terapi dan profilaks hypovolemia dan
syok berkaitan dengan pembedahan, cedera, infeksi.
Kontraindikasi HES yaitu gagal jantung kongestif berat, gagal
ginjal, gangguan koagulasi berat.
Rumus penting dalam terapi cairan:
- Kebutuhan cairan dewasa (rumatan/maintenance)
o Air: 30-50 ml/kgBB/hari
o Kalium: 1-2 mEq/kgBB/hari
o Natrium: 2-3 mEq/kgBB/hari
- Kebutuhan untuk anak diatas 1 tahun
o Rumus holliday-segar
BB sampai 10 kg: 100 ml/kgBB/hari
BB 11-20 kg: 1000 mL + 50 mL untuk tiap kg diatas 10 kg
BB > 20 kg: 1500 mL + 20 mL/kgBB/hari untuk tiap kg
diatas 20 kg
o Rumus 4-2-1
4 mL/kgBB/hari untuk BB 10 kg pertama
2 mL/kgBB/hari tambahkan untuk BB 10 lg kedua
1 mL/kgBB/hari tambahkan untuk sisa berat badan
o Kebutuhan elektorlit bayi dan anak
Kalium: 2,5 mEqq/kgBB/hari
Natrium: 2-4 mEq/kgBB/hari
Terapi cairan dalam pembedahan:
- Tidak selalu memerlukan trandusi. Untuk perdarahan dibawah 20% dari
volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus
dengan komposisi elektrolitnya sama dengan elektrolit serum seperti RL
atau ringer asetat
- Untuk bayi dan anak dengan perdarahan diatas 10% baru dilakukan
transfusi
- Perkiraan volume darah:
o Bayi dan anak : 80 mL/kgBB
o Dewasa pria: 75 mL/kgBB
o Dewasa wanita: 65 mL/kgBB
- Jumlah darah yang ditransfusikan tergantung jumlah hematokrit
praoperatif dan perkiraan volume darah. Pasien dengan hematokrit
normal dilakukan tranfusi bila kehilangan >20% darah
Transfusi darah:
- Proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke resipinen
- Beberapa jenis transfusi darah dan penggunaannya dalam klinis:
o WB:
Indikasi:
Pengganti sel darah merah pada keadaan
perdarahan akut/massif yang disertai hypovolemia
Transfusi tukar
Pasien yang membutuhkan PRC, tetapi tidak
tersedia
Dosis:
Pada anak: tranfusi massif 15-20
mL/kgBB, tergantung keadaan umum
Darah harus ditransfusikan maksimal 30 menit
setelah dikeluarkan dari suhu optimal
Dewasa: 1 unit WB 9450 mL) akan meningkatkan
Hb sekitar 1 g/dL atau hematokrit 3-4%
Pada anak, WB 8 mL/kgBB akan meningkatkan Hb
sekitar 1 g/dL
o PRC:
Indikasi:
Transfusi sel darah merah yang selalui diindikasikan
pada kadar Hb <7 g/dL terutama pada anemia akut
Transfusi ditunda bila basien asimptomatik
Transfusi dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dL
dengan keadaan hipoksia atau hipoksemia yang
bermakna klinis
Transfusi pada penyakit yang membutuhkan
kapasitas transport oksigen lebih tinggi (spt PPOK)
walaupun Hb besar sama 10 g/dL
Pada neonates Hb kecil sama 11 g/dL dengan
gejala hipoksia, bila tidak ada gejala diturunkan
menjadi 7 g/dL atau pada bayi dengan kelainan
jantung paru dengan Hb dibawah atau sama
dengan 13 g/dL
Dosis:
Anak:
o Hb > 6 g/dL diberikan 15 mL/kgBB/hari
o Hb < 5 g/dL diberikan 5 mL/kgBB 1
jam pertama dan sisanya 3 jam
berikutnya
Neonates: 20 mL/kgBB dengan kantong pediatrik
50 mL
Info klinis:
Untuk memperlancar aliran darah diberikan
NaCl sebanyak 50-100 mL sebelum transfusi
hingga kantong darah tiba
Pada dewasa, 1 unit PRC akan meningkatkan HB
sekitar 1 g/dL atau hematokrit sekitar 3%
Pada anak, pemberian 8-10 mL/kgBB akan
meningkatkan kadar Hb 2 g/dL atau hematokrit 6%
o TC (trombosit konsentrat):
Indiaksi:
Mengatasi perdarahan pada pasien
trombositopenia dengan trombosit <50.000/uL,
terdapat perdarahan mikrovaskuler dengan
trombosit <100.000, atau berapapun jumlah
trombosit dengan perdarahan massif. Pada DHF
merujuk pada tatalaksana masing-masing
Profilaks jika trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasive,
atau sesudah transfusi massif
Pasien dengan kelainan trombosit yang mengalami
perdarahan
Pencegahan perdarahan akibat trombositopenia
Dosis:
1 kantong TC/10 kgBB, biasanya 5-7 kantong untuk
pasien dewasa
Anak dan neonates: 10-20 mL/kgBB/hari
Info klinis:
1 kantong pasien dengan berat badan 70 kg
akan meningkatkan jumlah trombosit 5.000/uL
Peningkatan trombosit akan lebih rendah dari yang
diperkirakan pada pasien dengan splenomegaly,
DIC, septikemia
1 kantong TC harus ditransfusikan dalam waktu
20 menit
o FFP:
Indikasi:
Mengganti defisiensi faktor IX dan faktor inhibitor
koagulasi
Netralisasi hemostasis setelah terapi heparin bila
terdapat perdarahan yang mengancam nyawa
Perdarahan dengan parameter koagulasi yang
abnormal setelah transfusi massif atau operasi
bypass jantung atau pasien dengan penyakit hati
Dosis:
Inisial 15 mL/kgBB (4-6 kantong untuk dewasa)
Anak dan neonates: 10-20 mL/kgBB/hari
Info klinis:
Meningkatkan faktor koagulasi sebesar 20%
o Cryoprecipitate
Indikasi:
Profilaks pada pasien defisiensi fibrinogen yang
akan menjalani prosedur invasive dan pasien yang
mengalami perdarahan
Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von
willebran yang mengalami perdarahan atau
tidak respon dengan desmopressin atau akan
menjalani operasi
Defisiensi faktor XIII
Info klinis:
Tidak boleh digunakan untuk mengobati
pasien dengan kekurangan faktor
pembekuan selain fibrinogen dan faktor XIII
Akan meningkatkan kadar fibrinogen 5-10
mg/dL tiap kantongnya.
SUMBER :
5. Ariwibowo, N.K. (2012). Hubungan Lama Tindakan Anestesi dengan Waktu Pulih
Sadar Pasien Pasca General Anestesi di IBS RSUD Muntilan Magelang. Skripsi DIV
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
6. Ahlers, S., Gulik, L., Veen, A., Dongen, H., Bruins, P., Belitser, S., et al. (2008).
Comparison of different pain scoring systems in critically ill patients in a general
ICU. Critical Care, 12, 1-8.
9. Adam. 2013. Resusitasi Jantung Paru. Himpunan Perawat Gawat Darurat dan
Bencana Indonesia
10. merican Heart Association (AHA, 2014). About Cardiac Arrest. Diakses 13 oktober
2021, dari https://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/
About- C ardiac- Arrest_UC M_307905_ Art ic le. jsp
11. Hartanto. W, 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit. Bagian Farmakologi Klinik FK
Universitas Pajajaran.
12. Anwari, I.M. 2007. Cairan Tubuh Elektrolit dan Mineral. http://www.pssplab.com.
Diakses September 2013