Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL MINGGU 1

KELOMPOK 21 D

“Visite Bersama Pak Anes”

Anggota :

Tiara Puspa Amelia 1810313015


Intan Ratu Anjani 1810312054
Dhitia Meimonita 1810313051
Anindia Salwa Salsabila 1810311019
Fauziah Hanum 1810312078
Yasmin Nasywa 1810312062
Mawaddatul Khairi 1810312095
Rizki Aprilia Biworno 1810312053

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
TERMINOLOGI
1. PRAANESTESI : Penetilian terhadap kondisi pasien yang dilakukan sebelum anestesi
dimana hasilnya akan menjadi dasar sebagai perencaan anastesi yang aman dan sesuai.
2. ANESTESI : suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
3. ASA DUA : American Society Of Anesthesiology klasifikasi staus fisik pasien yang
akan menjalani proses pembiusan dan pembedahan yang diusulkan dan digunakan
oleh ASA (duagangguan sistemik ringan tanpa batasan aktifitas fungsional)
4. EPIDURAL ANESTESI : anestesi di ruang epidural diantara ligamentum flavum dan
durameter.
5. LUMBOTOMI : insisi pada bagian posterior atau retroperitoneal dan secara anatomi
langsung menuju ginjal dan saluran kemih bagian atas.
6. PRE MEDIKASI : pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi tujuan untuk
mempelancar induksi anestesi
7. ETT : alat nafas berupa tabung yang dimasukkan melalui mulut dengan
prosedur intubasi
8. PIONEFROSIS : akumulasi puss di pelvis ginjal yang disebabkan oleh pielonefritis
9. LAPARATOMI EKSPLORASI CITO : tindakan bedah terbuka yang bertujuan untuk
mengetahui sumber penyakit.
10. SEDASI ORAL : tindakan pemberian obat melalui mulut yang dapat menghilangkan
kecemasan pasien sehingga membuat tindakan operasi menjadi lemih aman.
11. KETAMIN : obat anestesi umum dengan pemberian IM / IV
12. ANASTESI UMUM : prosedur pembiusan untuk pasien tidak sadar selama operasi
berlangsung.
13. PEMERIKSAAN FAST : Focus Assessment Sonography For Trauma merupakan suatu
pemeriksaan yang mendeteksi ada tidaknya cairan di intraperitoneal.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana persiapan pra anestesi yang dilakukan oleh dr spesialis anestesi?

Ada 3 tahap :
 Praanestesi
- Evaluasi Praanestesi
- Inform Consent
- Sign In
 Anestesia
- Induksi
- Pemeliharaan
- Pemulihan
- Time out sign out
 Pasca Anestesia
- Pemantauan diruang pemulihan
- Kriteria pemindahan

2. Apa tujuan dilakukan preanestesi?

Kunjungan preoperatif bertujuan untuk:

1. Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan:

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan


tambahan lainnya.

2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat – obat anestesi, premedikasi, obat atau alat
resusitasi yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien, sehingga kompliksi yang
mungkin terjadi dapat di tekan seminimal mungkin.

3. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini dipakai
klasifikasi ASA (Amerika Society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien
secara umum.

4. Memberikan anestesi yang aman dan efektif.

5. Menjelaskan resiko anestesi pembedahan.

6. Mengurangi costs atau biaya.

3. Bagaimana hub pasien hipertensi dengan tindakan yang akan dilakukan pada pasien?
Termasuk ASA dua
Terkontrol : dikategorikan Aman
Ada komplikasi : moderate

Penilaian preoperatif penderita-penderita hipertensi esensial yang akan menjalani


prosedur pembedahan, harus mencakup 4 hal dasar yang harus dicari, yaitu

 Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya.


 Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah
terjadi.

 Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita.

 Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi,


untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.

4. Mengapa pasien termasuk katagori ASA 2 dan bagaimana penentuan klasisfikasi ASA
pada pasien?

1 : pasien sehat normal


2 : penyakit sistemik ringan tanpa keterbatasan fungsional
3 : penyakit sistemik berat dengan keterbatasan fungsional contoh : DM
4 : penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa contoh : iskemik jantung
5 : pasien sekarat tidak dapat bertahan hidup tanpa operasi
6 : Pasien mati batang otak

5. Mengapa perlu diberikan terapi sedasi oral pada pre medikasi pasien?
Pemerian obat sebelum anestesi untuk mempelancar induksi
Tujuan :
-menenangkan pasien
-merekasasi otot
-memberikan efek analgetik
-mengurangi jumlah obat
Obat: barbiturate (efek sedasi), benzodiazepim, morfin (sebabkan vasodilatasi ), dll

6. Apa saja indikasi penyakit untuk dilakukannya operasi?

Tidakan pembedahan/operasi dilakukan dengan berbagai indikasi diantaranya adalah :

1. Diagnostik : biopsi atau laparotomy eksploitasi


2. Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : memperbaiki luka multipel
4. Rekontruksif/kosmetik : mammaoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap
ketidakmampuan menelan makanan

7. Mengapa dilakukan epidural anestesi pada pasien tersebut?


-Indikasi nefrektomi
-indikasi gangguan pernafasan

Analgesia epidural adalah pemberian obat analgesia ke dalam ruang epidural. Teknik
ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penggunaan opioid sistemik karena
dapat mengurangi mortalitas, menurunkan insiden komplikasi dan infeksi pulmonal,
menurunkan komplikasi intestinal, dan menurunkan komplikasi kardiak pascaoperasi.

8. Apa saja langkah-langkah anestesi?


4 stadium :
-induksi : agen anestesi sampai hilangnya kesadaran.
-eksitasi involunter : hilangnya kesadaran(peningkatan tonus gaba) sampai awal
pembedahan
-pembedahan/ operasi (3)
-paralisis medulla oblongata

9. Bagaimana penentuan pemberian volume obat saat pemberian anastesi lokal?


Spinal

10. Mengapa pasien diberikan anstesi umum setelah diberikan anestesi epidural?

Memerlukan waktu yang lebih lama anastesi umum


Pembedahan lama hemodinamik tidak stabil  kontraindikasi spinal
Anastesi kombinasi : indikasi nefroktomi
Kelebihan: pemulihan pasca operasi bagus, mobilisasi awal

Level Prosedur Pembedahan

T4-5 (nipple) Abdomen bagian atas

Pembedahan intestinal (termasuk


T6-8 (xiphoid) apendektomi), Pelvis-ginekologik, ureter,
dan pembedahan pelvis renalis

T10 TUR, obstetrik-vaginal, operasi panggul

TUR (jika tidak ada distensi buli-buli),


L1 pembedahan pada paha, amputasi kaki
bagian bawah dan lain sebagainya.

L2-3 Pembedahan pada kaki

Pembedahan perineal, hemoroidektomi


S2-5
dan dilatasi anal, dan lain sebagainya

11. Apa tujuan dilakukan premedikasi? Apa jenis premedakasi?


 Mengurangi kecemasan
 Mengurangi nyeri
 Mengurangi kebutuhan obat anestesia
 Mengurangi sekresi saluran napas
 Menyebabkan amnesia
 Mengurangi mual muntah
 Pengosongan lambung, Mengurangi produksi asam lambung

Jenis : benzodiazepine, Narkotika, antiemetik, Antikolinergik, Klonidin

12. Mengapa perlu dipasang ETT yang di anestesi umum?


Melindungi jalan nafas pasien , mempermudah ventilasi , pengamanan total pada jalan
nafas, mudah dalam penghisapan secret
 Face mask, LMA, ETT

13. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ketinggian blok anestesi?

Faktor yang mempengaruhi ketinggian anes:


Umur : makin tua makin ke chepallix
Tinggi badan : makin tinggi  dosis makin banyak
Berat badan : makin berat  CSS menurun
Jenis kelamin
Tekanan intraabdomen
Kecepatan penyuntikan
Dosis
Berat jenis
Manuver valsava

14. Bagaimana pemberian anestesi pada FKTP 1?


Menyiapkan pre operasi  anastesi local
Ventilasi masker, resusitasi cairan  4A
Resisutasi  3
Terapi oksigen  4a
Sistem hematologic  4a
Pungsi vena anak, tatalaksana syok  4a
Intubasi , infus anak3
Injeksi , pre operasi ,blok saraf local  4a

15. Mengapa dilakukan pemeriksaan FAST pada pasien tersebut?


Trauma tumpul bagian abdomen
16. Apa perbedaan cairan kristaloid dan koloid?
17. Apa saja indikasi anastesi umum?
-bayi dan anak (tidak mungkin regional)
-pasien dengan kelainan mental
-pembedahan lebih lama
-riwayat keracunan dengan anastesi lokal

KI : dekom iii-Iv , AV blok 2 total, dm tidak terkontrol, infeksi akut

18. Mengapa pada pasien dilakukan induksi dengan ketamin?

Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang selain bersifat analgesik kuat
juga mampu merangsang sistem kardiovaskuler sesuai dengan dosis pemberiannya.
Ketamin bekerja nyata untuk meningkatkan darah ke otak, konsumsi oksigen dan
tekanan intrakaranial. Ketamin menurunkan frekuensi pernafasan, tonus otot saluran
nafas akan terkontrol dengan baik dan reflek-reflek saluran nafas biasanya tidak
terganggu.

Pemberian secara intramuskular dapat bertahan lebih lama. Jika ketamin digunakan
sebagai anestesi tunggal, kadang-kadang menimbulkan mimpi buruk dan halusinasi.
Halusinasi dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum atau pada akhir
anestesi

19. Bagaimana interpretasi pasien dari ruang emergency?


Amanesis
Kecelakaan  trauma tumpul abdomen
Pemfis
TD 70/30 : hipotensi  oerdarahan massif
140x/menit  takikardi
Anemia  perdarahan massif
Hb : 5,7 anemia (<6 : transfuse)
Hemiperitoneium  trauma tumpul abdomen

20. Bagaimana teknik resusitasi cairan?


Terapi cairan merupakan kunci dari resusitasi. Pada pasien trauma umumnya terjadi
perubahan berupa berkurangnya aliran darah sirkulasi akibat perdarahan internal
maupun eksternal.

Dikenal duafase resusitasi: (1) resusitasi fase awal, saat perdarahan masih berlangsung;
(2) resusitasi fase akhir, saat perdarahan telah dikontrol. Pemberian cair- an intra vena
diperkirakan akan meningkat- kan curah jantung dan tekanan darah pada pasien
hipovolemik yang mengalami trau- ma.

21. Apa saja obat-obat anestesi?


1.Tiopental
Golongan barbiturat, bekerja sebagai modulator GABA di SSP. Awitan cepat dan
durasinya pendek.
2. Propofol
Bekerja dengan meningkatkan tonus GABA di SSP. Awitan sangat cepat dan
durasi sangat singkat.
3. Ketamin
Bekerja dengan menghambat reseptor NMDA, obat ini dikenal dengan istilah
anestetika disosiatif.
4. Etomidat
Bekerja pada GABA secara tidak langsung, tidak dianjurkan lebih dari dua kali
bolus pada seorang pasien dan tidak boleh diberikan secara infusi kontinyu. Efek
samping dari obat ini adalah mendepresi korteks adrenal.
5. Midazolam
Golongan benzodiazepin, mempunyai awitan cepat dan memiliki efek amnesia
anterograd.
6. Opioid
Opioid menghambat pelepasan GABA juga antagonis reseptor NMDA. Di
Indonesia opioid yang sering digunakan adalah fentanyl dan sufentanil.
7. Anestetika Inhalasi (volatil)
Meliputi halotan, enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran.
8. Pelumpuh Otot
Bekerja pada muscle-end-plate, menghalangi kontraksi otot skeleta. Sangat
berguna untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi serta memungkinkan
pengambilalihan pernafasan pasien secara total.

SKEMA
Premedikasi

Preanestesi ASA

Emergency
anestesi

Trauma
FAST
Abdomen
Teknik Anestesi

Laparatomi Syok hemoragic Transfusi


ETT
Umum Regional Kombinasi
LMA
Resusitasi Cairan

Blok Sentral Blok Perifer

Kristaloid Koloid

Spinal epidural

LEARNING OBJECTIVE
1. Teknik anestesi (indikasi, keuntungan, dan kerugian)
2. Tujuan dan teknik pramedikasi
3. Obat-obatan anestesi dan premedikasi
4. Persiapan preanestesi, monitoring selama operasi, dan pasca operasi
5. Komplikasi tindakan anestesi
6. Konsep intensive care medicine
7. Prinsip terapi oksigen dan penggunaan ventilator
8. Prinsip dasar RJP
9. Prinsip dasar tetapi cairan

BELAJAR MANDIRI
1) TEKNIK ANESTESI
A. ANESTESIA UMUM  keadaan tidak sadar yang bersidat sementara yang diikuti
hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh karena pemberian obat anestesia.
Trias anestesi:
- Hipnotik  pasien hilang kesadaran
- Anestesia  pasien bebas nyeri
- relaksasi  pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
Teknik anestesia umum: anestesia umum intravena, anestesi umum inhalasi,
anestesi imbang (balanced)
1) Anestesi umum intravena
Anestesi umum yang dilakukan dengan menyuntikkan obat anestesi parenteral
langsung kedalam oembuluh darah vena. Terdiri dari anestesi intravena klasik,
anestesi intravena total, anestesi-analegsia neurolept
o Anestesi intravena klasik:
 Pemakaian kombinasi obat ketamin dengan sedative (mis:
diazepam, midazolam)
 Komponen trias anestesi yang dipenuhi: hipnotik dan
anestesia
 Indikasi: operasi kecil dan sedang yang tidak memerlukan
relaksasi lapangan operasi yang optimal dan berlangsung
singkat
 Kontraindikasi:
 Pasien yang rentan obat-obat simpatomimetik,
seperti penderita DM, hipertensi, tirotoksikosis
 Pasien dengan hipertensi intracranial
 Pasien glaucoma
 Operasi didaerah jalan napas dan intraokuler
o Anestesi intreavena total:
 Pemakaian kombinasi obat anestesia yang berkhasiat
hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang
Semua komponen trias anestesi terpenuhi
 Indikasi: operasi yang memerlukan relaksasi lapangan
operasi yang optimal
 Kontraindikasi: tidak ada yang absolut, pilihan obat
disesuaikan dengan penyakit pasien
o Anestesi-analgesia neurolept:
 Kombinasi obat neuroleptic dengan analgetik opiate secara
intravena
 Komponen trias anestesi yang terpenuhi: sedasi atau
hipnotik ringan dan analgesia ringan
 Indikasi:
 Tindakan diagnostic endoskopi (laringoskopi,
bronkoskopi, essofagoskopi, dll)
 Suplemen tindakan anestesi lokal
 Kontraindikasi: Parkinson, PPOK, bayi dan anak
(kontraindikasi relative)
2) Anestesi umum inhalasi
Teknik anestesi intravena umum dengan memberikan kombinasi obat anestesia
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat/media
anestesia langsung ke udara inspirasi
3) Anestesi imbang (balanced anestesia)
Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi
intravena meupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesia umum
dengan anestesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal
B. Anestesi lokal/analgesia lokal
Teknik anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal
pada daerah atau sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan
konduksi impuls aferen yangbersifat sementara. Jenis anestesi lokal
o Anestesi topical: obat anestetik dengan cara dioles, semprot, atau
tetes pada permukaan jaringan atau mukosa
o Anestesia infiltrasi lokal: infiltrasi/suntikan obat anestesi lokal
pada daerah yang dieksplorasi
o Blok lapangan: obat anestesi lokal disuntikkan mengelilingi area
yang akan dieksplorasi
C. Anestesi regional/analgesia regional
Tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetik
lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang
menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat sementara. Jenis
anestesi regional:
o Blok saraf
o Blok pleksus brachialis
o Blok spinal subarachnoid
o Blok spinal epidural
o Blok regional intravena
- Blok saraf:
 Tindakan analgesia regional dengan cara menyutikkan obat
anestetik lokal di daerah perjalanan saraf yang
mempersarafi daerah yang akan dieksplorasi. Obat
disuntikkan jauh dari daerah lapangan operasi
 Indikasi:
 Operasi lengan bawah dan tangan, blok
pada nervus radialis, medianus, dan ulnaris
 Operasi tungkai bawah, blok nervus ischiadicus
atau femoralis, untuk kaki dilakukan pada
nervus tibialis
- Blok pleksus brachialis
 Tindakan analgesia regional dengan menyuntikkan obat
anestetik lokal di daerah perjalanan pleksus brachialis yang
mempersarafi ekstremitas superior
 Terdiri atas 3:
 Blok pleksus brachialis: obat anestetik disuntikkan
pada celahantara otot scalenus anterior dan
medius ke arah posterior. Indikasinya yaitu operasi
daerah bahu atau operasi lengan atas
 Blok pleksus brachialis supraklavikula: obat
anestetik lokal disuntikkan pada 1 cm di titik 1/3
tulang klavikula, ke arah tulang iga pertama.
Indikasinya untuk operasi di daerah ekstremitas
atas, kecuali bahu
 Blok pleksus brachialis aksiler: obat anestetik lokal
disuntikkan pada aksila, ke arah puncak aksila.
Indikasinya untuk operasi daerah siku dari lengan
bawah
- Blok sub arachnoid
 Blok regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal ke dalam ruang sub arachnoid melalui
tindakan punksi lumbal
 Indikasinya:
 Operasi abdominal bawah dan inguinal
 Operasi pada daerah anorectal dan genitalia
eksterna
 Operasi pada ekstremitas inferior
- Blok epidural
 Blok regional dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Dapat dilakukan
dengan 3 pendekatan:
 Pendekatan torakal
 Pendekatan lumbal (disuntikkan melalui punksi
lumbal). Indikasinya: operasi oada abdominal
bawah dan inguinal, operasi anorectal dan genitalia
eksterna, operasi pada ekstremitas inferior
 Pendekatan kaudal (obat disuntikkan pada hiatus
sakralis). Indikasinya hanya untuk operasi pada
daerah anorectal dan genitalia eksterna
2) TUJUAN DAN TEKNIK PRAMEDIKASI
Pramedikasi  tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalam rangka
pelaksanan anestesi. Tujuan pramedikasi:
- Mengurangi kecemasan
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi kebutuhan obat-obat anestetik
- Mengurangi sekresi saluran pernapasan
- Menyebabkan amnesia
- Mengurangi kejadian mual muntah pasca operasi
- Membantu pengosongan lambung, mengurangi produksi asam lambung
- Mencegah refleeks yang tidak diinginkan
3) OBAT ANESTESI DAN PRAMEDIKASI
Obat-obat yang digunakan dalam anestesi didasarkan beberapa pertimbangan
seperti keadaan pasien (umur, jenis kelamin, status fisik), sifat anestetik umum, jenis
operasi, peralatan, serta obat yang tersedia.
Induksi anestesi  tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga dimungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Dapat dilakukan
dengan cara intravena, inhalasi, intramuscular, dan rektal.
Rumatan anestesia (maintenance)  dilakukan secara intravena atau inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalsi. Rumatan mengacu pada trias anestesia yaitu
tidur ringan sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan tidak mengalami nyeri
dan relaksasi otot.
Obat yang digunakan dalam anestesi umum:
- Obat anestesi intravena  anestesi intravena ideal adalah cepat
menimbulkan efek hypnosis; menimbulkan efek analgesia; menimbulkan
amnesia pasca anestesia; dampak buruknya mudah dihilangkan; cepat
dieliminasi oleh tubuh; tidak mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular;
pengaruh farmakokinetiknya tidak tergantung pada disfungsi organ. Kriteria
yang ideal sulit dicapai oleh satu macam obat, maka digunakan kombinasi
beberapa obat anestesi. Beberapa jenis obat anestesi intravena yang sering
digunakan:
a. Thiopental  golongan barbiturate
i. Sifat anestesi:
1. Hipnotik yang sangat kuat
2. Induksi cepat, lancer, dan tidak diikuti oleh eksitasi
3. Pola respirasi tenang dan bisa hipoventilasi
4. Tidak punya efek analgetik
5. Pemulihan cepat, dan masih ada rasa kantuk
6. Jarang efek samping mual muntah
ii. Dosis induksi 3-6 mg/kgBB secara IV dengan perlahan habis dalam
30- 60 detik
iii. Penyuntikan thiopental harus hati-hati, apabila terjadi ekstravasasi
akan menyebabkan nekrosis jaringan sekitar, dan apabila masuk ke
arteri dapat menyebabkan vasokontriksi
iv. Kontraindikasi: pada pasien PPOK, dekompensasi kordis, syok berat,
insufisiensi adrenokortikal, status asmatikus, porfiria
v. Efek samping: hipoventilasi sampai henti napas, menimbulkan risiko
spasme laring dan bronkus, depresi kardiovaskular, nekrosis sentral
hati
b. Propofol  dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
i. Sebagai induksi, onset kerja cepat
ii. Efek hipnotik, tidak ada efek analgetik dan relaksasi otot
iii. Suntikan IV dapat menyebabkan nyeri sehingga dapat diberika
lidokain 1 mg/kgBB sebelumnya melalui intravena
iv. Bekerja lebih cepat daripada thiopental, konfusi pasca bedah minimal,
mual-muntah pasca bedah minimal
v. Dosis: induksi (IV 2-2,5 mg/kgBB); pemeliharaan total untuk anestesi
IV total (infus IV 4-12 mg/kgBB/jam)
vi. Efek samping: hipotensi, apnea sementara selama induksi
c. Ketamin
i. Analgesic, anestetik, dan kataleptik dengan kerja singkat
ii. Sifat simpatomimetik sehingga dapat meningkatkan tekanan
darah dan denyut jantung
iii. Menimbulkan dilatasi bronkus (cocok untuk asma)
iv. Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, mual muntah pasca anestesia, pandangan kabur, dan mimpi
buruk
v. Jika diberikan ketamin, sebaiknya diberikan sedasi midazolam atau
diazepam dengan dosis 0,1 mg/kgBB IV san atropine sulfat 0,01
mg/kgBB untuk mengurangi salivasi
vi. Dosis: bolus intravena untuk induksi 1-2 mg/kgBB
vii. Kontraindikasi: hipersensitivitas, hipertensi
d. Opioid  morphine, pethidine, fentanyl, sufentanil
i. Fentanyl: opioid yang lebih banyak digunakan dibanding morfin,
menimbulkan efek analgesia anestesia yang lebih kuat dengan efek
depresi napas yang ringan
ii. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung
iii. Sediaan: cairan injeksi 0,05 mg/mL  fentanyl
iv. Dosis: morphine (0,05-0,2 mg/kgBB IM atau 0,03-0,15 mg/kgBB IV)
analgesia postoperatif; fentanyl (2-50 mcg/kgBB IV anestesia
intraoperative atau 0,5-1,5 mcg/kgBB IV analgesia postoperative)
- Obat anestesi inhalasi  obat anestesi berupa gas atau cairan yang mudah
menguap, diberikan melalui pernapasan pasien. Gas atau uap obat enstesi dan
oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
mengalami difusi melalui alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-
masing gas. Konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anestesi didalam
alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia memakai satuan MAC (minimal
alveolar concentration).
Anestesi yang paling umum digunakan untuk praktek klinik adalah N2O, halotan,
enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane. Induksi inhalasi hanya
dikerjakan dengan halotan dan sevovfluran, induksi ini dikerjakan pada bayi atau
anak yang belum terpasang jalur vena atau pada orang dewasa yang takut
disuntik. Induksi dengan enflurane, desflurane, atau isoflurane sering membuat
pasien batuk.
a. N2O (nitrous oxide)
i. gas tidak berwarna, tidak mudah terbakar namun dapat membantu
proses kebakaran
ii. N2O sering digunakan sebagai obat anestesi inhalasi dasar dan selalku
dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan 70:30 untuk
pasien normal, 60:40 untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen
lebih banyak, dan 50:50 untuk pasien beresiko tinggi.
iii. N2O analgesia lemah, maka selalu dikombinasikan dengan obat lain
yang berkhasiat sesuai dengan trias anestesi
b. Halotan
i. Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Diberikan
dengan alat penguap (vaporizer) khusus halotan
ii. Penggunaan: digunakan sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesi umum. Halotan juga mempunyai efek analgesic
dan relaksasi otot ringan
iii. Pada bayi dan anak yang tidak kooperatif, digunakan untuk induksi
bersamaan dengan N2O secara inhalasi
iv. Kontraindikasi: pasien dengan gangguan fungsi hati karena dapat
menyebabkan penurunan aliran darah hepatic dan dapat menyebabkan
hepatitis post halotan; operasi kraniotom, karena menyebabkan aliran
darah otak meningkat dan tekanan intracranial meningkat
v. Keuntungan: induksi cepat dan lancer; tidak iritatif terhadap jalan
napas; tidak menimbulkan mual muntah
vi. Kelemahan: mudah overdosis (batas keamanan sempit); efek analgesia
dan relaksasi otot lemah, sehingga harus dikombinasikan dengan obat
lain, menimbulkan hipotensi dan hepatotoksik
4) PERSIAPAN PRA ANESTESI, MONITORING SELAMA OPERASI, DAN PASCA OPERASI
Tujuan evaluasi pra anestesi:
- Mengetahui status fisik pasien praoperatif
- Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
- Memilih jenis/teknik anestesi yang sesuai
- Memprediksi kemungkinan penyulit yang dapat terjadi selama bedah
atau pasca bedah
- Mempersiapkan obat untuk menanggulangi penyulit yang diprediksi
a. Anamnesis
i. Identitas pasien
ii. Anamnesis khusus  yang berkaitan dengan penyakit bedah
iii. Anamenesis umum  riwayat penyakit sistemik, riwayat
penggunaan obat-obatan, riwayat operasi, kebiasaan buruk
(merokok, alkoholik), riwayat alergi terhadap obat-obatan. Hal
tersebut untuk menilai apakah ada hal yang bisa mempengaruhi
anestesi atau dipengaruhi anestesi
b. Pemeriksaan Fisik
i. Status kesadaran, tanda vital, status gizi
ii. Keadaan psikis  gelisah, takut, kesakitan
iii. Pemeriksaan keadaan gigi, gigi palsu, tindakan buka mulut, dan
penilaian lidah  untuk menilai apakah ada yang menyulitkan
saat dilakukan laringoskopi intubasi
iv. Pemeriksaa fisik umum sistematik head to toe
c. Pemeriksaan Lab, radiologi, dll
i. Pemeriksaan rutin  darah, urin
ii. Pemeriksaan khusus  laboratorium lengkap (fungsi hati, fungsi
ginjal, AGD, elektrolit, hematologic, faal hemostasis), radiologi (foto
thoraks, sesuai indikasi), EKG, spirometry
d. Konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital
i. Apabila ditemui gangguan fungsi organ yang dapat memperberat
atau mengganggu kelancaran anestesi dan pembedahan, maka harus
dikonsultasikan ke dokter ahli terkait
ii. Koreksi gangguan fungsi sistem organ prabedah:
o Pada kasus elektif  dilakukan oleh staf medis fungsional yang
menangani pasien. Apabila dianggap perlu, rencana operasi
dapat ditunda sambil menunggu perbaikan fungsi organ
o Pada kasus darurat  koreksi dilakukan bersama di
ruang resusitasi IGD atau di kamar operasi
e. Menentukan prognosis pasien perioperative  status fisik pasien menurut
ASA

Apabila tindakan pembedahan dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E


dibelakang angka.
Pemantauan anestesi intraoperative:
- Standar I: tenaga anestesi harus berada di dalam kamar bedah selama
pemberian anestesia/analgesia
- Standar II: selama pemberian anestesia/analgesia, jalan napas,
oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi pasien harus dievaluasi secara teratur
dan sering bahkan pada kasus tertentu secara kontinu
a) Pemantauan jalan napas:
i. Bertujuan untuk mempertahankan keutuhan jalan napas, dengan teknik
sungkup maupun intubasi trake dipantau secara ketat dan kontinu
ii. Pada napas spontan, dilakukan pemantauan melalui gejala/tanda: terdengar
suara napas patologis, gerakan kantong reservoir terhenti atau menurun,
tampak gerakan dada paradoksal.
iii. Pada napas kendali: tekanan inflasi terasa berat, tekanan positif inspirasi
meningkat, dll
b) Oksigerenasi:
i. Untuk memastikan kadar zat asam didalam udara/gas inspirasi dan didalam
darah. Hal ini terutama dilakukan pada anestesia umum inhalasai. Dengan
cara:
a. Memeriksa kadar O2 inspirasi, dengan pulse oxymeter
b. Oksigenasi darah
c) Ventilasi:
- Untuk memantau keadekuatan ventilasi
- Dilakukan dengan cara:
o Diagnosis fisik: mengawasi gerak naik turun dada, kembang
kempis kantong reservoir, atau auskultasi suara napas
o Memantau end tidal CO2 terutama pada operasi lama
o Jika ventilasi dengan alat bantu mekanik  sistem alarm
apabila nilai ambang terlampaui
d) Sirkulasi:
- Bertujuan untuk memastikan fungsi sirkulasi adekuat
- Dilakukan dengan cara:
o Menghitung denyut nadi
o Mengukur tekanan darah secara non invasive
o Menukur tekanan darah dengan cara invasive, EKG dan oksimetri
denyut
o Menilai produksi urin
o Mengukur tekanan vena sentral dengan kanulasi vena sentral
e) Suhu tubuh:
- Untuk mempertahankan suhu tubuh
Pasca operatif:
Recovery room  ruangan khusus pasca anestesia/bedah yang berada di kompleks
kamar operasi yang dilengkapi tempat tidur khusus, alat pantau, obat/alat resusitasi,
tenaga terampil di bidang resusitasi dan gawat darurat serta disupervisi oleh dokter
spesialis anestesi dan spesialis bedah
Tujuan:
- Memantau dan mengobati secara cepat dan tepat masalah sirkulasi dan
respirasi
- Mempertahankan kestabilan respirasi sistem respirasi dan sirkulasi
- Memantau perdarahan luka operasi
- Mengatasi/mengobati masalah nyeri pasca bedah
Hal yang dipantau di RR:
- Kesadaran
- Respirasi
- Sirkulasi
- Fungsi ginjal dan saluran kencing
- Fungsi saluran cerna
- Aktivitas motoric
- Suhu tubuh
- Masalah nyeri
- Posisi pasien
5. KOMPLIKASI TINDAKAN ANESTESI
Komplikasi anestesi umum:
- kebingungan sementara atau kehilangan ingatan, pusing, retensi urin,
mual, muntah, menggigil, dan sakit tenggorokan.
- Pasien yang lebih tua dan lebih sakit yang menjalani prosedur yang lama
berisiko tinggi mengalami komplikasi serius termasuk kebingungan yang
terus-menerus, kehilangan memori, serangan jantung, pneumonia,
tromboemboli, dan kecelakaan serebrovaskular.
- Kematian akibat anestesi umum jarang terjadi dan diperkirakan sekitar
satu dari 150.000.
Komplikasi tindakan anestesi spinal:
- Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid
500ml sebelum tindakan.
- Bradikardia dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi
akibat blok sampai T2
- Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
- Trauma pembuluh saraf dan trauma saraf
- Mual-muntah
- Gangguan pendengaran
- Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
- Nyeri tempat suntikan
- Nyeri punggung
- Nyeri kepala karena kebocoran likuor
- Retensio urine
- Meningitis
Komplikasi obat anestesi lokal
- Komplikasi lokal:
o Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan
gangrene
o Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan
asepsis dan antisepsis.
o Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan
vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan
arteri buntu.
- Komplikasi sistemik:
o Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan
kardiovaskuler.
o Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah
berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan
batang otak berupa depresi.
o Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan
darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik
jantung.
6. KONSEP INTENSIVE CARE MEDICINE
ICU (intensive care unit) adalah suatu bagian dari rumah sakit dengan staf khusus
dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera, atau penyulit yang
mengancam nyawa dengan prognosis dubia. Kriteria masuk ICU:
a. Prioritas 1  pasien sakit kritis, tidak stabil, yang memerlukan
terapi intensi, dengan dukungan ventilasi dan alat bantu organ, infus
obat- obatan vasoaktif kontinu, obat anti aritmia kontinu, dll.
b. Prioritas 2  pasien yang memerlukan pemantauan canggih di
ICU, sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera.
c. Prioritas 3  pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya.
Seperti pasien dengan keganasan metastatic, disertai penyulit
Kriteria keluar ICU:
- pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh
kepala ICU dan tim yang merawat pasien
- beberapa kriteria keluar ICU:
o jika tidak dibutuhkan lagi terapi intensif
o terapi intensif gagal
o kemungkinan untuk pulih sangat kecil/keuntungan terapi intensif
sangat sedikit
7. PRINSIP TERAPI OKSIGEN DAN VENTILATOR
Upaya pengobatan dengan menggunakan oksigen untuk mencegah atau
memperbaiki hipoksia jaringan, dengan cara meningkatkan masukan oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan.
Indikasi klinis:
- Gagal napas: akibat sumbatan jalan napas, depresi pusat napas, penyakit
saraf otot, trauma thorax, penyakit pada paru, seperti ARDS
- Kegagalan transportasi O2: akibat syok (kardiogenik, hipovolemik, dan
septic), infark miokard, anemia, atau keracunan CO
- Kegagalan ekstraksi O2 oleh jaringan karena keracunan sianida
- Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap O2, seperti padaluka bakar,
multiple trauma, infeksi berat, penyakit keganasan, kejang demam, dll
- Pasca anestesia terutama anestesia umum dengan gas inhalasi N20
Tujuan terapi O2:
- Mengoreksi hipoksemia
- Mencegah hipoksemia
- Mengobati keracunan CO
- Mempercepat proses eliminasi obat anestesia inhalasi pasca anestesia
Persiapan alat untuk terapi O2:
- Sumber O2 atau sumber oksigen sentral, siap pakai
- Humidifier
- Pengukur aliran O2 (flowmeter)
- Alat pemberi oksigen tergantung metode yang dipakai
Alat-alat terapi O2:
1. Nasal kanul:
a. Sebagai terapi oksigen rendah-aliran rendah
b. Kecepatan aliran oksigen 1-5 L/menit. Pemberian aliran yang lebih
dari 5 L/menit tidak akan memberikan fraksi O2 yang tinggi, malah
akan menyebabkan iritasi dan kekeringan pada mukosa nasal
c. Keuntungan: nyaman dan aliran O2 terus menerus meskipun pasien
sedang makan maupun berbicara
2. Simple mask:
a. Sistem oksigen sedang, aliran tinggi
b. Mempunyai lubang tempat pipa saluran masuk O2 di dasarnya
dan lubang-lubang kecil di sekeliling sungkup muka
c. Oksigen dapat dialirkan dengan kecepatan 6-10 L/menit dengan fraksi
O2 yang dicapai sekitar 35-60%
d. Kecepatan aluran O2 yang kurang dari 6 L/menit akan terjadi
penumpukan CO2 akibat dead space mekanik
3. on-rebreathing Mask:
a. Sungkup muka sederhana yang dilengkapi kantong reservoir oksigen
pada dasar sungkup muka dan satu katup satu arah yang terletak pada
lubang disamping sungkup dan satu lagi katup satu arah yang terletak
di antara kantong reservoir dan sungkup
b. Saat inspirasi, katup yang terletak di bagian samping sungkup muka
akan menutup sehingga seluruh gas inspirasi berasal dari kantog
reservoir sedangkan katip yang berada di antara kantong reservoir
dan sungkup menutup sehingga gas ekspirasi tidak bisa masuk ke
kantong reservoir dan keluar melalui lubang lubang kecil disamping
sungkup.
Aliran O2 akan terus menerus mengisi kantong reservoir
c. Kecepatan aliran O2 9-15 L/menit dan dapat memberikan konsentrasi
O2 sebesar 90-100%. Kantong reservoir dijaga agar selalu mengembang
mengempis dan tidak kolaps
4. Rebreathing mask:
a. Sungkup muka sederhana yang dilengkapi dengan kantong reservoir
O2 pada dasar sungkup muka. O2 mengalir ke kantong reservoir terus
menerus.
b. Saat ekspirasi 1/3 awal gas ekspirasi masuk ke kantong reservoir
bercampur dengan oksigen yang ada. Saat inspirasi, pasien menghisap
kembali 1/3 gas ekspirasinya
5. Sungkup muka venturi
a. Terdiri atas sungkup muka dan mixing jet. Dengan alat ini, fraksi O2
yang diberikan dapat dikendalikan. Oksigen diberikan dapat diatur
berkisar 24%, 28%, 35%, dan 40% dengan kecepatan aliran 4-8 L dan
45- 50% dengan kecepatan 10-12 L/menit
b. Berguna pada pasien dengan penyakit PPOK yang sudah diketahui dosis
fraksi O2. Alat ini termasuk sistem oksigen terkendali-aliran tinggi
Tanda dan gejala hipoksia:
- Pasien gelisah
- Pucat pasi
- Distress pernapasan:
o Pernapasan cepat dan dangkal
o Pernapasan tidak teratur
- Denyut nadi kecil, cepat
- Irama denyut jantung sering tidak teratur
- Tekanan darah meningkat
- Keringat dingin
8. PRINSIP RJP
Survey BHD primer  awal rangkaian sistematis pertolongan yang dilakukan bagi
penderita yang mengalami keadaan henti jantung mendadak, baik yang disaksikan
atau pun yang tidak disaksikan.
- Menilai respon penderita:
o Dilakukan seteah penolong yakin bahw dirinya sudah aman utuk
melakukan pertolongan. Dilakukan dengan menepuk-nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Jika tidak merespon, lakukan aktivasi sistem layanan gawat
darurat
o Pemeriksaan napas dan nadi secara simultan tidak kurangdari 5
detik dan tidak lebih dari 10 detik
- Melakukan kompresi dada:
o Pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah dinding sternum
o Penekanan akan menciptakan aliran darah yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal serta
penekanan langsung pada dinding jantung
o Hal yang perlu diperhatikan:
 Dibaringkan di tempat yang datar dan keras
 Lokasi kompresi dada: setengah bagian bawah tulang
sternum. Letakkan tumit di salah satu tangan di titik
kompresi tersebut. Tangan satunya ditumpangkan di atas
tangan yang melakukan kompresi
 Posisi lengan lurus dengan siku terkunci, sehinga bahu ada
diatas sternum pasien. Untuk mendapatkan posisi ini,
biasanya lutut dekat dengan tubuh pasien
 Kompresi dengan kedalaman 5-6 cm dan frekuensinya
100- 120 kali/menit dan dipastikan recoil dada sempurna
 Minimalkan interupsi pada kompresi

- Membuka jalan napas


o Triple manuver:
 Angkat kepala (head tilt) – angkat dagu (chin lift) jiika
pasien diketahui tidak mengalami trauma servikal
 Menarik rahang tanpa melakukan ekstensi kepala (jaw
thrust)
- Pemberian napas bantuan:
o Dilakukan setelah jalan napas aman
o Bertujuan utuk mempertahankan oksigenasi yanga adekuat
dengan tujuan sekunder membuang CO2
o Hal yang diperhatikan:
 Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik
 Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding
dada
 Diberikan 2x napas bantuan setelah 30x kompresi
 Pada kondisi terdapat 2 orang penolong atau lebih, dan
telah berhasil memasukkan alat untuk mempertahankan
jalan napas (pipa endotrakeal), maka napas bantuan
diberikan setiap 6 detik , sehingga menghasilkan
pernapasan dengan frekuensi 10x/menit
o Beberapa metode pernapasan bantuan:
 Pernapasan buatan mulut ke mulut
 Pernapasan buatan mulut ke hidung
 Pernapasan buatan mulut ke sungkup
 Pernapasan dengan kantung napas buatan
- Defibrilisasi:
o Memegang pernana penting untuk keberhasilan pertolongan
penderita henti jantung mendadak berdasarkan alasan:
 Irama dasar jantung yang paling sering didapati pada kasus
henti jantung mendadak yang disaksikan di luar rumah
sakit adalah fibrilasi ventrikel
 Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah defibrilasi
 Kemungkinan keberhasilan tindakan berkurang seiring
bertambahnya waktu
 Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol
seiring dengan berjalannya waktu
o Pelaksanaan defibrilasi bisa menggunakan defibrillator manual
atau AED. Penderita dewasa yang mengalami VF atau VT tanpa
nadi diberikan energi kejutan 360 J pada defibrillator monofasik
atau 200 J pada defibrillator monofasik.
o Pada anak: kejut listrik 2-4 J/kg dapat diulang dengan dosis 4-
10 J/kg dan tidak melebihi energi untuk penderita dewasa

9. PRINSIP TERAPI CAIRAN


Prinsip:
- Volume cairan tubuh harus dijaga agar relative konstan dan komposisi
elektrolit didalamnya tetap stabil. Bila terdapat abnormalitas pada cairan
tubuh dan elektrolit akan menimbulkan gangguan klinis
- Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat didalam darah,
jaringan, dan sel tubuh. Molekul-molekul tersebut, baik yang positif
maupun negative menghantarkan arus listrik dan membantu menjaga pH
serta keseimbangan asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi
pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui osmosis dan berperan
dalam fungsi neuromuscular, endokrin, dan sistem ekskresi
- Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan
dikeluarkan dalam jumlah relative sama. Ketika terjadi gangguan
homeostasis sehingga masuk keluarnya tidak seimbang, maka perlu
diberikan terapi untuk mengembalikan keseimbangan
Tujuan terapi cairan:
a. Mengganti cairan yang hilang
b. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung
c. Mencukupi kebutuhan per hari
d. Mengatasi syok
e. Mengoreksi dehidrasi
f. Mengatasi kelainan akibat terapi lain
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian
dasar:
- Resusitasi cairan: ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansi cepat dari cairan
intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan
- Terapi rumatan: memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh
Terapi cairan  resusitasi (kristaloid atau koloid) dan rumatan (elektrolit atau
nutrisi)
Jenis cairan dan indikasinya:
- Cairan pemeliharaan: mengganti kehilangan cairan tubuh lewat urin,
feses, keringat, dan pernapasan
- Cairan pengganti: mengganti kehilangan air tubuh yang disebebkan oleh
sekuestrasi atau proses patologi yang lain, seperti fistula, efusi pleura,
asites, drainase lambung, dehidrasi, dan perdarahan akibat
pembedahan atau trauma
- Cairan untuk tujuan khusus: untuk koreksi terhadap gangguan elektrolit,
keseimbangan asam basa dll. Jenis cairannya adalah natrium
bikarbonat, kalsium glukonas, dll
- Cairan nutrisi: digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidak
mau makan, tidak boleh makan, dan tidak bisa makan peroral

Cairan kristaloid:
- Cairan untuk resusitasi awal pada pasien syok hemoragik dan syok septic
seperti luk bakar, pasien trauma kepala untuk menjaga perfusi otak, dan
pasien plasmapheresis dan reseksi hepar
- Yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer laktat
- Kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstrasel, kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruangan intertitial, sehingga dipilih untuk
resusitasi deficit cairan interstitial
- Penggunaan cairan normal saline dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan
RL
berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolic karena produksi
bikarbonat akibat metabolic laktat.
- Dekstrose 5% digunakan jika pasien memiliki gula darah rendah atau
kadar natrium yang tinggi, penggunaan untuk resusitasi dihindarkan
untuk mencegah komplikasi hiperosmolalitas hiperglikemik, diuresis
osmotic, dan asidosis serebral
Cairan koloid:
- Cairan pengganti plasma atau plasma expander
- Mempunyai berar molekul yang tinggi dengan aktivitas osmotic sehingga
lebih lama bertahan di intravaskuler
- Mengembalikan volume plasma lebih efektif dan efisien dibanding
kristaloid karena koloid mengekspansikan volume vaskuler lebih sedikit
- Koloid mengandung partikel onkotik dan menghasilkan tekanan onkotik,
maka akan menetap di ruangan intravaskuler jika diberikan intravena
- Jenis-jenis koloid:
o Albumin, larutan koloid murni berasal dari manusia. Dengan
waktu paruh 16 jam, sekitar 90% tetap bertahan didalam
intravaskuler 2 jam setelah pemberian
o Dextran, terdiri dari dekstran 70 dan 40 dicampur dengan NaCl.
Dekstrose, atau RL. Dekstran 70 digunakan untuk syok
hipovolemik dan profilak tromboembolisme dengan waktu
paruh 6 jam. Penggunaan dibatasi sampai 1 liter karena risiko
perdarahan abnormal. Dekstran 40 tidak dapat digunakan dalam
syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal akut.
o Gelatin, untuk penggantian volume primer pada hypovolemia,
stabilisasi sirkulasi perioperatif. Kontraindikasi gelatin adalah
infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif
dan syok normovolemik. Sering menimbulkan reaksi alergi.
o HES, hidroxylethyl starch. Terapi dan profilaks hypovolemia dan
syok berkaitan dengan pembedahan, cedera, infeksi.
Kontraindikasi HES yaitu gagal jantung kongestif berat, gagal
ginjal, gangguan koagulasi berat.
Rumus penting dalam terapi cairan:
- Kebutuhan cairan dewasa (rumatan/maintenance)
o Air: 30-50 ml/kgBB/hari
o Kalium: 1-2 mEq/kgBB/hari
o Natrium: 2-3 mEq/kgBB/hari
- Kebutuhan untuk anak diatas 1 tahun
o Rumus holliday-segar
 BB sampai 10 kg: 100 ml/kgBB/hari
 BB 11-20 kg: 1000 mL + 50 mL untuk tiap kg diatas 10 kg
 BB > 20 kg: 1500 mL + 20 mL/kgBB/hari untuk tiap kg
diatas 20 kg
o Rumus 4-2-1
 4 mL/kgBB/hari untuk BB 10 kg pertama
 2 mL/kgBB/hari tambahkan untuk BB 10 lg kedua
 1 mL/kgBB/hari tambahkan untuk sisa berat badan
o Kebutuhan elektorlit bayi dan anak
 Kalium: 2,5 mEqq/kgBB/hari
 Natrium: 2-4 mEq/kgBB/hari
Terapi cairan dalam pembedahan:
- Tidak selalu memerlukan trandusi. Untuk perdarahan dibawah 20% dari
volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus
dengan komposisi elektrolitnya sama dengan elektrolit serum seperti RL
atau ringer asetat
- Untuk bayi dan anak dengan perdarahan diatas 10% baru dilakukan
transfusi
- Perkiraan volume darah:
o Bayi dan anak : 80 mL/kgBB
o Dewasa pria: 75 mL/kgBB
o Dewasa wanita: 65 mL/kgBB
- Jumlah darah yang ditransfusikan tergantung jumlah hematokrit
praoperatif dan perkiraan volume darah. Pasien dengan hematokrit
normal dilakukan tranfusi bila kehilangan >20% darah
Transfusi darah:
- Proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke resipinen
- Beberapa jenis transfusi darah dan penggunaannya dalam klinis:
o WB:
 Indikasi:
 Pengganti sel darah merah pada keadaan
perdarahan akut/massif yang disertai hypovolemia
 Transfusi tukar
 Pasien yang membutuhkan PRC, tetapi tidak
tersedia
 Dosis:
 Pada anak: tranfusi massif 15-20
mL/kgBB, tergantung keadaan umum
 Darah harus ditransfusikan maksimal 30 menit
setelah dikeluarkan dari suhu optimal
 Dewasa: 1 unit WB 9450 mL) akan meningkatkan
Hb sekitar 1 g/dL atau hematokrit 3-4%
 Pada anak, WB 8 mL/kgBB akan meningkatkan Hb
sekitar 1 g/dL
o PRC:
 Indikasi:
 Transfusi sel darah merah yang selalui diindikasikan
pada kadar Hb <7 g/dL terutama pada anemia akut
 Transfusi ditunda bila basien asimptomatik
 Transfusi dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dL
dengan keadaan hipoksia atau hipoksemia yang
bermakna klinis
 Transfusi pada penyakit yang membutuhkan
kapasitas transport oksigen lebih tinggi (spt PPOK)
walaupun Hb besar sama 10 g/dL
 Pada neonates Hb kecil sama 11 g/dL dengan
gejala hipoksia, bila tidak ada gejala diturunkan
menjadi 7 g/dL atau pada bayi dengan kelainan
jantung paru dengan Hb dibawah atau sama
dengan 13 g/dL
 Dosis:
 Anak:
o Hb > 6 g/dL diberikan 15 mL/kgBB/hari
o Hb < 5 g/dL diberikan 5 mL/kgBB 1
jam pertama dan sisanya 3 jam
berikutnya
 Neonates: 20 mL/kgBB dengan kantong pediatrik
50 mL
 Info klinis:
 Untuk memperlancar aliran darah diberikan
NaCl sebanyak 50-100 mL sebelum transfusi
hingga kantong darah tiba
 Pada dewasa, 1 unit PRC akan meningkatkan HB
sekitar 1 g/dL atau hematokrit sekitar 3%
 Pada anak, pemberian 8-10 mL/kgBB akan
meningkatkan kadar Hb 2 g/dL atau hematokrit 6%
o TC (trombosit konsentrat):
 Indiaksi:
 Mengatasi perdarahan pada pasien
trombositopenia dengan trombosit <50.000/uL,
terdapat perdarahan mikrovaskuler dengan
trombosit <100.000, atau berapapun jumlah
trombosit dengan perdarahan massif. Pada DHF
merujuk pada tatalaksana masing-masing
 Profilaks jika trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasive,
atau sesudah transfusi massif
 Pasien dengan kelainan trombosit yang mengalami
perdarahan
 Pencegahan perdarahan akibat trombositopenia
 Dosis:
 1 kantong TC/10 kgBB, biasanya 5-7 kantong untuk
pasien dewasa
 Anak dan neonates: 10-20 mL/kgBB/hari
 Info klinis:
 1 kantong pasien dengan berat badan 70 kg
akan meningkatkan jumlah trombosit 5.000/uL
 Peningkatan trombosit akan lebih rendah dari yang
diperkirakan pada pasien dengan splenomegaly,
DIC, septikemia
 1 kantong TC harus ditransfusikan dalam waktu
20 menit

o FFP:
 Indikasi:
 Mengganti defisiensi faktor IX dan faktor inhibitor
koagulasi
 Netralisasi hemostasis setelah terapi heparin bila
terdapat perdarahan yang mengancam nyawa
 Perdarahan dengan parameter koagulasi yang
abnormal setelah transfusi massif atau operasi
bypass jantung atau pasien dengan penyakit hati
 Dosis:
 Inisial 15 mL/kgBB (4-6 kantong untuk dewasa)
 Anak dan neonates: 10-20 mL/kgBB/hari
 Info klinis:
 Meningkatkan faktor koagulasi sebesar 20%
o Cryoprecipitate
 Indikasi:
 Profilaks pada pasien defisiensi fibrinogen yang
akan menjalani prosedur invasive dan pasien yang
mengalami perdarahan
 Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von
willebran yang mengalami perdarahan atau
tidak respon dengan desmopressin atau akan
menjalani operasi
 Defisiensi faktor XIII
 Info klinis:
 Tidak boleh digunakan untuk mengobati
pasien dengan kekurangan faktor
pembekuan selain fibrinogen dan faktor XIII
 Akan meningkatkan kadar fibrinogen 5-10
mg/dL tiap kantongnya.

SUMBER :

1. Abdullah F, (2007). Teknik-teknik anastesi local. Jakarta : buku kedokteran EGC

2. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.02.02/MENKES/251/2015 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
3. Soenarjo, Marwoto, & Witjaksono. (2015). Anestesiologi (2nd ed.). Jawa Tengah :
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALISANESTESI DAN TERAPI INTENSIF (PERDATIN).
4. Wiryana, M., Sinardja, I. and Sujana, I., 2017. ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI
INTENSIF. 1st ed. Denpasar: Udayana University Press.

5. Ariwibowo, N.K. (2012). Hubungan Lama Tindakan Anestesi dengan Waktu Pulih
Sadar Pasien Pasca General Anestesi di IBS RSUD Muntilan Magelang. Skripsi DIV
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

6. Ahlers, S., Gulik, L., Veen, A., Dongen, H., Bruins, P., Belitser, S., et al. (2008).
Comparison of different pain scoring systems in critically ill patients in a general
ICU. Critical Care, 12, 1-8.

7. Direktorat keperawatan dan keteknisan medik, 2005, Standar Pelayanan Keperawatan


Di ICU,Jakarta : Dir Jen Pelayanan Medik Dep.Kes RI

8. Sundana, Krisna. 2008. Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis.Edisi I. Bandung


: Cicu RSHS

9. Adam. 2013. Resusitasi Jantung Paru. Himpunan Perawat Gawat Darurat dan
Bencana Indonesia

10. merican Heart Association (AHA, 2014). About Cardiac Arrest. Diakses 13 oktober
2021, dari https://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/
About- C ardiac- Arrest_UC M_307905_ Art ic le. jsp
11. Hartanto. W, 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit. Bagian Farmakologi Klinik FK
Universitas Pajajaran.

12. Anwari, I.M. 2007. Cairan Tubuh Elektrolit dan Mineral. http://www.pssplab.com.
Diakses September 2013

Anda mungkin juga menyukai