Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah:


SEJARAH TIONGHOA DI PELABUHAN JAWA (LASEM)
SEJARAH ISLAM INDONESIA
Dosen pengampu : Prof. Dr. H. M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi M.Hum

Disusun oleh :

Arya Alfatah Syah Robbani (11200220000051)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat serta hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sejarah Tionghoa di Pelabuhan
Jawa yang tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tak luput kita curahkan kepada
baginda besar kita, Nabi akhir zaman, serta penutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang menerang hingga saat
ini.

Tak luput saya ucapkan terimakasih atas tugas yang telah diberikan oleh Prof. Dr. H. M.
Dien Madjid dan Johan Wahyudi M.Hum pada mata kuliah Sejarah Islam Indonesia. Yang telah
membimbing serta menambah wawasan kita dalam mengenal sejarah islam di Indonesia

Saya menyadari, makalah yang telah saya buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyususan, bahasa, dan penulisannya. Oleh karena itu saya harap akan kritik serta
saran akan sehingga saya bisa menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

Ciputat, 17 Oktober 2021

Arya Alfatah Syah Robbani


DAFTAR ISI

MAKALAH..........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................6
C. Tujuan........................................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................7
A. Sejarah dan Wilayah Lasem.......................................................................................................7
B. Lasem pada era Majapahit…………………………………………………………………………………………………….10
C. Lasem pada zaman peralihan dan awal islam………………………………………………………………………………15

BAB III...............................................................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah salah satu kepercayaan besar pada dunia saat ini. Agama ini lahir &
berkembang pada Tanah Arab. Pendirinya merupakan Nabi Muhammad SAW. Agama
ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral insan pada saat itu. 1 Manusia
pada saat itu hidup pada keadaan moral yg rendah & kebodohan (jahiliah). Penyembahan
berhala, pembunuhan, perzinahan, & tindakan rendah lainnya merajalela. Islam mulai
disiarkan kurang lebih tahun 612 di Mekkah.

Lahirnya agama Islam yg dibawa sang Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M. Islam
adalah gerakan super besar yg sudah berjalan sepanjang zaman pada pertumbuhan &
perkembangannya. Masuk & berkembangnya Islam ke Indonesia dilihat menurut segi
historis & sosiologis sangat kompleks & masih ada banyak masalah, terutama mengenai
sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama & pendapat
baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M & pendapat
baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia dalam abad ke-7 M.

Tetapi yg pasti, hampir seluruh pakar sejarah menyatakan bahwa wilayah


Indonesia yg mula-mula dimasuki Islam merupakan wilayah sumtara yaitu daerah Aceh.
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, bisa dilihat melalui jalur
perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf & tarekat, dan jalur kesenian &
pendidikan, yg semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk & berkembang pada
indonesia. Kegiatan pendidikan Islam pada Aceh sumatera, tumbuh & berkembang
bersamaan menggunakan berkembangnya Islam pada wilayah sumatera.

1
Achmatfatahillah peradaban dan agama masyarakat
Dan pada akhirnya proses islamisasi tak luput tersebar di pulau jawa khusunya
wilayah Jawa Tengah di daerah Lasem, dengan kerjasama dalam perdagangan antar
Negara khusunya orang-orang tionghoa yang sangat mempengaruhi dan membantu
proses islamisasi di wilayah Lasem tersebut.

Sejak abad ke-17 pedagang Tiongkok mulai mendominasi Lasem pada bidang
perdagangan. Kehadirannya sebagai bagian dari dinamika perekonomian kerajaan-
kerajaan yg sebelumnya menguasai pesisir Lasem seperti Mataram (Islam), Demak,
Mataram Kuno, bahkan sebelumnya, yaitu Ho-ling. Pantainya yg ramah dengan muara-
muara sungai yg berhulu pada pedalaman menjadikan Lasem menjadi lokasi yg sempurna
untuk berniaga. Komoditi diambil pada pedalaman & dikirim ke luar pulau-pulau di
Nusantara & keluar Nusantara; barang dagangan menurut luar juga dapat masuk hingga
pedalaman. Tidak mengherankan apabila terdapat industri kapal atau bahtera pada
Lasem.2

Sejarah panjang Lasem tidak terlepas berdasarkan kondisi alami itu, semenjak
berabad-abad yg lalu. Temuan bahtera kuno Punjulharjo, abad ke-7 M, melengkapi jejak
panjang sejarah tersebut. Dalam kerangka sejarah & dinamika peradaban Nusantara,
kedudukan & peran Lasem memang tidak boleh dipandang sebelah mata. yang telah
memiliki penguasa, tentunya hal ini tidak muncul secara tiba-tiba.

Lasem sebagai suatu wilayah stategis memiliki dinamika yang cukup panjang
dalam sejarah perkembangan Indonesia. Seperti yang telah disinggung dalam bab
sebelumnya, keberadaan Lasem sudah mulai dikenal sejak masa Majapahit dan terus
berkembang hingga masa Islam Kolonial dan akhirnya mengalami kemunduran sejak era
kemerdekaan. Beberapa temuan arkeologi dan sumber sejarah yang membahas tentang
Lasem telah memberi gambaran bagaimana pasang surut Lasem sebagai bagian dari
sejarah Nusantara. Sumber-sumber sejarah yang memuat tentang Lasem pada masa
Klasik adalah prasasti dan babad atau kakawin. Sumber-sumber tersebut menunjukkan
kapan munculnya Lasem dan bagaimana perannya dalam satu wilayah kerajaan. Secara
kronologis, kemunculan Lasem tertua dapat dicermati dari Naskah Negarakartagama
dimana Lasem disebut telah muncul pada masa Kerajaan Singasari. 3 Nama Ra Lasem
2
Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara, prolog
3
Kajian arkeologi dalam lasem
sebagai tokoh penguasa merupakan pengikut setia dari Raden Wijaya (Unjiya, 2008).
Data ini memang belum dapat kita buktikan secara arkeologis maupun dikroscek dengan
sumber sejarah lainnya. Namun demikian hal ini dapat diterima mengingat beberapa
penyebutan nama Lasem pada Kitab tersebut telah menunjukan bahwa Lasem
merupakan satu wilayah yang telah memiliki penguasa, tentunya hal ini tidak muncul
secara tiba-tiba.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja pengaruh budaya Tionhoa dalam daerah lasem?


2. Bagaimana Islam bisa masuk di wilayah lasem?

C. Tujuan

1. Memberikan wawasan bagimana islam bisa masuk di wilayah lasem dengan budaya
budaya tionghoa
2. Memberikan wawasan sejarah lasem dari zaman kerajaan hingga datangnya islam di
indonesia.
3. Memberi sumber tentang kebudayaan-kebudayaan lasem yang masih berkaitan
dengan tionghoa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan wilayah Lasem


Nama Lasem muncul pertama kali pada sejarah Nusantara pada kesuksesan era
Majapahit yg ditulis dalam abad ke-14 Masehim.4 Tetapi demikian, bukan berarti
kehidupan & kebudayaan di daerahLasem baru muncul pada saat itu. Situs-situs menurut
era yg jauh lebih tua cukup banyak ditemukan di sekitar Kota Lasem sekarang, misalnya
pada Plawangan, Leran, Binangun, & Terjan. Situs-situs tadi memperlihatkan bahwa
manusia sudah tinggal pada daerah pesisir utara Jawa Tengah sisi timur sebelum
pergantian millennium menuju era Masehi.5 Hal ini menunjukkan bahwa daerah kurang
lebih Lasem sudah dihuni semenjak masa prasejarah. Diperkirakan para penghuni
pertama daerah kurang lebih Lasem tadi merupakan para penutur Austronesia yg tiba
melalui jalur laut (Noerwidi, 2017). Wilayah sepanjang Rembang sampai Plawangan
terdiri menurut teluk & semenanjung kecil, sebuah lokasi yg terhitung ideal menjadi
tempat berlabuh kapal. Rembang, Lasem, Bonang & Binangan yg berada pada sisi barat
semenanjung Bonang, serta Plawangan pada sisi timur secara bergantian sebagai daerah
yg terlindung dari angin & gelombang laut. Posisi keletakan ini menciptakan daerah ini
cocok untuk dijadikan pelabuhan.6

Posisi Lasem & sekitarnya yg selalu berbatasan dengan laut merupakan salah satu
faktor yg mendukung kemajuan wilayah tersebut, terutama di bidang perdagangan.
Situasi pesisir Lasem sangat mendukung untuk tidak hanya sebagai tempat berlabuh
kapal, namun juga memungkinkan kapal-kapal pengangkut barang komoditas untuk
merapat & melakukan bongkar muat barang. Hal ini diperkuat dengan adanya Sungai
Lasem yg langsung terhubung dengan Laut Jawa7

4
(Satari, 1983, p.119)
5
(Kasnowihardjo et al., 2013).
6
Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara hal 10
7
(Handinoto, 2015, p. 52)
Layaknya daerah-daerah lain yang sedang berkembang dewasa ini, kota kecil
Lasem juga tak luput dari pembenahan dan penataan ruang seirin dengan perkembangan
zaman. Terlihat denyut-denyut pelan tampak mewarnai setiap gerak dan napasnya yang
juga masih terap lamban karena memang saat ini Kabupaten Rembang relatif agak
tertinggal pembangunannya bila dibandingkan dengan kabupatenkabupaten lain di Jawa
Tengah. Sekalipun demikian, suasa dan corak kota kecil Lasem masih tetap lekat
mencerminkan sebagai kota tua yang tak kenal letih. Tampak bangunan bangunar sang
yang sudah compang-camping, tak utuh lagi ataupun bahkan tinggal puing-puingnya
masih saja tampil sebagai penghias abadi disetiap sudut-sudutnya. Bangunan ataupun
gedung-gedung indah dan megah yang pernah mewakili sebuah peradaban pada masanya.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa Lasem adalah kota lama yang di dalamnya banyak
menyimpan nilai-nilai sejarah kebudayaan masa silam8

Sejak awal perkembangannya sebagai sebuah permukiman, Lasem terbentuk dari


hubungan dengan orang-orang yg tiba dari tempat lain. Lasem yg sebagai bagian dari
pesisir utara Jawa tidak bisa dilepaskan menurut jalur pelayaran & perdagangan regional
& internasional yg melewati Laut Jawa9. Situs-situs kapal karam pada Laut Jawa, salah
satunya situs kapal Cirebon (Liebner, 2014), menunjukkan bahwa kapal-kapal besar
berlalu-lalang pada Laut Jawa membawa barang-barang komoditas dari wilayah Asia
Timur, Asia Selatan, sampai Asia Barat buat melakukan perdagangan dengan daerah
Nusantara10. mencatat bahwa pesisir utara Jawa berkembang sebagai bandar perdagangan
internasional lantaran posisi yg strategis & didukung sang ketersediaan bahan kayu buat
pembuatan kapal-kapal.

Orang-orang asing yg mendarat pada pesisir Lasem, kemudian menggunakan


Sungai Babagan menjadi jalur lalu lintas perdagangan yg menghubungkan daerah pesisir
dengan daratan Lasem. Hal ini yg kemudian membuat permukiman pecinan didirikan
dekat dengan jalur sungai ini.

8
Lasem negeri dampoawang hal 2
9
Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara 11
10
Raffles (2008, p. 110)
Selain Sungai Babagan, Sungai Kiringan & Sungai Lasem jua memiliki peranan
dalam pertumbuhan daerah Lasem. Di sepanjang Sungai Kiringan & Sungai Lasem
ditemukan sebaran situs-situs arkeologi yg mengindikasikan bahwa jaman dahulu Lasem
ditopang oleh 2 buah bandar (harbour) pada Sungai Kiringan & Teluk Bonang-Binangun,
dan sebuah pelabuhan (port) pada Sungai Lasem. Bandar umumnya berlokasi pada teluk
yg bisa melindungi kapal berdasarkan terpaan angin & gelombang, dan umumnya adalah
wilayah muara yg kedalaman airnya mencukupi untuk tempat kapal merapat & tidak
kandas. Bandar dipakai menjadi tempat kapal berlabuh, mengisi bahan bakar, atau
melakukan perbaikan. Sementara itu, pelabuhan biasanya dilengkapi menggunakan
infrastruktur & bangunan-bangunan yg lebih lengkap,

Sejak disebut pertama kali dalam data sejarah Nusantara, Lasem selalu
berkedudukan sebagai bagian dari kerajaan-kerajaan besar, tidak pernah sebagai sebuah
otoritas besar tersendiri. Hingga kini, Lasem “hanyalah” salah satu kecamatan di
Kabupaten Rembang. Pada masa Majapahit, Lasem adalah salah satu kota pelabuhan,
bersama Gresik, Surabaya, dan Tuban, yang merupakan wilayah bebas pajak bagi para
pedagang Cina yang datang dan menetap. Pada kurun waktu 1466–1468 M, Lasem
berada di bawah kepemimpinan Bhre Lasem. Sebagai penguasa Lasem, Bhre Lasem
diberi kepercayaan untuk membawahi wilayah-wilayah pesisir yang mengakui kekuasaan
Kerajaan Majapahit.

Meski selalu berada di bawah kerajaan-kerajaan yang lebih besar, Lasem adalah
sebuah wilayah yang memiliki kemandirian secara ekonomi dan budaya. Kemandirian
ekonomi ini menjadikan Lasem sebagai salah satu prioritas daerah yang perlu
ditaklukkan oleh para penguasa kerajaan. Selain posisinya yang strategis untuk menjadi
bandar dagang dan juga pangkalan pertahanan, Lasem sendiri menjadi penghasil kapal
dan barang komoditas yang dapat diperdagangkan dengan bangsa asing. Secara budaya,
Lasem berhasil membentuk identitas budaya akulturasi yang unik, yang tidak terpengaruh
oleh pergantian kerajaan-kerajaan yang membawahinya.11

B. Lasem pada era Majapahit


11
Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara 15
Sebagai sebuah negeri otonom, Kerajaan Lasem menjalankan & mengatur
pemerintahannya sendiri. Seperti halnya dengan kerajaan pusat Majapahit, Kerajaan
Lasem pun dipimpin oleh seseorang raja & dibantu oleh beberapa menteri & para pejabat
panca-nya misalnya pada Wilwatikta untuk mengemban jalannya roda pemerintahan.
Kerajaan Lasem adalah salah satu dari sebelas kerajaan vassal yg dikuasai oleh para
kerabat istana Majapahit. Tampaknya, Majapahit membentuk kemaharajaannya dimulai
dengan menghimpun kekuatan-kekuatan yg terdapat pada Jawa. Daerah-wilayah yg
dipercaya penting ditaklukkan & dikuasakan pemerintahannya kepada kalangan famili
istana. Sistem nepotisme kekeluargaan ini diharapkan bisa menjalin loyalitas & kekuatan
pada antara negara-negara tersebut menjadi mata rantai kekuasaan imperium Majapahit
pada Nusantara.
Kerajaan Lasem yang kota prajanya berada di daerah bagian tengah pantai utara Jawa
menjadi negeri terpenting dalam rangka kesatuan Nusantara raya. Budaya maritim yang
dibangun dan dikembangkan oleh Majapahit hanya akan dapat dilakukan oleh daerah
yang mempunyai potensi kelautan yang baik, secara sumber alam, sumber daya manusia,
maupun sosial budayanya. Dari segi militer, Majapahit mempercayakan perairan Lasem
sebagai salah satu pusat pangkalan armada kapal tempurnya. Bhre Mataun, Rajasa
Wardhana yang diberikan tugas khusus mengurusi angkatan laut tersebut. Hal ini
dimungkinkan karena tugas kemiliteran utama tak mungkin dikuasakan kepada seorang
raja wanita. Boleh jadi hubungan perkawinan antara Bhre Lasem Duhitendu Dewi dan
Bhre Mataun Rajasa Wardhana ini adalah sebuah perkawinan kalangan istana yang erat
hubungannya dengan kecakapan Rajasa Wardhana sebagai seorang raja samudra. Peranan
kemiliteran Rajasa Wardhana dikisahkan dalam penggalan epos naskah Carita Lasem
dalam peristiwa Pasundan Bubat, yaitu pertempuran antara Majapahit dan pasukan
kerajaan Pasundan yang belum takluk kepada Majapahit. Rajasa Wardhana memimpin
pertempuran di padang Bubat.12

12
Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara hal 60
Di Lasem berdiri pula galangan kapal di Caruban, sekitar pelabuhan Kairingan.
Hutan-hutan pada daerah Lasem yg menghasilkan kayu jati kualitas utama
mempermudah pasokan untuk bahan pembuatan kapal. Kapal-kapal militer juga niaga
diproduksi digalangan kapal Caruban. Konon kapal-kapal Majapahit sangat populer
ketangguhannya dalam menaklukkan samudra. Kapal Majapahit mampu berlayar hingga
ke Tiongkok dan Afrika. Menurut catatan sejarah, kapal-pakal Majapahit berukuran
sangat besar, panjang mencapai 70 sampai 90 m. Dengan diameterlambung kapal 15
sampai 20 m, kapal tersebut dapat menampung 1000 awak dan dipersenjatai dengan
meriam api.

Di samping pantai Lasem merupakan pangkalan penting militer laut, kawasan teluk
Regol adalah salah satu bandar lintasan utama di kawasan pantai utara Jawa. Aktivitas
perdagangan antar pulau mewarnai kesibukan dermaga ini. Kapal-kapal dari belahan
negeri utara datang dan pergi membongkar ataupun membawa muatan. Hasil bumi dari
Jawa diangkut ke pulau-pulau lain dan kapal-kapal asing membongkar barang-barang
dari negerinya. Jawa sendiri mempunyai banyak komoditi yang dihasilkan oleh para
penduduk, mulai dari kapas dan benang-benangan, beras, garam, ikan kering, palawija,
emas, baja, tempurung penyu, dan hasil hutan yang akan dibawa ke negeri-negeri manca.
Sementara itu, barang-barang yang masuk ke Jawa di antaranya adalah lada dan rempah-
rempahan dari Nusantara bagian timur, perak, kepeng, sutera, dan keramik dari India dan
Cina. Kapal-kapal dari Lasem berlayar ke Sunda, Sumatera, Kalimantan, Maluku,
Makasar, Ternate, Banda, dan juga ke negeri-negeri utara di Asia.

Baik secara militer maupun ekonomi, Lasem sebagai salah satu kekuatan penting bagi
kelangsungan kekuasaan Majapahit. Hubungan antara kerajaan pusat Wilwatikta &
beberapa kerajaan vassal di Jawa, termasuk juga Kerajaan Lasem, bukan merupakan
interaksi antara kerajaan pusat & kerajaan bawahan semata. Namun, kedekatan emosional
kekeluargaan lebih menonjol sebagai bentuk berdasarkan tujuan utama membentuk
kebesaran wangsa Kertarajasa Jayawardhana di tanah Jawa menjadi pusatnya. Hubungan
luar biasa ini diterangkan pada Nagarakretagama pupuh 17 bait 6–7 & pupuh 19 yg
menceritakan kunjungan Raja Hayam Wuruk ke beberapa daerah/kerajaan di Jawa.
b. Hubungan Tionghoa di daerah Lasem

Salah satu hubungan dengan orang asing yg sangat dikenal pada narasi
sejaral Lasem adalah kedatangan Laksanama Cheng Ho menurut Cina dalam sekitar
abad ke-15 Masehi.13 Pelayaran Cheng Ho berlangsung sebanyak tujuh kali selama tahun
1405-1433 Masehi, dalam masa Dinasti Ming di bawah kepemimpinan Kaisar Zhu Di.
Setiap kali pelayaran sanggup melibatkan 300 kapal, menggunakan awak kapal tidak
kurang dari 28.000 orang. Misi pelayaran ini, meski bertujuan untuk menciptakan daerah
lain mengakui kekuasaan Dinasti Ming, bukan merupakan upaya kolonisasi tetapi
merupakan sebuah misi Pendekatan diplomatik melalui perdagangan.
Komoditas yg dibawa meliputi sutra, sulaman, katun, emas, besi, garam, teh,
minuman anggur, minyak, keramik, & lilin. Jawa merupakan bagian dari rute pelayaran
Cheng Ho yg berakhir pada India, bahkan sampai pantai timur Afrika, sebelum pulang
lagi ke Cina. Lasem disebut oleh peneliti Perancis sebagai Petis Chinois (Tiongkok kecil)
atau disebut The Lisele Beijing Old Town oleh sejarawan Eropa di masa kolonial.
Menurutnya, banyaknya peninggalan berupa kebudayaan yang mempunyai nilai unifikasi
tersendiri sebagai warisan budaya yang unik dan mencerminkan mulikultur yang kuat,
terucama antara kebudayaan Jawa dan Cina.14
Hal ini tak bisa lepas dari perjalanan sejarah sebelumnya persinggahan orang-
orang mancanegara, terutama dari Tiongkok pada masa imperium Majapahit Nusantara
pada abad 14 & 15. Salah satu tempat berkembangnya para imigran asal Tiongkok
terbesar di Jawa pada masa itu adalah Lasem, selain pada Sampotoalang, Tuban, &
Ujunggaluh.

13
A. A. P. Utomo, 2017, hal. 143.
14
Lasem negeri dampoawang hal 6
Pada abad ke-15, Nusantara kedatangan armada akbar Laksamana Cheng Ho
menjadi duta polirik Kaisar Tiongkok Dinasti Ming, yaitu Kaisar Yung Lo yg ingin
membina hubungan bilateral menggunakan NusantaraMajapahit, terutama pada bidang
politik & perdagangan. Hal ini kemudian membawa akibar pofxis bagi para pedagang
negeri Cina, mereka memperoleh legitimasi melakukan aktiviras perniagaannya pada
kota-kora pesisir, terutama pada Tuban, Lasem, & Semarang. Kemudian, banyak yg
tinggal & menetap pada kota-kota pelabuhan tersebut.
Saat itu perkampungan cina sudah ada saat zaman kerajaan majapahit pada tahun
1294-1527 masehi15. dengan adanya bukti yaitu bangunan-bangunan tua, misalnya
pemukiman pecinan dengan bangunan khas Tiongkok-nya & klenteng-klenteng tua yg
tidak jauh dari lalulintas perdagangan disepanjang sungai pelabuhan, misalnya yg
terdapat disepanjang sungai Babagan Lasem yg kala itu menjadi akses utama
penghubung antara Jaur & darat (sepanjang jalan Dasun-Soditan),
Setelah 1600 M, orang Cina terutama dari propinsi Fujian (wilayah Tiongkok
selatan) banyak bermigrasi ke Lasem. Hal icu lantaran dirasa banyak sanak saudara juga
rekannya yg sudah tinggal & menetap. Maka, permukiman orang Cina pada Lasem
berkembang ke arah selaran jalan primer (jalurYalan pos Daendels) & pada tepi kali
Lasem sebelah selatan & barar. Kemudian hal ini berlanjut menggunakan penguasan
tempat-loka perekonomian strategis oleh mereka pada kemudian wakru, seperi yg bisa
dilihar dalam sentra-sentra pertokoan pada sepanjang jalanjalan utama pada Lasem,

15
Pratiwo, the historical reading of lasem hal 2
Sebagai kota pelabuhan, penduduk Lasem terbiasa dengan kehidupan terbuka &
plural. Terjadinya hubungan antara penduduk lokal (Jawa) & orang-orang asing dari
berbagai negeri membangun karakter & budaya keterbukaan & saling menghargai.
Banyaknya orang-orang asing yg menetap (terutama dari Cina), lambat laun melahirkan
akulturasi antara banyak sekali kebudayaan yg lambat laun kian mengakar. Sekalipun
diketahui agama istana & penduduk asli masih didominasi oleh kepercayaan Hindu-
Shiwa yg juga membaur dengan Budha, tetapi tidak menghalangi proses asimilasi
perkembangan tersebut. Barangkali, hal ini ditimbulkan lantaran unsur javanisme yg
permanen kuat pada kehidupan rakyat asli. Karakter javanisme yg cenderung mudah
berkompromi & menyatu dengan perkembangan baru ketimbang menolak atau
berkonfrontasi dengan kebudayaan lain. Inilah yg memudahkan membangun atmosfer
keterbukaan pada pada kehidupan masyarakatnya.

Pentingnya Lasem menjadi penopang kekuatan Maritim Majapahit ini diperkuat


lagi setelah kedatangan rombongan Laksamana Cheng Ho, kepada Raja Wikrama
Wardana dalam awal abad 15. Laksamana Cheng Ho yg beragama Islam ini membawa
misi interaksi persahabatan & kerja sama pada antara 2 kerajaan besar pada Asia.
Hubungan yg terjalin di antaranya merupakan hubungan perdamaian, bidang ekonomi, &
perdagangan dan sosial budaya.

Dampak kedatangan duta keliling Cheng Ho beberapa kali itu membawa akibat
banyaknya gelombang orang-orang dari negeri Cina yang kemudian menetap di Lasem.
Tak ada informasi yang pasti mereka datang dari daerah mana saja. Menurut Pratiwo,
orang-orang Cina itu berasal dari Fukien, Kwangtung, sebagian Kwangsi, Hunan, dan
Kiangsi. Mereka datang ke Lasem dalam waktu yang berbeda-beda. Mereka berdagang
dan sebagai tenaga bayaran. Kemudian, lambat laun mereka menempati tanah-tanah baru
untuk pertanian yang bekerja sama dengan penduduk pribumi dan membangun rumah-
rumah permanen. Mereka menyebut tanah baru tersebut wo-shen, pelafalan dari kata
Lasem. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan kampung pecianan lama dan sebuah Klenteng
tua di jalan Dasun atau sepanjang aliran Sungai Babagan.16

16
Pratiwo, The Historikal Reading Of Lasem, (Leuven; Katholika Universieit Leuven Belgium, 1990) hlm 3
Ratiwo mengungkapkan orang Cina tiba pertama kali ke Lasem sekitar abad 13
buat berdagang, atau 2 abad setelah kedatangan Cheng Ho. Pada abad 14, komunitas
Tionghoa telah membuat koloni pemukiman pada kurang lebih Sungai Lasem & sebagai
sentra kegiatan perdagangan (Pratiwo, 2002: 148). Sementara itu, pada perjanjian Karang
Bogem bertarikh 1387 M, disebutkan kisah hidup orang-orang Cina di sekitar Lasem.
Beberapa pengusahanya mengelola tambak tambak garam di pesisir Lasem.

Ada dugaan beberapa bangunan klenteng di pantai Utara Jawa dulunya


merupakan masjid yg didirikan sang anak butir Laksamana Cheng Ho, yg beragama
Islam bermahzab Hanafi & berasal dari Yunan, ketika menguasai wilayah Nanyang (laut
Selatan) antara tahun 1405–1425. Tercatat berdasarkan kronik Sam Po Kong
(Sjamsudduha, Sejarah Sunan Ampel, JP Press, 2004:87), mereka ini mendirikan masjid
di Ancol Jakarta, Sampo Toalang (Semarang), Sembung (Cirebon), Lao sam (Lasem),
Tuban, Tse Tsun (Gresik), Jiaotung (Joratan), Cangki (Mojokerto), & Jepara. Seiring
dengan mundurnya Dinasti Ming sekitar 1450–1475M, interaksi antara Tiongkok &
warga Cina Islam di Jawa terputus. Pada saat bersamaan, banyak pendatang baru dari
Tiongkok Selatan, misalnya dari Fujian, Guandong, & Hokkian menggeser agama orang
Cina-Islam, terutama yg tinggal di pantai utara Jawa. Akibatnya, banyak masjid yg
dikelola orang Cina-Islam kemudian berubah menjadi klenteng.

Salah satu hubungan dengan orang asing yg sangat dikenal pada narasi sejaral
Lasem adalah kedatangan Laksanama Cheng Ho menurut Cina dalam sekitar abad ke-15
Masehi. Hal ini tak bisa lepas dari perjalanan sejarah sebelumnya persinggahan orang-
orang mancanegara, terutama dari Tiongkok pada masa imperium Majapahit Nusantara
pada abad 14 & 15. Pada abad ke-15, Nusantara kedatangan armada akbar Laksamana
Cheng Ho menjadi duta polirik Kaisar Tiongkok Dinasti Ming, yaitu Kaisar Yung Lo yg
ingin membina hubungan bilateral menggunakan NusantaraMajapahit, terutama pada
bidang politik & perdagangan. Hal ini kemudian membawa akibar pofxis bagi para
pedagang negeri Cina, mereka memperoleh legitimasi melakukan aktiviras
perniagaannya pada kota-kora pesisir, terutama pada Tuban, Lasem, & Semarang.
dengan adanya bukti yaitu bangunan-bangunan tua, misalnya pemukiman pecinan dengan
bangunan khas Tiongkok-nya & klenteng-klenteng tua yg tidak jauh dari lalulintas
perdagangan disepanjang sungai pelabuhan, misalnya yg terdapat disepanjang sungai
Babagan Lasem yg kala itu menjadi akses utama penghubung antara Jaur & darat
(sepanjang jalan Dasun-Soditan), Setelah 1600 M, orang Cina terutama dari propinsi
Fujian (wilayah Tiongkok selatan) banyak bermigrasi ke Lasem. Maka, permukiman
orang Cina pada Lasem berkembang ke arah selaran jalan primer (jalurYalan pos
Daendels) & pada tepi kali Lasem sebelah selatan & barar. Kemudian hal ini berlanjut
menggunakan penguasan tempat-loka perekonomian strategis oleh mereka pada
kemudian wakru, seperi yg bisa dilihar dalam sentra-sentra pertokoan pada sepanjang
jalanjalan utama pada Lasem, Ada dugaan beberapa bangunan klenteng di pantai Utara
Jawa dulunya merupakan masjid yg didirikan sang anak butir Laksamana Cheng Ho, yg
beragama Islam bermahzab Hanafi & berasal dari Yunan, ketika menguasai wilayah
Nanyang (laut Selatan) antara tahun 1405–1425. Pada saat bersamaan, banyak pendatang
baru dari Tiongkok Selatan, misalnya dari Fujian, Guandong, & Hokkian menggeser
agama orang Cina-Islam, terutama yg tinggal di pantai utara Jawa.
C. Lasem pada masa zaman peralihan dan awal islam
A. Keruntuhan Majapahit
Era kemunduran Majapahit mula-mula terjadi setelah wafatnya para sesepuh &
pembesar yg membawa kejayaan Majapahit, seperti Gajah Mada, Tribuana Tungga
Dewi, Diyah Wiyat Raja Dewi, & Hayam Wuruk. Setelah wafatnya Raja Hayam
Wuruk, terjadi perebutan kekuasaan di antara keluarga istana sendiri, yaitu
perselisihan antara Wikrama Wardhana & Bhre Wirabumi yg berujung dengan
Perang Paregreg (1405– 1406).
Secara umum, keadaan kekuasaan Majapahit menjadi cerai berai. Akibat dari
kondisi tersebut, banyak kerajaan daerah dan kadipaten lebih memilih melepaskan
diri dan menjadi raja-raja kecil di kekuasaannya masing-masing tanpa ada yang
berani mengangkat dirinya menjadi “maha dijara Nusantara”. Bahkan, raja terakhir
Majapahit Girindra Wardhana Parbu Nata hanya kurang dari lima tahun saja berani
menduduki takhta Majapahit kemudian memilih mundur sebagai raja di
Blambangan.17
Masa-masa transisi ini juga diisyaratkan dalam prasasti Waringin Pitu yg
bertarikh 1464 M. Di dalamnya nir lagi menyantumkan Lasem sebagai salah satu
negara vassal yg menyertai Majapahit. Namun, pada tahun 1466 saat Bhre Pandan
Salas naik takhta Majapahit, kembali Lasem tercatat sebagai negeri vassal Majapahit.
Dengan adanya perubahan status negeri yg bergitu cepat, penambahan ataupun
penghapusan negeri vassal menandakan bahwa pada masa itu telah terjadi
ketidakstabilan konstalasi politik pada pusat kerajaan Majapahit.

17
Lasem negeri dampoawang hal 94
Para pembesar negeri saling berebut kekuasaan, mereka tidak lagi memikirkan
kehidupan rakyatnya. Para pembesar negeri cenderung bekerja sama dengan pihak-
pihak asing atas angin demi keunggulan & kejayaan sendiri. Keadaan semakin kacau,
banyak terjadi pembalakan, & penjarahan hutan secara besar-besaran buat
kepentingan pribadi. Bendungan & kanal-kanal semuanya pada hancur &
tidak terawat lagi, yg akhirnya mengakibatkan terjadinya bencana banjir & longsor
melanda pada mana-mana.
Selain sikap narsisme & hura-hura para pembesar negeri, pada naskah tadi
diungkapkan juga sepotongkronik peristiwa perebutan kekuasaan pada Istana
Wilwatikta, yaitu kala Girindra Wardhana Ranawijaya yg berkuasa pada Kediri
menyerbu istana Wilwatikta untuk menggulingkan Bhre Kertabumi. Raja Kertabumi
& beberapa punggawanya yg mampu meloloskan diri lalu menyebrangi Selat Bali
dengan menyamar menjadi pertapa.
Seorang bangsawan Lasem bernama Pangeran Santhi Badra yg menjabat menjadi
Tumenggung di Wilwatikta dengan susah payah mampu lolos pada kerusuhan di
istana dengan menyeberangi Sungai Brantas & Bengawan Bubat (Bengawan Solo)
lalu dilanjutkan melintasi bahari untuk bisa balik ke Lasem. Setelah ia, itu hidup
menjadi pujangga & pertapa/sufi hingga wafatnya.
Di era keruntuhan Majapahit akhir abad 15, hanya ada satu kekuatan di Jawa
yang memberanikan diri memploklamirkan sebagai kerajaan baru yang mempunyai
visi dan misi besar, yaitu kerajaan Demak Bintara yang didirikan oleh jaringan para
pendai (Wali Sanga) yang sangat ahli dalam berbagai hal, termasuk politik dan tata
negara. Mereka sepakat mengangkat Jin Bun putra Bhre Kertabumi dari istri selir
sebagai rajanya dengan gelar Sultan Fatah, pada tahun 1500 M.18

18
Lasem negeri dampoawang hal 95
B. Perkembangan agama islam di Lasem
Ketika Pangeran Wira Negara memerintah Kadipaten Bonang Binangun, Lasem
menggantikan ayahnya, agama Islam sudah resmi sebagai agama pada kadipaten.
Masjid & pusat pendidikan dan dakwah Islam didirikan tidak jauh menurut pagar
kadipaten. Untuk mendukung seluruh kepentingan itu, Adipati Wira Negara meminta
pada adik iparnya Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang) buat menetap di Lasem19.
Sunan Bonang adalah salah satu ulama yg tergabung dalam Wali Sanga. Dengan
demikian, peran Lasem pada penyebaran Islam pada wilayah Jawa, khususnya pada
pesisiran utara menjadi sangat penting. Jaringan dakwah antar-kota pesisiran menjadi
semakin kuat & masif. Simpul-simpul kekuatan di antara kadipaten persemakmuran
bekas koloni Majapahit di pantai utara itu memanfaatkan kondisi melemahnya
Majapahit untuk menyebarkan agama Islam seluas-luasnya, sembari menunggu
segala kemungkinan yang bisa terjadi di pusat kekuasaan Majapahit. Hal tersebut
terbukti dengan adanya perkembangan agama Islam di Kadipaten Lasem semakin
meluas dan kukuh. Terutama kepada kaum muda yang mulai memenuhi perguruan
Sunan Bonang untuk belajar agama.
Secara umum, rakyat mulai bersimpati dengan ajaran agama baru yang dibawa
oleh para sunan. Pendekatan yang santun dengan keteladanan yang mengedepankan
nilai-nilai kemanusian dan budaya sangat ampuh mengena di hati mereka. Selain itu,
ada juga sebab-sebab lain, seperti kekecewaan rakyat terhadap para pembesar
Majapahit yang lebih mementingkan diri mereka sendiri dan membiarkan nasib
rakyatnya. Masyarakat dengan suka rela tanpa paksaan mau meninggalkan agama
lamanya dan memeluk agama Islam.20

19
Adipati Wira Negara menikah dengan Nyi Ageng Maloka, putri Sunan Ampel. Sunan Bonang merupakan generasi
ketiga Wali Sanga
20
Lasem negeri dampoawang hal 113
Namun, masa-masa perkembangan Islam di Lasem bagi Adipati Wira Negara
tidaklah terlalu panjang. Ia memerintah Kadipaten Lasem hanya lima tahun dan wafat
pada tahun 1479 M. Ia dimakamkan di Desa Keben. Sepeninggal Adipati Wira
Negara, Kadipaten Lasem dipegang oleh istrinya, yaitu Nyai Ageng Malokah. Tak
kurang dari setahun Nyai Ageng Malokah memindahkan Kadipaten Lasem dari
Bonang Binangun ke Cologawen,50 yaitu tepat di seberang jalan depan istana lama
Kriyan. Kemudian, istana Kadipaten Bonang Binangun dikuasakan kepada adiknya,
Sunan Bonang untuk keperluan pendidikan dan dakwah Islam. Pemindahan istana
kadipaten oleh Nyai Ageng Maloka ini barangkali disebabkan permohonan Nyai
Ageng Maloka sendiri 50. Cologagen, Cologowok-Soditan Lasem kepada para
pembesar Lasem (keluarga suaminya) yang tinggal di istana lama Kriyan untuk
membantunya mengurus pemerintahan praja.
Dalam menjalankan pemerintahan tersebut, ia dibantu oleh saudara sepupu
suaminya yang bernama Pangeran Santhipuspa, putra sulung Tumenggung
Wilwatikta Sathi Badra. Sebelumnya, pangeran Santhipuspa adalah penguasa
kesyahbandaran pelabuhan Lasem. Di samping ia fasih soal pemerintahan, ia pun
sangat menguasi sistem perdagangan, kelautan, dan punya pengaruh yang besar serta
hubungan dengan para penguasa kadipaten lain.
Dari tangan Pangeran Santhipuspa, pelabuhan Kairingan (Pantai Caruban) yang
berada di sebelah barat Teluk Regol dijadikan sebagai kawasan industri dan galangan
kapal. Gelombang migrasi kedua orang-orang dari daratan Cina ke Jawa juga ikut
pula meramaikan kawasan tersebut. Daerah Caruban ini pemandangan alamnya
begitu indah. Bila pandangan mata di arahkan ke utara, tampak pantainya yang
memanjang dan lautnya yang luas membiru tanpa batas. Melihat ke arah timur,
tampak lengkung garis pantai yang bertemu dengan bukit regol yang kukuh serta
tampak pegunungan Argopura yang menjulang. Sementara ke arah barat, garis pantai
yang memanjang seperti tanpa ujung dan dari jauh gunung Muria tampak seakan
sedang mengapung di atas lautan.
Tak jauh dari bibir pantai terdapat Candi Samodra Wela, peninggalan
Duhintendu Dewi yang menjadi simbol kejayaan baruna kerajaan Lasem di masa lalu.
Barangkali, keelokan alam itu membuat Nyai Ageng Maloka membangun taman
Sitaresmi yang luas nan indah. Taman ini sebagai tempat persinggahan yang damai
bagi pelipur duka setelah kematian suami dan putranya yang masih balita serta
pengusir rasa kesepian karena baru saja ditinggalkan putri sulungnya, yaitu Putri
Solekah yang menikah dengan Jin Bun (Raden Fatah) dan diboyongnya ke Demak.
Dari tangannya, perdagangan & industri di Lasem tumbuh dengan pesatnya.
Galangan kapal berdiri & memproduksi kapal-kapal niaga juga jung-jung tempur.
Pelabuhan Kairingan & Regol menjadi pelabuhan utama yg selalu ramai & dipadati
kapal-kapal dagang. Dari era inilah, bidang maritim pada Lasem dibangun secara
lebih terkini & tradisinya terus saja berlangsung sampai pada masa kolonial Belanda
& Jepang & selalu sebagai bukti diri Lasem dalam masa-masa itu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lahirnya agama Islam yg dibawa sang Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M. Islam
adalah gerakan super besar yg sudah berjalan sepanjang zaman pada pertumbuhan &
perkembangannya. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13
M & pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia dalam
abad ke-7 M. Tetapi yg pasti, hampir seluruh pakar sejarah menyatakan bahwa wilayah
Indonesia yg mula-mula dimasuki Islam merupakan wilayah sumtara yaitu daerah Aceh.
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, bisa dilihat melalui jalur
perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf & tarekat, dan jalur kesenian &
pendidikan, yg semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk & berkembang pada
indonesia.

Dan pada akhirnya proses islamisasi tak luput tersebar di pulau jawa khusunya wilayah
Jawa Tengah di daerah Lasem, dengan kerjasama dalam perdagangan antar Negara
khusunya orang-orang tionghoa yang sangat mempengaruhi dan membantu proses
islamisasi di wilayah Lasem tersebut. Beberapa temuan arkeologi dan sumber sejarah
yang membahas tentang Lasem telah memberi gambaran bagaimana pasang surut Lasem
sebagai bagian dari sejarah Nusantara. Namun demikian hal ini dapat diterima mengingat
beberapa penyebutan nama Lasem pada Kitab tersebut telah menunjukan bahwa Lasem
merupakan satu wilayah yang telah memiliki penguasa, tentunya hal ini tidak muncul
secara tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Akrom ,(2014) Lasem Negeri Dampoawang, Sejarah yang


Terlupakan

Hery Priswanto, Alifah Alifah Lasem dalam Rona Sejarah Nusantara: Sebuah
Kajian Arkeologi

Achmatfatahillah peradaban dan agama masyarakat

Pratiwo, The Historikal Reading Of Lasem, (Leuven; Katholika Universieit


Leuven Belgium, 1990)

Kasnowihardjo et al., 2013.

. A. P. Utomo, 2017, hal. 143

Anda mungkin juga menyukai