Disusun Oleh :
Nama : Rudy Irfan Sahputra
Nim : 2212441003
Dosen Pengampu : Sorta Simanjuntak
Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik
Kelas : A 2021
Konsep diri tidak hanya mempengaruhi individu dalam karakter tetapi juga tingkat
kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya. Setiap individu pasti memiliki konsep diri dan
dapat berkembang menjadi konsep diri positif maupun negatif, namun demikian kita pada
umumnya tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif atau positif. Individu
yang memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan untuk mengenal dan
memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini individu dapat menerima dirinya secara apa
adanya dan akan mampu menginstropeksi diri atau lebih mengenal dirinya melalui
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, Sedangkan individu yang memiliki konsep diri
negatif, ia tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri, juga tidak mampu
mengenal diri sendiri baik kelebihan maupun kelemahan serta potensi yang dimiliki.
Individu yang memiliki konsep diri negatif adalah individu yang pesimis, merasa dirinya
tidak berharga, dan tidak tahan dengan kritikan yang diberikan kepadanya
Konsep diri memiliki tiga komponen utama, yaitu komponen perseptual yaitu image
seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan yang ditampilkan pada orang lain,
komponen ini sering disebut physical self-concept. Kedua, komponen konseptual yaitu
konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang dimiliki, baik kemampuan dan
ketidakmampuannya, latar belakang serta masa depannya. Komponen ini sering disebut
psycological self-concept, yang tersusun daribeberapa kualitas penyesuaian diri, seperti
pendirian yang teguh dan kebalikannya dari sifat-sifat tersebut. Ketiga, komponen sikap
yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap statusnya sekarang dan
prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan pandangan diri yang
dimilikinya.
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini
merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi,
agama dan sebagainya. Dimensi eksternal dibagi menjadi lima bentuk, yaitu:
Diri fisik (Psysical self). Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang keadaannya
secara fisik. Contohnya mengenai kesehatan diri, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk atau kurus).
Diri etik-moral (moral-ethical self). Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang
didasrkan pada standar pertimbangan secara moral dan etika. Hal ini berhubungan dengan
Tuhan, kepuasaan seseorang akan agamanya, dan nilai moral.
Diri pribadi (personal self). Diri personal merupakan persepsi seseorang mengenai
keadaan pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh mana individu merasa sebagai
pribadi yang tepat.
Diri keluarga (Family self). Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam hal ini, diri keluarga berkaitan dengan
peran yang dijalani sebagai anggota keluarga.
Diri sosial (Sosial self). Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.
Selain itu konsep diri juga memiliki 3 dimensi, yaitu :
1. Tampilan
Bagaimana Suatu ASPEK Dari Diri DAPAT Dilihat Oleh Orang Lain ATAU Tetap
Tersimpan Beroperasi Pribadi. Misalnya, emosi relatif lebih bersifat pribadi,
sementara kepribadian dapat diketahui oleh orang lain.
2. Sumber
Dimensi ini mencangkup tingkatan dimana beberapa bentuk diri dianggap muncul
dari dalam individu, disamping tumbuh dari suatu kelompok. Elemen-elemen yang
dianggap muncul dari dalam diri seseorang adalah kenyataan individual (individually
direalisasikan ), sementara elemen yang tumbuh dari seseorang dengan suatu
kelompok adalah kenyataan kolektif. Sebagai contoh, tujuan ( purpose ) dapat
digolongkan sebagai kenyataan individual karena suatu suatu yang dimiliki dan
diketahui oleh seseorang. Sebaliknya kerja sama merupakan kenyataan kolektif
karena hanya dapat dilakukan oleh seseorang sebagai anggota kelompok.
3. Agensi
Tingkat kekuatan aktif yang terdapat pada diri. Elemen-elemen aktif seperti berbicara
atau mengemudikan mobil berlawanan dengan elemen-elemen pasif seperti
mendengarkan atau menumpang mobil. Diri dapat berbeda sama antara satu dengan
yang lain, bukan hanya dalam konsep yang digunakan untuk mendefinisikan diri,
tetapi juga dalam penempatan konsep-konsep tersebut kedalam skema ketiga dimensi
tadi.
b. Differentiated
Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan
anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya
sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi.
f. Social Comparison
Remaja lebih sering menggunakan social comparison (perbandingan social) untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun, kesediaan remaja untuk mengevaluasi
diri mereka cenderung menurun pada masa remaja karena menerut mereka
perbandingan social itu tidaklah diinginkan Namun, kesediaan remaja untuk
mengevaluasi diri mereka cenderung menurun pada masa remaja karena menerut
mereka perbandingan social itu tidaklah diinginkan.
g. Self-Conscious
Remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih
memikirkan tentang pemahaman diri mereka.
h. Self-protective
Remaja juga memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembagkan dirinya.
Dalam upaya melindungo dirinya, remaja cendrung menolak adanya karakteristik
negatif dalam diri mereka.
i. Unconscious
Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak
disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang disadari.
Pengenalan seperti ini tidak muncul hingga masa remaja akhir. Artinya, remaja
yang lebih tua, yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental
dari mereka yang berada di luar kesadaran atau control mereka dibandingkan
dengan remaja yang lebih muda.
j. Self-integration
Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana
bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi satu kesatuan.
Remaja yang lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidak konsistenan
.
4. Hubungan Konsep Diri dengan Tingkah Laku Sosial Siswa
Terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan tingkah laku sosial
siswa semakin tingginya konsep diri siswa maka siswa akan menampilkan tingkah
laku sosial yang positif atau baik, sebaliknya semakin rendah konsep diri siswa maka
siswa akan menampilkan tingkah laku sosial yang negatif pula atau tingkah laku
yang buruk terhadap sesamanya. Adapun tingkat keeratan hubungan antara kedua
variabel sesuai dengan tabel interpretasi yang ada, hubungan antara kedua variabel
tersebut memiliki tingkat keeratan hubungan yang sedang.
Temuan ini mendukung pendapat Elida Prayitno (2006:86) bahwa “konsep di remaja
mempengaruhi tingkah laku sosialnya karena kesan tentang diri sendiri akan
ditampilkan dalam tingkah lakunya terhadap orang lain”. Sejalan dengan pendapat
Vaughan dan Hogg (dalam Sarlito dan Eka, 2011:54) mengungkapkan bahwa hasil
dari tindakan yang dilakukan akan mendorong seseorang untuk melakukan penilaian
diri, penilaian diri tersebut menyangkut aspek psik dan psikis. Aspek diri tersebut
dapat mempengaruhi tingkah laku sosial remaja (Sarlito dan Eko , 2011:53).
Apabila siswa memiliki konsep diri positi maka ia kan menampilkan tingkah laku
sosial yang baik atau positif. Sejalan dengan pendapat Elida Prayitno, 2006:86
remaja yang memiliki konsep diri positif realistis, cenderung menampilkan tingkah
laku sosial yang positif dalam arti menghormati, menghargai, dan mengasihi orang
lain.
5. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat.Menurut Desmita yang dikutip dari Nylor
mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan hubungan positif yang
kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian bahwa konsep diri dan prestasi belajar siswa disekolah mempunyai
hubungan yang erat.Siswa yang berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep diri
yang berbeda dengan siswa siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi
rendah akan memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai
kemampuan dan kurang dapat melakukan penyesuaian yang kuat dengan siswa lain.
Perasaan individu bahwa ia tidak mampu kemampuan menunjukkan adanya sikap
negatif terhadap kemampuan menunjukkan adanya sikap negatif terhadap
kemampuan yang dimilikinya. Padahal segala keberhasilan siswa sangat tergantung
pada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimilikinya. Pandangan
dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan
individumemandang tugas-tugas sekolah sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan.Apa yang siswa yakini tentang dirinya sendiri secara vital
mempengaruhi setiap aspek tingkah laku dan belajar siswa. Siswa yang memiliki
konsep diri yang negatif sering merasa seakan-akan siswa lain lebih baik dari dirinya
sendiri. Ia cenderung menyerah karena ia mulai melihat dirinya mempunyai banyak
sifat negatif dari pada yang positif.