Anda di halaman 1dari 8

Tugas Rutin 2

Disusun Oleh :
Nama : Rudy Irfan Sahputra
Nim : 2212441003
Dosen Pengampu : Sorta Simanjuntak
Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik
Kelas : A 2021

PENDIDIKAN SENI TARI


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
TR 2
KONSEP DIRI

Tujuan Khusus Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian konsep diri
2. Menjelaskan dimensi-dimensi konsep diri
3. Menjelaskan karakteristik perkembangan konsep diri peserta didik
4. Menjelaskan hubungan konsep diri dengan perilaku peserta didik
5. Menjelaskan hubungan konsep diri dengan prestasi belajar peserta didik
Jawab
1. Teori konsep diri dan riset menunjukkan bahwa sikap – sikap terhadap diri memengaruhi
tingkah laku dan memberikan wawasan ke dalam persepsi individu, kebutuhan –
kebutuhan
individu, dan tujuan – tujuan individu. Konsep diri merupakan salah satu aspek yang
cukup penting bagi individu dalam berperilaku. Merefleksikan diri merupakan hal yang
penting dalam pembentukan sebuah konsep diri pada individu. Apa yang kurang pada
konsep diri adalah suatu penjelasan mengenai bagaimana perubahan yang dapat terjadi
didalam konsep diri, persepsi dan tingkah laku ( Burns, 1993 : h.14 ).
Usaha individu untuk memahami diri sendiri kemudian menghasilkan konsep individu
tersebut mengenai diri sendiri, yang biasa disebut dengan konsep diri. Setiap orang
mempunyai pengetahuan dan keyakinan unik mengenai diri sendiri. Konsep diri ini
menjadi identitas yang membedakan antara satu orang dengan yang lain. Konsep diri
individu, di satu sisi, memang tidaklah kaku. Interaksi dengan orang – orang melalui
komparasi sosial, ataupun feedback dari orang lain berdampak pada perkembangan
konsep diri. Apa yang dialami, apa yang didengar, apa yang dilihat, apa yang dirasakan,
dan apa yang dilakukan adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perubahan konsep diri individu ( Rahman, 2013: h.62 ).
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spritual. Termasuk dalam hal ini adalah persepsi
individu tentang sifat dan potensi yang dimiliki, interaksi individu dengan orang lain
maupun lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta
tujuan, harapan, dan keinginan individu tersebut ( Sunaryo, 2004 : h.32 ). Konsep diri
( self – concept ) mengacu pada domain spesifik dari evaluasi diri. Individu dapat
membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain dalam hidupnya - akademik, atletik,
penampilan fisik, dan sebagainya ( Santrock, 2011: h.245).
Konsep diri adalah gambaran keseluruhan dari kemampuan dan karakter khusus individu.
Ini merupakan “konstruk kognitif...sebuah sistem deskriptif dan evaluatif yang
merepresentasikan diri” yang menentukan bagaimana individu merasakan diri dan
menuntun perilaku individu tersebut ( Papalia & Feldman, 2014: h. 272). Konsep diri
adalah organisasi dari persepsi – persepsi diri. Organisasi dari bagaimana individu
mengenal, menerima, dan menilai diri sendiri. Suatu deskripsi mengenai siapa individu
tersebut, mulai dari identitas fisik, sifat, hingga prinsip (Dayakisni & Yuniardi, 2004:
h.117). Branden ( dalam Rahman, 2013: h.62) mendefinisikan konsep diri sebagai
pikiran, keyakinan, dan kesan seseorang tentang sifat dan karakteristik diri, keterbatasan
dan kapabilitas diri, serta kewajiban dan aset – aset yang dimiliki.
Konsep diri adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisi tentang bagaimana
individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri,
bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian atas dirinya sendiri
serta bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri sebagai manusia yang
diharapkan.

Konsep diri tidak hanya mempengaruhi individu dalam karakter tetapi juga tingkat
kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya. Setiap individu pasti memiliki konsep diri dan
dapat berkembang menjadi konsep diri positif maupun negatif, namun demikian kita pada
umumnya tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif atau positif. Individu
yang memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan untuk mengenal dan
memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini individu dapat menerima dirinya secara apa
adanya dan akan mampu menginstropeksi diri atau lebih mengenal dirinya melalui
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, Sedangkan individu yang memiliki konsep diri
negatif, ia tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri, juga tidak mampu
mengenal diri sendiri baik kelebihan maupun kelemahan serta potensi yang dimiliki.
Individu yang memiliki konsep diri negatif adalah individu yang pesimis, merasa dirinya
tidak berharga, dan tidak tahan dengan kritikan yang diberikan kepadanya

Konsep diri memiliki tiga komponen utama, yaitu komponen perseptual yaitu image
seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan yang ditampilkan pada orang lain,
komponen ini sering disebut physical self-concept. Kedua, komponen konseptual yaitu
konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang dimiliki, baik kemampuan dan
ketidakmampuannya, latar belakang serta masa depannya. Komponen ini sering disebut
psycological self-concept, yang tersusun daribeberapa kualitas penyesuaian diri, seperti
pendirian yang teguh dan kebalikannya dari sifat-sifat tersebut. Ketiga, komponen sikap
yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap statusnya sekarang dan
prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan pandangan diri yang
dimilikinya.

2. Dimensi Konsep Diri


Menurut Agustiani (2006), konsep diri terbagi menjadi dua dimensi, yaitu:
a. Dimensi Internal
Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of
reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan
individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal
dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
Diri identitas (identity self). Diri identitas berkaitan dengan identitas diri individu itu
sendiri, misalnya gambaran tentang dirinya siapa saya. Selain itu berkaitan dengan label
yang diberikan kepada diri oleh individu yang bersangkutan.
Diri pelaku (behavioral self). Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah
lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh dirinya. Diri
yang kuat ditunjukkan dengan kesesuaian antara diri identitas dengan dengan diri
pelakunya sehingga ia dapat menerima baik dari diri identitas maupun diri pelakunya.
Diri penerimaan/penilaian (judging self). Diri penerimaan berkaitan dengan kepuasan
seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Jika individu
mempunyai kepuasan yang tinggi pada dirinya, maka ia memiliki kesadaran diri yang
realistis, dan memfokuskan untuk mengembangkan dirinya. Sebaliknya, jika seseorang
tidak mempunyai kepuasan terhadap dirinya, maka ia akan mengalami ketidak-percayaan
diri dan menimbulkan rendahnya harga diri.

b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini
merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi,
agama dan sebagainya. Dimensi eksternal dibagi menjadi lima bentuk, yaitu:
Diri fisik (Psysical self). Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang keadaannya
secara fisik. Contohnya mengenai kesehatan diri, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk atau kurus).
Diri etik-moral (moral-ethical self). Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang
didasrkan pada standar pertimbangan secara moral dan etika. Hal ini berhubungan dengan
Tuhan, kepuasaan seseorang akan agamanya, dan nilai moral.
Diri pribadi (personal self). Diri personal merupakan persepsi seseorang mengenai
keadaan pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh mana individu merasa sebagai
pribadi yang tepat.
Diri keluarga (Family self). Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam hal ini, diri keluarga berkaitan dengan
peran yang dijalani sebagai anggota keluarga.
Diri sosial (Sosial self). Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.
Selain itu konsep diri juga memiliki 3 dimensi, yaitu :
1. Tampilan
Bagaimana Suatu ASPEK Dari Diri DAPAT Dilihat Oleh Orang Lain ATAU Tetap
Tersimpan Beroperasi Pribadi. Misalnya, emosi relatif lebih bersifat pribadi,
sementara kepribadian dapat diketahui oleh orang lain.
2. Sumber
Dimensi ini mencangkup tingkatan dimana beberapa bentuk diri dianggap muncul
dari dalam individu, disamping tumbuh dari suatu kelompok. Elemen-elemen yang
dianggap muncul dari dalam diri seseorang adalah kenyataan individual (individually
direalisasikan ), sementara elemen yang tumbuh dari seseorang dengan suatu
kelompok adalah kenyataan kolektif. Sebagai contoh, tujuan ( purpose ) dapat
digolongkan sebagai kenyataan individual karena suatu suatu yang dimiliki dan
diketahui oleh seseorang. Sebaliknya kerja sama merupakan kenyataan kolektif
karena hanya dapat dilakukan oleh seseorang sebagai anggota kelompok.

3. Agensi
Tingkat kekuatan aktif yang terdapat pada diri. Elemen-elemen aktif seperti berbicara
atau mengemudikan mobil berlawanan dengan elemen-elemen pasif seperti
mendengarkan atau menumpang mobil. Diri dapat berbeda sama antara satu dengan
yang lain, bukan hanya dalam konsep yang digunakan untuk mendefinisikan diri,
tetapi juga dalam penempatan konsep-konsep tersebut kedalam skema ketiga dimensi
tadi.

3.Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik


1. Karakteristik Konsep Diri Anak Usia Sekolah Pada awal masuk SD, terjadi penurunan
dalam konsep diri anak-anak. Hal ini mungkin disebabakan oleh tuntutan baru dalam
akademik dan perubahan sosial yang muncul disekolah. SD banyak memberikan
perubahan kesempatan kepada anak-anak untuk membandingkan dirinya dengan teman-
temannya, sehingga penilaian dirinya secara gradual menjadi lebih realistis.
Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan dalam konsep diri anak selama tahun-
tahun SD dapat dilihat sekurang-kurangnya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu
a. Karakteristik Internal
Berbeda dengan anak-anak prasekolah, anak usia SD lebih memahami dirinya
melalui karakteristik internal daripada melalui karakteristik eksternal. Penelitian
F. Abound dan S. Skerry (1983) menerumakan bahwa anak-anak kelas dua jauh
lebih cenderung menyebutkan karakteristik psikologis (seperti sifat-sifat
kepribadian) dalam pendefinisian diri mereka dan kurang cendrung menyebutkan
karakteristik fisik (seperti warna mata atau pemilikan). Misalnya, anak usia 8
tahun mendeskripsikan drinya sebaga: ”Aku seorang yang pintar dan terkenal”.
Anak usia 10 tahun berkata tentang dirinya: ”Aku cukup lumayan tidak khawatir
terus menerus, Aku biasanya suka marah, tetapi sekarang aku sudah lebih baik.
b. Karakteristik Aspek-aspek Sosial
Selama tahun-tahun SD, aspek-aspek sosial dari pemahaman dirinya juga
meningkat. Dalam suatu investigasi, anak-anak SD seringkali menjadikan
kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi mereka. Misalnya,
sejumlah anak mengacu diri mereka sebagai Pramuka perempuan, sebagai seorang
yang memiliki dua sahabat karib.
c. Karakteristik Perbandingan Sosial
Pada tahap perkembangan ini, anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari
orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Misalnya, anak anak usia
SD tidak lagi berpikir tentang apa yang ”aku lakukan’ atau yang ”tidak aku
lakukan”, tetapi cenderung berpikir tentang ”apa yang dapat aku lakukan
dibandingkan dengan ”apa yang dapat dilakukan oleh orang lain”.

2. Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP/SMA)


a. Abstract and idealistic
Pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri
mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealistik.

b. Differentiated
Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan
anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya
sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi.

c. Contradictions within the self


Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya ke dalam sejumlah peran dan dalam
konteks yang berbeda-beda, kaka muncullah kontradiksi antara diri-diri yang
terdeferensiasi ini.

d. The Fluctiating Self


Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi
diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak mengejutkan. Diri remaja
akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa di mana remaja berhasil
membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi
hingga masa remaja akhir, bahkan hingga masa dewasa awal.

e. Real and Ideal, True and False Selves


Munculnya kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri ideal mereka di
samping diri yang sebenarnya. Kemampuan utnuk menyadari adanya perbedaan
antara diri yang nyata dengan diri yang ideal menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan kognitif dan adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang
nyata dengan diri ideal menunjukkan ketidakmampuan remaja untuk
menyesuaikan diri.

f. Social Comparison
Remaja lebih sering menggunakan social comparison (perbandingan social) untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun, kesediaan remaja untuk mengevaluasi
diri mereka cenderung menurun pada masa remaja karena menerut mereka
perbandingan social itu tidaklah diinginkan Namun, kesediaan remaja untuk
mengevaluasi diri mereka cenderung menurun pada masa remaja karena menerut
mereka perbandingan social itu tidaklah diinginkan.
g. Self-Conscious
Remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih
memikirkan tentang pemahaman diri mereka.

h. Self-protective
Remaja juga memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembagkan dirinya.
Dalam upaya melindungo dirinya, remaja cendrung menolak adanya karakteristik
negatif dalam diri mereka.

i. Unconscious
Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak
disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang disadari.
Pengenalan seperti ini tidak muncul hingga masa remaja akhir. Artinya, remaja
yang lebih tua, yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental
dari mereka yang berada di luar kesadaran atau control mereka dibandingkan
dengan remaja yang lebih muda.

j. Self-integration
Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana
bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi satu kesatuan.
Remaja yang lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidak konsistenan
.
4. Hubungan Konsep Diri dengan Tingkah Laku Sosial Siswa
Terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan tingkah laku sosial
siswa semakin tingginya konsep diri siswa maka siswa akan menampilkan tingkah
laku sosial yang positif atau baik, sebaliknya semakin rendah konsep diri siswa maka
siswa akan menampilkan tingkah laku sosial yang negatif pula atau tingkah laku
yang buruk terhadap sesamanya. Adapun tingkat keeratan hubungan antara kedua
variabel sesuai dengan tabel interpretasi yang ada, hubungan antara kedua variabel
tersebut memiliki tingkat keeratan hubungan yang sedang.
Temuan ini mendukung pendapat Elida Prayitno (2006:86) bahwa “konsep di remaja
mempengaruhi tingkah laku sosialnya karena kesan tentang diri sendiri akan
ditampilkan dalam tingkah lakunya terhadap orang lain”. Sejalan dengan pendapat
Vaughan dan Hogg (dalam Sarlito dan Eka, 2011:54) mengungkapkan bahwa hasil
dari tindakan yang dilakukan akan mendorong seseorang untuk melakukan penilaian
diri, penilaian diri tersebut menyangkut aspek psik dan psikis. Aspek diri tersebut
dapat mempengaruhi tingkah laku sosial remaja (Sarlito dan Eko , 2011:53).
Apabila siswa memiliki konsep diri positi maka ia kan menampilkan tingkah laku
sosial yang baik atau positif. Sejalan dengan pendapat Elida Prayitno, 2006:86
remaja yang memiliki konsep diri positif realistis, cenderung menampilkan tingkah
laku sosial yang positif dalam arti menghormati, menghargai, dan mengasihi orang
lain.
5. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat.Menurut Desmita yang dikutip dari Nylor
mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan hubungan positif yang
kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian bahwa konsep diri dan prestasi belajar siswa disekolah mempunyai
hubungan yang erat.Siswa yang berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep diri
yang berbeda dengan siswa siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi
rendah akan memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai
kemampuan dan kurang dapat melakukan penyesuaian yang kuat dengan siswa lain.
Perasaan individu bahwa ia tidak mampu kemampuan menunjukkan adanya sikap
negatif terhadap kemampuan menunjukkan adanya sikap negatif terhadap
kemampuan yang dimilikinya. Padahal segala keberhasilan siswa sangat tergantung
pada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimilikinya. Pandangan
dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan
individumemandang tugas-tugas sekolah sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan.Apa yang siswa yakini tentang dirinya sendiri secara vital
mempengaruhi setiap aspek tingkah laku dan belajar siswa. Siswa yang memiliki
konsep diri yang negatif sering merasa seakan-akan siswa lain lebih baik dari dirinya
sendiri. Ia cenderung menyerah karena ia mulai melihat dirinya mempunyai banyak
sifat negatif dari pada yang positif.

Anda mungkin juga menyukai