Paper - Teori Hukum
Paper - Teori Hukum
Dosen :
Prof. Dr. I GDE PANTJA ASTAWA, S.H., M.H.
Dr. SUPRABA SEKARWATI, S.H., CN.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KOTA BANDUNG
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara sebagai badan hukum publik, memiliki tujuan yang wajib diembannya
sebagaimana yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan itu untuk melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Tujuan negara tersebut tidak dapat terlaksana bila tidak ditopang dengan
keuangan negara sebagai sumber pembiayaannya. Dengan demikian, keuangan
negara sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan tugas negara yang
merupakan tanggung jawab pemerintah.1
1
M. Djafar Saidi dan Eka M Djafar, Hukum Keuangan Negara dan Praktik, Cetakan Kelima, Rajagrafindo,
Jakarta, 2017, hal. 9
2
Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
tinggi negara dengan kewenangan fiscal controlling yang kedudukannya sejajar
dengan lembaga tinggi negara lain.3
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah suatu lembaga yang dibentuk yang bebas
dan mandiri berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi. Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai badan pemeriksa keuangan eksternal
terhadap pengelolaan keuangan negara. Pemeriksaan atas laporan keuangan oleh
BPK dilakukan dalam rangka memberikan pendapat atas kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. BPK adalah satu-satunya
pemeriksa keuangan ekternal di Indonesia yang mempunyai kewenangan besar
memberikan opini terhadap laporan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan Negara.
3
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2006, hal. 15
sebagai lembaga yang berfungsi melindungi keuangan negara, apabila belakangan
ini beberapa pejabat koruptor di pemerintah sudah mulai terkuak setelah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bekerjasama dengan BPK perlahan mulai
mendeteksi pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi. Demi menciptakan
masyarakatdengan moralitas anti terhadap korupsi lambat laun akan terwujudkan
oleh BPK dengan kinerjanya yang mengupayakan independensi dalam mengaudit
keuangan negara menjadi prioritas utama serta melakukan integritas dan
transparansi dalam menyampaikan hasil audit ke mata publik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan pemeriksaan
terhadap pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang – Undang Nomor
15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan?
C. Metode Penelitian
Dalam tradisi penelitian hukum terdapat dua jenis penelitian, yaitu penelitian
hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang
diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.6 Di sisi lain, penelitian hukum empiris
adalah suatu metode penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku
anggota masyarakat dalam hubungan hidup bermasyarakat. 7 Namun, apabila
dikehendaki peneliti dapat menggabungkan kedua jenis penelitian tersebut dalam
satu penelitian yang disebut dengan metode penelitian hukum normatif - empiris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Mediaindonesia.com, Ahli Sebut Audit Investigasi Oleh BPK Tetap Butuh Konfirmasi,
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/256459/ahli-sebut-audit-investigasi-oleh-bpk-tetap-butuh-
konfirmasi, diunduh pada Jumat 30 Agustus 2019
6
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2010, hal. 154
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 155
A. Teori Lembaga Negara
Konsepsi lembaga negara dalam bahasa Belanda biasa disebut staat sorgaan,
dalam bahasa Inggris lembaga negara menggunakan istilah political institution,
dalam bahasa Indonesia sendiri hal ini identik dengan istilah lembaga negara,
badan negara atau organ negara. Menurut Philipus M. Hadjon mengutip tulisan
D. H Meuwissen, bahwa hukum tata negara (klasik) lazimnya mengenai dua pilar
hukum tata negara, yaitu organisasi negara dan warga negara, dalam organisasi
negara dicantumkan bentuk negara dan sistem pemerintahan termasuk
pembagian kekuasaan negara atau alat perlengkapan negara. 8
8
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hal. 175
9
Ibid, hal. 176
10
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah,
Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 126
11
Ibid, hal. 126
fungsi utamanya pengawasan dan legislasi, ataupun ditambah dengan fungsi
anggaran sebagai instrumen yang penting dalam rangka fungsi pengawasan
parlemen terhadap pemerintah. Pembagian tugas keduanya dapat diatur
berkenaan dengan aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan tugas legislatif,
pengawasan dan fungsi anggaran tersebut.12
3. Penerimaan negara;
4. Pengeluaran negara;
5. Penerimaan daerah;
6. Pengeluaran daerah;
7. Kekayaan negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara atau perusahaan daerah;
16
M Djafar Saidi dan Eka M Djafar, Op. Cit, hal. 9 - 10
17
Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
18
Ikhwan Fahrojih, Op.Cit, hal. 38 - 39
anggaran maupun barang oleh pemerintah yang berasal dari publik dan harus
digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. Keuangan daerah
berhubungan erat dengan hak dan kewajiban daerah terkait dengan penerimaan,
pengeluaran keuangan juga pemanfaatan barang milik daerah, yang dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Dengan demikian,
merupakan suatu tindakan naif jika pemerintah tidak melakukan kewajiban
hukum untuk mengelola anggaran dengan baik dan bertanggung jawab.
C. Teori Pengawasan
Konsep kedaulatan Tuhan, Hukum dan Rakyat menjadi konsep kunci dalam
sistem pemikiran mengenai kekuasaan dalam keseluruhan konsep kenegaraan
Indonesia. Menurut Jimly Asshiddiqie 19, ketiga-tiganya berlaku secara simultan
dalam pemikiran bangsa tentang kekuasaan, yaitu bahwa kekuasaan kenegaraan
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada pokoknya derivate dari
kesadaran mengenai kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Produk hukum yang
dihasilkan selain mencerminkan Ketuhanan Yang Maha Esa, juga mencerminkan
perwujudan prinsip kedaulatan rakyat.
19
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit. hal. 10
Oleh karena itu, prinsip kedaulatan rakyat juga tercermin dalam struktur dan
mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan. Asas kedaulatan rakyat
menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan kemauan
rakyat, yang pada akhirnya semua tindakan pemerintah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya. 20 Hubungan
antar lembaga negara dalam Putusan MKRI Nomor 005/PUU-IV/2006 menurut
Mahkamah Konstitusi:
20
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, hal. 82
21
Jimly Asshiddiqe, Op. Cit, hal. 11
tidak boleh merangkap pada jabatan di luar cabang legislatif. Ketiga, doktrin
pemisahan kekuasaan juga menentukan bahwa masing-masing organ tidak boleh
turut campur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan organ yang lain.
Keempat, doktrin pemisahan kekuasaan yang dianggap paling penting adalah
adanya prinsip check and balances, di mana setiap cabang mengendalikan dan
mengimbangi kekuatan cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dengan adanya
perimbangan yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan tidak terjadi
penyalahgunaan kekuasaan di masing-masing organ yang bersifat independen.
Kelima, prinsip koordinasi dan kesederajatan, yaitu semua organ atau lembaga
(tinggi) negara yang menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, yudikatif
mempunyai kedudukan yang sederajat dan mempunyai hubungan yang bersifat
koordinatif, tidak bersifat subordinatif satu dengan yang lain. 22
22
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit, hal. 290
23
Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara: Pertimbangan Teori Bernegara dan Suplemen, Raja Graffindo, Jakarta,
2005, hal.72
keseimbangan ini bersifat dinamis yang seringkali paradoksal. Karena itu, yang
dibutuhkan adalah:24
1. Suatu distribusi kekuasaan (agar tidak berada dalam hanya satu tangan
saja). Hal ini tersimpul dalam lingkup pengertian “trias politica” atau
“distribution of power”.
3. Suatu pengontrolan yang satu terhadap yang lain (agar suatu pemegang
kekuasaan tidak berbuat sebebas-bebasnya yang dapat menimbulkan
kesewenang-wenangan). Hal ini tersimpul dalam lingkup pengertian kata
“checks”. Dalam hal ini, agar terjadi suatu keseimbangan (balances), tidak
hanya satu cabang pemerintahan lainnya, tetapi harus saling melakukan
pengecekan satu sama lain.
Teori check and balances amat diperlukan dalam suatu sistem ketatanegaraan
berhubung manusia penyelenggara negara bukanlah malaikat, meskipun bukan
juga iblis. Tetapi manusia punya kecenderungan memperluas dan
memperpanjang kekuasaannya, yang ujung - ujungnya menjurus kepada
penyalahgunaan kekuasaan dengan mengabaikan hak-hak rakyat. Untuk itulah
diperlukan suatu sistem saling mengawasi secara seimbang check and balances
sebagai counterpart dari sistem trias politica. Operasionalisasi dari teori check
and balances ini dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:
24
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal. 123
4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap cabang
pemerintahan lainnya, seperti pengawasan terhadap cabang eksekutif oleh
cabang legislatif dalam hal penggunaan budget negara; dan
BAB III
PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN
TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA BERDASARKAN UNDANG –
UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Undang - Undang Nomor 15 tahun 2006 Tentang BPK menjelaskan dalam Pasal 6 ayat
(1) bahwa:
Selanjutnya pasal 7 ayat (1) : “BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, DPRD sesuai dengan
kewenangannya”.
Pasal 8 ayat (1) : “Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada presiden, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.”
Ayat (3) “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang - undangan paling
lama satu bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.”
Ayat (5) “BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh pejabat sebgaimana yang dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan
secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta pemerintah.”
BPK adalah sebuah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Peran pokok BPK adalah memeriksa asal usul dan
besarnya penerimaan negara dari manapun sumbernya dan harus mengetahui tempat
uang negara disimpan dan untuk apa uang negara itu digunakan. 25 Beberapa tahap yang
dilalui BPK dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu; tahap perencanaan, pelaksaan dan
pelaporan hasil pemeriksaan. Setiap tahap prinsipnya dilaksanakan secara bebas dan
mandiri. Pemeriksaan yang dilakukan dengan bebas dan mandiri akan menghasilkan
LHP secara objektif, sehingga dapat diketahui persoalan sesungguhnya dari pengelolaan
25
BPK RI, Mengenal Lebih Dekat BPK Sebuah Paduan Populer, Biro Humas dan Luar Negeri BPK RI, hal. 2
dan tanggung jawab keuangan negara, dan selanjutnya dapat direkomendasikan secara
tepat untuk memecahkan persoalan tersebut. Adapun tahapan - tahapan tersebut
adalah:26
1. Perencanaan pemeriksaan
c. Audit scope, menentukan sistim, fungsi, dan bagian dari organisasi yang secara
khusus akan diperiksa.
d. Audit procedures and steps for data gathering, melakukan cara melakukan audit
untuk memeriksa dan mengkaji kendali, menentukan siapa yang akan
diwawacara.
26
Ikhwan Fahrojih, Op. Cit, hal. 30
27
Ibid, hal. 31
28
Ibid, hal. 31 - 33
a. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan, serta menyusun
dan menyajikan laporan.
b. Meminta keterangan atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap organisasi
Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, Lembaga Lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah,
dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
g. Menggunakan tenaga ahli dan atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja
atas nama untuk nama BPK.
Hasil pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan,
kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi/data mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan
29
Ikhwan Fahrojih, Op. Cit, hal. 32
30
Ikhwan Fahrojih, Op. Cit, hal. 32 - 33
professional berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam laporan hasil
pemeriksaan sebagai keputusan BPK. Laporan atas laporan keuangan pemerintah pusat
disebut LKPP diserahkan kepada DPR dan DPD. Laporan atas keuangan pemerintah
daerah disebut LKPD diserahkan kepada DPRD. BPK memeriksa LKPP yang diserahkan
pemerintah selama maksimal dua bulan. Hasil pemeriksaan inilah yang diserahkan oleh
BPK kepada DPR. Demikian pula pemeriksaan atas LKPD, pemeriksaan ini dilakukan
setiap tahun.Disamping itu BPK juga menyusun laporan hasil pemeriksaan yang
dilakukan setiap semester atau IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester). LHP dan
IHPS diserahkan secara rutin kepada DPR, DPD, DPRD, setiap semester dan setiap
tahun. Selain itu dikenal pula pemeriksaan parsial, yaitu pemeriksaan dari masing-
masing satuan kerja.
Sebelum hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR atau DPRD atau DPD, BPK dilarang
mempublikasikan isi hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak lain, termasuk kepada
pemerintah maupun media massa. Untuk mengatur tata cara penyerahan hasil
pemeriksaan BPK-RI diatur dalam Keputusan DPR RI Nomor 1 tahun 2004 tentang Tata
Tertib DPR RI. Pasal 166 Keputusan DPR RI Nomor 1 Tahun 2004 mengatur tentang
tata cara penyerahan hasil pemeriksaan semester BPK-RI kepada DPR RI yaitu:
4. Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dijadikan bahan rapat kerja
dan rapat dengar pendapat.
5. Hasil rapat kerja dan rapat dengar pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat 4
dilaporkan secara tertulis kepada pimpinan DPR.
6. Pimpinan DPR mengadakan konsultasi pimpinan - pimpinan fraksi untuk
membahas laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 5.
a. Dalam hal kasus yang diduga merupakan tindak pidana, maka pimpinan DPR
menyampaikan kasus tersebut kepada Kepolisian/kejaksaan untuk di proses
lebih lanjut.
b. Dalam hal kasus yang diduga perlu diberikan sanksi administratif, maka
pimpinan DPR menyampaikan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan
untuk di proses lebih lanjut.31
BPK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPD untuk menjadi bahan bagi DPD
dalam memberikan pertimbangan kepada DPR tentang RUU yang berkaitan dengan
APBN. BPK juga mnyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPRD provinsi maupun DPRD
kota atau kabupaten. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPRD sesuai dengan
kewenanganannya. Hubungan antara BPK-RI dan DPRD sebenarnya merupakan
hubungan tiga pihak yakni:
BAB IV
31
Ikhwan Fahrojih, Op. Cit, hal. 59 - 60
Pemeriksaan adanya Kerugian Negara yang nyata dan pasti haruslah didasarkan
Pemeriksaan Investigatif melaui asas Asersi (et audi alteram partem), yaitu
pemeriksaan harus (diberi kesempatan) dilakukan terhadap semua pihak atau orang
yang terkait dengan objek pemeriksaan, yang akan memberikan kesimpulan adanya
perbuatan melawan hukum (pidana) atau mal administrasi.
Apabila pemeriksaan Investigatif ini tidak menterapkan asas Asersi, maka pemeriksaan
dianggap premateur dan melanggar Pasal 25 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dengan
ancaman pidana minimum 1 tahun dan maksimum 5 tahun. Konsep penyelesaian
kerugian negara sebagai akibat administrasi yang kemudian diselesaikan dengan
mekanisme administrasi menurut Pasal 59 UU Nomor 1 Tahun 2004 dan Pasal 20 - 21
UU Nomor 30 Tahun 2014 adalah dalam hal kerugian negara dapat dipulihkan selama
10 hari kerja sejak ditemukannya kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian
negara. Dengan kata lain, suatu kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian
negara dapat dilakukan penyelesaian secara efisien dengan penyelesaian administrasi
guna memulihkan kerugian negara. Makna kerugian negara dalam kaitannya dengan
pengertian keuangan negara adalah kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka 22 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang merupakan kekurangan uang,
surat berharga, dan barang yang ditetapkan dalam dokumen anggaran secara nyata dan
pasti dan tidak merupakan perkiraan, asumsi, potensi, maupun kemungkinan.
Oleh sebab itu, ketika administrasi menyatakan prosedur dan syarat memang tidak
terpenuhi, tetapi suatu kegiatan dan perbuatan dianggap menyalahi syarat dan
prosedur, administrasi dapat melakukan pilihan tindakan melakukan perbaikan,
pembatalan, atau penundaan. Hal ini dimasudkan agar administrasi dapat diberikan
kesempatan melakukan pemulihan dan perbaikan atas syarat dan prosedur, dan
mengembalikan keadaan secara cepat menurut kebutuhan masyarakat pada saat
tersebut.
Untuk mengungkap adanya kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya harus
dilakukan dengan menyampaikan laporan pemeriksaan investigatif atau pemeriksaan
tujuan tertentu yang dibutuhkan untuk menghasilkan simpulan, dan tidak hanya
didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan biasa berupa Laporan Hasil Pemeriksaan.
Pemeriksaan investigatif akan menghasilkan simpulan mengenai kerugian negara
secara nyata dan pasti jumlahnya, yang dinyatakan terjadi akibat perbuatan melawan
hukum atau mal-administrasi. Jika kerugian negara tersebut disimpulkan merupakan
mal-administrasi, pemeriksa merekomendasikan pengenaan ganti kerugian atau
disertai dengan dendanya melalui penetapan kerugian negara. Jika kerugian negara
tersebut disimpulkan terdapat indikasi perbuatan melawan hukum pidana, pemeriksa
menyampaikan jumlah perhitungan kerugian negaranya secara nyata dan pasti. Dengan
demikian, bukan menyampaikan potensi kerugian negara.
Suatu laporan hasil pemeriksaan investigatif harus dilakukan oleh badan dan bukan
orang suatu orang dalam jabatan maupun kelompok kerjanya. Badan adalah
representasi yang didasarkan pada wewenang - wewenang publik berdasarkan syarat
dan prosedur. Dalam melakukan pemeriksaan investigatif, pemeriksa menurut
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 dan Peraturan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 1314/K/D6/2012 harus menerapkan
asas asersi, yaitu asas di mana semua pihak atau orang yang terkait dengan objek
pemeriksaan diberikan kesempatan untuk didengarkan dan diminta keterangan (et
audi alteram partem). Jika pemeriksa tidak melakukan atau tidak menerapkan standar -
standar dalam pemeriksaan, pemeriksa harus menjelaskan alasan tidak menerapkan
standar tersebut dan akibatnya.
Suatu simpulan atas kerugian negara atau tidak dengan jumlah serta perbuatan dan
pelakunya hanya dapat dilakukan setelah diterapkannya asas et audi alteram partem
yang sama dengan asas asersi, di mana semua pihak yang diduga maupun yang
dianggap mengetahui dilakukan pemeriksaan dan persepsinya, yang kemudian
dirumuskan dan dituangkan dalam hasil pemeriksaan. Tidak mungkin ada simpulan
atas kerugian negara yang tidak didasarkan proses tersebut terlebih dahulu karena
akan dianggap prematur. Bahwa suatu hasil pemeriksaan investigatif merupakan
permintaan penyidik atau badan di luar pemeriksa, tetap standar dan prosedur
mengharuskan adanya penerapan asas asersi (et audi et alteram partem).
Dalam penilaian kerugian negara, harus dipahami jika konsepsinya adalah ada
pelanggaran administrasi, maka jika alasan itu yang dipergunakan berarti merupakan
kesalahan administrasi yang merugikan negara yang penyelesaiannya adalah
pengembalian uang. Demikian juga adanya penafsiran sepihak atas norma tidak dapat
menjadi alasan adanya kerugian negara, karena kerugian negara harus nyata dan pasti
serta tidak dapat menjadi latar belakang yang rasional dalam menentukan ada tidaknya
kerugian negara. Dalam hal terjadi pilihan tersebut, pemeriksa menurut Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 harus melaporkan unsur kondisi atas
temuan, kriteria yang diharapkan, dan akibat dari tafsiran sepihak atas norma hukum
serta sebab yang menjadi bukti adanya tindakan yang langsung merugikan negara
melalui berkurangnya kas negara atau dokumen APBN yang tidak dapat dipulihkan atau
tidak. Dengan demikan, penilaian dan jumlah kerugian negara yang hanya menyatakan
terdapat kesalahan administrasi, syarat dan prosedur, penilaian atas kerugian negara
adalah penilaian administrasi. Hal ini harus dirumuskan dalam hasil pemeriksaan
investigatif, sehingga jika tidak ada, laporan pemeriksaan demikian menurut hukum
administrasi negara dinyatakan batal demi hukum (nietig van rechtwege).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara Dalam
Perspektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012
BPK RI, Mengenal Lebih Dekat BPK Sebuah Paduan Populer, Biro Humas dan Luar
Negeri BPK RI
M. Djafar Saidi dan Eka M Djafar, Hukum Keuangan Negara dan Praktik, Cetakan
Kelima, Rajagrafindo, Jakarta, 2017
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Refika Aditama, Bandung, 2011
B. Perundang – Undangan
C. Literasi Lainnya