Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE

Disusun Oleh :
Kelompok 1

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS’33
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
A. Anatmoni Fisiologi Eliminasi Urin

1. Pengertian Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
2. Susunan Sistem Perkemihan
a. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen.Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis),
jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki
– laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
b. Bagian – Bagian Ginjal
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal
disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan
simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam
simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh
yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau
papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah
tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus
yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan
malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila
renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari
papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke
ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
c. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam
atau basa.
5. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
 Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh
alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan
pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
 Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak
ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah
kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone
adrenalin dan hormn kortison.
3. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang
± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.
 Lapisan dinding ureter terdiri dari :
 Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
 Lapisan tengah otot polos
 Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
 Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin
melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih.Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia
muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter
terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan
pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya
mempunyai saraf sensorik.
4. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung
kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh
jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam).
5. Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup
untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi
spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi
sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau
menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf
yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi
urine (kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria,
diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako
lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan
menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri
vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk
anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus
limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
6. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan
berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan
fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm.
Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di
sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya
sebagai saluran ekskresi.

ELIMINASI URINE
A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran
cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari 180 liter darah
yang masuk ke ginjal untuk di filterisasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa
urin sebagian besar hasil filterisasi akan di serap kembali di tubulus ginjal untuk
di manfaatkan oleh tubuh
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine tergantung
kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk
limbah dan darah untuk membentuk urine. Ureter mentranspor urine dan ginjal ke
kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin
berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui ureter.semua organ sistem perkemihan
harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
B. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
 Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis
 Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang
 Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan
tumor
 Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi
uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi
a. Perubahan dan pertumbuhan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Bayi
dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar dibandingkan
dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang anak tidak dapat
mengontrol mikturisi secara volunter sampai ia usia 18-24 bulan. Orang
dewasa dalam kondisi normal mengekresikan 1500 sampai 1600 ml urine
setiap hari. Proses penuaan mengganggu mikturisi. Perubahan fungsi ginjal
dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.
b. Faktor sosiokultural
Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien. Apabila
seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah
terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang
sensitif terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan privasi harus ditangani
dengan sikap yang berusaha memahami serta menerima klien.
c. Faktor psikologis
Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas
dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih. Bahkan setelah buang air
beberapa menit sebelumnya.
d. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting
untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi untuk
rileks.
e. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang
buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang merupakan akibat
dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot
setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma.
f. Status volume
Apabila cairan dan kontsentrasi elektrolit serta solut berada dalam
keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan
produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang
bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerulus
dan ekskresi urine.
g. Kondisi penyakit
Bebrapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kekandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung
kemih, dan individu sulit untuk mengontrol urinasi.
h. Prosedur pembedahan
Analgesik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerulus, mengurangi haluan urine. Pembedahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal pada
jaringan sekitar.
i. Obat-obatan
Deuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrilit tertentu untuk
emningkatkan haluan urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan
obat antikolinergik
Berikut adalah faktor risiko eliminasi urine, yaitu :
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung
kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung
urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.
b. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara
umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan,
pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan
obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
1. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine tanpa sadar,terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
2. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen.
4. Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan<terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu
5. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang
mengalami pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat
diperkirakan.
c. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis
terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada malam
hari.
d. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,
kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola
eliminasi terdiri atas:
1. Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah
cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan
cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan
juga pada keadaan stres atau hamil.
2. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang
buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera
ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada
sphincter.
3. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur
uretra.
4. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat
ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis.
5. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara
normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam
secara terus – menerus.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Urine mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongankandung
kemih tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
6. Hematuria
7. Edema ringan pada mata / seluruh tubuh
8. Edema berat mengakibatkn oliguria dan payah jantung
9. Hipertensi 60 – 70%
10. Gangguan GIT ( muntah dan diare )
11. Oliguria
D. PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kencing dan sfinkter diperlukan agar terjadi
pengeluaran urin secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot
normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh
reflex urethrovesica urinaria. Pengertian tentang keteraturan stimulus saraf dan
kegiatan otot dapat membantu perawat bagaimana kontinen dapat dapat
dipertahankan.
Bila terjadi pengisian kandung kecing, tekanan didalam kandung kemih
meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung kencing)
memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung.
Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 sampai 200 ml urin daya
rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsang.
Stimulus ditransmisi lewat serabut reflek eferan ke lengkungan pusat reflex untuk
mikstrurirasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan
refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor.
Sfinkter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama
membuka dan urin masuk ke urethra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna dan
otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan
refleks bisa mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui
dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi
diluar kesadaran dari sfinker eksterna. Bila salah satu bagian dari fungsi yang
komlek ini rusak, bisa terjadi inkontinensia urin.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pielogram Intravena : Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta
memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat
invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
2. Computerized Axial Tomography : Merupakan prosedur sinar X
terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci
mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner temografik adalah
sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar
X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa
potongan lintang transfersal yang tipis.
3. Ultra Sonografi : Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga
dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari
struktur jaringan.
4. Prosedur Invasif
a. Sistoscopy : Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak
fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra
klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah
obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop
untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk
menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
b. Biopsi Ginjal : Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur
ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk
diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c. Angiography (arteriogram) : Merupakan prosedur radiografi invasif yang
mengefaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri
ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau
okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau
kista)
5. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram) : Pengisian
kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih
bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih.
Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan
untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
6. Arteriogram Ginjal : Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta
abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat
ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
7. Indikasi :
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah
korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik.
d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
8. Pemeriksaan Urine : Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine.
Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
9. Tes Darah : Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein,
sistoskopi, intravenus, pyelogram.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan
berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai
dengan tujuannya
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan
membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan
mengetahui kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang dikeluarkan
pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya
kateter melalui urethra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni
atau urine.
G. ASUHAN KEPERWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
a. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan kesempatan.
b. Pola berkemih
 Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu 24 jam.
 Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang
ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
 Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
 Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.
 Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara
mendadak.
c. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
d. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
 Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium
 Gaya hidup
 Stres psikologi dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
 Tingkat aktivitas
e. Keadaan urine meliputi :
 Warna
 Bau
 Berat jenis
 Kejernihan
 pH
 protein
 darah
 glukosa
f. tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine , inkontinensia urine

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Gangguan Eliminasi Urine
3. Ansietas
SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut ( D.0077 ) Tingkat Nyeri ( L.08066 )
Manajemen Nyeri ( I.08238 )
Definisi : pengalam Setelah dilakukan tindakan
Tindakan :
sensorik atau keperawatan 3x24 jam  Identifikasi respon nyeri
emosional yang diharapkan pasien non verbal
berkaitan dengan mempunyai kriteria hasil :  Identifikasi faktor yang
kerusakan jaringan  Keluhan nyeri memperberat nyeri
aktual atau fungsional  Kesulitan tidur  Monitor efek samping
dengan onset  Pola tidur penggunaan analgetik
mendadak atau lambat  Meringis  Berikan teknik
dan berintensitas  gelisah nonfarmakologis untuk
ringan hingga berat mengurangi rasa nyeri
yang berlangsung  Kompres hangat/ dingin
kurang dari 3 bulan.  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Gangguan Eliminasi Urine Urine ( L.04034 ) Manajemen Eliminasi Urine
Urine ( D. 0040 ) Setelah dilakukan tindakan ( I.04152 )
Definisi : keadaan keperawatan selama 3x24 Tindakan :
dimana seorang jam diharapkan pasien  Identifikasi tanda dan
individu mengalami mempunyai kriteria hasil : gejala retensi atau
atau resiko  Sensasi berkemih inkontinensia urine
ketidakmampuan  Desakan berkemih  Monitor eliminasi urine
untuk berkemih.  Berkemih tidak  Catat waktu-waktu dan
tuntas haluaran berkemih
 Mengontrol  Batasi asupan cairan
 Frekuensi BAK  Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran cairan
 Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot – otot
panggul/ berkemih
 Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Ansietas ( D.0080 ) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas ( I.09314 )
Definisi : kondisi ( L.09093 ) Tindakan :
emosi dan Setelah dilakukan tindakan Identifikasi saat tingkat ansietas
pengalaman subyektif keperawatan selama berubah
individu terhadap 3x24jam diharapkan pasien  Monitor tanda – tanda
objek yang tidak jelas mempunyai kriteria hasil : ansietas
dan spesifik akibat  Verbalisasi  Ciptakan suasana terapeutik
antisipasi bahaya yang kebingungan untuk menumbuhkan
memungkinkan  Perilaku gelisah kepercayaan
individu melakukan  Frekuensi nadi  Pahami situasi yang
tindakan untuk  Pola tidur membuat ansietas
menghadapi ancaman.  Pola berkemih  Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang dialami
 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi

I. EVALUASI
Evaluasi keperaatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :

 miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan


asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada
kandung kemih atau kateter.
 mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume
urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
 mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak
ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
 mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa
inflamasi an kulit di sekitar uterostomi kering.
 memnerikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan
adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
 Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta

Kozier,Erb,Berman,Snyder,2011.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.


EGC: Jakarta

Mubarok,Chayatin,2008.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.EGC: Jakarta

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai