Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Kelompok 1
ELIMINASI URINE
A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran
cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari 180 liter darah
yang masuk ke ginjal untuk di filterisasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa
urin sebagian besar hasil filterisasi akan di serap kembali di tubulus ginjal untuk
di manfaatkan oleh tubuh
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine tergantung
kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk
limbah dan darah untuk membentuk urine. Ureter mentranspor urine dan ginjal ke
kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin
berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui ureter.semua organ sistem perkemihan
harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
B. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis
Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang
Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan
tumor
Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi
uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi
a. Perubahan dan pertumbuhan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Bayi
dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar dibandingkan
dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang anak tidak dapat
mengontrol mikturisi secara volunter sampai ia usia 18-24 bulan. Orang
dewasa dalam kondisi normal mengekresikan 1500 sampai 1600 ml urine
setiap hari. Proses penuaan mengganggu mikturisi. Perubahan fungsi ginjal
dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.
b. Faktor sosiokultural
Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien. Apabila
seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah
terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang
sensitif terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan privasi harus ditangani
dengan sikap yang berusaha memahami serta menerima klien.
c. Faktor psikologis
Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas
dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih. Bahkan setelah buang air
beberapa menit sebelumnya.
d. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting
untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi untuk
rileks.
e. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang
buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang merupakan akibat
dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot
setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma.
f. Status volume
Apabila cairan dan kontsentrasi elektrolit serta solut berada dalam
keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan
produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang
bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerulus
dan ekskresi urine.
g. Kondisi penyakit
Bebrapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kekandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung
kemih, dan individu sulit untuk mengontrol urinasi.
h. Prosedur pembedahan
Analgesik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerulus, mengurangi haluan urine. Pembedahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal pada
jaringan sekitar.
i. Obat-obatan
Deuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrilit tertentu untuk
emningkatkan haluan urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan
obat antikolinergik
Berikut adalah faktor risiko eliminasi urine, yaitu :
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung
kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung
urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.
b. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara
umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan,
pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan
obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
1. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine tanpa sadar,terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
2. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen.
4. Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan<terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu
5. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang
mengalami pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat
diperkirakan.
c. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis
terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada malam
hari.
d. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,
kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola
eliminasi terdiri atas:
1. Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah
cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan
cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan
juga pada keadaan stres atau hamil.
2. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang
buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera
ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada
sphincter.
3. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur
uretra.
4. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat
ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis.
5. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara
normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam
secara terus – menerus.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Urine mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongankandung
kemih tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
6. Hematuria
7. Edema ringan pada mata / seluruh tubuh
8. Edema berat mengakibatkn oliguria dan payah jantung
9. Hipertensi 60 – 70%
10. Gangguan GIT ( muntah dan diare )
11. Oliguria
D. PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kencing dan sfinkter diperlukan agar terjadi
pengeluaran urin secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot
normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh
reflex urethrovesica urinaria. Pengertian tentang keteraturan stimulus saraf dan
kegiatan otot dapat membantu perawat bagaimana kontinen dapat dapat
dipertahankan.
Bila terjadi pengisian kandung kecing, tekanan didalam kandung kemih
meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung kencing)
memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung.
Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 sampai 200 ml urin daya
rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsang.
Stimulus ditransmisi lewat serabut reflek eferan ke lengkungan pusat reflex untuk
mikstrurirasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan
refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor.
Sfinkter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama
membuka dan urin masuk ke urethra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna dan
otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan
refleks bisa mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui
dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi
diluar kesadaran dari sfinker eksterna. Bila salah satu bagian dari fungsi yang
komlek ini rusak, bisa terjadi inkontinensia urin.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pielogram Intravena : Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta
memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat
invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
2. Computerized Axial Tomography : Merupakan prosedur sinar X
terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci
mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner temografik adalah
sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar
X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa
potongan lintang transfersal yang tipis.
3. Ultra Sonografi : Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga
dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari
struktur jaringan.
4. Prosedur Invasif
a. Sistoscopy : Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak
fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra
klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah
obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop
untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk
menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
b. Biopsi Ginjal : Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur
ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk
diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c. Angiography (arteriogram) : Merupakan prosedur radiografi invasif yang
mengefaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri
ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau
okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau
kista)
5. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram) : Pengisian
kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih
bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih.
Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan
untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
6. Arteriogram Ginjal : Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta
abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat
ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
7. Indikasi :
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah
korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik.
d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
8. Pemeriksaan Urine : Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine.
Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
9. Tes Darah : Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein,
sistoskopi, intravenus, pyelogram.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan
berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai
dengan tujuannya
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan
membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan
mengetahui kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang dikeluarkan
pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya
kateter melalui urethra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni
atau urine.
G. ASUHAN KEPERWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
a. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan kesempatan.
b. Pola berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu 24 jam.
Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang
ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.
Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara
mendadak.
c. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
d. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium
Gaya hidup
Stres psikologi dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
Tingkat aktivitas
e. Keadaan urine meliputi :
Warna
Bau
Berat jenis
Kejernihan
pH
protein
darah
glukosa
f. tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine , inkontinensia urine
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Gangguan Eliminasi Urine
3. Ansietas
SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut ( D.0077 ) Tingkat Nyeri ( L.08066 )
Manajemen Nyeri ( I.08238 )
Definisi : pengalam Setelah dilakukan tindakan
Tindakan :
sensorik atau keperawatan 3x24 jam Identifikasi respon nyeri
emosional yang diharapkan pasien non verbal
berkaitan dengan mempunyai kriteria hasil : Identifikasi faktor yang
kerusakan jaringan Keluhan nyeri memperberat nyeri
aktual atau fungsional Kesulitan tidur Monitor efek samping
dengan onset Pola tidur penggunaan analgetik
mendadak atau lambat Meringis Berikan teknik
dan berintensitas gelisah nonfarmakologis untuk
ringan hingga berat mengurangi rasa nyeri
yang berlangsung Kompres hangat/ dingin
kurang dari 3 bulan. Fasilitasi istirahat dan tidur
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Gangguan Eliminasi Urine Urine ( L.04034 ) Manajemen Eliminasi Urine
Urine ( D. 0040 ) Setelah dilakukan tindakan ( I.04152 )
Definisi : keadaan keperawatan selama 3x24 Tindakan :
dimana seorang jam diharapkan pasien Identifikasi tanda dan
individu mengalami mempunyai kriteria hasil : gejala retensi atau
atau resiko Sensasi berkemih inkontinensia urine
ketidakmampuan Desakan berkemih Monitor eliminasi urine
untuk berkemih. Berkemih tidak Catat waktu-waktu dan
tuntas haluaran berkemih
Mengontrol Batasi asupan cairan
Frekuensi BAK Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran cairan
Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot – otot
panggul/ berkemih
Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Ansietas ( D.0080 ) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas ( I.09314 )
Definisi : kondisi ( L.09093 ) Tindakan :
emosi dan Setelah dilakukan tindakan Identifikasi saat tingkat ansietas
pengalaman subyektif keperawatan selama berubah
individu terhadap 3x24jam diharapkan pasien Monitor tanda – tanda
objek yang tidak jelas mempunyai kriteria hasil : ansietas
dan spesifik akibat Verbalisasi Ciptakan suasana terapeutik
antisipasi bahaya yang kebingungan untuk menumbuhkan
memungkinkan Perilaku gelisah kepercayaan
individu melakukan Frekuensi nadi Pahami situasi yang
tindakan untuk Pola tidur membuat ansietas
menghadapi ancaman. Pola berkemih Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang dialami
Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
Latih teknik relaksasi
I. EVALUASI
Evaluasi keperaatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta
Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. EGC:
Jakarta