Anda di halaman 1dari 11

TERAPI MALARIA PADA ANAK

Novi H. Rampengan

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: novierampengan@yahoo.com

Abstract: Malaria is still a health problem in Indonesia because it is endemic in considerable


parts of Indonesia. According to Riskesdas 2010, the most frequent causes of malaria were P.
falciparum (86.4%) and P. vivax (6.9%), with mortality in all age groups increased more than
2 times in 2006-2009 compared to years before. One of the reasons is the increase of malaria
parasite resistence to malaria treatment. Therefore, WHO and Ministry of Health in Indonesia
recommend that malaria treatment must be by evidence of malaria infection with laboratory
tests and malaria medicine must be in combination form to prevent the occurence of
resistence. The first line treatment for uncomplicated malaria cases is DHP and AAQ
meanwhile the second line is quinine and doxycycline. Moreover, the first line treatment for
severe malaria cases is artesunate IV or artemeter IM and the second line is kinine IV.
Keywords: plasmodium, malaria, uncomplicated malaria, severe malaria, combination therapy

Abstrak: Malaria masih merupakan masalah di Indonesia karena terdapat endemis di sebagian
besar wilayah Indonesia. Menurut Riskesdas tahun 2010 penyebab malaria yang tertinggi ialah
P. falciparum (86,4%) dan P. vivax (6,9%) dengan angka kematian untuk semua kelompok
umur meningkat >2 kali lipat pada tahun 2006-2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Salah
satu penyebabnya yaitu meningkatnya resistensi parasit malaria terhadap obat-obat malaria
sehingga WHO dan Kemkes merekomendasikan bukti laboratorium terinfeksi malaria dan
pemberian obat anti malaria diberikan kombinasi untuk mencegah resistensi. Lini I obat untuk
terapi malaria tanpa komplikasi yaitu DHP, AAQ dan lini II kinin + doksisiklin, sedangkan
lini I obat untuk terapi malaria berat yaitu artesunat IV atau artemeter IM dan lini II kinin IV.
Kata kunci: plasmodium, malaria, malaria tanpa komplikasi, malaria berat, terapi kombinasi

World Health Organization (WHO) kematian akibat malaria terjadi pada anak
melaporkan bahwa di tahun 2010 usia <5 tahun.1-6
diperkirakan 3,3 milyar penduduk berisiko Malaria merupakan masalah kesehatan
terinfeksi malaria. Sekitar 2,1 milyar masyarakat di Indonesia karena masih
penduduk berada di risiko rendah (< 1 endemis di sebagian besar wilayah
kasus per 1000 penduduk) dimana 94% Indonesia, sehingga dimasukkan sebagai
secara geografik tinggal di luar Afrika dan salah satu indikator millennium
1,2 milyar penduduk berada di risiko tinggi developmental global (MDGs) dengan
(>1 kasus per 1000 penduduk) dengan 47% target menghentikan penyebaran dan
tinggal di Afrika dan 37% di Asia mengurangi kejadian insiden malaria pada
Tenggara. Tahun 2010 diperkirakan tahun 2015 yang dilihat dari indikator
terdapat 216 juta kasus malaria dan 81% menurunnya angka kesakitan dan angka
berada di Afrika dan 13% di Asia kematian akibat malaria.7 Berdasarkan
Tenggara, dengan perkiraan angka annual parasite incidence (API) dilakukan
kematian 655.000 penduduk dan 91% stratifikasi wilayah dimana Indonesia
kematian terdapat di Afrika. Sekitar 86% bagian Timur masuk dalam stratifikasi

S1
S2 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3, Suplemen, November 2015, hlm. S1-11

malaria tinggi, stratifikasi sedang di benar-benar tidak tersedia akses


beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi, pemeriksaan parasitologis untuk
dan Sumatera sedangkan Jawa-Bali masuk diagnosis. Pengobatan berdasarkan
dalam stratifikasi rendah, meskipun masih diagnostic test yang tepat merupakan
terdapat beberapa desa dengan angka penanganan yang baik dan memiliki
terinfeksi malaria yang tinggi. Menurut berbagai keuntungan seperti:
Riskesdas tahun 2010 penyebab malaria • Perbaikan penanganan pasien
yang tertinggi ialah P. falciparum (86,4%) yang parasitologis positif karena
dan P. vivax (6,9%) dengan angka adanya konfirmasi infeksi terlebih
kematian untuk semua kelompok umur dahulu
menurun drastis, dimana pada tahun 2004 • Identifikasi pasien dengan
angka kematian sebesar 10,51% menjadi parasitologis negatif sehingga
1,34% pada tahun 2006, namun angka pasien dapat didiagnosis dan
kematian meningkat >2 kali lipat pada diberikan terapi yang sesuai.
tahun 2006-2009.7 • Terhindarnya penggunaan anti
Meningkatnya angka kematian tersebut malaria pada pasien parasitologis
dapat disebabkan adanya perubahan negatif sehingga mengurangi efek
lingkungan yang mengakibatkan tempat samping, interaksi obat, resistensi
perindukan nyamuk semakin bertambah, obat, serta penghematan biaya
diagnosis malaria yang kurang tepat dan • Kepercayaan publik yang lebih
terlambat, meningkatnya resistensi baik pada efikasi artesunate
insektisida terhadap vektor, meningkatnya combination therapy (ACT)
resistensi parasit malaria terhadap obat- ketika digunakan untuk mengobati
obat malaria, dan belum tersedianya vaksin kasus pasti malaria.
malaria. Untuk menghadapi hal tersebut • Kepercayaan publik yang lebih
maka WHO merekomendasikan bahwa baik pada diagnosis dan
semua orang di segala usia yang secara pengobatan kasus-kasus demam
epidemiologis tersangka malaria harus non malaria
melakukan konfirmasi parasitologis 2. Malaria falsiparum tanpa komplikasi
diagnosis malaria baik dengan pemeriksaan seharusnya diterapi dengan ACT.
mikroskopis atau rapid diagnostic test Primakuin dosis tunggal diberikan
(RDT)/simple immunochromatographic sebagai anti gametosit pada malaria
tests, sehingga obat anti malaria tidak boleh falsiparum dengan memperhatikan
dikonsumsi oleh orang dengan diagnosis pasien yang defisiensi G6PD.
klinis malaria dan obat malaria yang ada 3. Malaria vivax seharusnya diterapi
diberikan secara kombinasi untuk mence- dengan klorokuin bila pada wilayah
gah dan mengurangi terjadinya resistensi.8 tersebut masih efektif; ACT yang
sesuai (bukan artesunat+sulfadoksin-
PENGOBATAN MALARIA pirimetamin) seharusnya digunakan
Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam untuk malaria vivax pada wilayah yang
pengobatan malaria menurut pedoman terbukti resisten klorokuin. Baik
pengobatan malaria yang direkomen- klorokuin dan ACT seharusnya
dasikan oleh WHO yaitu:4,9 diberikan dengan 14 hari pemberian
1. Konfirmasi parasitologis yang tepat primakuin untuk mencegah relaps
dengan pemeriksaan mikroskopis, atau (memperhatikan pasien dengan
alternatif lain dengan RDTs bagi defisiensi G6PD).
seluruh pasien dengan curiga malaria 4. Terdapat 5 jenis ACT yang
sebelum memulai terapi. Pengobatan direkomendasikan saat ini yaitu
malaria semata-mata berdasarkan artemeter + lumefantrin, artesunat +
kecurigaan klinis hanya dilakukan saat amodiakuin, artesunat + meflokuin,
Rampengan: Terapi malaria pada anak S3

artesunat + sulfadoksin-pirimetamin, diketahui toleransi baik. Efek samping


dan dihidroartemisinin + piperakuin yang serius ialah reaksi hipersensitivitas
(DHP). Pemilihan ACT seharusnya tipe 1 (1:3000). Artemisinin harus dihindari
didasarkan pada efikasi kombinasi di pada ibu hamil trimester pertama dengan
tiap-tiap negara. malaria tanpa komplikasi karena belum
5. Artemisinin dan derivatnya seharusnya terbukti aman. Obat ini harus diberikan
tidak digunakan sebagai monoterapi secara kombinasi, untuk mencegah
oral pada pengobatan malaria tanpa resistensi. Dosis 10 mg/kgbb per dosis, 2
komplikasi. kali sehari pada hari pertama dilanjutkan 10
6. Malaria berat seharusnya diterapi mg/kgbb dosis tunggal pada 4 hari
dengan artesunat parenteral dan diikuti berikutnya. Tablet dan kapsulnya
oleh regimen terapi ACT yang lengkap mengandung 250 mg artemisinin serta
secepat mungkin penderita dapat supositoria mengandung 100 mg, 200 mg,
meminum obat. Ketika penderita 300 mg, 400 mg, dan 500 mg
malaria berat tidak dapat diobati secara artemisinin.8,10,12-14
parenteral, maka pasien harus diterapi
sebelum dirujuk kemudian dirujuk Artesunat
sesegara mungkin ke fasilitas yang Artesunat merupakan garam natrium
lebih memadai untuk pengobatan hemisuksin ester dari artemisinin. Obat ini
lanjut. Pengobatan sebelum rujukan larut dalam air. Artesunat dapat diberikan
yaitu artesunat rektal, artesunat dalam bentuk oral, rektal, IM ataupun IV.
intramuskular (IM) atau artemeter IM Artesunat diabsorpsi cepat, dengan kadar
dan kuinin IM. puncak plasma tercapai dalam 2 jam per
rektal, 1,5 jam per oral dan 30 menit per
OBAT-OBATAN UNTUK TERAPI IM. Hampir seluruhnya dikonversi menjadi
MALARIA PADA ANAK dihidroartemisinin sebagai bentuk meta-
bolit aktif. Eliminasinya cepat dan aktivitas
Artemisinin dan derivatnya sebagai anti malaria ditentukan oleh
Artemisinin eliminasi dihidroartemisinin, dengan waktu
Artemisinin merupakan penghancur paruh ± 45 menit. Tidak diperlukan dosis
skizon darah yang poten, cepat dan aktif modifikasi pada gangguan hati atau ginjal.
melawan semua spesies plasmodium Artesunat memiliki toksisitas yang sangat
malaria. Obat ini memiliki aktivitas luas mirip dengan artemisinin.
melawan parasit aseksual dan membunuh Dosis artesunate 4 mg/kgbb sekali
semua stadium mulai dari ring muda sehari selama 3 hari per oral dan 2,4
sampai skizon. Pada malaria falsiparum, mg/kgbb/dosis per IM/IV diberikan pada
artemisinin juga mematikan 4 stadium jam ke 0,12 dan 24 serta selanjutnya tiap 24
gametosit yang biasanya hanya sensitif jam. Tiap tablet mengandung 50 mg atau
terhadap primakuin. Artemisinin dan 200 mg sodium artesunat, tiap ampul
derivatnya bekerja dengan menghambat (IM/IV) mengandung 60 mg anhidrous
kalsium adenosin trifosfat esensial, asam artesunaik dengan ampul terpisah 5%
PfATPase 6. Konsentrasi puncak plasma larutan natrium bikarbonat dan tiap kapsul
terjadi sekitar 3 jam sesudah per oral dan rektal mengandung 100 mg atau 400 mg
11 jam sesudah pemberian rektal dengan natrium artesunat.8,9,15,16
waktu paruh eliminasi 1 jam. Artemisinin
dikonversi menjadi metabolit inaktif Artemeter
melalui enzim sitokrom P450 CYP2B6 dan Artemeter merupakan metil eter dari
enzim lainnya.10,11 Artemisinin merupakan dihidroartemisinin, dapat diberikan per oral
induktor yang poten dalam metabolismenya atau IM. Juga merupakan koformulasi
sendiri. dengan lumefantrin sebagai terapi
Artemisinin dan derivatnya aman dan kombinasi. Konsentrasi puncak plasma
S4 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3, Suplemen, November 2015, hlm. S1-11

dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral. protein plasma sekitar 50%. Eliminasi
Pada pemberian IM, absorpsi sangat waktu paruhnya sekitar 45 menit melalui
bervariasi (tergantung perfusi penderita) saluran cerna dan glukuronidasi hepatik.
dengan konsentrasi puncak plasma Toksisitasnya mirip dengan artemisinin.
umumnya dicapai dalam 6 jam tapi bisa Setiap tablet dihidroartemisin mengandung
sampai 18 jam atau lebih pada beberapa 20 mg, 60 mg dan 80 mg dihidro-
kasus. Metabolit aktif dari Artemeter ialah artemisinin serta tiap supositoria mengan-
dihidroartemisinin. Pada pemberian IM dung 80 mg dihidroartemisinin.9,19,20
artemeter yang dominan, sedangkan
pemberian oral dihidroartemisinin yang Artemotil
dominan. Biotransformasi obat ini Artemotil adalah etil eter dari
dimediasi melalui enzim sitokrom P450 artemisinin dan sangat mirip penggunaan-
CYP3A4. Artemeter 95% terikat dengan nya dengan artemeter. Absorpsi lambat dan
protein plasma. Eliminasi waktu paruh tidak menentu, dimana beberapa pasien
sekitar 1 jam, tapi pada pemberian IM, sukar dideteksi kadar artemotil dalam
eliminasi bervariasi tergantung absorpsi. plasma hingga 24 jam setelah pemberian.
Tidak diperlukan dosis modifikasi pada Toksisitas sangat mirip dengan artemisinin.
gangguan hati atau ginjal. Toksisitas secara Dosis pertama 4,8 mg/kgbb, 6 jam
umum mirip dengan artemisinin.9,17 kemudian 1,6 mg/kgbb, selanjutnya 1,6
Dosis artemeter per oral yaitu 2 mg/kgbb tiap hari selama 4 hari.
mg/kgbb/dosis, 2 kali sehari pada hari Merupakan sediaan berbasis minyak
pertama kemudian dilanjutkan 2 mg/kgbb sehingga tidak larut dalam air. Hanya
dosis tunggal pada 4 hari berikutnya, diberikan secara IM dengan tiap ampul
sedangkan injeksi dosis 1,6 mg/kgbb/dosis, mengandung 150 mg artemotil dalam 2 ml
2 kali sehari pada hari pertama kemudian larutan injeksi.3,4,8,18
dilanjutkan 1,6 mg/kgbb dosis tunggal pada
4 hari berikutnya. Tersedia dalam bentuk Aminokuinolin dan derivatnya
kapsul yang mengandung 40 mg dan 50 mg
artemeter serta ampul injeksi 40 mg per 1 Primakuin
ml (untuk anak) dan 80 mg per 1 ml (untuk Primakuin ialah 8-aminokuinolin dan
dewasa). Dalam sediaan kombinasi efektif melawan bentuk intrahepatik dari
bersama lumefantrin maka tiap tablet seluruh tipe parasit malaria. Obat ini
mengandung 20 mg artemeter dan 120 mg digunakan untuk penyembuhan radikal dari
lumefantrin.3,8,9,18 Plasmodium vivax dan ovale. Primakuin
diabsorpsi di saluran cerna. Konsentrasi
Dihidroartemisinin puncak plasma dicapai sekitar 1–2 jam
Dihidroartemisinin merupakan bentuk setelah pemberian dan waktu paruh
metabolit aktif dari derivat artemisinin, tapi eliminasi 3–6 jam. Obat ini dimetabolisme
dapat diberikan per oral dan rektal sebagai secara cepat di hati.18,19,21
sediaan tersendiri. Obat ini relatif tidak Efek samping terpenting ialah anemia
larut dalam air, dan memerlukan substansi hemolitik pada pasien dengan defisiensi
tambahan yang tepat untuk menjamin G6PD, defek lain dari metabolisme glukosa
absorpsi yang adekuat. Sediaan gabungan melalui jalur eritrosit pentose fosfat atau
dengan piperakuin sementara dievaluasi tipe lain hemoglo-binopati. Sediaan berupa
kelak sebagai ACT yang menjanjikan. tablet mengandung 5 mg, 7,5 mg dan 15mg
Dihidro-artemisinin diabsorpsi cepat pada primakuin difosfat.4,18,19
pemberian oral dan mencapai kadar puncak
plasma dalam 2,5 jam. Absorpsinya pada Amodiakuin
pemberian rektal lebih lambat, dengan Amodiakuin merupakan mannich base
pencapaian kadar puncak ± 4 jam setelah 4 aminokuinolin dengan aksi yang mirip
pemberian. Obat ini berikatan dengan dengan klorokuin. Obat ini diabsorpsi di
Rampengan: Terapi malaria pada anak S5

saluran cerna dan secara cepat dikonversi ringan berupa mual, nyeri kepala, pusing
di hati menjadi bentuk metabolit aktif dan terkadang sukar dibedakan dengan
desetilamdodiakuin, yang nantinya berefek gejala malaria itu sendiri. Tersedia dalam
sebagai anti malaria. Amodiakuin dan bentuk tablet yang mengandung 20 mg
desetilamodiakuin masih terdeteksi di urin artemeter dan 120 mg lumefantrin.3,26,27
beberapa bulan setelah pemberian.3,4
Efek samping amodiakuin seperti Kinin
sedikit pruritus, resiko tinggi agrnulositosis Kinin bekerja terutama pada stadium
dan hepatitis derajat ringan. Dosis besar trofozoit matur dari perkembangan parasit
menyebabkan sinkop, spastis, konvulsi dan dan tidak mencegah sekuestrasi atau
gerakan involunter. Sediaan berupa tablet perkembangan selanjutnya stadium ring
yang mengandung 200 mg amodiakuin P.falciparum. Kinin juga efektif untuk
base hidroklorid atau 153,1 mg terapi plasmodium malaria lainnya, namun
klorohidrat.4,18,19,22 kinin ini tidak membunuh stadium pre-
eritrosit.28,29 Farmakoinetik kinin diubah
Naftokuin signifikan oleh infeksi malaria dengan
Naftokuin ialah tetra-aminokuinolin mengurangi volume distribusi dan klirens
yang diberikan sebagai kombinasi dengan obat berhubungan dengan beratnya
artemisinin. Naftokuin memiliki struktur penyakit. Konsentrasi obat pada anak < 2
yang mirip dengan koenzim Q, terikat tahun dengan malaria berat adalah lebih
secara ireversibel dengan protein, dan tinggi dibandingkan anak yang lebih besar
bekerja dengan menghentikan maturasi dari dan dewasa. Kinin diserap cepat hampir
sporozoit.23 seluruhnya di saluran cerna dan mencapai
kadar puncak plasma dalam 1–3 jam
Antimalaria golongan lain setelah pemberian oral. Absorpsi baik pada
Piperakuin pemberian intramuskular untuk malaria
Piperakuin ialah anti malaria yang berat. Kinin terdistribusi luas di seluruh
merupakan sintesis pertama biskuinolin. tubuh termasuk cairan serebrospinal, ASI
Piperakuin lambat diabsorpsi dan waktu dan plasenta. Ekskresi meningkat di asam
paruh biologik yang panjang menyebabkan urin. Rata-rata eliminasi waktu paruh 11
piperakuin menjadi kombinasi yang baik hari pada orang sehat, 16 hari pada
dengan artemisinin dan derivatnya. Sejak penderita malaria tanpa komplikasi dan 18
tahun 2009 piperakuin dikombinasikan hari pada malaria berat. 3,18,30
dengan dihidroartemisinin menjadi dihidro- Penggunaan kinin menyebabkan
artemisinin-piperakuin (DHP) dengan sindrom cinchonism yang dikarakteristik
angka kesembuhan >95%. Piperakuin tidak oleh gejala tinitus, gangguan pendengaran,
memiliki efek kardiotoksik, serta larut nyeri kepala, nausea, pusing dan disforia,
dalam lemak dengan distribusi yang luas serta kadang-kadang terjadi gangguan
dan bioavibilitas yang tetap.24,25 penglihatan. Efek samping yang terpenting
ialah hipoglikemia akibat hiperinsulinemia.
Lumefantrin Pemberian secara IM berefek nyeri,
Lumefantrin merupakan antimalaria nekrosis fokal dan abses serta di area
golongan aryl aminoalkohol termasuk endemis menyebabkan schiatic nerve palsy.
kuinin, meflokuin dan halofantrin. Hanya Dosis kina yang dianjurkan 30
tersedia dalam bentuk oral ko-formulasi mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis selama
dengan artemeter. Obat ini sangat efektif 7 hari pengobatan. Sediaan dalam bentuk
melawan multidrug resistance dari malaria tablet berlapis gula berisi 220 mg kina
falsiparum. Kadar puncak plasma dicapai sulfat sedangkan kina injeksi terdiri dari
10 jam dengan eliminasi waktu paruh ampul 2 mg berisi kina hidroklorida 25%
sekitar 3 hari. Efek samping yang timbul atau kina antipirin.3,4,8,18,31
S6 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3, Suplemen, November 2015, hlm. S1-11

Meflokuin Terdapat juga sediaan injeksi yang


Meflokuin ialah 4 metanolkuinolin dan digunakan secara IM. Konsentrasi puncak
berhubungan dengan kinin, larut dalam dalam darah dicapai dalam 4 jam setelah
alkohol dan sedikit larut dalam air. Obat ini pemberian oral. Eliminasi waktu paruh
efektif melawan segala bentuk malaria. terminal yaitu 4–9 hari.33,34 Sekitar 90-95%
Meflokuin diabsorpsi baik di saluran cerna terikat dengan protein plasma. Obat ini
tapi terdapat variasi antara individual dalam terdistribusi meluas ke seluruh jaringan
mencapai konsentrasi puncak plasma. tubuh dan cairan, melewati sirkulasi fetal
Pemberian dosis 25 mg/kgBB dibagi dalam dan bisa terdeteksi di ASI. Obat ini
2 kali dengan interval waktu 6-24 jam diekskresikan lambat di urin.13,33
dapat memperbesar absorpsi dan Efek samping berupa reaksi alergi
meningkatkan toleransi. Meflokuin yang bisa menjadi berat oleh karena
dimetabolisme di hati. Sekitar 98% terikat eliminasi obat yang lambat. Dapat terjadi
dengan protein plasma dan didistribusikan mual, muntah, anoreksia dan diare.
di seluruh tubuh. Saat diberikan bersama- Kristaluria dapat menyebabkan nyeri
sama artesunat, konsentrasi dalam darah lumbal, hematuri dan oligouri serta nefritis
meningkat, kemungkinan karena efek tidak interstisial.3,13
langsung dari peningkatan absorpsi karena
resolusi cepat dari gejala penyakit. Pirimetamin (umumnya sudah resisten di
Meflokuin diekskresikan sedikit di ASI. Indonesia)
Memiliki eliminasi waktu paruh yang Pirimetamin adalah diaminopirimidin
panjang kurang lebih 21 hari, kemungkinan yang digunakan sebagai kombinasi dengan
karena siklus enterohepatik. Meflokuin sulfonamid. Efek anti malaria melalui
diekskresikan di empedu dan tinja. inhibisi plasmodial dihidrofolat reduktase
Meflokuin diberikan peroral sebagai garam yang secara tidak langsung menghambat
hidroklorid, tablet 250 mg base ekuivalen sintesis asam nukleat dari parasit. Obat ini
dengan 274 mg garam hidroklorid.3,32 efektif terhadap 4 jenis malaria, sekalipun
Efek samping paling sering berupa resistensi telah muncul. Sediaan dalam
mual, muntah, nyeri perut, anoreksia, diare, bentuk oral dan injeksi. Pirimetamin
kepala, pusing, kehilangan keseimbangan, hampir seluruhnya diabsorpsi di saluran
disforia, somnolen dan gangguan tidur. cerna dan konsentrasi puncak plasma
Ditemukan gangguan neuropsikiatrik pada dicapai dalam waktu 2-6 jam sesudah
1 dari 20 pasien yang menderita malaria pemberian oral. Konsentrasi obat terutama
berat yang diterapi dengan meflokuin. Efek di ginjal, paru, hati dan limpa serta sekitar
samping yang jarang yaitu ruam kulit, 80-90% terikat dengan plasma protein.
pruritus, urtikaria, rambut rontok, Waktu paruh plasma sekitar 4 hari.3,13
kelemahan otot, gangguan fungsi hati, dan Penggunaan lama dapat menyebabkan
sangat jarang trombositopenia dan penekanan hematopoiesis berhubungan
leukopenia. Terdapat peningkatan risiko dengan penghambatan metabolisme asam
aritmia jika diberikan bersama dengan beta folat.3,4,13
blocker, calcium channel blocker, amio-
daron, digoksin, atau antidepresan.3,18,27 Klorokuin (umumnya sudah resisten di
Indonesia)
Sulfadoksin (umumnya sudah resisten di Dahulu sangat efektif untuk 4 spesies
Indonesia) malaria. Klorokuin tidak berkhasiat
Sulfadoksin merupakan golongan terhadap gametosit dewasa P. falsiparum
sulfonamid, yang sedikit larut di air. tetapi efektif terhadap gametosit muda
Sulfadoksin digunakan sebagai kombinasi spesies lain. Penyerapan klorokuin terjadi
tetap dengan pirimetamin dengan sediaan melalui usus secara cepat dan hampir
tablet yang mengandung 500 mg sempurna kemudian ditimbun dalam
sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin. jaringan khususnya hati dan sebagian kecil
Rampengan: Terapi malaria pada anak S7

di organ yang mengandung parasit. diedarkan disemua provinsi yang terdapat


Klorokuin mempunyai kemampuan meng- resistensi tinggi (>25%) terhadap obat
halangi sintesis enzim dalam tubuh parasit klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
dalam pembentukan DNA dan RNA.8 Dosis obat ini adalah artesunat 4 mg/kgbb
Efek samping klorokuin yang sering sekali sehari selama 3 hari dan amodiakuin
terjadi yaitu mual muntah, nyeri perut dan hari pertama dan hari kedua 10 mg/kgbb
diare apabila klorokuin diminum dalam serta hari ketiga 5 mg/kgbb.8
keadaan perut kosong. Dosis toksik
klorokuin pada anak 750 mg basa, pada Artesunat-Meflokuin
dewasa 2000 mg basa atau 30-35 mg/kgbb. Kombinasi artesunat diberikan selama
Tidak ada antidotum terhadap klorokuin.8 3 hari di Thailand. Kombinasi ini aman,
Dosis klorokuin yang dianjurkan yaitu ditoleransi dengan baik dan sangat efektif.
10 mg basa/kgbb/hari untuk hari pertama Dosis pada anak yaitu artesunat 2 mg/kgbb
dan kedua, dilanjutkan 5 mg basa/kgbb sekali sehari selama 5 hari dimana untuk
untuk hari ketiga. Tersedia dalam bentuk hari pertama diberikan 2 dosis dan
tablet difosfat dan sulfat. Difosfat meflokuin 15 mg meflokuin basa/kgbb
mengandung 3 atau 5 klorokuin basa, dosis tunggal.8
sedangkan klorokuin sulfat mengandung 2
atau 3 klorokuin basa. Juga terdapat bentuk Artemeter-Lumefantrin
ampul 1 ml dan 2 ml larutan 8% atau 10% Merupakan satu-satunya kombinasi
klorokuin difosfat setara dengan 80 mg dalam bentuk fixed dose. Kombinasi aman
atau 100 mg basa per ml.8 dan ditoleransi baik pada anak-anak
maupun dewasa. Absorbsi lumenfantrin
ACT yang beredar di Indonesia meningkat bila diberikan bersama
Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP) makanan. Satu tablet mengandung 20 mg
Dosis yang digunakan yaitu artemeter dan 120 mg lumefantrin.
dihidroartemisinin 2-4 mg/kgbb/dosis dan Rekomendasi yang dianjurkan adalah
piperakuin 16-32 mg/kgbb/dosis, satu kali regimen yang diberikan selama 3 hari. Obat
per hari selama 3 hari. Efek samping DHP ini diberikan pada 0, 8, 24,36, 48 dan 60
hanya berupa diare ringan atau mual. jam. Pada regimen 3 hari diberikan
Penelitian di Vietnam, Thailand dan Burma berdasarkan berat badan, yaitu berat badan
menunjukkan angka kesembuhan hampir 10-14,9 satu tablet, 15-24,9 dua tablet, 25-
100% pada pasien dengan P. Falciparum. 34,9 tiga tablet dan > 35 kg empat tablet.
Penelitian terhadap 334 penderita di Tablet diberikan 2 kali sehari selama 3 hari.
Timika, Papua menunjukkan bahwa angka Sudah tersedia dalam bentuk tablet larut
recrudescence pada P. falciparum 42 hari dalam air dengan berbagai rasa.8
setelah terapi DHP hanya 2,8%.
dibandingkan 13% pada Artesunate- Artesunat-Sulfadoksin pirimetamine
Amodiakuin (AAQ) dan P. vivax angka Artesunat diberikan dengan dosis 4
recrudescence 42 hari setelah terapi DHP mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari dan
hanya 6,7% dibandingkan 30% pada AAQ. sulfadoksin pirimetamin dengan dosis 25
Penelitian mendapatkan bahwa DHP sama mg/kgbb sulfadoksin dan 1,25 mg/kgbb
efektif dengan artemeter lumenfantrine pirimetamin dosis tunggal pada hari
(AL) namun angka recrudescence pada P. pertama.8
vivax 42 hari setelah terapi DHP hanya 8%
dibandingkan 37% pada AL.8 Obat malaria kombinasi non ACT di
Indonesia
Artesunat-amodiakuin (AAQ) Kinin+doksisiklin
Kombinasi AAQ dengan nama dagang Dosis kina sulfat untuk pengobatan
Artesdiaquine® atau Artesumoon® telah radikal malaria falsiparum tanpa kompli-
S8 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3, Suplemen, November 2015, hlm. S1-11

kasi ialah 10 mg/kgbb/dosis, 3 kali sehari kina+doksisiklin.8


selama 7 hari dikombinasikan dengan Untuk tatalaksana malaria berat di
doksisiklin dosis 3-45 mg/kgbb dua kali puskesmas digunakan artemeter 3,2
sehari 100 mg selama 7 hari. Doksisiklin mg/kgbb IM loading dose dibagi 2 dosis
tidak boleh diberikan pada anak di bawah (tiap 12 jam) hari pertama diikuti dengan
usia 11 tahun. Untuk malaria berat kina 1,6 mg/kgbb/24 jam selama 4 hari atau di
diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/dosis RS rujukan diberikan artesunat IV 2,4
dalam 500 ml cairan dekstrosa 5% selama 4 mg/kgbb IV pada hari pertama diberikan
jam dan diulang tiap 8 jam selama minimal tiap 12 jam, kemudian dilanjutkan dosis 2,4
48 jam. Jika pasien dapat minum obat oral, mg/kgbb pada hari ke 2-7/24 jam (beberapa
infus kina dapat diganti dengan tablet kina kali lebih poten dibandingkan artemeter
sulfat sampai hari ke-7.8 IM). Bila obat tersebut diatas tidak tersedia
Obat ACT yang digunakan sebagai dapat diberikan kina HCL dosis 10
terapi lini I malaria tanpa komplikasi yaitu mg/kgbb dalam 500 ml cairan dekstrosa
DHP dan alternatif ACT bila DHP tidak 5% selama 6-8 jam selanjutnya diberikan
tersedia yaitu artesunat lumenfantrin dan dengan dosis yang sama tiap 6-8 jam.8
AAQ. Bila obat malaria ACT tidak tersedia Secara garis besar efek obat malaria dapat
dapat digunakan lini II yaitu dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Transmisi dari plasmodium dan efek obat anti malaria19

SIMPULAN stratifikasi sedang di beberapa wilayah di


Malaria masih merupakan masalah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera
kesehatan masyarakat di Indonesia karena sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam
masih endemis di sebagian besar wilayah stratifikasi rendah.
Indonesia. Stratifikasi wilayah berdasarkan Meningkatnya angka kematian akibat
API menunjukkan Indonesia bagian Timur malaria dapat disebabkan oleh perubahan
masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, lingkungan yang mengakibatkan tempat
Rampengan: Terapi malaria pada anak S9

perindukan nyamuk semakin bertambah, tests for malaria in Tanzanian children:


diagnosis malaria yang kurang tepat dan safety and alternative bacterial
terlambat, meningkatnya resistensi insekti- diagnoses. Malar J. 2011;10:290.
sida terhadap vektor, meningkatnya resis- 6. Barber BE, William T, Grigg MJ, Piera K,
Yeo TW, Anstey NM. Evaluation of
tensi parasit malaria terhadap obat-obat
the sensitivity of a pLDH-based and an
malaria dan belum tersedianya vaksin aldolase-based rapid diagnostic test for
malaria. Untuk menghadapi hal tersebut diagnosis of uncomplicated and severe
maka WHO merekomendasikan bahwa malaria caused by PCR-confirmed
semua orang di segala usia yang secara Plasmodium knowlesi, Plasmodium
epidemiologi tersangka malaria harus falciparum, and Plasmodium vivax. J
melakukan konfirmasi parasitologis Clin Microbiol. 2013;51(4):1118-23.
diagnosis malaria baik dengan mikroskopis 7. WHO Global Malaria Programme. WHO
dan atau RDT, sehingga obat anti malaria Policy Recommendation: Seasonal
tidak boleh dikonsumsi oleh orang dengan Malaria Chemoprevention (SMC) for
Plasmodium falciparum malaria control
diagnosis klinis malaria dan obat malaria
in highly seasonal transmission areas of
yang ada diberikan secara kombinasi untuk the Sahel sub-region in Africa. 2012.
mencegah dan mengurangi terjadinya Available from:
resistensi. http://www.who.int/malaria/publications
Kemkes menggunakan golongan ACT /atoz/smc_policy_recommendation_en_
sebagai lini I malaria tanpa komplikasi 032012.pdf.
yaitu DHP, AAQ atau Artesunat- 8. Rampengan TH. Malaria pada anak.
Lumenfantrine. Bila ACT tidak tersedia Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA,
dapat digunakan lini II yaitu Kinin+ editors. In: Malaria dari Molekuler ke
doksisiklin. Utuk terapi malaria berat Klinis. Jakarta: EGC, 2010; p. 156-94.
9. Hombhanje FW, Huang Q. Artemisinin-
digunakan Artemeter IM di puskesemas
naphthoquine combination (ARCO®):
atau Artesunat IV di RS rujukan. Bila ACT
an overview of the progress.
tidak tersedia dapat digunakan kinin IV. Pharmaceuticals. 2010;3:3581-93.
10. Lim P, Dek D, Try V, Eastman RT, Chy S,
DAFTAR PUSTAKA Sreng S, et al. Ex vivo susceptibility of
1. WHO Global Malaria Programme. Test, treat, plasmodium falciparum to antimalarial
track: Scaling up diagnostic testing, treat drugs in Western, Northern, and
ment and surveillance for malaria. Eastern Cambodia, 2011 - 2012:
Geneva: the World Health Organization; association with molecular markers.
2012. Available from: http:// Antimicrob Agents Chemother.
www.who.int/malaria/publications/atoz/t 2013;57(11):5277-83.
est_treat_track_brochure.pdf. 11. Salman S, Page-Sharp M, Batty KT, Kose
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian K, Griffin S, Siba PM, et al.
Kesehatan RI. Epidemiologi malaria di Pharmacokinetic comparison of two
Indonesia. Jakarta: Bul Jendela Data dan piperaquine-containing artemisinin
Informasi Kesehatan. 2011;1:1-16. combination therapies in Papua New
3. Vinetz JM, Clain J, Bounkeua V, Eastman Guinean children with uncomplicated
RT, Fidock D. Chemotherapy of malaria. Antimicrob Agents Chemother.
malaria. In: Brunton L, Chabner B, 2012;56(6):3288-97.
Knollman B, editors. Goodman & 12. Bassat Q, Mulenga M, Tinto H, Piola P,
Gilman's The Pharmacological Basis of Borrmann S, Menéndez C, et al.
Therapeutics (12th ed.) China: McGraw- Dihydroartemisinin-piperaquine and
Hill Inc, 2011; p. 70-85. artemether-lumefantrine for treating
4. World malaria report 2012. Geneva: WHO, uncomplicated malaria in African
2012. children: a randomised, non-inferiority
5. Mtove G, Hendriksen IC, Amos B, Mrema trial. PLoS One. 2009;4(11):e7871.
H, Mandia V, Manjurano A, et al. 13. Thwing J, Eisele TP, Steketee RW.
Treatment guided by rapid diagnostic Protective efficacy of malaria case
S10 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3, Suplemen, November 2015, hlm. S1-11

management and intermittent preventive 22. Hombhanje FW, Linge D, Saweri A,


treatment for preventing malaria Kuanch C, Jones R, Toraso S, et al.
mortality in children: a systematic Artemisinin-naphthoquine combination
review for the Lives Saved Tool. BMC (ARCO) therapy for uncomplicated
Public Health. 2011;11(Suppl 3):S14. falciparum malaria in adults of Papua
14. Whegang YS, Samson A, Basco LK, New Guinea: a preliminary report on
Thalabard JC. Multiple treatment safety and efficacy. Malar J. 2009;8:196.
comparisons in a series of anti-malarial 23. von Seidlein L, Olaosebikan R,
trials with an ordinal primary outcome Hendriksen IC, Lee SJ, Adedoyin OT,
and repeated treatment evaluations. Agbenyega T, et al. Predicting the
Malar J. 2012;11:147. clinical outcome of severe falciparum
15. Meremikwu MM, Odey F, Oringanje C, malaria in African children: findings
Oyo-Ita A, Effa E, Esu EB, et al. from a large randomized trial. Clin
Open-label trial of three dosage Infect Dis. 2012;54(8):1080-90.
regimens of fixed-dose combination of 24. Riccio EK, Totino PR, Pratt-Riccio LR,
artemisinin and naphthoquine for Ennes-Vidal V, Soares IS, Rodrigues
treating uncomplicated falciparum MM, et al. Cellular and humoral
malaria in Calabar, Nigeria. Malar J. immune responses against the
2012;11:413. Plasmodium vivax MSP-119 malaria
16. Tjitra E, Hasugian AR, Siswantoro H, vaccine candidate in individuals living in
Prasetyorini B, Ekowatiningsih R, an endemic area in north-eastern
Yusnita EA, et al. Efficacy and safety Amazon region of Brazil. Malar J.
of artemisinin-naphthoquine versus 2013;12(1):326.
dihydroartemisinin-piperaquine in adult 25. Smith GC, Sanders KC, Galappaththy
patients with uncomplicated malaria: a GN, Rundi C, Tobgay T, Sovannaroth
multi-centre study in Indonesia. Malar J. S, et al. Active case detection for
2012;11:153. malaria elimination: a survey among
17. Hasugian AR, Purba HL, Kenangalem E, Asia Pacific countries. Malar J.
Wuwung RM, Ebsworth EP, 2013;12(1):358.
Maristela R, et al. Dihydroartemisinin- 26. Burrows JN, van Huijsduijnen RH,
piperaquine versus artesunate- Möhrle JJ, Oeuvray C, Wells TN.
amodiaquine: superior efficacy and Designing the next generation of
posttreatment prophylaxis against medicines for malaria control and
multidrug-resistant plasmodium eradication. Malar J. 2013;12:187.
falciparum and plasmodium vivax 27. WHO. Update on artemisinin resistance -
malaria. Clin Infect Dis. April 2012. Available from: URL:
2007;44(8):1067-74. http://www.who.int/malaria/publications
18. Hombhanje FW, Huang Q. Artemisinin - /atoz/arupdate042012.pdf
Naphthoquine Combination (ARCO®): 28. Kalyango JN, Alfven T, Peterson S,
an overview of the progress. Mugenyi K, Karamagi C,
Pharmaceuticals. 2010, 3:3581-93. Rutebemberwa E. Integrated
19. Toure OA, Penali LK, Yapi JD, Ako community case management of
BA, Toure W, Djerea K, et al. A malaria and pneumonia increases
comparative, randomized clinical trial of prompt and appropriate treatment for
artemisinin/naphtoquine twice daily one pneumonia symptoms in children under
day versus artemether/lumefantrine six five years in Eastern Uganda. Malar J.
doses regimen in children and adults 2013;12(1):340.
with uncomplicated falciparum malaria 29. Calderaro A, Piccolo G, Gorrini C, Rossi
in Côte d'Ivoire. Malar J. 2009;8:148. S, Montecchini S, Dell Anna ML, et al.
20. Training module on malaria control: case Accurate identification of the six human
management (guide for tutors). Geneva: plasmodium spp. causing imported
WHO, 2012. malaria, including plasmodium ovale
21. Training module on malaria control: case wallikeri and plasmodium knowlesi.
management (guide for participants). Malar J. 2013;12(1):321.
Geneva: WHO, 2012. 30. Oladosu OO, Oyibo WA. Overdiagnosis and
Rampengan: Terapi malaria pada anak S11

overtreatment of malaria in children that by clinical researchers to elicit, assess


presented with fever in Lagos, Nigeria. and record participant-reported adverse
ISRN Infectious Diseases, 2013:6. events and related data. Malar J.
31. Achidi EA, Apinjoh TO, Anchang-Kimbi 2013;12(1):325.
JK, Mugri RN, Ngwai AN, Yafi CN. 33. Noedl H, Se Y, Sriwichai S, Schaecher K,
Severe and uncomplicated falciparum Teja-Isavadharm P, Smith B, et al.
malaria in children from three regions Artemisinin resistance in Cambodia: a
and three ethnic groups in Cameroon: clinical trial designed to address an
prospective study. Malar J. 2012;11:215. emerging problem in South East Asia.
32. Allen EN, Chandler CI, Mandimika N, Clin Infect Dis. 2010;51(11):e82-9.
Pace C, Mehta U, Barnes KI. 34. Woodrow CJ, Haynes RK, Krishna S.
Evaluating harm associated with anti- Artemisinins. Postgrad Med J.
malarial drugs: a survey of methods used 2005;81(952):71-8.

Anda mungkin juga menyukai