Anda di halaman 1dari 13

Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

Terapi Fibrinolitik Pada Pasien St-Segment Elevation Myocardial Infarction


(Stemi) : Review Artikel
Novrianti I.1*, Heriani1, Mustamin F.1
1
Akademi Farmasi Kaltara, Jl. P. Lumpuran Kampung satu Skip, Tarakan, 77132
E-mail: irma.novrianti@gmail.com
Riwayat artikel: Dikirim: 30/06/2020; Diterima: 25/08/2020, Diterbitkan: 1/07/2021

ABSTRACT
Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) occurs when there is a blockage caused by sudden
atherosclerotic plaque that blocks blood flow to the heart. The goal of STEMI therapy is to restore
myocardial blood flow, to save the heart. Coronary arterial reproduction recommended by the American
Heart Association (AHA) and the Indonesian Cardiovascular Specialist Association (PERKI) is primary
percutaneous coronary intervention (PCI) or fibrinolytic. However, not all hospitals have catheterization
laboratory facilities, so they still use fibrinolytic as reperfusion therapy. To provide a review of currently
available fibrinolytic therapies that can be used in STEMI patients. Four databases [Pubmed, Libgen,
researchgate, and Scopus] were searched from 1987 to 2019. Include original articles including RCT,
comparative, literature review, and observational study about fibrinolytics treatment in Acute STEMI.
Fibrinolytic was divided into specific fibrin (alteplase, tenecteplase, and reteplase) and non-specific fibrin
(streptokinase and urokinase). Fibrinolytic used in STEMI are streptokinase, alteplase, tenecteplase, and
reteplase. Fibrinolytic can be given when the patient has no contraindications. Furthermore, the
administration must follow protocols to minimize the risk of side effects such as bleeding. Fibrinolytic can
be used as reperfusion therapy in STEMI patients when PCI cannot be done promptly.
Keywords: STEMI, Fibrinolytic, alteplase, Streptokinase, Tenecteplase
ABSTRAK
ST- Segment elevation myocardial infarction (STEMI) akut terjadi ketika terdapat sumbatan yang
disebabkan plak aterisklerosis secara mendadak yang menghambat aliran darah ke jantung. Tujuan terapi
STEMI adalah memulihkan kembali aliran darah miokardium, untuk menyelamatkan jantung. Reperfusi
arteri koroner yang direkomendasikan oleh American Heart Association (AHA) dan Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) adalah primary percutaneous coronary intervention (PCI)
atau fibrinolitik. Namun tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas laboratorium kateterisasi sehingga
masih menggunakan fibrinolitik sebagai terapi reperfusi. Tujuan: untuk memberikan ulasan terapi
fibrinolitik yang tersedia saat ini yang dapat digunakan pada pasien STEMI. Penelitian ini menggunakan
empat databases [Pubmed, Libgen, researchgate, and Scopus] yang diterbitkan dari 1987 hingga 2019.
Termasuk original artikel seperti RCT, Literatur Review, penelitian comparative, dan studi observasional
yang terkait dengan terapi fibrinolitik pada pasien STEMI. Fibrinolitik terbagi menjadi spesifik fibrin
(alteplase, tenecteplase dan reteplase) dan non-spesifik fibrin (streptokinase dan urokinase). Fibrinolitik
yang digunakan pada STEMI adalah streptokinase, alteplase, tenecteplase dan reteplase. Fibrinolitik dapat
diberikan ketika pasien tidak memiliki kontraindikasi. Dan pemberiannya harus mengikuti protokol untuk
meminimalisir terjadinya resiko efek samping seperti perdarahan. Kesimpulannya fibrinolitik dapat
digunakan sebagai terapi reperfusi pada pasien STEMI ketika PCI tidak dapat dilakukan secara tepat waktu.
Kata kunci : STEMI, Fibrinolytic, alteplase, Streptokinase, Tenecteplase

55
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

1. PENDAHULUAN STEMI disebabkan oleh adanya erosi


atau ruptrunya plak aterosklerosis yang
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah disertai adherence, aktivasi, dan agregasi
Penyempitan pembuluh darah yang platelet yang berkelanjutan, dan mengaktifkan
disebabkan oleh plak aterosklerosis yang clotting cascade sehingga menyebabkan
dapat menghambat aliran darah ke jantung. pembentukan trombus. Trombus yang
Penyumbatan ini mengakibatkan terbentuk di arteri coroner ini terdiri dari fibrin
berkurangnya pasokan oksigen (O2) ke dan trombosit. Trombus akan mengalir
miokardium, dan memicu kerusakan sel mengikuti aliran darah kemudian akan
jantung (Dipiro et al., 2009). ACS meliputi menyebabkan sumbatan baik itu sumbatan
angina pektoris tidak stabil (UAP, Unstable sebagian ataupun sumbatan total atau penuh
angina pectoris), infark miokard tanpa pada arteri koroner. STEMI merupakan akibat
peningkatan segmen ST (NSTEMI, non ST dari sumbatan penuh (complete occlusion) dan
segment elevation myocardial infarction), berkepanjangan dari suatu pembuluh darah
infark miokard dengan elevasi segmen ST koroner epikardial. Sumbatan ini dapat
(STEMI, ST segment elevation myocardial menyebabkan terjadinya nekrosis miokardium
infarction) (Tumade et al., 2016). yang dapat merusak fungsi dari jantung
Acute ST-elevation myocardial (Hermanides et al., 2018; Antmann et al.,
infarction (STEMI) adalah penyebab utama 2010; Dipiro et al., 2009; Laksono, 2015;
kematian di seluruh dunia (Hermanides et al., Daga et al., 2011).
2018). STEMI atau infark miokard terjadi Tujuan dari terapi STEMI adalah
ketika terdapat sumbatan yang disebabkan memulihkan kembali aliran darah
plak aterisklerosis secara mendadak pada satu miokardium, untuk menyelamatkan jantung
atau lebih arteri coroner dan menghambat dan menurunkan mortalitas serta menjaga
aliran darah ke otot jantung (Rathore et al., fungsi ventrikel (Fox et al., 2013). Dan
2018). strategi dari managemen terapi dari STEMI
Gejala utama dari STEMI adalah sesak adalah pemulihan cepat dari potensi oklusi
napas, mual dan muntah, dan pingsan. Nyeri total pada arteri koroner, memperpendek
terjadi di daerah yang sama dengan angina waktu iskemik, dan mengurangi ukuran infark
(bagian dada, tenggorokan, lengan, (Ibanez et al., 2018; Kasper et al., 2016).
epigastrium, atau punggung) tetapi lebih parah Terapi reperfusi yang diekomendasikan oleh
dan berlangsung lebih lama sering American Heart Association (AHA) dan
digambarkan sebagai sesak, berat atau Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler
penyempitan di dada (Newby et al., 2010). Indonesia (PERKI) adalah dengan cara
Untuk penegakan diagnose dapat dilihat dari primary percutaneous coronary intervention
gambaran klinik pasien seperti chest pain, (PCI) atau fibrinolitik (Ibanez et al., 2018;
kemudian dilihat dari hasil EKG yang PERKI, 2015).
menunjukan adanya peningkatan segment ST Terapi reperfusi bertujuan memperbaiki
di 12 lead, dan peningkatan cardiac marker aliran darah pada miokardium, untuk
seperti troponin I (Antman & Loscalzo, 2015) menyelamatkan miokard dan menurunkan
mortalitas, serta menjaga fungsi ventrikel kiri.

56
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

Keberhasilan terapi reperfusi sangat yang menyebabkan terjadinya oklusi sebagian


bergantung pada banyaknya waktu yang atau oklusi total pada plak aterosklerotik yang
terlewat sejak gejala timbul sampai pasien telah ruptur. Paparan jaringan kolagen dan
mendapat terapi. Tujuan utama adalah faktor jaringan di plak aterosklerotik yang
mencapai reperfusi dini dengan waktu mengalami ruptur akan menyebabkan adesi
“symptom-to-needle” dan “door-to-needle” dan aktivasi platelet sehingga menyebabkan
yang pendek pada pasien infark miokard (Fox terjadinya pelepasan senyawa vasoaktif
et al., 2013). seperti adenosine diphosphate (ADP) dan
tromboxan A2 senyawa tersebut akan
PCI lebih efektif dibandingkan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
fibrinolitik dalam membuka sumbatan di arteri potensi platelet lebih lanjut (Antmann et al.,
korener. Strategi ini juga memiliki efek yang 2010; Dipiro et al., 2009).
baik terhadap hasil klinis baik jangka pendek
maupun jangka panjang serta dapat Aktivasi platelet juga akan
mengurangi risiko kematian, infark miokard menyebabkan perubahan konformasi pada
atau stroke berulang. Penerapan PCI dibatasi permukaan reseptor glikoprotein IIb/IIIa pada
oleh ketersediaannya, karena menggunakan platelet sehingga akan terjadi cross-link antar
teknik berbasis kateter (catheter based platelet melalui jembatan fibrinogen. Proses
technique) (Laksono, 2015; Kasper et al., ini adalah jalur akhir dari proses agregasi
2016). Namun, masih banyak rumah sakit platelet. Oklusi akibat agregasi platelet
yang tidak memiliki fasilitas kateterisasi bersifat sebagian dan trombus yang terbentuk
jantung, sehingga fibrinolisis adalah berwarna putih (white thrombus). Akan tetapi,
pengobatan yang paling umum digunakan seringkali terjadi agregasi platelet disertai
pada pasien STEMI (Fox et al., 2013; dengan kaskade koagulasi jalur ekstrinsik
Sampson et al., 2015). Oleh karena itu secara simultan sehingga terjadi aktivasi
diperlukan pengetahuan tambahan tentang trombin (faktor IIa) sehingga terjadi
penggunaan fibrinolitik pada pasien STEMI perubahan fibrinogen menjadi fibrin melalui
agar diperoleh keberhasilan reperfusi jaringan aktivitas enzimatik. Fibrin akan menyebabkan
yang optimal. Dalam artikel ini kami stabilisasi agregat platelet dan menangkap sel
mengulas terapi fibrinolitik yang tersedia saat darah merah dan menyebabkan terjadinya
ini yang dapat digunakan pada pasien STEMI. oklusi total dari pembuluh darah. Thrombus
yang mengandung banyak sel darah merah
2. PEMBAHASAN akibat adanya fibrin disebut dengan thrombus
a) Mekanisme Pembentukan Trombus merah (red thrombus) (Antmann et al., 2010).

Plak aterosklerotik merupakan b) Fibrinolytic pada STEMI


penyebab penyakit arteri koroner dan Acute Terapi fibrinolitik adalah terapi yang
Coronary Syndrom di sebagian besar pasien. digunakan untuk mengatasi masalah yang
Adanya erosi, ruptur, atau fisur pada plak timbul karena adanya bekuan darah atau
aterosklerotik yang tidak stabil, menyebabkan thrombus seperti thrombosis vena, emboli
plak aterosklerotik lebih mudah mengalami paru, infark miokard (STEMI), stroke
rupture. Setelah terjadinya ruptur dari plak iskemik, dan tromboemboli arteri (Ali et al.,
aterosklerotik, maka akan terjadi trombus 2014). Terapi fibrinolitik merupakan strategi

57
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

reperfusi penting dalam terapi STEMI ketika 2019). Waktu ideal pemberian fibrinolitik
PCI primer tidak dapat dilakukan secara tepat adalah 30 menit setelah onset gejala dengan
waktu. Tujuan utama dari terapi fibrinolisis level evidence A (PERKI, 2015). Terapi
adalah pemulihan cepat dari patensi penuh fibrinolitik terbukti dapat mencegah 30
arteri koroner (Newby et al., 2010). Terapi kematian dini per 1000 pasien yang dirawat
fibrinolitik direkomendasikan dalam 12 jam dalam waktu 6 jam setelah onset gejala
dari onset gejala jika PCI primer tidak dapat (Ibanez et al., 2018; PERKI, 2015). Menurut
dilakukan dalam 120 menit dari diagnosis ACCF/AHA tahun 2013 penggunaan
STEMI dan tidak terdapat kontraindikasi fibrinolitik diberikan dalam onset gejala
(Ibanez et al., 2018). kurang dari 12 jam (O’Gara et al., 2013),
namun sebaiknya untuk hasil terbaik dapat
Pemberian fibrinolitik memberikan diberikan dalam onset gejala iskemik 3 jam
keuntungan yang baik dengan level evidence (Gulati & Gersh, 2009). Fibrinolitik
A jika onset gejala <30 menit. Manfaat menunjukan manfaat yang lebih sedikit ketika
fibrinolitik sebesar 5% pada pasien dengan diberikan kepada pasien dengan onset gejala
elevasi ST yang dirawat dalam 6 jam dan 4% lebih dari 12 jam karena plak yang terbentuk
pada pasien dirawat antara 7 dan 12 jam bersifat mature sehingga sulit untuk dilisiskan
setelah timbulnya gejala. Manfaatnya paling (Newby et al., 2010). Setiap menit dalam
besar terlihat pada pasien yang dirawat dalam penundaan reperfusi pasti akan menghasilkan
2 jam pertama. Manfaat fibrinolitik lebih nekrosis yang lebih luas dan outcome yang
sedikit atau bahkan berbahaya ketika buruk (Werf, 2012).
diberikan kepada pasien dengan onset gejala
lebih dari 12 jam atau pada pasien yang Penggunaan terapi fibrinolitik yang
mengalami depresi EKG atau segmen ST tepat dapat mengurangi angka kematian di
normal. (Newby et al., 2010). Hal ini rumah sakit sebesar 25-50%. Manfaat terbesar
disebabkan karena fibrinolitik memiliki efek terlihat ketika fibrinolitik diberikan kurang
samping perdarahan. Beberapa kondisi dapat dari 2 jam setelah onset gejala dan pada pasien
dikontraindikasikan dengan penggunaan dengan risiko tertinggi, seperti lansia.
fibrinolitik, antara lain stroke hemoragik, Berdasarkan Myocardial Infarction Triage
stroke iskemik dalam 6 bulen terakhir, trauma and Intervention (MITI) Randomized trial
operatif atau trauma kepala yang berat dalam pemberian fibrinolitik pada pasien STEMI
3 bulan terakhir, perdarahan saluran cerna pada 70 menit pertama dapat menurunkan
dalam 1 bulan terakhir karena dapat angka kematian sebesar dari 8,7% menjadi
meningkatkan resiko perdarahan setelah 1,2% dan mengurangi ukuran infark dari
penggunaan fibrinolitik (PERKI, 2015). 11,2% menjadi 4,9% dibandingkan jika
Ketika terapi fibrinolitik dikontraindikasikan, digunakan lebih lama hingga 180 menit (Fox
maka terapi PCI untuk keadaan darurat harus et al., 2013). Menurut penelitian meta-analisis
dipertimbangkan (Newby et al., 2010). menyebutkan jika penggunaan fibrinolitik
dapat mengurangi angka mortalitas
Faktor kunci dalam pengobatan (Jinatongthai et al., 2017).
STEMI adalah waktu iskemik (onset gejala),
dengan kata lain, waktu dari timbulnya gejala Pemberian fibrinolitik harus melihat 3
hingga terapi reperfusi (Hendersoni et al., hal yaitu onset gejala, ketersediaan obatnya

58
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

dan faktor klinis pasien (Pandie et al., 2016). bahwa pemberian fibrinolitik menunjukan
Pada saat pemberian fibrinolitik, pertama- efektifitas dalam reperfusi sekitar 50-60%
tama harus melihat riwayat kesehatan pasien, (The GUSTO, 1993). Sedangkan penelitian
seperti operasi, trauma, alergi, penggunaan Ghaffari, Kazemi and Golzari (Ghaffari et al.,
obat sebelumnya untuk mengetahui apakah 2013) menunjukan keberhasilan reperfusi dari
pasien memiliki kontraindikasi terhadap fibrinolitik sebesar 59%. Serta penelitian
fibrinolitik atau tidak. Jika tidak terdapat Bendary et al (Bendary et al., 2017)
kontraindikasi, maka fibrinolitik dapat keberhasilan penggunaan fibrinolitik adalah
dilakukan. Pada saat pemberian fibrinolitik sebesar 62%.
sangat disarankan untuk memantau tanda-
tanda vital dan gejala-gejala perdarahan setiap Menurut EARLY-MYO Trial (Early
15 menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 Routine Catheterization After Alteplase
menit 2 jam selanjutnya, kemudian diamati Fibrinolysis Versus Primary PCI in Acute ST-
setiap jam hingga pemberian fibrinolitik Segment–Elevation Myocardial Infarction)
selesai. Setelah pemberian fibrinolitik oleh Pu et al, 2017 (Pu et al., 2017) yang
pemantauan terhadap tanda-tanda vital merupakan uji Randomized Clinical Trial
ataupun resiko efek samping masih terus (RCT) yang pertama yang membandingkan
dilakukan, selain itu melihat respon dari terapi Pharmaco-Invasive (PhI) strategy with half-
seperti chest pain yang dialami pasien, dose alteplase fibrinolysis dengan Primary
merekam jantung (EKG) satu jam setelah PCI (PPCI) pada pasien STEMI, menunjukan
fibrinolitik, dan timbulnya aritmia reperfusi, bahwa pada pasien STEMI yang memiliki
serta pasien harus tetap istirahat selama 6 jam resiko kecil dengan onset gejala ≤6 jam
(Ali et al., 2014). dengan rencana PCI ≥ 60 menit,
memperlihatkan hasil bahwa Strategi PhI
Efektifitas fibrinolitik pada STEMI dengan half-dose alteplase dan PCI yang tepat
dilihat dari keberhasilan reperfusi yang terjadi. waktu menawarkan reperfusi epikardial dan
Keberhasilan reperfusi ditandai dengan miokardial yang lebih lengkap di bandingkan
hilangnya nyeri dada yang dialami pasien, terapi PPCI saja.
terjadi resolusi EKG ≥ 50%, adanya aritmia
reperfusi (Bendary et al., 2017; Churchhouse c) Mekanisme Aksi Fibrinolitik
& Ormerod, 2017). Pembukaan infark yang Mekanisme aksi dari fibrinolitik
cepat di arteri berhubungan dengan adalah streptokinase berikatan dengan
berkurangnya ukuran infark, perbaikan fungsi plasminogen dimana mengubah plasminogen
left ventrikel dan outcome klinis yang baik. menjadi plasmin. Sedangkan alteplase,
Penurunan nyeri dada setelah trombolisis urokinase, reteplase dan tenecteplase bekerja
menunjukan korelasi dengan angiografi. dengan memecah plasminogen untuk
Resolusi segmen ST setelah STEMI menghasilkan plasmin dan kemudian
dipengaruhi oleh status arteri koroner (Varma memecah clot yang kaya akan fibrin menjadi
et al., 2016). fibrin degradation product. Sedangkan
Menurut Global Utilisation of alfimeprase memecah fibrin secara langsung
Streptokinase and T-PA for Occluded dan menghasilkan fibrin degradation product
coronary arteries-1 (GUSTO-1) diketahui (Baskin et al., 2012). Skematik dari aksi
fibrinolitik dapat dilihat pada gambar 1.

59
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

Gambar 1 . Schematic representation of fibrinolysis (Ali et al., 2014)

d) Jenis Fibrinolitik alteplase, Tenecteplase, dan reteplase,


dapat dilihat dalam tabel 1 (Fox et al.,
Fibrinolitik terbagi menjadi 2 yaitu 2013; Vivek, 2017). Fibrinolitik yang
agen yang tidak spesifik fibrin dan direkomendasikan PERKI untuk
agen yang spesifik fibrin. Dimana STEMI adalah streptokinase,
agen yang tidak spesifik fibrin adalah alteplase dan Tenecteplase (PERKI,
streptokinase dan urokinase 2015).
sedangkan yang spesifik fibrin adalah

Tabel. 1 Jenis Fibrinolitik (Ali et al., 2014)

Generasi Fibrinolitik Spesifik Fibrin Non-spesifik Fibrin


Satu …. - Streptokinase
- urokinase

Kedua - Recombinant tissue - Prourokinase (scum-PA)


plasminogen activator (t-PA) - Sk-plasminogen activating
- Alteplase complex (APSAC)
Ketiga - Tenecteplase …
- Reteplase
- Monteplase
- Lanoteplase
- Pamiteplase

Adapun macam-macam dari fibrinolitik yang membentuk kompleks aktivator yang


digunakan pada STEMI adalah : menghasilkan plasmin dan akan memecah
thrombus (Vivek, 2017; Sekhar et al., 2017).
1. Streptokinase
Streptokinase merupakan original
Streptokinase merupakan agen non- thrombolytic agent yang bekerja dengan
spesific fibrin yang berasal dari kelompok mengikat plasminogen untuk membentuk
streptokokus yaitu β-hemolytic group-C kompleks enzim yang mengubah
streptococci. Streptokinase bergabung plasminogen menjadi plasmin. Selain itu,
dengan plasminogen bebas disirkulasi untuk streptokinase juga meningkatkan kadar

60
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

protein-C di sirkulasi sehingga meningkatkan digunkaan pada pasien stroke iskemik


pemecahan bekuan atau gumpalan darah. dibandingkan pasien STEMI akut (Fox et al.,
Dosis infus dari streptokinase adalah 1,5 juta 2013; Vivek, 2017).
IU dalam 100 mL larutan salin selama 30-60
menit. Adapun efek samping yang sering Dosis alteplase yang digunakan
terjadi dari penggunaan streptokinase adalan infusan dengan dosis 100 mg selama 3
dibandingkan dengan alteplase adalah jam, dimana 60 mg pada jam pertama (6-10
hipotensi, alergi dan pendarahan mayor (Fox mg diberikan secara bolus), dan 20 mg
et al., 2013). selama jam kedua, selanjutnya 20 mg pada
Berdasarkan penelitian Gruppo jam ketiga. Untuk pasien dengan bobot tubuh
Italiano Per Lo Studio Della Sopravvivenza lebih kecil <65 kg maka dosis yang
Nell’Infarti Miocardico-2 (GISSI-2) tahun digunakan adalah 1,25 mg/kg adalah Seperti
1990 (GISSI-2, 1990) menunjukan bahwa halnya fibrinolitik lainnya penggunaan
tidak ada efek yang berbeda secara signifikan aspirin 300 mg harus diberikan sesegera
antara alteplase dan streptokinase. Namun mungkin dan diikuti clopidogrel 75 mg per
pada penelitian GUSTO-1, 1993 (The hari. Heparin intravena juga harus diberikan
GUSTO, 1993) alteplase lebih bersifat setidaknya setidak nya selama 48 jam. (Fox
superior dari pada streptokinase. et al., 2013).
2. Alteplase Keuntungan dari tPA adalah dapat
Alteplase merupakan enzim alami meningkatkan kelangsungan hidup, lebih
(plasminogen spesifik) yang diproduksi oleh baik dibandingkan agen fibrinolitik lainnya,
teknologi DNA rekombinan dari kultur seperti streptokinase dan memiliki resiko
jaringan manusia. Altelase bersifat “clot yang sedikit lebih tinggi terhadap pendarahan
selective,”. Alteplase berikatan dengan fibrin intracerebra. Agen fibrinolitik lainnya yang
pada permukaan clot yang mengaktifkan merupakan analog dari tPA, seperti
plasminogen yang terikat pada fibrin. tenecteplase dan reteplase, memiliki waktu
Plasmin di bentuk dari plasminogen yang paruh plasma lebih lama dari alteplase dan
terikat fibrin. Molekul fibrin dipecah bisa diberikan secara bolus intravena.
menjadi plasmin dan gumpalan yang larut Tenecteplase (TNK) sama efektifnya dengan
(Vivek, 2017). alteplase dalam menurunkan angka kematian
(Newby et al., 2010).
Pemberian awal dilakukan dengan
bolus kemudian diikuti dengan infus Berdasarkan hasil metaanalisis oleh
intravena lambat karena waktu paruhnya Jinatongthai et al (Jinatongthai et al., 2017),
yang sangat singkat. Karena waktu paruh menunjukan bahwa rejimen accelerated
alteplase yang sangat singkat maka harus alteplase plus antikoagulan parenteral dapat
digunakan bersama dengan antikoagulan mengurangi resiko moratlitas dibandingkan
intravena untuk menghindari reoklusi. dengan streptokinase dan antikoagulan
Penggunaan tPA dapat menunjukan angka parenteral.
mortalitas 14% lebih rendah (penurunan 3. Tenecteplase
absolut 1%) dibandingkan dengan
streptokinase. Alteplase lebih banyak Tenecteplase (TNK) merupakan
rekayasa genetika dari alteplase dengan

61
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

subtansi asam amino di tiga site. Hal ini 4. Reteplase


menyebabkan penurunan waktu eliminasi
dan waktu paruh menjadi lebih panjang atau Reteplase (rPA) adalah deletion
lama, sehingga menyebabkan peningkatan mutan dari alteplase dengan menghilangkan
spesifisitas fibrin, dan resistensi terhadap beberapa hal seperti kringle-1, finger, and
PAI-1. Bolus tunggal tenecteplase dalam faktor pertumbuhan domain dan juga
dosis yang disesuaikan dengan berat badan beberapa rantai samping dari karbohidrat.
yaitu 0,5 mg/kg dibandingkan dengan Reteplase dapat memperpanjang waktu
accelerated alteplase menunjukan angka eliminasi, sehingga regimen yang digunakan
mortalitas yang sama. Namun resiko merupakan double-bolus dengan dosis 10
pendarahan tenecteplase dan kebutuhan U+10 U secara intravena, dimana
transfusi darah lebih rendah dibandingkan pemberiannya dilakukan masing-masing
alteplase, selain itu manfaat praktis dari lebih dari 10 menit dan 30 menit secara
pemberian bolus dapat menjadikan terpisah. Heparin tidak boleh diberikan
tenecteplase menjadi pilihan di ruang melalui jalur intravena yang sama karena
emergensi untuk mengatasi STEMI. (Fox et bersifat incompatibility. Kasus kematian
al., 2013; Vivek, 2017; Thomas & dengan penggunaan reteplase dan
Christoph, 2015). streptokinase bersifat sama atau mirip begitu
pula dengan resiko terjadinya stroke
Tenecteplase telah diuji secara reteplase serupa dengan alteplase (Fox et al.,
ekstensif dalam uji klinis. Dalam ASSENT- 2013). Satu-satunya keunggulan reteplase
1 (assessment of safety and efficacy of a new dibandingkan Alteplase adalah duration of
thrombolytic agent) percobaan pada pasien action dari reteplase lebih lama dan
dengan infark miokard akut, single bolus pemberiannya juga secara bolus, sehingga
dari tenecteplase terbukti bersifat aman tidak membutuhkan infus intravena. Namun,
sebagai gold standart terapi trombolitik, spesifisitasnya untuk plasminogen terikat
dibandingkan rejimen accelerated alteplase fibrin bersifat mirip dengan alteplase (Vivek,
(bolus awal diikuti oleh infus lebih dari 90 2017)
menit). Dalam TIMI-10b (Thrombolysis In
Myocardial Infarction) percobaan Reteplase telah disetujui untuk
pemberian dosis bolus tunggal tenectplase pengobatan trombolitik infark miokard akut.
40 mg selama memiliki rata-rata kekuatan Dalam Rapid I (Recombinant Plasminogen
yang sama dengan pemberian accelerated Activator Angiographic Phase II
alteplase selama 90 menit. Dalam ASSENT- international Dose Finding Study)
2 Trial tenecteplase dan alteplase keduanya pemberian reteplase lebih unggul dari
memiliki angka mortalitas yang sama setelah alteplase (diberikan lebih dari tiga jam)
30 hari. Seperti dengan reteplase, dengan patensi reteplase dicapai lebih awal
tenecteplase dibandingkan dengan alteplase dan lebih sering dibandingkan accelerated
keduanya memiliki efikasi yang sama dan alteplase (lebih dari 1,5 jam). Namun
tenecteplase lebih superior ketika diberikan menurut GUSTO-III menunjukan bahwa
dala dosis bolus tunggal (Thomas & tidak ada perbedaan dalam hal mortalitas
Christoph, 2015). setelah 30 hari antara reteplase dengan
alteplase. Kesimpulannya reteplase

62
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

dibandinkan dengan alteplase keduanya Adapun Beberapa perbedaan


memiliki efikasi yang sama dalam reperfusi karakteristik dari fibrinolitik yang sering
dan retelpase lebih unggul ketika diberikan digunakan di ditampilkan pada tabel 2.
dalam bolus ganda (Thomas & Christoph,
2015).
Tabel 2. Karakteristik Fibrinolitik (Fox et al., 2013; Vivek, 2017)

Keterangan Streptokinase Alteplase (tPA) Reteplase (rPA) Tenecteplase


(TNK)
Selektif fibrin Tidak ++ + +++
Ikatan Plasminogen Tidak langsung Langsung Langsung Langsung

Lama infuse (menit) 60 90 10+10 5-10 detik

Waktu paruh 23 <5 13-16 20


Pemecah fibrinogen 4+ 1-2+ Tidak diketahui >tPA

Heparin dini Kemungkinan Ya Ya Ya


Hipotensi Ya Tidak Tidak Tidak
Reaksi alergi Ya Tidak Tidak Tidak
T1/2 Plasma (min) 23-29 4-8 15 20
Dosis 1,5 MIU/60 menit 100 mg/90 menit 2x10 IU bolus 30 0,5 mg/kg bolus
menit apart

e) Efek Samping Fibrinolitik juga merupakan protein asing sehingga


dapat menimbulkan reaksi alergi yang
Berdasarkan mekanisme aksi dari diperantarai immunoglobulin E (IgE), dan
fibrinolitik yang mengubah plasminogen dapat menimbulkan gejala urtikaria,
menajdi plasmin dan kemudian plasmin bronkospasme dan hipotensi (Nazari et
akan memecah clot yang kaya akan fibrin al., 1987).
menjadi fibrin degradation product
(Baskin et al., 2012). Selain itu plasmin Adapun efek samping dari penggnaan
yang di hasilkan dari fibrinolitik dapat fibrinolitik sebagai berikut:
menyebabkan deplesi fibrinogen, deplesi
factor V dan VIII dan disfungsi platelet, 1. Pendarahan
serta dapat meningkatkan fibrin Sejauh ini komplikasi paling umum
degradation product. Hal tersebut dapat dari terapi trombolitik adalah perdarahan.
menyebabkan resiko pendarahan Karena tujuan terapi agen trombolitik adalah
(Candelise et al., 1996). Selain itu pemecahan bekuan darah, diharapkan
streptokinase dapat menyebabkan gumpalan dengan atau tanpa fungsi aktif
penurunan plasminogen disirkulasi hemostatik dapat dilisiskan oleh obat-obatan.
sehingga dapat meningkatkan resiko Semua agen fibrinolitik yang tersedia saat ini
pendarahan (Vivek, 2017). Streptokinase

63
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

akan menghasilkan derajat fibrinolisis alergi pada penggunaan streptokinase jarang


sistemik dan menghasilkan gangguan pasca- terjadi namun potensi reaksi anafilaksis, yang
statis yang dapat menyebabkan perdarahan. bisa sangat parah, tidak boleh diremehkan.
Selain itu, antikoagulan diberikan secara Skin test dengan dosis kecil streptokinase
rutin setelah trombolisis menambah risiko intradermal merupakan prediktor yang baik
komplikasi perdarahan (Nazari et al., 1987). untuk respons alergi langsung dari jenis
anafilaksis, meskipun tidak dapat
Resiko perdarahan terjadi berkisar memprediksi reaksi yang tertunda. Delayed
antara 0,5% dan 1%. Oleh karena itu, reactions biasanya bersifat ringan dan dapat
perawatan harus dihentikan jika terdapat sembuh dengan sendirinya (Nazari et al.,
risiko pedarahan yang signifikan seperti 1987).
pendarahan serius, pendarahan internal aktif,
pasien sebelumnya memiiki riwayat 3. Hipotensi
perdarahan subarachnoid atau intraserebral,
hipertensi yang tidak terkontrol, melakukan Hipotensi merupakan efek samping
operasi dalam 1 bulan sebelumnya, trauma yang paling sering ditemukan pada
terbaru (termasuk resusitasi traumatis), tukak penggunaan streptokinase. Namun hipotensi
lambung aktif, dan kehamilan. (Newby et al., ini berbeda dengan yang ditemui pada saat
2010). reperfusi. Gejala ini terjadi segera setelah
pemberian infus, dapat disertai dengan
Menurut Vivek (Vivek, 2017) flushing and anxiety, dan dapat diatasi
mengemukakan bahwa streptokinase dapat dengan pemberian cairan dan penghentian
menyebabkan penurunan plasminogen infus untuk sementara waktu. Komplikasi ini
disirkulasi sehingga dapat meningkatkan bersifat sementara dan jinak. Ketika hipotensi
resiko perdarahan. Sedangkan berdasarkan telah membaik dan infus diberikan kembali
hasil meta-analisis jinatongthai et al maka efek hipotensi ini tidak akan terjadi
(Jinatongthai et al., 2017) diketahui bahwa kembali. Mortalitas belum dikaitkan dengan
resiko pendarahan mayor lebih rendah terjadi hipotensi yang terjadi dengan infus
pada penggunaan streptokinase dibandingkan streptokinase (Nazari et al., 1987). Hipotensi
accelerated alteplase. Resiko perdarahan pada peggunaan fibrinolitik dapat disebabkan
juga semakin meningkat ketika ditambahkan oleh aktivasi sistem bradikinin-kallikrein,
antikoagulan parenteral. vasodilasi langsung dan penurunan viskositas
darah (Chang & Yeh, 2014).
2. Allergic and Immunological Reactions
4. Aritmia Reperfusi
Reaksi alergi berhubungan dengan
pemberian streptokinase, karena satu-satunya Aritmia yang terjadi selama terapi
agen yang merupakan protein asing. Reaksi trombolitik pada infark miokard akut akut
alergi langsung diperantarai oleh IgE digunakan sebagai salah satu dari beberapa
termasuk urtikaria, bronkospasme dan marker reperfusi non-angiografi, tetapi
hipotensi. Delayed reaction dimediasi oleh sensitivitas dan spesifisitasnya belum
IgG termasuk serum sickness dan demam. didefinisikan secara jelas. Selain respon
Beberapa reaksi yang dilaporkan sebagai bradikardi, ritme yang paling umum diamati
reaksi alergi meliputi respons demam. Reaksi adalah percepatan irama idioventrikular dan

64
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

takikardia ventrikel. Aritmia terjadi pada 70 samping yang dapat ditimbulkan oleh
hingga 100% pasien dengan rekanalisasi. fibrinolitik itu sendiri seperti resiko
Selain idioventricular rhythm dan ventricular terjadinya perdarahan, hipotensi dan resiko
tachycardia fibrilasi ventrikel juga telah alergi yang muncul. Sehingga pemberiannya
dilaporkan, meskipun sulit untuk harus mengikuti protocol yang ada.
membedakan antara kejadian nya disebabkan
oleh infark miokard atau komlikasi dari DAFTAR PUSTAKA
reperfusi. Kejadian fibrilasi ventrikel sangat 1. Ali, M.R. et al., (2014). Aspect of
bervariasi, dilaporkan pada 0 hingga 17% thrombolytic therapy: A review. Scientific
kasus (Nazari et al., 1987). World Journal, (1).
5. Guillain-Barre Syndrome 2. Antman E, Loscalzo J. ST-Segment
Ada beberapa laporan kasus yang Elevation Myocardial Infarction. In D LK,
menggambarkan hubungan antara sindrom editor. Harrison's Principles of Internal
Guillain-Barre dan terapi streptokinase. Medicine. 19th ed. New York: McGraw-
Meskipun hubungan kausal belum Hill Education; 2015. p. 1599-1611.
ditetapkan, insidennya lebih tinggi dari yang 3. Antmann, E., Braunwald, E. & Loscalzo,
ditentukan oleh coincidental association. J., (2010). ST Segment Eelevation
Streptokinase dapat menginduksi respons Myocardial Infarction. In Harisson’s
imunologis yang dapat memicu sindrom Cardiovascular Medicine. New york: Mc
Guillain-Barre (Nazari et al., 1987). Graw Hill Inc.
3. KESIMPULAN 4. Baskin, J. et al., (2012). Thrombolytic
STEMI merupakan penyakit yang therapy for central venous catheter
dapat mengancam jiwa apabila tidak occlusion. Haematologica, 97(5), pp.641-
dilakukan penanganan dengan segera karena 50.
dapat menyebabkan nekrosis miokardium 5. Bendary, A., Tawfik, W., Mahrous, M. &
yang dapat menyebabkan jantung kehilangan Salem, M., (2017). Fibrinolytic therapy in
fungsinya. Tujuan dari terapi STEMI adalah patients with ST-segment elevation
mengembalikan perfusi jaringan yang myocardial infarction: Accelerated versus
terganggu akibat adanya thrombus. Salah standard Streptokinase infusion regimen.
satu pilihan untuk terapi reperfusi adalah Journal of Cardiovascular and Thoracic
fibrinolitik. Fibrinolitik dapat dalam Research, 9(4).
management terapi STEMI fibrinolitik dapat
digunakan sebagai terapi reperfusi jaringan 6. Candelise, L. et al., (1996). Thrombolytic
apabila terapi PPCI tidak dapat dilakukan therapy From myocardial to cerebral
dengan mempertimbangkan status infarction. Ital. J. Neurol. Sci, 17, pp.5-21.
kontraindikasi dari pasien. Beberapa 7. Chang, L. & Yeh, R., (2014). Evaluation
penelitain menunjukan bahwa terapi and Management of ST-elevation
fibrinolitik efektif dalam mengembalikan Myocardial Infarction and Shock.
perfusi jaringan. Meskipun demikian perlu European Cardiology Review, 9(2),
tetap dilakukan pemantauan terhadap efek pp.88-91.

65
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

8. Churchhouse, A. & Ormerod, J., (2017). 15. Hendersoni, M., Carberry, J. & Colin, B.,
Infark Miokard Akut. In H. Kalim, ed. (2019). Targeting an Ischemic Time
Kardiologi dan Kelainan Vaskular. 1st ed. Journal of the American Heart
Singapore: Elsevier. pp.177-93. Association, 8, pp.1-4.
9. Daga, L.C., Kaul, U. & Mansoor, A., 16. Hermanides, R.S., Kilic, S. & Van’t Hof,
(2011). Approach to STEMI and A.W.J., (2018). Optimal pharmacological
NSTEMI. SUPPLEMENT TO JAPI • therapy in ST-elevation myocardial
decem ber 2011 • VOL. 59, 59, pp.19-25. infarction—a review: A review of
antithrombotic therapies in STEMI. Neth
10. Dipiro, J. et al., (2009). Acute Coronary
Heart Journal, 26(6).
Syndrome. In Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach. 8th ed. 17. Ibanez, B. et al., (2018). 2017 ESC
United States: McGraw-Hill Education. Guidelines for themanagement of
pp.642-575. acutemyocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation.
11. Fox, K., White, H.D., Gersh, B. & Opie,
European Heart Journal, 39, pp.119-77.
L.H., (2013). Antithrombotic Agents:
Platelet Inhibitors, Acute Anticoagulants, 18. Jinatongthai, P. et al., (2017).
Fibrinolytics, and Chronic Comparative efficacy and safety of
Anticoagulants. In Drugs For The Heart. reperfusion therapy with fibrinolytic
Eighth Edition ed. Philadelphia: Saunders agents in patients with ST-segment
Elsevier Inc. pp.378-87. elevation myocardial infarction: a
systematic review and network meta-
12. Ghaffari, S., Kazemi, B. & Golzari, I.G.,
analysis. Lancet, 390(10096).
(2013). Efficacy of a New Accelerated
Streptokinase Regime in Acute 19. Kasper, D.L. et al., (2016). ST-Segmen
Myocardial Infarction: A Double Blind Elevation Miocardial Infarction. In
Randomized Clinical Trial. Harrison's Manual Of Medicine. 19th ed.
Cardiovascular Therapeutics, 31(1). New York: McGraw-Hill Education.
pp.658-67.
13. GISSI-2, (1990). GISSI-2: A factorial
randomised trial of alteplase versus 20. Laksono, B.B., (2015). Literatur Review
streptokinase and heparin versus no Efektifitas Terapi Dan PPCI (Primary
heparin among 12 490 patients with acute Percutaneus Corornary Intervention)
myocardial infarction. THE LANCET, Sebagai Alternative Terpi Revaskulerisasi
336. Pada Acute Coronary Syndrome (ACS).
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 3(3).
14. Gulati, R. & Gersh, B.J., (2009).
Antithrombotic Therapy for the 21. Nazari, J., Davidson, R., Kaplan, K. &
Prevention of Reinfarction After Fintel, D., (1987). Adverse Reactions to
Reperfusion Therapy: The Price of Thrombolytic Agents Implicationsfor
Success. Revista Española de Cardiología Coronary Reperfusion Following
(English Edition), 62(5). Myocardia lInfarction. Medica
lToxicology, 2, p.27286.

66
Novrianti, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67

22. Newby, D.E., Grubb, N.R. & Bradbury, 29. Sekhar, G.R. et al., (2017). A Review on
A., (2010). Cardiovascular Disease. In Thrombolytic Therapy used in Myocardial
N.R. Colledge, B.R. Walker & B.H. Infarction (Streptokinase vs
Ralston, eds. Davidson's Principle and Tenecteplase). Int. J. Pharm. Sci. Rev.
Practice of Medicine. 21st ed. Edinburgh: Res, 45(2), pp.29-32.
Elsevier. pp.577-98.
30. The GUSTO, I., (1993). An international
23. O’Gara, P.T. et al., (2013). 2013 randomized trial comparing four
ACCF/AHA Guideline for the thrombolytic strategies for acute
Management of ST-Elevation Myocardial myocardial infarction. N Eng J Med,
Infarction: Executive Summary. 329(10), pp.673– 682.
Circulation, 127(4).
31. Thomas, K.N. & Christoph, B., (2015).
24. Pandie, S., Hellenberg, D., Hellig, F. & Thrombolytic Agents And Their Role In
Ntsekhe, M., (2016). Approach to chest Clinical Medicine. BMJ
pain and acute myocardial infarction.
32. Tumade B, Jim EL, Joseph VF., (2016)
South African Medical Journal, 106(3).
Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP
25. PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1
Kardiovaskuler Indonesia., (2015). Januari 2014 – 31 Desember 2014. Jurnal
Pedoman Penatalaksanaan SIndrom e-Clinic (eCl); 4(1): p. 223-230.
Koroner Akut. Jurnal Kardiologi
33. Varma, A., Chillawar, S., Kamble, T. &
Indonesia.
Acharya, S., (2016). Clinical Markers of
26. Pu, J. et al., (2017). Efficacy and Safety of Reperfusion in Patients with Acute
a Pharmaco-Invasive Strategy With Half- Myocardial Infarction and Its Prognostic
Dose Alteplase Versus Primary Significance. Int J Recent Surg Med Sci
Angioplasty in ST-Segment–Elevation 2016;2(2):90-95., 02(02).
Myocardial Infarction. Circulation, 136.
34. Vivek, L., (2017). Fibrinolytic Drug
27. Rathore, .V., Singh, N. & Mahat, R.K., Therapy in the Management of
(2018). Risk Factors for Acute Myocardial Intravascular Thrombosis, Especially
Infarction: A Review. EJMI, 2(1), pp.1-7. Acute Myocardial Infarction - A Review.
J of Pharmacol & Clin Res, 2(4), pp.001-
28. Sampson, A.J., Paul, T. & Stouffer, G.A.,
05.
(2015). Pharmacological Therapy in The
Management of Acute Coronary 35. Werf, V.d., (2012). Recommendations for
Syndromes. In H. Wang & C. Patterson, an efficient and safe use of fibrinolytic
eds. Atherosclerosis: Risks, Mechanisms, agents. The Bangkok Medical Journal, 3,
and Therapies. First Edition ed. NC, USA: pp.68-78.
John Wiley & Sons, Inc. pp.517-31.

67

Anda mungkin juga menyukai