Terapi Fibrinolitik Pada Pasien St-Segment Elevation Myocardial Infarction (Stemi) : Review Artikel
Terapi Fibrinolitik Pada Pasien St-Segment Elevation Myocardial Infarction (Stemi) : Review Artikel
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
ABSTRACT
Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) occurs when there is a blockage caused by sudden
atherosclerotic plaque that blocks blood flow to the heart. The goal of STEMI therapy is to restore
myocardial blood flow, to save the heart. Coronary arterial reproduction recommended by the American
Heart Association (AHA) and the Indonesian Cardiovascular Specialist Association (PERKI) is primary
percutaneous coronary intervention (PCI) or fibrinolytic. However, not all hospitals have catheterization
laboratory facilities, so they still use fibrinolytic as reperfusion therapy. To provide a review of currently
available fibrinolytic therapies that can be used in STEMI patients. Four databases [Pubmed, Libgen,
researchgate, and Scopus] were searched from 1987 to 2019. Include original articles including RCT,
comparative, literature review, and observational study about fibrinolytics treatment in Acute STEMI.
Fibrinolytic was divided into specific fibrin (alteplase, tenecteplase, and reteplase) and non-specific fibrin
(streptokinase and urokinase). Fibrinolytic used in STEMI are streptokinase, alteplase, tenecteplase, and
reteplase. Fibrinolytic can be given when the patient has no contraindications. Furthermore, the
administration must follow protocols to minimize the risk of side effects such as bleeding. Fibrinolytic can
be used as reperfusion therapy in STEMI patients when PCI cannot be done promptly.
Keywords: STEMI, Fibrinolytic, alteplase, Streptokinase, Tenecteplase
ABSTRAK
ST- Segment elevation myocardial infarction (STEMI) akut terjadi ketika terdapat sumbatan yang
disebabkan plak aterisklerosis secara mendadak yang menghambat aliran darah ke jantung. Tujuan terapi
STEMI adalah memulihkan kembali aliran darah miokardium, untuk menyelamatkan jantung. Reperfusi
arteri koroner yang direkomendasikan oleh American Heart Association (AHA) dan Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) adalah primary percutaneous coronary intervention (PCI)
atau fibrinolitik. Namun tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas laboratorium kateterisasi sehingga
masih menggunakan fibrinolitik sebagai terapi reperfusi. Tujuan: untuk memberikan ulasan terapi
fibrinolitik yang tersedia saat ini yang dapat digunakan pada pasien STEMI. Penelitian ini menggunakan
empat databases [Pubmed, Libgen, researchgate, and Scopus] yang diterbitkan dari 1987 hingga 2019.
Termasuk original artikel seperti RCT, Literatur Review, penelitian comparative, dan studi observasional
yang terkait dengan terapi fibrinolitik pada pasien STEMI. Fibrinolitik terbagi menjadi spesifik fibrin
(alteplase, tenecteplase dan reteplase) dan non-spesifik fibrin (streptokinase dan urokinase). Fibrinolitik
yang digunakan pada STEMI adalah streptokinase, alteplase, tenecteplase dan reteplase. Fibrinolitik dapat
diberikan ketika pasien tidak memiliki kontraindikasi. Dan pemberiannya harus mengikuti protokol untuk
meminimalisir terjadinya resiko efek samping seperti perdarahan. Kesimpulannya fibrinolitik dapat
digunakan sebagai terapi reperfusi pada pasien STEMI ketika PCI tidak dapat dilakukan secara tepat waktu.
Kata kunci : STEMI, Fibrinolytic, alteplase, Streptokinase, Tenecteplase
55
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
56
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
57
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
reperfusi penting dalam terapi STEMI ketika 2019). Waktu ideal pemberian fibrinolitik
PCI primer tidak dapat dilakukan secara tepat adalah 30 menit setelah onset gejala dengan
waktu. Tujuan utama dari terapi fibrinolisis level evidence A (PERKI, 2015). Terapi
adalah pemulihan cepat dari patensi penuh fibrinolitik terbukti dapat mencegah 30
arteri koroner (Newby et al., 2010). Terapi kematian dini per 1000 pasien yang dirawat
fibrinolitik direkomendasikan dalam 12 jam dalam waktu 6 jam setelah onset gejala
dari onset gejala jika PCI primer tidak dapat (Ibanez et al., 2018; PERKI, 2015). Menurut
dilakukan dalam 120 menit dari diagnosis ACCF/AHA tahun 2013 penggunaan
STEMI dan tidak terdapat kontraindikasi fibrinolitik diberikan dalam onset gejala
(Ibanez et al., 2018). kurang dari 12 jam (O’Gara et al., 2013),
namun sebaiknya untuk hasil terbaik dapat
Pemberian fibrinolitik memberikan diberikan dalam onset gejala iskemik 3 jam
keuntungan yang baik dengan level evidence (Gulati & Gersh, 2009). Fibrinolitik
A jika onset gejala <30 menit. Manfaat menunjukan manfaat yang lebih sedikit ketika
fibrinolitik sebesar 5% pada pasien dengan diberikan kepada pasien dengan onset gejala
elevasi ST yang dirawat dalam 6 jam dan 4% lebih dari 12 jam karena plak yang terbentuk
pada pasien dirawat antara 7 dan 12 jam bersifat mature sehingga sulit untuk dilisiskan
setelah timbulnya gejala. Manfaatnya paling (Newby et al., 2010). Setiap menit dalam
besar terlihat pada pasien yang dirawat dalam penundaan reperfusi pasti akan menghasilkan
2 jam pertama. Manfaat fibrinolitik lebih nekrosis yang lebih luas dan outcome yang
sedikit atau bahkan berbahaya ketika buruk (Werf, 2012).
diberikan kepada pasien dengan onset gejala
lebih dari 12 jam atau pada pasien yang Penggunaan terapi fibrinolitik yang
mengalami depresi EKG atau segmen ST tepat dapat mengurangi angka kematian di
normal. (Newby et al., 2010). Hal ini rumah sakit sebesar 25-50%. Manfaat terbesar
disebabkan karena fibrinolitik memiliki efek terlihat ketika fibrinolitik diberikan kurang
samping perdarahan. Beberapa kondisi dapat dari 2 jam setelah onset gejala dan pada pasien
dikontraindikasikan dengan penggunaan dengan risiko tertinggi, seperti lansia.
fibrinolitik, antara lain stroke hemoragik, Berdasarkan Myocardial Infarction Triage
stroke iskemik dalam 6 bulen terakhir, trauma and Intervention (MITI) Randomized trial
operatif atau trauma kepala yang berat dalam pemberian fibrinolitik pada pasien STEMI
3 bulan terakhir, perdarahan saluran cerna pada 70 menit pertama dapat menurunkan
dalam 1 bulan terakhir karena dapat angka kematian sebesar dari 8,7% menjadi
meningkatkan resiko perdarahan setelah 1,2% dan mengurangi ukuran infark dari
penggunaan fibrinolitik (PERKI, 2015). 11,2% menjadi 4,9% dibandingkan jika
Ketika terapi fibrinolitik dikontraindikasikan, digunakan lebih lama hingga 180 menit (Fox
maka terapi PCI untuk keadaan darurat harus et al., 2013). Menurut penelitian meta-analisis
dipertimbangkan (Newby et al., 2010). menyebutkan jika penggunaan fibrinolitik
dapat mengurangi angka mortalitas
Faktor kunci dalam pengobatan (Jinatongthai et al., 2017).
STEMI adalah waktu iskemik (onset gejala),
dengan kata lain, waktu dari timbulnya gejala Pemberian fibrinolitik harus melihat 3
hingga terapi reperfusi (Hendersoni et al., hal yaitu onset gejala, ketersediaan obatnya
58
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
dan faktor klinis pasien (Pandie et al., 2016). bahwa pemberian fibrinolitik menunjukan
Pada saat pemberian fibrinolitik, pertama- efektifitas dalam reperfusi sekitar 50-60%
tama harus melihat riwayat kesehatan pasien, (The GUSTO, 1993). Sedangkan penelitian
seperti operasi, trauma, alergi, penggunaan Ghaffari, Kazemi and Golzari (Ghaffari et al.,
obat sebelumnya untuk mengetahui apakah 2013) menunjukan keberhasilan reperfusi dari
pasien memiliki kontraindikasi terhadap fibrinolitik sebesar 59%. Serta penelitian
fibrinolitik atau tidak. Jika tidak terdapat Bendary et al (Bendary et al., 2017)
kontraindikasi, maka fibrinolitik dapat keberhasilan penggunaan fibrinolitik adalah
dilakukan. Pada saat pemberian fibrinolitik sebesar 62%.
sangat disarankan untuk memantau tanda-
tanda vital dan gejala-gejala perdarahan setiap Menurut EARLY-MYO Trial (Early
15 menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 Routine Catheterization After Alteplase
menit 2 jam selanjutnya, kemudian diamati Fibrinolysis Versus Primary PCI in Acute ST-
setiap jam hingga pemberian fibrinolitik Segment–Elevation Myocardial Infarction)
selesai. Setelah pemberian fibrinolitik oleh Pu et al, 2017 (Pu et al., 2017) yang
pemantauan terhadap tanda-tanda vital merupakan uji Randomized Clinical Trial
ataupun resiko efek samping masih terus (RCT) yang pertama yang membandingkan
dilakukan, selain itu melihat respon dari terapi Pharmaco-Invasive (PhI) strategy with half-
seperti chest pain yang dialami pasien, dose alteplase fibrinolysis dengan Primary
merekam jantung (EKG) satu jam setelah PCI (PPCI) pada pasien STEMI, menunjukan
fibrinolitik, dan timbulnya aritmia reperfusi, bahwa pada pasien STEMI yang memiliki
serta pasien harus tetap istirahat selama 6 jam resiko kecil dengan onset gejala ≤6 jam
(Ali et al., 2014). dengan rencana PCI ≥ 60 menit,
memperlihatkan hasil bahwa Strategi PhI
Efektifitas fibrinolitik pada STEMI dengan half-dose alteplase dan PCI yang tepat
dilihat dari keberhasilan reperfusi yang terjadi. waktu menawarkan reperfusi epikardial dan
Keberhasilan reperfusi ditandai dengan miokardial yang lebih lengkap di bandingkan
hilangnya nyeri dada yang dialami pasien, terapi PPCI saja.
terjadi resolusi EKG ≥ 50%, adanya aritmia
reperfusi (Bendary et al., 2017; Churchhouse c) Mekanisme Aksi Fibrinolitik
& Ormerod, 2017). Pembukaan infark yang Mekanisme aksi dari fibrinolitik
cepat di arteri berhubungan dengan adalah streptokinase berikatan dengan
berkurangnya ukuran infark, perbaikan fungsi plasminogen dimana mengubah plasminogen
left ventrikel dan outcome klinis yang baik. menjadi plasmin. Sedangkan alteplase,
Penurunan nyeri dada setelah trombolisis urokinase, reteplase dan tenecteplase bekerja
menunjukan korelasi dengan angiografi. dengan memecah plasminogen untuk
Resolusi segmen ST setelah STEMI menghasilkan plasmin dan kemudian
dipengaruhi oleh status arteri koroner (Varma memecah clot yang kaya akan fibrin menjadi
et al., 2016). fibrin degradation product. Sedangkan
Menurut Global Utilisation of alfimeprase memecah fibrin secara langsung
Streptokinase and T-PA for Occluded dan menghasilkan fibrin degradation product
coronary arteries-1 (GUSTO-1) diketahui (Baskin et al., 2012). Skematik dari aksi
fibrinolitik dapat dilihat pada gambar 1.
59
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
60
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
61
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
62
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
63
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
64
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
takikardia ventrikel. Aritmia terjadi pada 70 samping yang dapat ditimbulkan oleh
hingga 100% pasien dengan rekanalisasi. fibrinolitik itu sendiri seperti resiko
Selain idioventricular rhythm dan ventricular terjadinya perdarahan, hipotensi dan resiko
tachycardia fibrilasi ventrikel juga telah alergi yang muncul. Sehingga pemberiannya
dilaporkan, meskipun sulit untuk harus mengikuti protocol yang ada.
membedakan antara kejadian nya disebabkan
oleh infark miokard atau komlikasi dari DAFTAR PUSTAKA
reperfusi. Kejadian fibrilasi ventrikel sangat 1. Ali, M.R. et al., (2014). Aspect of
bervariasi, dilaporkan pada 0 hingga 17% thrombolytic therapy: A review. Scientific
kasus (Nazari et al., 1987). World Journal, (1).
5. Guillain-Barre Syndrome 2. Antman E, Loscalzo J. ST-Segment
Ada beberapa laporan kasus yang Elevation Myocardial Infarction. In D LK,
menggambarkan hubungan antara sindrom editor. Harrison's Principles of Internal
Guillain-Barre dan terapi streptokinase. Medicine. 19th ed. New York: McGraw-
Meskipun hubungan kausal belum Hill Education; 2015. p. 1599-1611.
ditetapkan, insidennya lebih tinggi dari yang 3. Antmann, E., Braunwald, E. & Loscalzo,
ditentukan oleh coincidental association. J., (2010). ST Segment Eelevation
Streptokinase dapat menginduksi respons Myocardial Infarction. In Harisson’s
imunologis yang dapat memicu sindrom Cardiovascular Medicine. New york: Mc
Guillain-Barre (Nazari et al., 1987). Graw Hill Inc.
3. KESIMPULAN 4. Baskin, J. et al., (2012). Thrombolytic
STEMI merupakan penyakit yang therapy for central venous catheter
dapat mengancam jiwa apabila tidak occlusion. Haematologica, 97(5), pp.641-
dilakukan penanganan dengan segera karena 50.
dapat menyebabkan nekrosis miokardium 5. Bendary, A., Tawfik, W., Mahrous, M. &
yang dapat menyebabkan jantung kehilangan Salem, M., (2017). Fibrinolytic therapy in
fungsinya. Tujuan dari terapi STEMI adalah patients with ST-segment elevation
mengembalikan perfusi jaringan yang myocardial infarction: Accelerated versus
terganggu akibat adanya thrombus. Salah standard Streptokinase infusion regimen.
satu pilihan untuk terapi reperfusi adalah Journal of Cardiovascular and Thoracic
fibrinolitik. Fibrinolitik dapat dalam Research, 9(4).
management terapi STEMI fibrinolitik dapat
digunakan sebagai terapi reperfusi jaringan 6. Candelise, L. et al., (1996). Thrombolytic
apabila terapi PPCI tidak dapat dilakukan therapy From myocardial to cerebral
dengan mempertimbangkan status infarction. Ital. J. Neurol. Sci, 17, pp.5-21.
kontraindikasi dari pasien. Beberapa 7. Chang, L. & Yeh, R., (2014). Evaluation
penelitain menunjukan bahwa terapi and Management of ST-elevation
fibrinolitik efektif dalam mengembalikan Myocardial Infarction and Shock.
perfusi jaringan. Meskipun demikian perlu European Cardiology Review, 9(2),
tetap dilakukan pemantauan terhadap efek pp.88-91.
65
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
8. Churchhouse, A. & Ormerod, J., (2017). 15. Hendersoni, M., Carberry, J. & Colin, B.,
Infark Miokard Akut. In H. Kalim, ed. (2019). Targeting an Ischemic Time
Kardiologi dan Kelainan Vaskular. 1st ed. Journal of the American Heart
Singapore: Elsevier. pp.177-93. Association, 8, pp.1-4.
9. Daga, L.C., Kaul, U. & Mansoor, A., 16. Hermanides, R.S., Kilic, S. & Van’t Hof,
(2011). Approach to STEMI and A.W.J., (2018). Optimal pharmacological
NSTEMI. SUPPLEMENT TO JAPI • therapy in ST-elevation myocardial
decem ber 2011 • VOL. 59, 59, pp.19-25. infarction—a review: A review of
antithrombotic therapies in STEMI. Neth
10. Dipiro, J. et al., (2009). Acute Coronary
Heart Journal, 26(6).
Syndrome. In Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach. 8th ed. 17. Ibanez, B. et al., (2018). 2017 ESC
United States: McGraw-Hill Education. Guidelines for themanagement of
pp.642-575. acutemyocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation.
11. Fox, K., White, H.D., Gersh, B. & Opie,
European Heart Journal, 39, pp.119-77.
L.H., (2013). Antithrombotic Agents:
Platelet Inhibitors, Acute Anticoagulants, 18. Jinatongthai, P. et al., (2017).
Fibrinolytics, and Chronic Comparative efficacy and safety of
Anticoagulants. In Drugs For The Heart. reperfusion therapy with fibrinolytic
Eighth Edition ed. Philadelphia: Saunders agents in patients with ST-segment
Elsevier Inc. pp.378-87. elevation myocardial infarction: a
systematic review and network meta-
12. Ghaffari, S., Kazemi, B. & Golzari, I.G.,
analysis. Lancet, 390(10096).
(2013). Efficacy of a New Accelerated
Streptokinase Regime in Acute 19. Kasper, D.L. et al., (2016). ST-Segmen
Myocardial Infarction: A Double Blind Elevation Miocardial Infarction. In
Randomized Clinical Trial. Harrison's Manual Of Medicine. 19th ed.
Cardiovascular Therapeutics, 31(1). New York: McGraw-Hill Education.
pp.658-67.
13. GISSI-2, (1990). GISSI-2: A factorial
randomised trial of alteplase versus 20. Laksono, B.B., (2015). Literatur Review
streptokinase and heparin versus no Efektifitas Terapi Dan PPCI (Primary
heparin among 12 490 patients with acute Percutaneus Corornary Intervention)
myocardial infarction. THE LANCET, Sebagai Alternative Terpi Revaskulerisasi
336. Pada Acute Coronary Syndrome (ACS).
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 3(3).
14. Gulati, R. & Gersh, B.J., (2009).
Antithrombotic Therapy for the 21. Nazari, J., Davidson, R., Kaplan, K. &
Prevention of Reinfarction After Fintel, D., (1987). Adverse Reactions to
Reperfusion Therapy: The Price of Thrombolytic Agents Implicationsfor
Success. Revista Española de Cardiología Coronary Reperfusion Following
(English Edition), 62(5). Myocardia lInfarction. Medica
lToxicology, 2, p.27286.
66
Novrianti, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 55 - 67
22. Newby, D.E., Grubb, N.R. & Bradbury, 29. Sekhar, G.R. et al., (2017). A Review on
A., (2010). Cardiovascular Disease. In Thrombolytic Therapy used in Myocardial
N.R. Colledge, B.R. Walker & B.H. Infarction (Streptokinase vs
Ralston, eds. Davidson's Principle and Tenecteplase). Int. J. Pharm. Sci. Rev.
Practice of Medicine. 21st ed. Edinburgh: Res, 45(2), pp.29-32.
Elsevier. pp.577-98.
30. The GUSTO, I., (1993). An international
23. O’Gara, P.T. et al., (2013). 2013 randomized trial comparing four
ACCF/AHA Guideline for the thrombolytic strategies for acute
Management of ST-Elevation Myocardial myocardial infarction. N Eng J Med,
Infarction: Executive Summary. 329(10), pp.673– 682.
Circulation, 127(4).
31. Thomas, K.N. & Christoph, B., (2015).
24. Pandie, S., Hellenberg, D., Hellig, F. & Thrombolytic Agents And Their Role In
Ntsekhe, M., (2016). Approach to chest Clinical Medicine. BMJ
pain and acute myocardial infarction.
32. Tumade B, Jim EL, Joseph VF., (2016)
South African Medical Journal, 106(3).
Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP
25. PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1
Kardiovaskuler Indonesia., (2015). Januari 2014 – 31 Desember 2014. Jurnal
Pedoman Penatalaksanaan SIndrom e-Clinic (eCl); 4(1): p. 223-230.
Koroner Akut. Jurnal Kardiologi
33. Varma, A., Chillawar, S., Kamble, T. &
Indonesia.
Acharya, S., (2016). Clinical Markers of
26. Pu, J. et al., (2017). Efficacy and Safety of Reperfusion in Patients with Acute
a Pharmaco-Invasive Strategy With Half- Myocardial Infarction and Its Prognostic
Dose Alteplase Versus Primary Significance. Int J Recent Surg Med Sci
Angioplasty in ST-Segment–Elevation 2016;2(2):90-95., 02(02).
Myocardial Infarction. Circulation, 136.
34. Vivek, L., (2017). Fibrinolytic Drug
27. Rathore, .V., Singh, N. & Mahat, R.K., Therapy in the Management of
(2018). Risk Factors for Acute Myocardial Intravascular Thrombosis, Especially
Infarction: A Review. EJMI, 2(1), pp.1-7. Acute Myocardial Infarction - A Review.
J of Pharmacol & Clin Res, 2(4), pp.001-
28. Sampson, A.J., Paul, T. & Stouffer, G.A.,
05.
(2015). Pharmacological Therapy in The
Management of Acute Coronary 35. Werf, V.d., (2012). Recommendations for
Syndromes. In H. Wang & C. Patterson, an efficient and safe use of fibrinolytic
eds. Atherosclerosis: Risks, Mechanisms, agents. The Bangkok Medical Journal, 3,
and Therapies. First Edition ed. NC, USA: pp.68-78.
John Wiley & Sons, Inc. pp.517-31.
67