Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH BIOFARMASI

GASTRORETENTIVE MUCOADHESIVE
(TABLET SWELLING, TABLET FLOATING, TABLET BUCAL)

Dosen Pengampu :
Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS., Apt

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Restantiyah Mega Utami 19334007


Dandy Rifaldi 19334011
Nurul Fazriah 19334014
Tri Soehartati 19334015
Rodrygo Harnas Siregar 19334756
Diah Ekawati 20334704

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021

0
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puj
i syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rah
mat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Biofarmasi yang
berjudul “Gastroretentive Mucoadhesive (Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bu
cal)”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ritha Widya
pratiwi, S.Si., MARS., Apt selaku dosen pembimbing mata kuliah Biofarmasi. Kami
ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dise
lesaikannya makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bi
ofarmasi. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan d
an pengalaman bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran d
an kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………… 1
Daftar Isi …………………………………………………………… 2
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………… 3
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan …………………………………………………………… 4
Bab II Tinjauan Pustaka …………………………………………………… 5
2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Cerna Pada Manusia …………………………… 5
2.2 Pengertian Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS) …………… 9
2.3 Mukoadhesive …………………………………………………………… 10
2.4 Swelling System …………………………………………………………… 12
2.5 Floating System …………………………………………………………… 15
2.6 Tablet Bukal …………………………………………………………… 16
2.7 Mekanisme Mukoadhesive …………………………………………… 19
2.8 Polimer Mukoadhesive …………………………………………………… 21
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mukoadhesive …………………… 22
2.10 Kelebihan dan Kekurangan Mukoadhesive …………………………… 22
2.11 Evaluasi pada Sediaan Gastroretentive Mukoadhesive …………… 23
Bab III Pembahasan …………………………………………………… 24
3.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna pada Manusia …………………… 24
3.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pembuluh Darah …………………………… 25
3.3 Pelepasan Obat pada Sediaan Gastroretentive Mucoadhesive …………… 27
3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mukoadhesive …………………… 28
3.5 Evaluasi pada Sediaan Gastroretentive Mukoadhesive …………………… 30
3.6 Mekanisme Biofarmasi Swelling System …………………………………… 31
3.7 Formulasi Sediaan Floating Drug Delivery System …………………… 31
3.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Floating Sistem …………………… 32
3.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan tablet bukal …………………… 33
Bab IV Penutup …………………………………………………………… 35
Daftar Pustaka …………………………………………………………… 37

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan
dengan pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mem
buat sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tet
ap tinggal di dalam lambung. Beberapa sistem yang telah dikembangkan agar wa
ktu obat lebih lama tinggal di lambung antara lain mukoaedhesif (Mucoadhesif D
rug Delivery System (Tangri,2011).

Efektivitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu p
engosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari se
diaan dan lokasi absorpsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki beber
apa keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung men
jadikan tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari s
ediaan, dan singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung.

Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang d
apat menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi da
n keamanannya dengan mengontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dala
m badan. Proses penghantaran meliputi cara penggunaan produk terapi, pelepasan
zat aktif dari produk, dan transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif un
tuk menembus membran biologi menuju tempat aksi. Banyak metode yang dapat
digunakan untuk membuat sediaan lepas terkendali, salah satunya adalah sediaan
yang dirancang untuk tetap tinggal di lambung. Bentuk sediaan yang dapat diperta
hankan di dalam lambung disebut Gastroretentive Drug Delivery System (GRDD
S).GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki je
ndela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung.

Beberapa kelebihan mukoadhesif ketika diaplikasikan kepada sistem pengha


ntaran obat antara lain, Memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi penyerap
an sehingga meningkatkan bioavailabilitas, aksesibilitas baik, penyerapan cepat k

3
arena suplai darah besar dan laju aliran darah baik, terjadi peningkatan kepatuhan
pada pasien dalam mengkonsumsi obat karena bentuk sediaannya dapat diterima
dengan baik oleh pasien, meningkatkan efikasi obat, mengurangi efek samping, ja
rak pemberian dosis lebih panjang, maka kebutuhan tidur penderita tidak tergang
gu dan tentu saja berimbas pada pencapaian kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Maka dari itu, banyak pengembangan mengenai sediaan lepas lambat oral denga
n sistem mukoadhesif untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi pada saluran cerna manusia?


2. Bagaimana pelepasan obat pada sediaan gastroretentive mukoadhesive (T
ablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal) ditinjau dari fase farmakoki
netiknya (LADME)?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi gastroretentive mukoadhesive
(Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal)?
4. Bagaimana evaluasi perjalanan obat pada sediaan gastroretentive mukoadh
esif (Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal) di dalam tubuh?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui anatomi fisiologi pada saluran cerna manusia?


2. Mengetahui pelepasan obat pada sediaan gastroretentive mukoadhesive
(Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal) ditinjau dari fase farma
kokinetiknya (LADME)?
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gastroretentive mukoadhes
ive (Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal)?
4. Mengetahui evaluasi perjalanan obat pada sediaan gastroretentive mukoa
dhesif (Tablet Swelling, Tablet Floating, Tablet Bucal) di dalam tubuh?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Cerna pada Manusia
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut samp
ai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadizat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
ke dalam aliran darah serta membuang bagianmakanan yang tidak dapat dicer
na atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.Saluran pencernaan terdiri
dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,usus halus, usus be
sar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yangterle
tak diluar saluran pencernaan,yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

2.1.1 Mulut
Suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut terdiri dari g
igi dan lidah.
2.1.2 Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Di
Dalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yan
g banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhada
p infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan napas dan jalan makan
an, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tul
ang belakang. 2.1.3 Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dil
alui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Ma
kanan berjalan melalui esofagus dengan menggunakan proses peristaltik.

5
2.1.4 Lambung
Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’, d
engan volume 1200-1500 ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lamb
ung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior
berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan
meluas ke hipokondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke gastroes
ofageal junction disebut kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian kana
n disebut kurvatura minor, dengan ukuran ¼ dari panjang kurvatura mayor. Se
luruh organ lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh o
mentum.

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah yaitu:


∙ Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofag
eal junction,
∙ Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia d
an meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction,
∙ Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sam
pai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf ‘J’
∙ Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya
secara horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori; dan
∙ Sphincter pilori/pilorus, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari la
mbung. Bagian ini secara keseluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal d
an berfungsi untuk mengontrol lewatnya makanan ke duodenum. Dinding lamb
ung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis ek
sterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel kolumn
6
ar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa
terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa. Fi
siologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponen utamanya yaitu mukus,
HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disek
resi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein diroba
h menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung ole
h HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) ked
alam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan te
rjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
Tahap Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung terjadi baik pada orang yang puasa maupun yan
g tidak puasa, namun memiliki pola berbeda. Pada orang yang berpuasa interdi
gestive terjadi melalui lambung dan usus kecil setiap 2-3 jam. Aktivitas listrik
ini disebut sebagai siklus myoelectric interdigestive atau migrating myoelectric
complex (MMC) yang dibagi menjadi empat tahap, yaitu
⮚ Tahap I: Ini adalah periode diam dengan kontraksi yang jarang berlangsun
g 40- 60 menit.
⮚ Tahap II: Ini berlangsung selama 20-40 menit dan terdiri dari potensial aks
i intermiten dan kontraksi yang secara bertahap meningkatkan intensitas
dan frekuensi sebagai fase berlangsung.
⮚ Tahap III: Fase ini relatif pendek dan intens, kontraksi teratur selama 4-6
menit. Ini adalah fase III yang mendapatkan siklus istilah "housekeeper"
gelombang, karena memungkinkan untuk menyapu bersih semua bahan
yang tercerna dari perut dan turun ke usus kecil. Telah diamati bahwa fas
e III dari satu siklus mencapai akhir usus kecil, fase III dari siklus berikut
nya dimulai pada duodenum.

7
⮚ Tahap IV: Ini berlangsung selama 0-5 menit. Ini terjadi antara fase III dan t
ahap I dari dua siklus berturut-turut.

2.1.5 Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yan
g terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pemb
uluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena por
ta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Lapisan
usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa (
Sebelah Luar )Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
2.1.6 Usus Besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan); Kolon transversum; Kol
on desendens (kiri); Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
2.1.7 Usus Buntu
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin:caecus, "buta") dalam istilah a
natomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta b
agian kolon menanjak dari usus besar.
2.1.8 Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai t
empat penyimpanan sementara feses.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diat
ur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi,
2.1.9 Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua f
ungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapahormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan b

8
erhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

2.2 Pengertian Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS)


Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS) merupakan seb
uah pendekatan untuk memperpanjang waktu tinggal obat di lambung dan
menargetkan pelepasan obat yang spesifik pada saluran cerna untuk memb
erikan efek lokal maupun sistemik. Bentuk sediaan gastroretentive dapat t
etap bertahan di dalam lambung untuk jangka waktu yang cukup lama sehi
ngga secara signifikan sistem tersebut dapat memperpanjang GRT (gastric
retention time) dari suatu obat (Garg, 2008). Untuk dapat mencapai retensi
lambung, bentuk sediaan harus memiliki persyaratan tertentu seperti sedia
an harus mampu untuk menahan kekuatan yang disebabkan oleh gerakan p
eristaltik di perut dan kontraksi terus-menerus untuk menolak pengosongan
lambung (Chavanpatil et al., 2005; Chen et al., 2013; Jang et al., 2008).
A. Kelebihan GRDDS adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan absorpsi obat, karena meningkatkan GRT dan meningkat
kan waktu kontak bentuk sediaan pada tempat absorpsinya.
2. Obat dihantarkan secara terkontrol.
3. Penghantaran obat untuk aksi lokal di lambung.
4. Meminimalkan iritasi mukosa oleh obat, dengan melepaskan obat secara
lambat pada laju yang terkontrol
5. Treatmen gangguan gastrointestinal seperti refluks gastroe
sofagus 6. Mudah diberikan dan pasien merasa lebih nyaman
B. Kekurangan GRDDS adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan konsentrasi cairan yang cukup tinggi dalam lambung untuk
daya apung penghantaran obat, mengapung di dalamnya dan untuk bek
erja secara efisien.
2. Sistem floating tidak cocok untuk obat – obatan yang memiliki masalah
kelarutan atau stabilitasdalam cairan gastrik/lambung.
3. Obat – obatan yang diabsorbsi secara baik Obat – obatan yang diabsorbs
i secara baik sepanjang saluran pencernaan dan yang menjalani first-pa
ss metabolisme signifikan mungkin kurang pas untuk GRDDS karena
pengosongan lambung yang lambat dapat menyebabkan penurunan bio
availabilitas sistemik.
4. Obat - obatan yang iritan terhadap mukosa lambung tidak cocok untuk
GRDDS.
C. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastroretentive

9
1. Bentuk: GRT lebih baik dimiliki oleh perangkat berbentuk tetrahedron d
an berbentuk cincin.
2. Bentuk sediaan tunggal atau multi-unit: bentuk sediaan multi-unit menu
njukkan efek yang lebih baik dibandingkan bentuk sediaan unit tunggal.
3. Kandungan kalori: makan yang banyak bertanggung jawab terhadap pe
ningkatan GRT.
4. Usia: orang yang lebih tua memiliki GRT lebih panjang secara sign
ifikan
5. Postur: GRT dapat bervariasi antara posisi pasien tegak dan terlenta
ng.

2.3 Mukoadhesive
Menurut Ahuja et al (1997) dan Lenearts et al (1990), mukoadhesif adal
ah suatu interaksi antara permukaan mucus dengan polimer sintetis atau alam
i. Sediaan mukoadhesif dirancang untuk melekat pada lapisan mukosa. Bentu
k sediaan mukoadhesif dapat memperpanjang waktu tinggal dan waktu konta
k obat di tempat aplikasinya atau absorpsinya sehingga dapat meningkatkan b
ioavailabilitas obat (Chowdary dan Rao, 2003). Dengan diperpanjangnya wa
ktu absorpsi obat dalam lambung diharapkan efek terapeutik dari obat tersebu
t juga meningkat dan meminimalkan resiko efek samping akibat frekuensi pe
mberian yang terlalu sering. Frekuensi pemberian yang terlalu sering dikaren
akan waktu tinggal obat yang singkat dalam saluran cerna. Konsep dasar dari
sistem mukoadhesif ini adalah mekanisme perlindungan gastrointestinal (Sul
aiman, 2007).
Sistem penghantaran obat secara mukoadesif adalah sistem penghantar
an obat dengan menggunakan bahan polimer yang memiliki sifat mukoadesif
setelah terjadinya proses hidrasi yaitu mengikat lebih lama pada cairan muko
sa, sehingga dapat digunakan untuk menghantarkan obat pada target sitenya
dalam waktu yang lebih lama. Rute pemberian obat dengan sistem penghanta
ran secara mukoadesif adalah oral, bukal, vaginal, nasal dan ocular. Sistem p
enghantaran obat dibuat dengan memasukkan bahan yang memiliki sifat adhe
si ke dalam formula sediaan, sehingga dapat tinggal di tempat yang dekat den
gan jaringan tempat terjadinya absorpsi obat, pelepasan obat dekat dengan te
mpat kerja , untuk meningkatkan bioavailabilitasnya dan meningkatkan aksi l
ocal atau efek sistemik.
10
Potensi yang digunakan pada pembawa (carrier) sediaan mukoadhesif
terletak pada kemampuan berkontak secara intensif dengan barrier epitel sehi
ngga memperpanjang waktu tinggalnya di tempat terjadinya absorpsi, efektifi
tas obat pada penggunaan mukoadhesif oral dapat dicapai dengan baik melal
ui peningkatan lama waktu tinggal obat di saluran cerna. Walaupun demikian
ada beberapa masalah yang membatasi penggunaan sistem pemberian ini. Per
masalahannya adalah absorpsi obat di saluran cerna dipengaruhi oleh factor.
Fisiologis lambung dan usus, faktor sifat fisikokimia lingkungan usus kecil s
erta luas permukaan lokasi terjadinya absorpsi.
Masalah fisiologis yang dihadapi pada sistem penghantaran mukoadhes
if di lambung adalah :
1. Mobilitas lambung yang kuat pada fase III, akan menjadi satu gaya yang d
apat melepaskan adhesive.
2. Kecepatan penggantian musin merupakan hal yang penting, baik pada kea
dan lambung kosong maupun penuh. Adhesive akan merekat pada mukus
selama mukus ada dan jika mukus lepas dari membrane , polimer tidak mu
ngkin nempel jika tempat terikatnya tertutup.
3. Ph lambung normal 1,5-3 tidak sesuai untuk bioadhesi.
Proses yang terlibat pada pembentukan ikatan mukoadesif dapat didesk
ripsikan dalam tiga tahap :
1. Wetting dan swelling dari polimer untuk membentuk pelekatan dengan ja
ringan biologi
2. Interpenetrasi dari rantai polimer mukoadesif dan belitan dari polimer da
n rantai mucus
3. Pembentukan ikatan kimia yang lemah antara belitan rantai

2.4 Swelling System

Swelling tablet adalah tablet lepas lambat yang tidak rusak oleh asam l
ambung dan diharapkan larut dalam usus. Sediaan ini juga disebut tablet ent
erik. Bahan penyalut enterik diperlukan apabila zat aktif dapat rusak atau tid
ak aktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung. Tuj
uan pembuatan sediaan ini adalah untuk menunda pelepasan zat aktif sampai
tablet melewati lambung.
Swelling drug delivery system merupakan sistem yang membuat obat t
ertahan di lambung untuk waktu yang lama sehingga dapat meningkatkan bi
oavailabilitasnya. Selain itu, juga meminimalkan iritasi mukosa lambung kar
ena obat dilepaskan secara perlahan-lahan dan terkontrol. Salah satu kunci a

11
gar sediaan dapat bertahan didalam lambung adalah sediaan tersebut harus
mampu menahan gerak peristaltik serta grinding dan churning mechanisme
dalam lambung.
Swelling adalah suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyer
apan air yang menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yan
g terdispersi di dalam polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan o
bat bergantung pada dua proses kecepatan yang simultan yaitu antara proses
berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai polimer, sehingga
dapat bertahan didalam lambung dalam waktu lebih lama.
Karakteristik Sediaan Lepas Lambat Swelling
1. Cepat mengembang ketika kontak dengan cairan lambung
2. Ukuran diameter tablet yang mengembang 12-18mm (lebih besar dari u
kuran pyorus)
3. Memiliki absorbsi dan ekskresi yang lambat dan tidak memiliki waktu p
aruh terlalu cepat
4. Dapat diabsorbsi dengan baik pada jalur gastrointestinal, memiliki kelar
utan yang baik , tidak boleh terlalu larut dan terlalu tidak larut
5. Memiliki dosis terapi yang relatif kecil atau harus lebih kecil dari 0,5 gr
am
6. Memiliki indeks terapi yang luas antara dosis efektif dan dosis toksik, s
ehingga obat dapat dikategorikan aman dan tidak menimbulkan dose du
mping, yaitu lepasnya sejumlah besar obat dalam sediaan secara serenta
k
7. Digunakan lebih baik untuk pengobatan penyakit kronik daripada penya
kit akut.

Faktor yang mempengaruhi desain dan daya guna swelling tablet


1. Sifat zat aktif
2. Rute pemberian zat aktif
3. Daerah sasaran
4. Terapi akut atau kronis
5. Penyakit
6. Pasien

Evaluasi Tablet Swelling


1. Penampilan Umum
Penampilan umum suatu tablet, identitas, visualnya serta seluruh “keel
okannya” sangat penting bagi penerimaan konsumen, bagi pengotrolan
keseragaman antara bahan serta antara tablet yang satu dengan yang la
innya, serta untuk memantau pembuatan yang bebas kesalahan.
2. Ukuran dan Bentuk
Ukuran dan bentuk tablet dapat dituliskan, dipantau, dan dikontrol.
3. Pengenalan Tanda-tanda

12
Perusahaan-perusahaan farmasi selain memberi warna, juga sering me
mberi tanda-tanda yang unik pada tablet untuk membantu pengenalan
produknya dengan cepat.
4. Sifat organoleptis
Banyak tablet memakai warna sebagai alat vital untuk cepat dikenal se
rta diterima konsumen.
5. Kekerasan dan kerenyahan
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta bahan
atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan me
kanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan.
6. Kandungan obat dan pelepasannya
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sebuah tablet yang kuat secara fis
ik dapat saja tidak memberikan efek yang diharapkan.
7. Variasi berat
Pada tablet yang didesain mengandung sejumlah obat di dalam sejuml
ah formula, berat tablet yang dibuat harus secara rutin diukur untuk m
embantu memastikan bahwa setiap tablet mengandung sejumlah obat
yang tepat.
8. Disintegrasi
Pendapat yang secara umum diterima mengatakan bahwa obat harus b
erada dalam bentuk larutan agar segera siap diabsorpsi (terdapat dalam
tubuh).
9. Disolusi
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada ke
nyataan bahwa tablet itu pecah menjadi partikel-partikel kecil sehingg
a daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhu
bungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh

Komponen Tablet Swelling


Komponen tablet swelling sama dengan komponen tablet pada umum
nya, yang membedakan adalah bahan desintegran atau penghancur yang dap
at mengembang jika kontak dengan cairan lambung. Komponen utama terdir
i dari:
1. Zat aktif
2. Eksipien
Eksipien terdiri dari bahan pengisi, bahan pelincir, bahan pengikat yang
dibutuhkan dalam pencetakan tablet.
3. Desintegran
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan hancurnya tablet
ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat berfungsi menarik ai
r ke dalam tablet,mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi bagi
an-bagian. Umumnya prinsip kerja dari bahan penghancur adalah melawan
gaya ikat dari bahan pengikat dan pengaruh kompresi mesin tablet.
Tujuan Penyalutan

13
1. Meningkatkan stabilitas obat
2. Menutupi rasa obat yang tidak enak
3. Menghindari penguapan zat atau bahan dalam tablet
4. Memperbaiki penampilan tablet
5. Merupakan identifikasi dari produk pabrik obat tertentu

Keuntungan swelling
1. Memastikan keamanan dan memperbaiki daya kerja (efikasi) zat aktif s
erta meningkatkan kepatuhan pasien
2. Memperbesar jarak waktu pendosisan yang diperlukan atau dipersyaratk
an
3. Mengurangi fluktuasi kosentrasi zat aktif dalam darah disekitar rata-rata
4. Mengurangi iritasi saluran cerna dan efek samping lain berkaitan denga
n dosis
5. Menghasilkan efek yang lebih seragam

Kekurangan swelling
1. Sediaan lepas lambat yang cenderung tetap utuh dapat tersangkut pada s
uatu tempat di sepanjang saluran cerna
2. Sediaan lepas lambat dosis tunggal biasanya mengandung jumlah total z
at aktif lebih besar dari pada kandungan zat aktif sediaan yang biasa dib
erikan dalam bentuk konvesional dosis tunggal
3. Mengandung dosis yang ekuivalen dengan dua kali atau lebih dosis yan
g terkandung didalam sediaan yang diberikan dalam bentuk sediaan kon
vensional
4. Harga per unit sediaan lepas lambat lebih mahal dari pada sedian bentuk
konvensional yang mengandung zat aktif sama

2.5 Floating System

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, mer
upakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan men
gambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepas
kan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh ad
alah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam
plasma (Chawla, et.al).
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlah
an-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug De
livery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced Syste
m (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada c
airan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempenga
ruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pa
da kecepatan yang diinginkan dari suatu system.

14
Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matri
ks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balance
d system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akiba
t matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan l
uar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama t
iga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan
lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokolo
id yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose
ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).
Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengap
ungan,
tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sedi
aan
mengapung pada permukaan makanan.
Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghala
ng gel kohesif.
2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung
(1,004-1,010).
3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.

Kelebihan Floating system


1. Mengurangi frekuensi pemberian
2. Mengurangi efek merugikan karena
3. tidak ada fluktuasi kadar obat di
4. dalam darah
5. Obat dihantarkan secara terkontrol
6. Durasi efek terapi yang diinginkan lebih panjang.
7. Menghantarkan obat untuk aksi lokal
8. Mudah diberikan dan pasien merasa lebih nyaman
Kekurangan Floating System
1. Sistem mengambang tidak cocok bagi obat-obat yang memiliki masalah
2. kelarutan atau stabilitas dalam cairan gastrik atau lambung.
3. Sistem ini memerlukan tingkat cairan tinggi dalam perut sehingga obat me
ngambang dan bekerja efisien denganair.
4. Obat-obatan yang diabsobsi baik sepanjang saluran pencernaan dan yangm
enjalani firs-pass metabolisme signifikan, mungkin kurang cocok untuk G

15
RDDS karena pengosongan lambung yang lambat dapat menyebabkan pen
urunan bioavailabilitas sistemik.
5. Beberapa obat dapat menyebabkan iritasi mukosa lambung

2.6 Tablet Bukal


Tablet bukal adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tab
let diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mu
kosa mulut (Syamsuni dalam Saula, 2012)

Tablet bukal dirancang secara khusus dan akan melarut perlahan dan d
iserap melalui pembuluh darah yang banyak terdapat di area tersebut. Tujuanny
a antara lain untuk menjaga obat tetap berkhasiat (untuk beberapa obat yang da
pat rusak oleh asam lambung), mempercepat efek kerja obat, atau pasien kesuli
tan menelan. Tablet bukal yang ditelan utuh seperti tablet biasa akan kehilanga
n khasiatnya sehingga tujuan pengobatan tidak tercapai.

Biasanya keras dan berisi hormon. Bekerja sistemik, tererosi atau terdi
solusi di tempat tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan).Tablet buka
l umumnya berbentuk kecil, pipih, dan oval yang dimaksudkan untuk pemberia
n pada daerah bukal yang melarut atau tererosi perlahan, oleh karena itu, difor
mulasi dan dikompresi dengan tekanan yang cukup untuk menghasilkan tablet
yang keras.

Pemberian melalui bukal sebagian berguna untuk bahan aktif yang me


nunjukkan bioavailabilitas yang rendah selama pemberian non parenteral. Avai
labilitas yang rendah dapat menyebabkan kelarutan yang rendah, degradasi ole
h enzim atau dirusak oleh asam selama melewati saluran pencernaan, atau first-
pass destruction oleh hati setelah absorpsi dari saluran pencernaan

Contoh obatnya yaitu : steroid, seperti estrogen, misalnya estradiol, da


n turunannya seperti esternya, misalnya, progestins, misalnya, progesteron dan
senyawa yang berhubungan, androgen dan steroid anabolik

Cara penggunaan tablet bucal

1. Minum atau berkumurlah dengan sedikit air untuk melembabkan jika mul
ut kering. Cucilah tangan sampai bersih sebelum memegang tablet.
16
2. Letakkan tablet di antara pipi dan gusi seperti pada gambar.
3. Tutuplah mulut dan jangan menelan sampai tablet larut seluruhnya.
4. Jangan makan, minum atau merokok selama proses pelarutan tablet.
5. Jangan berkumur atau mencuci mulut selama beberapa menit setelah tabl
et larut dengan sempurna.
6. Gunakan obat pada jarak waktu yang sama dalam sehari

Pengemasan dan Penyimpanan

Pada umumnya tablet sangat baik disimpan dalam wadah yang tertutup rapat di
tempat dengan kelembaban nisbi yang rendah, serta terlindung dari temperatur
tinggi. Tablet khusus yang cenderung hancur bila kena lembab dapat disertai
pengering dalam kemasannya. Tablet yang dirusak oleh cahaya disimpan dalam
wadah yang dapat menahan masuknya cahaya (Ansel dalam Lely Saula, 2012)

Peringatan :

 Tablet tidak boleh dikunyah, digerus, atau ditelan.


 Biarkan tablet dibawah lidah hingga habis.

Keuntungan Obat buccal 


Keuntungan sediaan tablet bukal saat ini telah diakui secara komersial atau
dalam literatur medis, diantaranya :
1. Keuntungan pertama yang diketahui adalah kecepatan tindakan. Pengobatan
diberikan secara oral memasuki aliran darah setelah perjalanan melalui
mukosa mulut. Kecepatan tindakan ini adalah salah satu alasan yang
tersedia secara komersial dan satu produk eksperimental untuk
menghilangkan rasa sakit. Contoh tablet bukal inventif yaitu untuk
analgesik seperti aspirin, ibuprofen, fenoprofen, sulindac, salsalate,
diflunisal, mecleofenamate, naproxen, nabumetone, tolmetin, diklofenak,
oxaprozin, ketoprofen indometasin, salisilat kolin, piroksikam, asam
mefenamat, etodolac dan ketorolac. 
2. Obat bukal dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa digunakan secara
oral karena akan dirusak oleh enzim pemetabolisme. 
3. Obat bukal dapat digunakan untuk obat-obat yang dapat mempengaruhi
metabolisme hati, baik sebagai inhibitor maupun induktor enzim hati. Obat
dalam kategori inhibitor enzim hati yang bisa diberikan melalui tablet bukal
17
misalnya allopurinol, ketoconazole. Obat dalam kategori penginduksi enzim
hati yang bisa diberikan melalui tablet bukal misalnya cabamazepine,
fenitoin, glutethimide, primidone, rifampisin dan barbiturat seperti
fenobarbital, pentobarbital, secobarbital.  
4. Obat bukal dapat meningkatkan keamanan karena mengurangi efek toksik
pada flora usus misalnya cephlosporins seperti sefaleksin, sefadroksil,
cefaclor, cefamandone, aksetil, cefprozil, loracarbef cefpodoxime, dan
cefixime juga penisilin termasuk penisilin G, penisilin V, cloxacillin. 

Kerugian tablet bukal adalah :


1. Hanya sebagian obat yang dapat dibuat menjadi tablet sublingual dan bukalk
arena obat yang dapat diabsorpsi melalui mukosa mulut jumlahnya sangatse
dikit.
2. Untuk obat yang mengandung nistrogliserin pengemasan dan penyimpanano
bat memerlukan cara khusus karena bahan ini mudah menguap.

18
2.7 Mekanisme Mukoadhesive
Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadhesif adalah memperp
anjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan mukos
a. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik anta
ra sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi o
bat terabsorpsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang ting
gi melalui jaringan tersebut. Adapun secara keseluruhan mekanisme kerja dar
i polimer mukoadhesif adalah sebagai berikut:
1. Terjadi kontak antara polimer dengan permukaan mukosa yang disebabkan
karena adanya pembasahan yang baik ataupun karena swelling pada polim
er.
2. Setelah berkontak, terjadi penetrasi dari rantai polimer kedalam permu
kaan jaringan atau interpenetrasi rantai polimer dan mukosa.
3. Terbentuklah ikatan kimia antara rantai polimer dengan molekul musi
n, yang mempertahankan pelekatan polimer ke mukosa.
Ada 7 teori tentang mucoadhesion :
1. Teori elektronik
Adanya perpindahan elektron diantara permukaan karena adanya perbedaan
struktur elektrik yang dihasilkan antara kedua lapisan elektrik sehingga men
imbulkan gaya tarik.
2. Teori Adsoprsi
Setelah kontak awal bahan adheren ke permukaan karena kekuatan aksi ant
ara atom di kedua permukaan lapisan, menghasilkan pembentukan ikatan ya
ng terkait dengan keberadaan kekuatan intermolekuler, seperti ikatan hidrog
en dan van der waals untuk interaksi perlekatan antara substrat permukaan.
3. Teori Pembasahan
∙ Digunakan pada sistem cairan dimana terdapat afinitas pada permukaan u
ntuk menyebar.
∙ Afinitas ini dapat diukur dengan menggunakan berbagai cara seperti sudu
t kontak.
∙ Menurunkan sudut kontak dapat meningkatkan afinitas.

19
4. Te
ori Difusi
∙ Penetrasi antara Polimer dan Mucus.
∙ Menghasilkan ikatan adhesif semipermanen.
∙ Kekuatan adhesi meningkat dengan meningkatnya penetrasi.
∙ Tergantung dari koefisien difusi 0,2-0,5 micro meter.

5. Teori Dehidrasi
Pada teori dehidrasi, bahan yang bersifat gel pada saat berada di ling
kungan cair, ketika kontak dengan mukus akan menyebabkan dehidrasi da
ri mukus karena adanya perbedaan tekanan osmotik.Perbedaan gradien ko
nsentrasi antara cairan dengan formulasi akan terjadi hingga tercapai kesei
mbangan osmotik.Proses tersebut meningkatkan waktu kontak formulasi d
engan membran mukus.

20
6. Teori Mekanik
Menjelaskan tentang difusi cairan adhesif ke dalam mikro-cracks dan
ketidakteraturan pada permukaan substrat dengan demikian pembentukan s
truktur yang saling menyambung dapat meningkatkan sifat adhesinya.
7. Teori fraktur
Teori ini menganalisa kekuatan yang diperlukan untuk memisahkan dua
permukaan setelah terbentuk adhesi, teori ini terfokus pada kekuatan yang
diperlukan untuk memisahkan suatu bagian.

2.8 Polimer Mukoadhesive


Polimer memainkan peranan yang penting dalam sistem mukoadhesif u
ntuk memperpanjang waktu tinggal obat ditempat yang diinginkan. Polimer u
ntuk sistem mukoadhesif yang paling banyak diteliti adalah makromolekul hi
drofilik, baik berupa polimer alami atau polimer sintetis dan semi sintetis , ya
ng memiliki banyak gugus ikatan hidrogen seperti gugus hidroksil ,karboksil,
dan gugus amin. Beberapa contoh polimer mukoadhesif antara lain (Haruta 2
001).
a. Polimer kationik, misalnya kitosan
b. Polimer anionic, misalnya carbopol, poli (asam metakrilat ), dan natrium a
lginate.
c. Polimer non-ionik, misalnya hidroksipropil metilselulosa (HPMC), hidroks
ietil selulosa, dan metil selulosa
Polimer yang dapat melekat pada lapisan mukosa dapat dibedakan menj
adi tiga kategori, yaitu:
a) Polimer menjadi lengket saat kontak dengan air
b) Polimer yang melekat melalui ikatan non spesifik dan non kovalen

c) Polimer yang berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaa


n sel.

21
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mukoadhesive
Proses mukoadhesi ditentukan oleh berbagai faktor, baik dari formulasi
sistem mukoadhesif, yaitu polimer yang digunakan, maupun dari lingkungan t
empat aplikasi sistem mukoadhesif tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lai
n:

a) Konsentrasi polimer :semakin tinggi konsentrasi polimer , maka daya adhes


i akan semakin kuat.
b)Konformasi polimer: gaya adhesi juga tergantung pada konformasi polimer,
contohnya heliks atau linier. Bentuk heliks dapat menyembunyikan gugu
s-gugus aktif polimer sehingga mengurangi kekuatan adhesi polimer.
c) Bobot molekul polimer : untuk polimer linear , semakin besar bobot molek
ul polimer maka kemampuan mukoadhesi akan meningkat.
d) Fleksibilitas rantai polimer : fleksibilitas rantai polimer penting untuk inter
penetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan rantai musin. Apabila pen
etrasi rantai polimer ke mukosa berkurang , maka kekuatan mukoadhesif ju
ga akan berkurang.
e) Derajat hidrasi : hidrasi yang berlebihan dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan mukoadhesif akibat pembentukan mucilage yang licin f) pH : pH
akan mempengaruhi muatan pada permukaan mukosa dan polimer sehingga a
dhesi juga akan dipengaruhi.
g) Waktu kontak awal : waktu kontak awal antara sistem mukoadhesif dan lap
isan mukosa menentukan tingkat pengembangan dan interpretasi polimer .
kekuatan mukoadhesif akan meningkat jika waktu kontak awal meningkat.

h) Variasi fisiologis: kondisi fisiologis yang dapat mempengaruhi mukoadhesi


antara lain ketebalan mucus.

2.10 Kelebihan dan Kekurangan Mukoadhesive


A. Kelebihan
∙ Memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi penyerapan sehingga
meningkatkan bioavailabilitas.
∙ Aksesbilitas baik
∙ Penyerapan cepat karena suplai darah besar dan laju aliran darah baik P
eningkatan kepatuhan pasien

22
B. Kekurangan
∙ Terjadi efek berbisul lokal karena kontak lama dari obat
∙ Penerimaan pasien dalam hal selera,iritasi dan mulut terasa harus diperiksa

2.11 Evaluasi pada Sediaan Gastroretentive Mukoadhesive.


1. Uji bioadhesive in vivo
Uji bioadhesive ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat granul d
apat melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5 menit. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan jaringan lambung yang telah dipotong. La
mbung tersebut dibuka dan mukosa bagian dalam nya dikerok dan dibilas d
engan aquadest. Granul yang melekat dielusi dengan cairan dengan kecepat
an 22 ml/menit .Uji bioadhesive in vivo akan lebih baik menggunakan zat fl
uoresence karena lebih mudah terlihat dan dapat dihitung tablet yang terlep
as. (Suryani dkk, 2009).

2. Uji retensi in vivo


Pada uji ini digunakan teknik X-ray pada kelinci (3 bulan dengan berat
2,5 kg yang telah dipuasakan selama semalaman). Tablet diadministrasikan
secara oral melalui tube gastrik diikuti dengan pemberian 10 ml air. Foto X-
Ray diambil setelah tablet diadministrasikan dan pada waktu 2,4,6, dan 10 j
am.

3. Uji wash Off


Adapun jenis evaluasi yang akan dilakukan pada sediaan gastroretentive
mukoadhesif ini adalah uji wash off. Di mana uji wash off bertujuan untuk
melihat kemampuan sediaan baik tablet maupun granul yang melekat pada
mukosa lambung selama 2 jam.
Uji tersebut dilakukan dengan menggunakan jaringan mukosa lambung
dan HCl 0,1 N sebagai medium karena granul yang dibuat ditujukan sebaga
i sediaan mukoadhesif di lambung.

23
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna pada Manusia


Sistem saluran cerna pada manusia terdiri dari mulut, tenggorokan, ker
ongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Mulut merupaka
n jalan masuk untuk sistem pencernaan, bagian dalam dari mulut dilapisi oleh s
elaput lendir. Didalam rongga mulut terdapat gigi, kelenjar ludah dan lidah. Pe
nghubung antara rongga mulut dan kerongkongan disebut tenggorokan. Pada te
nggorokan terdapat tonsil atau amandel yang letaknya dibelakang rongga mulu
t dan rongga hidung. Organ selanjutnya yaitu kerongkongan yang berfungsi se
bagai penghubung dari bagian mulut ke dalam lambung dengan menggunakan
proses peristaltik.
Lambung terdiri dari Cardia, Fundus (Dinding lambung), Body dan Pyl
ori. Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-muk
osa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Membran mukosa mensekresika
n cairan lengket dan tebal yang disebut mukus, berfungsi dalam membentuk m
antel pelindung pada mukosa gastrointestinal dan melumasi isi perut. Membra
n mukosa mempunyai waktu pergantian yang khusus. Waktu pergantian jaring
an epitel mukosa mulut antara 14 sampai 24 hari. Selain mukus, dilambung jug
a terdapat cairan asam lambung yang memilki pH berkisar 1,5-3,5 dan pH lam
bung dapat berubah tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi. Pada ma
nusia, volume lambung dalam keadaan tidak terisi (hampir kosong) adalah seki
tar 75 mililiter dan lambung dapat mengembang dan menampung sampai sekit
ar 1 liter makanan.

24
Anatomi lambung (Bardonnet, P.Let al,2006).

Konsep dasar dari sistem mukoadhesif ini adalah mekanisme perlindun


gan gastrointestinal. Mukus disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel gob
let khusus yang terdapat pada saluran gastrointestinal yang berperan sebagai si
toprotektif. Mucus bersifat viskoelastis seperti gel, terdiri dari serabut yang pe
nyusun utamanya adalah glikoprotein yang secara kolektif disebut mucin. Kete
balan lapisan mukus berkurang dari permukaan membrane ke lumen gastrointe
stinal. Adapun fungsi utama mucus adalah untuk melindungi sel-sel mukosa pe
rmukaan dari asam dan peptidase.
Pada sediaan gastroretentif mukoadhesif, mukus sangatlah berperan pen
ting dalam sistem penghantaran mukoadhesif karena terjadinya interaksi antara
polimer sintetik atau alam yang akan menempel di mukus yang menutupi perm
ukaan epitel dan terjadi ikatan silang antara keduanya. Kemudian terjadi tahap
konsolidasi yaitu penetrasi bioadhesif kedalam celah permukaan jaringan atau
interpenetrasi rantai bioadhesif di mukus.

Fisiologi Lambung :
1. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponen utamanya yaitu mukus,
HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disek
resi langsung masuk kedalam aliran darah.
2. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
3. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung ole
h HCL.

25
Di Antara lambung dan usus besar terdapat usus halus yang kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang akan diserap ke hati melalui v
ena porta. Pada usus besar adalah bagian dari usus yang terletak antara usus b
untu dan rektum yang terdiri dari Kolon asendens, kolon transversum, kolon
desendens, dan kolon sigmoid. Organ selanjutnya adalah rektum, yang merup
akan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar dan berakhir di anus
yang merupakan lubang di ujung saluran pencernaan dimana bahan limbah a
kan keluar dari tubuh.

3.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pembuluh Darah


Setelah obat dari saluran pencernaan, maka obat selanjutnya akan mele
wati dinding pembuluh darah dalam bentuk terlarut dan perjalanan ke hati se
belum diangkut melalui aliran darah ke jantung. Obat diangkut melalui vena
yang kemudian mengalir ke sirkulasi umum melalui vena jugularis, melewati
hati dan dengan demikian lambat terjadi first-pass effect metabolisme. Dindin
g usus dan hati secara kimiawi mengubah (memetabolisme) banyak obat, me
ngurangi jumlah obat yang mencapai aliran darah.
Tujuan pemberian obat ada dua yaitu ada obat yang ditujukan untuk m
emberikan efek lokal dan ada juga yang ditujukan untuk mendapatkan efek si
stemik. Cara pemberian obat untuk mendapatkan efek sistemik dapat diberika
n secara intravaskular dan ekstravaskular. Obat yang diberikan secara ekstrav
askular akan melewati proses absorpsi dari tempat pemberian menuju pembul
uh darah terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan oleh darah keseluruh
tubuh. Oleh karena itu obat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah, maka perlu dipahami bagaimana sirkulasi (peredaran) darah,dimana o
bat diabsorpsi dan kemana obat yang diabsorpsi tersebut akan didistribusikan
Secara garis besar ada dua sistem sirkulasi darah yaitu sirkulasi darah besar
(sirkulasi sistemik) dan sirkulasi darah pendek(sirkulasi pulmonal).
Sirkulasi darah besar adalah sirkulasi darah yang mengalirkan darah ya
ng kaya oksigen dari bilik (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan keseluruh ja
ringan tubuh. Oksigen bertukar dengan karbondioksida di jaringan tubuh. Lal
u darah yang kaya karbondioksida dibawa melalui vena menuju serambi kana
n (atrium) jantung. Sirkulasi darah pendek adalah peredaran darah yang men
galirkan darah yang kaya oksigen dari bilik kiri jantung lalu diedarkan keselu
ruh tubuh. Distribusi atau penyebaran obat dalam tubuh akan berlangsung set

26
elah obat diabsorpsi dan berada di dalam pembuluh darah. Menurut Schanker,
obat akan terikat dengan reseptor,akseptor,atau enzim setelah meninggalkan
pembuluh darah. Apabila obat terikat dengan reseptor maka akan muncul efe
k farmakologi,sedangkan jika obat berikatan dengan akseptor atau depot tida
k akan menimbulkan efek farmakologi. Ikatan obat dengan akseptor maupun
reseptor bersifat reversible, dan obat berikatan dengan enzim sifatnya tidak re
versible serta akan menghasilkan metabolit aktif atau tidak aktif.
Zat obat yang terdistribusi di pembuluh darah perlu melintasi membran
sel atau intrasel untuk mencapai reseptor/akseptor maupun enzim. Endotel ka
piler merupakan barier pertama pada proses menuju jaringan, tetapi karena u
kuran pori yang besar maka sebagian besar zat aktif baik terionisasi atau tak t
erionisasi dapat melintasinya. Zat aktif akan tinggal dalam cairan intertisial s
ekitar sel. Proses melintasnya zat aktif melalui membran seluler atau intersel
uler terjadi seperti melintasi membrane pada umumnya, yaitu melalui mekani
sme filtrasi, transport aktif dan difusi pasif.
Berbagai factor dapat mempengaruhi penyebrangan atau zat aktif,antar
a lain:
1. Permeabilitas membrane dan kesanggupan molekul untuk menembu
snya
2. Afinitas struktur biokimia
3. Vaskularisasi jaringan, karakter spesifik
4. Pemberian dapat mempengaruhi difusi zat aktif

Sedangkan faktor yang berhubungan dengan distribusi antara lain :


1. Perfusi darah melalui jaringan
2. Perbedaan konsentrasi
3. PH
4. Ikatan obat dengan makromolekul
5. Koefisien partisi
6. Transport aktif
7. Sawar
8. Ikatan obat dengan protein (Indrawati,2018).
3.3 Pelepasan Obat pada Sediaan Gastroretentive Mucoadhesive
Setelah obat diminum dan masuk ke lambung, sediaan obat tidak langsung

27
terurai. Sediaan awal obat tersebut akan mengalami pengembangan polimer, se
hingga zat aktif akan berdifusi ke permukaan. Kemudian terjadi proses pelepas
an dan pelarutan dari sediaan obat tersebut lalu zat aktif akan berdifusi keluar
dari sediaan selanjutnya tablet akan menempel pada membran mukosa lambun
g.
Salah satu cara untuk memperbaiki ketersediaan hayati obat yang sukar lar
ut, mudah terurai pada pH alkali serta memiliki lokasi absorpsi di lambung dan
usus bagian atas adalah dengan menggunakan sediaan mukoadhesif yang mene
mpel di lambung. Hal ini dirancang untuk dipertahankan di lambung dengan w
aktu yang diperpanjang dan untuk melepaskan zat aktifnya, sehingga memung
kinkan obat dipertahankan dan diperpanjang pada bagian atas saluran pencerna
an (Lakshmi, 2012) . Dengan terjadinya penempelan obat pada membran muko
sa lambung, sehingga obat tersebut akan tertahan di lambung, tidak mudah ma
suk kedalam pylorus dan terus ke usus. Sediaan dapat terikat pada permukaan
sel epitel lambung atau mukosa menyebabkan waktu tinggal obat lebih lama di
tempat absorbsi (Irawan, 2011). Polimer Mucoadhesive yang terkandung dalam
tablet yang dapat menyebabkan tablet menempel pada mukosa lambung. Meka
nisme pelepasan obat dari sediaan gastroretentif mukoadhesif hanya diperluka
n sistem yang menahan obat di dalam polimer bioadhesif sampai obat dilepas s
emua, karena jika tidak obat akan kosong di lambung. Oleh karena itu bentuk s
ediaan yang sesuai untuk sistem mukoadhesif yaitu dimana mekanisme pelepa
san obatnya perlahan tergantung pada pemecahan ikatan kovalen antara polim
er dan obat yang sesuai, seperti tablet, kapsul, mikrogranul (Indrawati, 2018).
Sehingga terjadi pelepasan zat aktif obat secara perlahan di membran mukosa l
ambung.
Pada saat obat menempel pada membran mukosa lambung, disaat itu pula t
erjadi proses absorbsi. Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi
darah keseluruh badan. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat didistribus
ikan melalui membrane badan, karena zat aktif obat langsung larut ke dalam m
embran mukosa dan masuk kedalam aliran darah. Dan segera didistribusi oleh
darah ke reseptornya sehingga akan berikatan dengan reseptornya, dan terjadi
efek farmakologis.
Setelah didistribusi, obat mengalami proses metabolisme. Pada proses met
abolisme molekul obat dapat berubah menjadi lebih polar, agar mudah diekskr
esikan oleh ginjal. Fungsi hati pasien sangat berpengaruh terhadap efek obat y
ang dihasilkan. Efek obat yang terjadi bisa lebih lemah ataupun lebih kuat dari

28
yang diharapkan.
Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. B
anyak metabolit obat yang berbentuk di hati diekskresi ke dalam usus melalui
empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali d
i saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal. Ekskresi obat juga terja
di melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut, tetapi dalam jumlah ya
ng relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mukoadhesive


1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan polimera.
a. Berat molekul
Berat molekul yang optimal untuk bioadhesi yang maksimal be
rgantung pada jenis polimer mukoadhesif. Secara umum dipahami bah
wa awal yang dibutuhkan untuk keberhasilan mukoadhesif adalah berat
molekul paling kurang 100.000.
b. Konsentrasi polimer aktif
Konsentrasi optimal bagi polimer mukoadhesif untuk menghasi
lkan bioadhesif yang maksimal. Dalam konsentrasi yang tinggi, melebi
hi level optimal, akan menurunkan kekuatan adhesi secara signifikan k
arena molekul akan tergulung menjadi terpisah dari medium, dengan d
emikian rantai yang ada untuk interpenetrasi menjadi terbatas. Jadi, se
makin tinggi konsentrasi polimer , maka daya adhesi akan semakin kuat

c. Fleksibilitas rantai polimer


Fleksibilitas rantai polimer penting untuk intepenetrasi dan pembeli
tan rantai polimer dengan rantai musin. Apabila penetrasi rantai polimer ke
mukosa berkurang , maka kekuatan mukoadhesif juga akan berkurang. d. K
onformasi polimer
Gaya adhesi juga tergantung pada konformasi polimer,contohnya hel
iks atau linier. Bentuk heliks dapat menyembunyikan gugus-gugus akti
f polimer sehingga mengurangi kekuatan adhesi polimer.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan


a. pH polimer-permukaan substrat
pH dapat mempengaruhi muatan pada permukaan mukus maupun i
29
onisasi polimer-polimer mukoadhesif. Mukus dapat memiliki harga de
nsitas yang berbeda tergantung pada pH dalam kaitannya dengan perbe
daan disosiasi dari gugus fungsi pada sebagian karbohidrat dan asam a
mino dari kekuatan polipeptida.
b. Kekuatan yang digunakan
Untuk tingkat sistem mukoadhesif padat, adalah perlu untuk menet
apkan kekuatan yang digunakan. Polimer apapun, poli (asam akrilat/di
vinil benzene) atau Karbopol 934, kekuatan adhesi meningkat dengan p
enerapan kekuatan atau dengan lamanya penggunaannya, sampai optim
um. Penerapan tekanan awal ke sisi kontak mukoadhesif dapat memper
dalam interpenetrasi. Jika dipergunakan tekanan tinggi untuk waktu ya
ng cukup lama, polimer-polimer menjadi mukoadhesif meskipun mere
ka tidak memiliki interaksi menarik dengan musin.
c. Permulaan Waktu Kontak
Waktu kontak antara mukoadhesif dengan lapisan mukus menentuka
n tingkat pengembangan dan interpenetrasi rantai polimer-polimer mu
koadhesif.Semakin meningkat kekuatan mukoadhesif ketika permulaan
waktu kontak meningkat.

3. Faktor Fisiologis
a. Pergantian musin
Sifat pergantian molekul musin dari lapisan mukus penting untuk d
ua alasan. Pertama, pergantian musin dapat membatasi waktu tinggalda
ri mukoadhesif pada lapisan mukus. Tidak masalah seberapa tinggi kek
uatan mukoadhesif, mereka dilepaskan dari permukaan dalam kaitanny
a dengan pergantian musin. Kecepatan pergantian mungkin berbeda di
hadapan mukoadhesif, tetapi tidak ada informasi yang sesuai untuk asp
ek ini. Kedua, pergantian musin menghasilkan sejumlah substansi mole
kul yang larut dalam molekul musin. Molekul-molekul ini berinteraksi
dengan mukoadhesif sebelum mereka berinteraksi dengan lapisan muk
us. Permukaan yang kotor tidak baik untuk mukoadhesi pada permukaa
n jaringan. Pergantian musin bergantung pada faktor-faktor yang lain s
eperti kehadiran makanan. Lehr et al penghitung waktu pergantian mus
in dari 47-270 menit
b. Keadaan penyakit
30
Sifat fisika-kimia mukus dikenali dari perubahan kondisi penyakit
seperti pilek biasa, ulserasi lambung, ulseratif colitis, sistikfibrosis, dan
infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, serta pembengkakan pad
a mata. Perubahan struktur mukus dalam kondisi ini belum dipahami d
engan jelas. Jika mukoadhesif digunakan dalam keadaan penyakit, sifat
mukoadhesif perlu dievaluasi di bawah kondisi yang sama (Rajput, G.
C et al,2010;Zate, S. U et al, 2010; Garg, R et al, 2010).

3.5 Evaluasi pada Sediaan Gastroretentive Mukoadhesive.


1. Uji bioadhesive in vivo
Uji bioadhesive ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat granul dapa
t melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5 menit. Uji ini dil
akukan dengan menggunakan jaringan lambung yang telah dipotong. Lam
bung tersebut dibuka dan mukosa bagian dalamya dikerok dan dibilas den
gan aquadest. Granul yang melekat dielusi dengan cairan dengan kecepata
n 22 ml/menit .Uji bioadhesive in vivo akan lebih baik menggunakan zat f
luoresence karena lebih mudah terlihat dan dapat dihitung tablet yang terle
pas. (Suryani dkk, 2009).
2. Uji retensi in vivo
Pada uji ini digunakan teknik X-ray pada kelinci (3 bulan dengan berat 2,5
kg yang telah dipuasakan selama semalaman). Tablet diadministrasikan se
cara oral melalui tube gastrik diikuti dengan pemberian 10 ml air. Foto X-
Ray diambil setelah tablet diadministrasikan dan pada waktu 2,4,6, dan 10
jam.
3. Uji wash Off
Adapun jenis evaluasi yang akan dilakukan pada sediaan gastroretentive
mukoadhesif ini adalah uji wash off. Di mana uji wash off bertujuan untuk
melihat kemampuan sediaan baik tablet maupun granul yang melekat pada
mukosa lambung selama 2 jam.
Uji tersebut dilakukan dengan menggunakan jaringan mukosa lambung da
n HCl 0,1 N sebagai medium karena granul yang dibuat ditujukan sebagai
sediaan mukoadhesif di lambung.

4. Uji bioavailabilitas relatif tablet mukoadhesif


Dilakukan dengan metode cross over design, ditentukan dengan berdasark

31
an parameter AUC dari suatu produk obat dengan produk standar yang dis
arankan. Tablet diberikan secara oral kepada kelinci dengan massa istirahat
(wash out period ) selama 2 minggu sebelum mendapatkan perlakuan berik
utnya. Sampel darah sejumlah 1,0 mL diambil dari vena marginalis telinga
kelinci pada menit ke-0,3,6,9,12,15,30,60,120,180,240, 300,360,420,480,5
40 dan 600. Lalu dilakukan penetapan kadar analit dalam plasma yang dite
tapkan dengan menggunakan HPLC.

3.6 Mekanisme Biofarmasi Swelling System


1. Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadipenyerapan air ya
ng menyebabkan polimer dapatmengembang, sehingga obat yang terdi
spersi di dalam polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan o
bat bergantung pada dua proses kecepatan yang simultan yaitu antara
proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai polim
er.
2. Setelah dikonsumsi di dalam lambung, hidrokoloid dalamsediaan berk
ontak dengan cairan lambung dan menjadimengembang. Hidrokoloid
yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatas
i masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan ba
han aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat ke
dalam cairan lambung.

Contoh Obat Swelling


1. Librozym
2. Tripanzym

3.7 Formulasi Sediaan Floating Drug Delivery System


Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang d
apat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tun
ggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendeka
tan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer).
Bentuk Sediaan Tunggal
Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balanc
e Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk me
mperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di
lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan
20- 75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet ata
u kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (2
0-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan
(pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), se
lanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.

32
Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau
kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena
jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka be
rat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya siste
m tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung siste
m tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam p
ylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel p
enghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem
dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan
bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung.
3.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Floating Sistem
Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS k
arena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC /
carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambaha
n Mg Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signifikan. Namun ju
mlah hidroksi propil metil selulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemam
puan mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi me
nunjukkan sifat floating lebih baik.
Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti H
PMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibilitas pada pelepasan dan wakt
u tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan os
molaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medi
um disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut
= 9 – 30 menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida
bervariasi dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat
substitusi dan situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gan
gguan dari struktur gel melalui evolusi CO2. Pembentuk gel bereaksi sangat
sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan peningkata
n pelepasan.
Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokrist
alin selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari ta
blet bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat darip
ada tablet yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). Hal ini dap
at dijelaskan karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih
rendah (1 g/cm3 pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung
dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 3
0 N) Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan akt
ivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama pe
nyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi
dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan desi
ntegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui l
apisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.

33
3.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan tablet bukal 

Istilah mukoadesif diterapkan ketika mukosa dijadikan atau berperan


sebagai substrat. Karakteristik mukoadesif adalah faktor dari kedua polimer
bioadhesive dan media di mana polimer berada. Berbagai faktor yang
mempengaruhi sifat mukoadhesif polimer, seperti berat molekul,
fleksibilitas, kapasitas ikatan hidrogen, cross-linking densitas, muatan,
konsentrasi, dan hidrasi (pembengkakan) dari polimer, yang secara singkat
dibahas di bawah ini:  

∙ Berat molekul 

Secara umum, telah ditunjukkan bahwa kekuatan bioadhesive polimer yang


meningkat sebanding dengan berat molekul di atas 100.000. Sebagai salah
satu contoh, hubungan langsung antara kekuatan bioadhesive polimer
polioksietilena dan bobot molekulnya, dalam kisaran 200.000 sampai
7.000.000, telah ditunjukkan oleh Tiwari et al.  

∙ Kemudahan Bioadhesion 

Bioadhesion dimulai dengan difusi rantai polimer di wilayah antarmuka.


Oleh karena itu, penting bahwa rantai polimer mengandung derajat
fleksibilitas yang besar dalam rangka mencapai keterikatan yang diinginkan
dengan lendir pada mukosa rongga mulut. Sebuah publikasi baru-baru ini
menunjukkan penggunaan tertambat (etilen glikol) poli-poli (asam akrilat)
hidrogel dan kopolimer mereka dengan sifat mukoadhesif yang
ditingkatkan. peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan fleksibilitas
struktural polimer atas penggabungan poli (etilen glikol). Secara umum,
mobilitas dan fleksibilitas polimer dapat berkaitan dengan viskositas dan
koefisien difusi, dimana fleksibilitas yang lebih tinggi dari polimer
menyebabkan difusi lebih besar ke jaringan lendir. 

∙ Kapasitas ikatan hydrogen 

Ikatan Hidrogen merupakan faktor penting dalam mucoadhesion polimer.


Taman dan Robinson menemukan bahwa agar mucoadhesion terjadi,
polimer yang diinginkan harus memiliki kelompok fungsional yang mampu
membentuk ikatan hidrogen. Mereka juga menegaskan bahwa fleksibilitas
polimer adalah penting untuk meningkatkan potensi ikatan hidrogen.
Polimer seperti poli (vinil alkohol), dihidroksilasi metakrilat, dan
poli (asam metakrilat), serta semua kopolimer mereka, adalah polimer
dengan ikatan hidrogen dan memiliki kapasitas yang baik. 

∙ Kepadatan (Cross-linking) 

34
Ukuran pori rata-rata, jumlah rata-rata berat molekul dari polimer cross-
linked, dan kepadatan yang menghubungkan tiga parameter struktural
penting dan saling terkait dari jaringan polimer. Oleh karena itu, tampaknya
masuk akal bahwa dengan meningkatnya kepadatan cross-linking, difusi air
ke dalam jaringan polimer terjadi pada tingkat yang lebih rendah, kemudian,
menyebabkan cukup pembengkakan polimer dan tingkat penurunan
interpenetration antar polimer. 

∙ Konsentrasi 

Pentingnya faktor ini terletak pada pengembangan ikatan perekat yang kuat
dengan lendir, dan dapat dijelaskan oleh panjang rantai polimer yang
tersedia untuk penetrasi ke dalam lapisan lendir. Ketika konsentrasi polimer
terlalu rendah, jumlah konsentrasi yang menembus rantai polimer per satuan
volume lendir itu kecil, dan interaksi antara polimer dan lendir tidak stabil.
Secara umum, polimer yang lebih terkonsentrasi akan menghasilkan
panjang rantai lagi yang akan menyebabkan penetrasi dan adhesi yang lebih
baik. Akibatnya, aksesibilitas dari pelarut polimer berkurang, dan penetrasi
rantai polimer secara drastis berkurang. Oleh karena itu, konsentrasi yang
lebih tinggi dari polimer tidak selalu meningkatkan dan, dalam beberapa
kasus, sebenarnya mengurangi sifat mukoadhesif. 

BAB IV
PENUTUP

35
4.1 Kesimpulan
1. Saluran cerna pada manusia terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Pada lambung terdapat
Membran mukosa yang mensekresikan cairan lengket dan tebal yang dise
but mukus, berfungsi dalam sistem penghantaran mukoadhesif. Waktu pe
rgantian jaringan epitel mukosa mulut antara 14 sampai 24 hari. Lambung
memiliki pH berkisar antara 1,5-3,5 dan dapat berubah sesuai dengan isi l
ambung. Volume lambung dalam keadaan tidak terisi (hampir kosong) ad
alah sekitar 75 mililiter dan lambung dapat mengembang dan menampun
g sampai sekitar 1 liter makanan.
2. Setelah obat dari saluran pencernaan, selanjutnya akan melewati dinding p
embuluh darah dalam bentuk terlarut dan menuju ke hati sebelum diangku
t melalui aliran darah ke jantung. Di jantung, obat diangkut melalui vena,
kemudian mengalir ke sirkulasi umum melalui vena jugularis, melewati h
ati dan dengan demikian lambat terjadi first-pass effect metabolisme. Oba
t menuju ke pembuluh darah dan terdistribusi dari pembuluh darah ke sel
uruh tubuh dengan melintasi membran sel atau intrasel untuk mencapai re
septor/akseptor maupun enzim.
3. Mekanisme pelepasan obat dari sediaan gastroretentif mukoadhesif dimulai
dari pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaan obat. pada mekanisme
nya memerlukan sistem yang menahan obat di dalam polimer bioadhesif
sampai obat dilepas semua. Pada saat obat menempel pada membran muk
osa lambung, disaat itu pula terjadi proses absorbsi. Zat aktif obat langsu
ng larut ke dalam membran mukosa dan masuk kedalam aliran darah dan
segera didistribusi oleh darah ke reseptornya. Jika obat terikat dengan res
eptor maka akan muncul efek farmakologi. Selanjutnya, terjadi proses me
tabolisme dimana molekul obat diubah menjadi lebih polar, sehingga mu
dah diekskresikan melalui ginjal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi gastroretentif mukoadhesif, yaitu faktor
yang berhubungan dengan polimer (berat molekul, konsentrasi polimer a
ktif, fleksibilitas rantai polimer, konformasi polimer); faktor lingkungan
(pH,
permulaan waktu kontak); faktor fisiologis (pergantian musin, keadaan pe
nyakit).
5. Evaluasi yang dilakukan pada sediaan gastroretentive mukoadhesif ini adal

36
ah uji bioadhesive in vivo yang bertujuan untuk mengetahui seberapa cep
at granul dapat melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5 m
enit ; uji retensi in vivo menggunakan teknik X-Ray; uji wash off yang be
rtujuan untuk melihat kemampuan granul melekat pada mukosa lambung
selama 2 jam; serta Uji bioavailabilitas relatif tablet mukoadhesif yang dit
entukan dengan berdasarkan parameter AUC dari suatu produk obat deng
an produk standar yang disarankan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Tang, Yong-Dan, S.S Venkatraman, F.Y.C Boey, Li-Wei Wang. 2017. Sustained
Release of Hydrophobic Drug from A floating Dosage Form. International J.
Pharmaceutics 336 : 159 – 165
Fukuda, M., N.A Peppas, J.W. McGinity. 2006. Floating Hot-Melt Extruded Tablet for
Gastroretentive Controlled Drug Relaese system. J. Controlled Release. J.
Controlled Release 115 : 121-129

Ansel et al, 1999. Pharmaceutikal dosage form and drugs delivery system, 7ed. Lippi
ncot williams and wilkins USA.244-268

Garg,R, and Gupta,G.D 2008. Progress in contrelled gastrorentive delivery systems.Tr


op. J pharm Res,7,2-3

Hamsinah et al. 2016. Formulasi dan evaluasi granul gastrorententive mukoadhesive a


moksisilin. JF FIK UINAM .Vol.4:3.

Haruta Kawai, Jinnouchi Ogawara Higaki Tamura Arimori and Kimura 2001. Evaluati
on of absorption kinetics of orrally theophylins in rat based on gastrointestin
al transit monitoring by gamma scintigraphy. J pharm sci.90:4 hal 464-473

Indrawati, Teti. 2018. Perjalanan Obat Peroral dalam Tubuh. Jakarta:Salemba Medik
a. Irawan, E.D, dan Farhana. 2001. Optimasi chitosan dan natrium karboksimetilsellos
a sebagai sistem mucoadhesive pada tablet teofilin. Majalah farmasi indonesia: fakult
as farmasi universitas jember.

Lakshmi.M. S et al. 2012. Formulation and Evalution of Gastrorententive Mucoadhesi


ve Granules of amoxicilin trilhydrate against hpylori. Journal of pharmacy. Mihir shid
dapaara et al. 2011. Gastrorentive Delivery Systems Stomach Spesific Mucoadhese T
ablet. International Research Journal of Pharmacy volume 2.

Pearce, Eevelyn,C. 2004. Anatomi dan fisiologis untuk paramedis. Jakarta: PT Gramed
ia Rajput, G.C et al, 2010. Stomach spesific mucoahesive tablrts as controlled drug de
livery system- A review work. International Journal of Pharmaceutical and Biological
Reaserch,vol 1(1), 2010,30-41.

Tangri Pranshu 2011. Mucoadhesive drug delevery: mechanism and methods of evalut

38
ion. International journal of pharma and bio sciences. Volume1:2.

39

Anda mungkin juga menyukai