Tutor Skenario 2
Tutor Skenario 2
Staphylococcus aureus merupakan flora normal di tubuh manusia. Nares anterior, aksila
dan saluran pencernaan adalah bagian tubuh yang sering menjadi tempat kolonisasi
kuman Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terjadi apabila terjadi intervensi dan
mengganggu pertahanan tubuh, misalnya mencukur, pemasangan kateter, aspirasi dan
pembedahan. Bakteri ini dapat ditularkan antarmanusia melalui kontak langsung dengan
kulit yang terinfeksi maupun transmisi melalui udara. Kontak tidak langsung juga dapat
menyebarkan bakteri, misalnya, menyentuh barang seperti handuk, peralatan, pakaian,
atau benda lain yang telah berhubungan dengan orang yang terinfeksi dapat
menyebarkan bakteri ke individu lain yang tidak terinfeksi.
Infeksi Staphylococcus aureus dapat terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka,
misalnya infeksi stafilokokus pasca operasi atau pasca trauma. Staphylococcus aureus
dapat menyebabkan bakterimia dan menyebar ke berbagai organ, sehingga
menimbulkan endokarditis, osteomielitis hematogen akut, meningitis, atau infeksi paru.
Staphylococcus aureus memiliki banyak faktor virulensi yang potensial. Faktor – faktor
tersebut dapat memiliki banyak fungsi dalam patogenesis dan beberapa faktor juga
dapat memiliki fungsi yang sama. Staphylococcus aureus mempunyai banyak protein
permukaan yang disebut dengan Microbial Surface Components Recognizing Adhesive
Matrix Molecules (MSCRAMM). MSCRAMM memulai infeksi dengan menempel pada
jaringan. MSCRAMM mengikat beberapa molekul seperti kolagen, fibronektin dan
fibrinogen. MSCRAMM memegang peranan penting dalam pertumbuhan koloni di
jaringan sehingga dapat menimbulkan infeksi endovaskular, tulang, sendi dan alat
prostetik.
Mekanisme Resistensi
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/Ajrina_Luthfita_Bayu_Putri_22010111130
095_Lap.KTI_Bab2.pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/Lovenia_Valencia_22010111130110_Lap.
KTI_Bab2.pdf
b. Vankomisin Staphylococcus aureus (VRSA)
Vankomisin Staphylococcus aureus (VRSA) adalah Staphylococcus aureus strain yang
telah resisten terhadap antibiotic vankomisin. Antibiotik ini adalah obat pilihan untuk
mengobati infeksi dengan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
Vankomisin adalah antibiotik yang termasuk dalam kelompok glikopeptida yang bekerja
dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri Gram positif. penggunaan dan
pemberian vankomisin yang tidak tepat dapat menyebabkan peningkatan kejadian S.
Aureus resistensi terhadap vankomisin.
indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/patologi/article/view/1385/pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/journal-of-infectious-diseases-and-epidemiology-jide-
5-093.pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/J-Adv-Res-2020-21-169-176-eng.pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/Aisyah%20Pratiwi%20Maharini%20-
%20132010101016_.pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/157030007.pdf
https://www.researchgate.net/publication/332077385_Extended_Spectrum_Beta-
Lactamase_ESBL
1. Penegakan diagnosis infeksi. Hal ini bisa dikerjakan secara klinis berdasarkan kriteria
diagnosa ataupun pemeriksaanpemeriksaan tambahan lain yang diperlukan. Gejala panas
sama sekali bukan kriteria untuk diagnosis adanya infeksi
2. Kemungkinan kuman penyebabnya, dipertimbangkan dengan perkiraan ilmiah berdasarkan
pengalaman setempat yang layak dipercaya atau epidemiologi setempat atau dari informasi-
informasi ilmiah lain
3. Apakah antibiotika benar-benar diperlukan? Sebagian infeksi mungkin tidak memerlukan
terapi antibiotika misalnya infeksi virus saluran pernafasan atas, keracunan makanan karena
kontaminasi kumankuman enterik. Jika tidak perlu antibiotika, terapi alternatif apa yang
dapat diberikan?
4. Jika diperlukan antibiotika, pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan spektrum
antikuman, sifat farmakokinetika, ada tidaknya kontra indikasi pada pasien,ada tidaknya
interaksi yang merugikan, bukti akan adanya manfaat klinik dari masingmasing antibiotika
untuk infeksi yang bersangkutan berdasarkan informasi ilmiah yang layak dipercaya.
5. . Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan sifat-sifat kinetika masing-
masing antibiotika dan fungsi fisiologis sistem tubuh (misalnya fungsi ginjal, fungsi hepar dan
lain-lain). Perlu dipertimbangkan dengan cermat pemberian antibiotika misalnya pada ibu
hamil dan menyusui, anak-anak, dan orang tua
6. Evaluasi efek obat. Apakah obat bermanfaat, kapan dinilai, kapan harus diganti atau
dihentikan? Adakah efek samping yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Biutifasari, Verna. (2018). Extended Spectrum Beta-Lactamase ( ESBL ). Oceana Biomedicina Journal.
1. 1. 10.30649/obj.v1i1.3.
Helen, K., & Ashlesha, K. (2019). Vancomycin-resistant staphylococcus aureus: Formidable threat or
silence before the storm? Journal of Infectious Diseases and
Epidemiology, 5(5). https://doi.org/10.23937/2474-3658/1510093
Nasution, G.S.(2017). Tesis : Deteksi Gen Resisten Meca pada Isolat Bakteri Staphylococcus aureus
yang Tergolong MRSA dari Hasil Pemeriksaan Vitek 2 Compact. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Rawat, D., & Nair, D. (2010). Extended-spectrum β-lactamases in Gram Negative Bacteria. Journal of
global infectious diseases, 2(3), 263–274. https://doi.org/10.4103/0974-
777X.68531NLMRawat D, Nair D. Extended-spectrum β-lactamases in Gram Negative
Bacteria. J Glob Infect Dis. 2010 Sep;2(3):263-74. doi: 10.4103/0974-777X.68531. PMID:
20927289; PMCID: PMC2946684.