Kelompok 2
Tugas ke-I
Jadwal Penyerahan Tugas: 10-02-2011
B LEMBAR PENGESAHAN
C RINGKASAN
D BAB I. PENDAHULUAN
Sungai Brantas merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa setelah Sungai
Bengawan Solo, panjangnya sekitar 320 km, luas daerah pengaliran sungainya ± 12.000 km2
(25% wilayah Jawa Timur), mata airnya berasal dari bagian barat daya kaki Pegunungan Arjuno.
Anak sungai utama adalah Kali Lesti, Kali Ngrowo, Kali Konto dan Kali Widas masing-masing
mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 625 Km2, 1600 Km2, 687 Km2, dan 1538 km2.
Kondisi klimatologi didominasi oleh iklim tropis dengan rata-rata hujan tahunan 2000 mm,
diantaranya 80% jatuh pada musim hujan.
Jumlah penduduk di wilayah tersebut mencapai 14 juta jiwa atau 40 persen di antara
total penduduk Jawa Timur. Sungai Brantas merupakan sumber utama kebutuhan air baku untuk
konsumsi domestik, irigasi, kesehatan, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Perkembangan usaha-industri dan pertumbuhan penduduk di Jawa Timur selama ini
berdampak positif terhadap perekonomian, namun juga menimbulkan beragam masalah
sumberdaya air Sungai Brantas, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Saat ini Sungai
Brantas merupakan salah satu sungai yang tercemar di Indonesia, permasalahan yang dihadapi
Sungai Brantas yaitu: (1) jumlah air berkurang, karena meningkatnya konsumsi air baku terutama
oleh penduduk dan industri; (2) mutu air sungai semakin menurun, diakibatkan oleh hampir
semua limbah domestik, pertanian dan industri dibuang ke sungai tanpa melalui pe-ngolahan
terlebih dahulu atau pengolahan yang kurang memadai. Tingkat pencemaran sungai ini telah
melewati ambang batas dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan serta
kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai. Bahan pencemar berasal dari limbah
domestik, limbah pertanian, limbah taman rekreasi, limbah pasar, limbah hotel, limbah rumah
sakit, dan limbah industri. Air yang mengenai sampah akan mengandung besi, sulfat, dan bahan
organik yang tinggi ditambah kondisi BOD (bio chemical oxygen demand) dan COD (chemical
oxygen demand) yang melebihi standar air permukaan
Pembuangan sampah di sepanjang sempadan maupun langsung ke aliran Sungai Brantas
bisa merugikan penduduk sekitar dan di kawasan yang lebih rendah. Sampah yang menumpuk
menimbulkan bau busuk karena fermentasi, menjadi sarang serangga dan tikus, serta bisa
menimbulkan kebakaran karena adanya gas metana di tumpukan sampah.
Kondisi makin memprihatinkan karena bantaran DAS Brantas di Jawa Timur
mengalami perubahan fungsi. Meski kawasan bantaran sungai telah ditetapkan sebagai kawasan
hijau, sebagian besar bataran sungai beralih fungsi, tidak sesuai peruntukannya.
Kondisi Sungai Brantas yang memprihatinkan ini sudah seharusnya menjadi perhatian
masyarakat dari segala lapisan. Konservasi Sungai Brantas tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah saja. Begitu juga berbagai program konservasi yang telah dilaksanakan pemerintah
belum memberi hasil memuaskan karena hanya berakhir pada konsep semata.
Jika ditinjau dari aspek kebijakan pun, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah lalai dari
kewajibannya mengelola kualitas air dan mengendalikan pencemaran di Sungai Brantas, minimal
dengan melihat data dan fakta tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah lalai dari
kewajibannya untuk melindungi kawasan bantaran sebagai kawasan lindung, sehingga
mengakibatkan berdirinya bangunan-bangunan industri, gudang, dan permukiman yang
meningkatkan beban pencemaran. Tidak adanya kebijakan yang tegas tentang bangunan di
bantaran sungai mengakibatkan semakin menjamurnya permukiman warga di sepanjang bantaran.
Pelibatan masyarakat mungkin bisa dilakukan dengan pengembangan kampung-
kampung atau desa-desa ramah Sungai Brantas yang memiliki kepedulian untuk menjaga kualitas
air Sungai Brantas. Komunitas dalam kampung atau desa ini harus berperan aktif mengurangi
tingkat pencemaran domestik sekaligus mengontrol buangan limbah industri.
F LAMPIRAN
INFORMASI UMUM
Provinsi Jawa Timur Beribukota di Surabaya, provinsi ini memiliki wilayah terluas diantara 6 Provinsi lain
di Pulau Jawa dengan luas wilayah 47.157,72 km². Provinsi ini memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua
setelah Jawa Barat yaitu sebanyak 37.070.731 jiwa (2005).
Secara geografis, Provinsi Jawa Timur terletak antara 111,0' BT hingga 114,4' BT dan 7,12" LS hingga 8,48
'LS. Jawa Timur mempunyai 229 pulau, terdiri dari 162 pulau bernama dan 67 pulau tak bernama, dengan
garis pantai sepanjang 2.833,85 Km.
Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Laut Jawa dan Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Selatan
Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat dengan Provinsi Jawa Tengah
Sebelah Timur dengan Selat Bali/Provinsi Bali
Terdapat 29 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Timur, yaitu:
Kabupaten Bangkalan Kabupaten Malang Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Mojokerto Kabupaten Tuban
Kabupaten Blitar Kabupaten Nganjuk Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Ngawi Kota Batu
Kabupaten Bondowoso Kabupaten Pacitan Kota Blitar
Kabupaten Gresik Kabupaten Pamekasan Kota Kediri
Kabupaten Jember Kabupaten Pasuruan Kota Madiun
Kabupaten Jombang Kabupaten Ponorogo Kota Malang
Kabupaten Kediri Kabupaten Probolinggo Kota Mojokerto
Kabupaten Lamongan Kabupaten Sampang Kota Pasuruan
Kabupaten Lumajang Kabupaten Sidoarjo Kota Probolinggo
Kabupaten Madiun Kabupaten Situbondo Kota Surabaya
Kabupaten Magetan Kabupaten Sumenep
KEDUDUKAN
Balai Besar Wilayah Sungai adalah unit pelaksana teknis di bidang konservasi sumber daya air,
pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada
wilayah sungai, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air
Balai Besar Wilayah Sungai dipimpin oleh seorang Kepala
TUGAS
Balai Besar Wilayah Sungai mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi sumber daya air,
pengembangan Sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada
wilayah sungai
FUNGSI
Dalam melaksanakan tugas, Balai Besar Wilayah Sungai menyelenggarakan fungsi :
Penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai;
Pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai;
Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai;
Operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai;
Pengelolaan sistem hidrologi;
Penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air;
Fasilitasi kegiatan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai;
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air;
Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai.
TIPOLOGI
Balai Besar Wilayah Sungai Brantas masuk dalam Tipe Balai Besar Wilayah Sungai Tipe A.
SUSUNAN ORGANISASI
Tipe Balai Besar Wilayah Sungai Tipe A, memiliki Susunan Organisasi terdiri dari :
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif kepada semua unsur di
lingkungan Balai Besar Wilayah Sungai.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :
pelaksanaan administrasi kepegawaian, keuangan, penyelenggaraan rumah tangga, perlengkapan dan Barang
MiIik/Kekayaan Negara;
pelaksanaan penyusunan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kepegawaian dan administrasi serta
pengelolaan organisasi dan tatalaksana; .
pelaksanaan penyiapan penyusunan rencana pengelolaan anggaran dan administrasi keuangan;
pelaksanaan pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ba1ai Besar Wilayah Sungai; .
penyusunan laporan berkala Balai Besar Wilayah Sungai.
Subbagian Kepegawaian;
Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan administrasi penyusunan perencanaan,
pengembangan, evaluasi kepegawaian dan pengelolaan organisasi tatalaksana.
Subbagian Keuangan;
Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan administrasi keuangan.
Bidang Program dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan pola dan rencana pengelolaan
sumber daya air, evaluasi kelayakan, penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bidang Program dan Evaluasi menyelenggarakan
fungsi :
a. penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
b. pelaksanaan evaluasi kelayakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
c. penyusunan program kegiatan dan anggaran;
d. pelaksanaan evaluasi kinerja, manfaat dan dampak kegiatan pengelolaan sumber daya air.
Seksi Program;
Seksi Program mempunyai tugas melakukan penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air serta
program kegiatan dan anggaran.
Seksi Evaluasi.
Seksi Evaluasi mempunyai tugas melakukan evaluasi kelayakan kinerja., manfaat dan dampak pengelolaan
sumber daya air.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air
menyelenggarakan fungsi :
pelaksanaan perencanaan teknis sungai, pantai, danau dan waduk dalam rangka konservasi sumber daya air,
pengembangan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air; .
pelaksanaan konstruksi sungai, pantai, danau dan waduk;
penyusunan rencana persiapan operasi dan pemeliharaan sungai, pantri, danau dan waduk
Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air mempunyai tugas melaksanakan pendayagunaan sumber daya
air, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, penyusunan rencana persiapan operasi dan pemeliharaan
jaringan pemanfaatan air.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air
menyelenggarakan fungsi :
pelaksanaan perencanaan teknis irigasi dan air baku dalam rangka pendayagunaan sumber daya air;
pelaksanaan konstruksi irigasi dan air baku;
penyusunan rencana persiapan operasi dan pemeliharaan irigasi dan air baku.
Bidang Operasi dan Pemeliharaan mempunyai tugas melaksanakan operasi dan pemeliharaan, penyediaan
data dan informasi sumber daya air serta koordinasi pengelolaan sumber daya air.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dirnaksud diatas, Bidang Operasi dan Pemeliharaan
menyelenggarakan fungsi :
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sungai, danau, waduk serta sarana dan prasarananya termasuk
bendungan, irigasi, air baku dan pantai;
pemantauan dan pengevaluasian kelayakan operasi pada sarana dan prasarana sungai, danau, waduk,
bendungan., irigasi, air baku, rawa dan pantai;
penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai;
penyelenggaraan sistem hidrologi dan informasi sumber daya air;
fasilitasi kegiatan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai;
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatansesuai dengan jabatan fimgsionaI
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejmlah tenaga fungsional yang terbagi dalam berbagai Kelompok
Jabatan Fungsional sesuai dengan biadang keahliannya.
Masing-masing Kelompok labatan Fungsional sebagaimana dimaksud diatas melaksanakan kegiatan sehari-
hari dikoordinasikan oleh Kepala Balai.
Jumlah tenaga fungsionaI sebagaimana dimaksud diatas ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud diatas diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
TATA KERJA
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Balai Besar Wilayah Sungai wajib melakukan koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi dengan Eselon II terkait.
Dalam rnelaksanakan tugas setiap pirnpinan satuan orgarrisasi dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkroniasi baik di lingkungan masing-masing. maupun antar
unit kerja, dan instansi lain terkait sesuai dengan tugas masing-masing.
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan apabila
terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-
masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas bawahan.
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti, mematuhi pentunjuk dan bertanggtmg jawab kepada
atasan masing-masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktumya.
Setiap Pejabat Fungsional bertanggungjawab didalam melaksanakan tugas sesuai dengan substansi
kegiatannya serta wajib mengikuti, mematuhi peratnran yang beraku dan wajib menyampaikan laporan
kepada pimpinan Balai mengenai kegiatan yang telah dilakukan / dikerjakan.
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan wajib diolah
dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut.
Kepala Bagian Tata Usaha wajib menyusun laporan berkala Balai.
Dalam menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan
organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh kepala satuan organisasi
dibawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan wajib mengadakan rapat berkala.
ESELONISASI
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai adalah jabatan eselon II.b.
Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan eselon III.b.
Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan eselon IV.a.
VISI
Terpenuhinya Layanan Sarana Prasarana SDA di WS Brantas guna Terwujudnya Kemanfaatan Sumber Daya
Air bagi kesejahteraan Masyarakat
MISI
1. Meningkatkan Operasi dan Pemeliharaan Sarana Prasarana SDA Guna Mengoptimalkan Manfaat
dengan melestarikan Sumber Air dan Sarana Prasarana SDA
2. Meningkatkan keamanan dan Kenyamanan Masyarakat dan Sarana Prasarana SDA dari ancaman
Daya Rusak Air
3. Mengembangkan dan mendayagunakan Potensi SDA agar Berhasil Guna dan Berdaya Guna
4. Meningkatkan Keterpaduan dan Keterbukaan Sistem Informasi SDA yang Efektif
5. Mengembangkan dan Memberdayakan Peran Serta Pemangku Kepentingan Dalam Meningkatkan
Kualitas dan Kuantitas SDA
6. Mengembangkan Sarana dan Prasarana SDA guna Terpenuhinya Kesejahteraan Masyarakat dengan
Prinsip Pembangunan yang Berkelanjutan
DAERAH IRIGASI KEWENANGAN
TOTAL 693,604
TOTAL 221.15
GNKPA
Tentang GNKPA
Undang-Undang No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air mengamanatkan, konservasi sumber daya air
harus melibatkan masyarakat semaksimal mungkin. Untuk mengimplementasikan peraturan itu, dibentuklah
sebuah gerakan bersama yang bernama Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamat Air (GNKPA). Gerakan
tersebut secara resmi terbentuk pada tanggal 28 April 2005 saat Presiden SBY mentandatangani naskah
deklarasinya. Selanjutnya deklarasi itu ditindaklanjuti Kementerian Pekerjaan Umum dengan menerbitkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 377/PRT/M/2005 tanggal 24 Agustus 2005 tentang “Pedoman
Penyusunan Rencana Kerja Pelaksanaan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) dan
selayang pandang GNKPA”. Agar gerakan tersebut maksimal, Menteri Pekerjaan Umum menjalin
kesepakatan bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Pertanian tertanggal 9 Mei 2007. Isi kesepakatan
tersebut tentang “Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kritis untuk Konservasi Sumber Daya Lahan dan
Air” di mana disepakati bahwa daerah kritis di DAS Brantas adalah Sub Das Konto Hulu, Brantas Hulu,
Lekso Hulu dan Ngasinan. Adapun rincian beberapa lokasi DAS Brantas yang menjadi target pelaksanaan
antara lain:
Kegiatan dalam gerakan nasional kemitraan penyelamatan air yang dilakukan mencakup enam komponen,
diantaranya, pertama, penataan ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan yang harmonis
sehingga menunjang terjadinya peresapan air hujan ke dalam tanah secara memadai. Kedua, rehabilitasi
hutan dan lahan serta konservasi sumber daya air yang lengkap dengan lembaga penanggungjawab, jadwal
pelaksanaan dan lokasi pelaksanaannya. Ketiga, pengendalian daya rusak. Keempat, pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air, kelima tentang penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air,
dan keenam tentang pendayagunaan sumberdaya air secara adil, efisien dan berkelanjutan.
1. Pelaksanaan GNKPA di Kabupaten Malang GNKPA di Kabupaten Malang telah dilaksanakan mulai
tahun 2005 di Desa Tawangsari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang (DAS Konto Hulu). Di desa ini telah
terbentuk Tim GNKPA kabupaten dan juga tim Pokja GNKPA tingkat kecamatan pada tahun 2008. Ketua
Tim GNKPA kabupaten diketuai oleh Kepala Bappeda Kabupaten Malang dengan anggota dinas terkait,
perusahaan di lingkungan Kabupaten Malang, masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kegiatan-kegiatan GNKPA yang telah dan akan sedang dilaksanakan di Kabupaten Malang adalah sebagai
berikut:
2. Kegiatan GNKPA di Kota Batu. Kegiatan GNKPA di Kota Batu (DAS Konto Hulu) dimulai pada tahun
2007 dengan dibentuknya Tim GNKPA Kota Batu dan Tim Pokja Kecamatan Bumiaji dan Junrejo. Untuk
Kecamatan Bumiaji, GNKPA dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Bumiaji dan Sumber Brantas sedangkan
Kecamatan Junrejo ada di Desa Tlekung. Tim GNKPA Kota Batu diketuai oleh Kepala Bappeko dengan
anggotanya terdiri dari dinas terkait, perusahaan dilingkungan Kota Batu, anggota masyarakat dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Implementasi pelaksanaan GNKPA di Kota Batu selama kurun waktu hampir
empat tahun (2007 – 2010) adalah sebagai berikut:
3. Pelaksanaan GNKPA di Kabupaten Blitar. Pelaksanaan GNKPA di Kabupaten Blitar meliputi DAS
Lekso Hulu yaitu di Desa Krisik, Kecamatan Gandusari. Tim GNKPA Kabupaten Blitar telah terbentuk pada
tahun 2009 yang ketuai oleh Kepala Bappeda Kabupaten Blitar dan dengan anggota instansi terkait,
masyarakat dan LSM. Namun tindak lanjut dari pembentukan tim GNKPA belum ada seperti pembentukan
Tim Pokja GN-KPA tingkat kecamatan. Untuk tahun 2010, kegiatan GNKPA difokuskan pada pembentukan
tim Pokja kecamatan dan pembuatan Matriks kegiatan GNKPA.
Kualitas Air
Kondisi Hidrologis
Sekilas Tentang Unit Hidrologi BBWS Brantas
Balai Besar Wilayah Sungai Brantas adalah salah satu institusi pengelo¬la sumber daya air wilayah sungai
strategis nasional yang berkedudukan di Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur. Tugas pokok utamanya adalah
merencanakan, melaksana¬kan, memantau, dan men¬gevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air, sebagaimana tercantum dalam Permen
PU Nomor : 23/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar dan Balai di Lingkungan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Jenderal Bina Marga. Sedangkan fungsi dari BBWS
Brantas adalah :
Penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai
Pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai
Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
Operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai
Pengelolaan sistem hidrologi
Penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air
Fasilitasi kegiatan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) pada wilayah sungai
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, dan
Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai.
Dalam rangka untuk itu, ditetapkan struktur organisasi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Untuk
melihat detail struktur BBWS Brantas dapat klik di sini
Bentuk Unit Hidrologi
Salah satu fungsi BBWS Brantas adalah pengelolaan sistem hidrologi. Untuk mendukung fungsi dan
tanggung jawab tersebut perlu diseleng¬garakan sistem hidrologi yang ter¬diri atas sarana dan prasa¬rana
sistem hidrologi serta unit pengelolanya. Pengelolaan sistem hidrologi, berada pada Bidang Operasi dan
Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai Brantas. Berdasarkan Permen PU No.23/PRT/M/2008 tanggal 30
Desember 2008, Bidang O&P memiliki tugas yaitu melaksanakan operasi dan pemeliharaan, penyediaan
data dan informasi sumber daya air serta koordinasi pengelolaan sumber daya air (Bab III Bagian Kedua,
Pasal 25). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Bab III Bagian Kedua Pasal 26, Bidang
Operasi dan Pemeliharaan menyelenggarakan fungsi :
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sungai, danau, waduk serta sarana dan prasarananya termasuk
bendungan, irigasi, air baku dan pantai
Pemantauan dan pengevaluasian kelayakan operasi pada sarana dan prasarana sungai, danau, waduk,
bendungan, irigasi, air baku, rawa dan pantai
Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
Penyelenggaraan sistem hidrologi dan informasi sumber daya air
Fasilitasi kegiatan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air
Untuk menunjang Bidang Operasi dan Pemeliharaan mulai tahun 2007 BBWS Brantas membentuk suatu
Unit Hidrologi. Pembentukan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai
Brantas perihal pembentukan dan pengangkatan tim pelaksana kegiatan operasional pengelolaan sistem
hidrologi. Dalam surat keputusan tersebut disebutkan bila Unit Hidrologi merupakan pusat operasi,
pengembangan sistem hidrologi dan pusat informasi hidrologi, dengan Kepala BBWS Brantas sebagai
pengarah, Kepala bidang O&P sebagai penanggung jawab program, Kasi Data & Informasi dan jajarannya
sebagi pelaksana kegiatan/operasi, dan dibawahnya masih ada operator komputer, operator input data, analis
data dan ten¬aga survei lapangan. Untuk melihat kedudukan Unit Hidrologi dalam bidang Operasi dan
Pemeliharaan dapat klik di sini.
Pembentukan Unit Hidrologi sesuai dengan SK. Dirjen. SDA No. 116/KPTS/D/2009 bertujuan untuk
menjamin SDM yang memadai dalam melaksanakan pengelolaan hidrologi dan sebagai target
pembinaan/peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh Pusat (Ditjen. SDA). Unit Hidrologi BBWS Brantas
memiliki Visi, Misi dan Kebijakan dalam Pengelolaan Hidrologi, yaitu :
Visi : Menjadi Unit Hidrologi yang mampu menyediakan data dan informasi hidrologi yang memadai,
akurat, tepat waktu, berkesinambungan dan dapat diakses oleh para stakeholders
Misi : Menciptakan Sistem Informasi Hidrologi yang berorientasi mutu, perbaikan berkelanjutan, dan tata
kelola yang baik, melalui pelaksanaan prinsip-prinsip system mutu pada Kelembagaan dan SDM,
Standar/Prosedur, Peralatan dan Pendanaan Sedangkan Kebijakan Pengelolaan Hidrologi meliputi :
Memperkuat Kelembagaan dan SDM
Menjamin pendanaan pengelolaan hidrologi yang berkelanjutan
Pengembangan dan perbaikan pos hidrologi dengan menggunakan produksi peralatan hidrologi nasional
Penerapan Jaminan Mutu Hidrologi pada pengelolaan system hidrologi dalam rangka penerapan Sistem
Manajemen Mutu Hidrologi
Memperkuat kinerja data base PDSDA
Meningkatkan kualitas data yang memadai, akurat, mutakhir / up todate dan berkesinambungan
Peningkatan kinerja pelayanan data yang mudah diakses oleh pemilik kepentingan / stakeholder
Unit Hidrologi ini sudah dilengkapi jaringan kom¬puter (hardware dan software) dengan spesifikasi tinggi,
dan sarana teknologi informasi lainnya seperti printer, scanner dan plotter. Unit Hidrologi berfungsi sebagai
sarana dan prasarana untuk mengolah data agar men¬jadi informasi hidrologi guna mendukungkung
pengelolaan sumberdaya air.
Pada tahap awal, untuk pengembangan sistem hidrologi,
pada tahun 2007, BBWS Brantas melaksanakan pelatihan
Hidrologi dan Kualitas Air dan mulai tahun 2008 BBWS
Brantas rutin mendatangkan narasumber dari Puslitbang Air
dan Dosen Perguruan Tinggi Negeri untuk melakukan
OJT.Selain itu, BBWS Brantas juga membangun ruangan
khusus yang didesain untuk kegiatan presentasi, diskusi,
galeri dan perpustakaan, yang dinamakan Operation Room.
Seluruh aktivitas dalam rangka publikasi data seperti presentasi hasil kegiatan, rapat, diskusi, pameran
produk Unit Hidrologi, sampai dengan penyimpanan laporan / dokumen dilakukan di ruangan ini. Di sini
Operation Room berfungsi sebagai tempat pelayanan data dan wahana untuk mengexpose hasil-hasil
pengolahan data (atribut/peraga) yang meliputi antara lain peta-peta GIS/Tematic, grafik, album data dan
sarana informasi lainnya.
Sungai Brantas (sekitar 320 km) adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang merupakan sungai terpanjang
kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo.Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota
Batu), lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto
sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten
Sidoarjo)
Sungai Brantas
Terakota telah menggeser batu sebagai materi pendukung kehidupan sehari-hari di Mojopahit. Diversitas
terakota yang dikembangkan oleh Mojopahit berdasarkan temuan yang ada di Trowulan berupa terakota
untuk kepentingan rumah seperti batu bata, genting berikut karpus hias, ventilasi, ornamen penutup pilar
kayu hingga pipa saluran air. Terakota juga digunakan dalam mendukung kehidupan financial Mojopahit
terujud dalam ragam bentuk ”celengan” alat penyimpan uang jangka panjang (tabungan) serta gentong
penyimpan barang-barang upeti yang biasa digunakan dalam acara “pisowanan ageng”. Terakota juga
dikembangkan untuk mendukung peralatan keseharian masyarakat Mojopahit seperti sebagai penyimpan air,
piring dsb.
Terakota di Trowulan juga masih terlihat hingga saat ini. Terdapat 3.000 orang di kawasan Trowulan
mengusahakan tanah liat di daerah tersebut untuk dijadikan batu bata dengan kualitas sangat baik. Jumlah
pengrajin dan areal pemanfaatan tanah liat yang semakin bertambah luas dari tahun ke tahun inilah,
ditengarai BP3 Jatim sebagai lembaga kepurbakalaan pengelola situs Trowulan menjadi permasalahan unik
bagi kegiatan kepurbakalaan di wilayah ini. Semoga EGI 2010 ini dapat menyumbang ide pemecahan
antropologis yang ada saat ini.
S. Brantas adalah sungai terpanjang kedua di Jatim (setelah Bengawan Solo) mempunyai panjang sekitar 320
km dengan luas DAS sekitar 12.000 km2 atau ekuivalen dengan 25% luas Provinsi Jawa Timur. Lembah S.
Brantas tumbuh dan berkembang berbagai kota dengan segala macam peradabannya mengingat lembah S.
Brantas merupakan daerah pertanian subur akibat adanya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud.
S. Brantas bersumber di lereng G. Arjuno, bermula mengalir ke timur melalui kota Malang, disini S. Lesti
bersumber dari G. Semeru menyatu ke S. Brantas. Setelah bersatu dengan S. Ngrowo membentuk lembah
subur Tulungagung. S. Brantas berbelok ke utara melalui membentuk lagi lembah subur Kediri. Pertemuan
S. Brantas dengan S. Widas juga membentuk dataran subur Kertosono dan kemudian mengalir ke timur
menjadi Mojokerto. Di kota ini S. Brantas bercabang menjadi S. Mas (mengarah ke Surabaya) dan S. Porong
(mengarah ke Porong – Sidoarjo) yang selanjutnya bermuara di selat Madura. Pecahan dua sungai ini
menyebabkan terbentuknya sebuah delta yang sangat luas, yang pada saat ini tubuh menjadi metropolitan
Surabaya. Pada kota-kota itulah, secara politis pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya Jatim disangga. Fakta
emphiris terlihat, pada aliran sungai inilah tumbuh dan berkembang berbagai kota dengan segala macam
peradabannya. Tidaklah berlebihan S. Brantas berpredikat sebagai “sungai kebudayaan” (Widodo, 2006:
130).
Lembah dan delta yang subur, S. Brantas menjadi sumber penghidupan yang tidak pernah kerontang dan
selama berabad-abad melimpahi bumi Jawi Wetan dengan kesuburan yang tidak pernah padam. Manusia
purba Jatim juga memilih S. Brantas sebagai tempat pemukiman pada 6000 tahun silam dan kemudian hari
melahirkan peradaban yang tinggi. Artefak purba Homo Sapiens di S Brantas sekitar Mojokerto, merupakan
bukti atas ketinggian peradaban tersebut. Pada perkembangannya lembah sungai ini menjadi pusat-pusat
kerajaan besar di Jatim seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari, dan Kerajaan Majapahit (Ricklefs, 1995:
22).
Sungai legendaris ini juga sebagai inspirasi bagi banyak pihak untuk memakai sebagai nama bangunan
strategis dan monumental. Di Malang dikenal Embong (jalan) Brantas, De Brantas Brug, Hotel Brantas,
Toko Brantas. Di Surabaya, terdapat Roeivereeniging Brantas, yaitu klub olah raga air yang beralamat di
Kajoon yang terkenal pada masanya. NV. Transportonderneming Brantas, yaitu perusahaan pengangkutan
hasil perkebunan yang berlamat di Genteng Kali serta PT Brantas Abipraya yaitu sebuah perusahaan
kontraktor yang beralamat di Jl. Surabaya Malang. (Sumber Gambar: Kompas, 30/4/1975).
Sungai Brantas adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa
setelah Bengawan Solo.
Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota Batu), lalu mengalir ke Malang, Blitar,
Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua manjadi Kali
Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). Kali Brantas mempunyai
DAS seluas 11.800 km² atau ¼ dari luas Provinsi Jatim. Panjang sungai utama 320 km mengalir melingkari
sebuah gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud. Curah hujan rata-rata mencapai 2.000 mm per-
tahun dan dari jumlah tersebut sekitar 85% jatuh pada musim hujan. Potensi air permukaan pertahun rata-rata
12 miliar m³. Potensi yang termanfaatkan sebesar 2,6-3,0 miliar m³ per-tahun.
Daftar Isi:
1. Sungai Brantas Dalam Sejarah
2. Permasalahan Utama
3. Pengembangan Sumberdaya Air
4. Lumpur Lapindo
5. Pranala luar
6. Lihat pula
1. Sungai Brantas Dalam Sejarah
Sejak abad ke 8, di DAS Kali Brantas telah berdiri sebuah kerajaan dengan corak agraris, bernama
Kanjuruhan. Kerajaan ini meninggalkan Candi Badut dan prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M
sebagai bukti keberadaannya. Wilayah hulu DAS Kali Brantas di mana kerajaan ini berpusat memang cocok
untuk pengembangan sistem pertanian sawah dengan irigasi yang teratur sehingga tidak mengherankan
daerah itu menjadi salah satu pusat kekuasaan di Jawa Timur (Tanudirdjo, 1997). Sungai Brantas maupun
anak-anak sungainya menjadi sumber air yang memadai. Bukti terkuat tentang adanya budaya pertanian
yang ditunjang oleh pengembangan prasarana pengairan (irigasi) yang intensif ditemukan di DAS Kali
Brantas, lewat Prasasti Harinjing di Pare. Ada tiga bagian prasasti yang ditemukan, yang tertua berangka
tahun 726 S atau 804 M dan yang termuda bertarikh 849 S atau 927 M. Dalam prasasti ini, disebutkan
pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran dan bendung atau tanggul) yang disebut dawuhan pada
anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing (Lombard, 2000).
Sungai Brantas memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60% produksi padi berasal
dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Akibat pendangkalan dan debit air yang terus menurun
sungai ini tidak bisa dilayari lagi. Fungsinya kini beralih sebagai irigasi dan bahan baku air minum bagi
sejumlah kota disepanjang alirannya. Adanya beberapa gunung berapi yang aktif di bagian hulu sungai, yaitu
Gunung Kelud dan Gunung Semeru menyebabkan banyak material vulkanik yang mengalir ke sungai ini.
Hal ini menyebabkan tingkat sedimentasi bendungan-bendungan yang ada di aliran sungai ini sangat tinggi.
Merujuk khazanah sastra Jawa, sungai Brantas ini yang diduga kuat disebut sebagai Ci Ronabaya dalam
naskah Bujangga Manik.
2. Permasalahan Utama
Permasalahan pokok di DAS Kali Brantas adalah fluktuasi air permukaan yang ditandai oleh dua peristiwa:
kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Kegagalan panen dan kelaparan menjadi akibat
dari kekurangan air di musim kemarau, sebaliknya di musim hujan terjadi bencana yang mengakibatkan
korban harta bahkan jiwa. Selain itu, kondisi aliran air Kali Brantas juga terkendala oleh endapan sedimen
yang dihasilkan letusan Gunung Kelud (+1.781). Setiap 10 hingga 15 tahun, gunung ini meletus -
melontarkan abu dan batu piroklastik ke bagian tengah dari DAS Kali Brantas - yang pada akhirnya
menimbulkan gangguan fluvial pada aliran air Kali Brantas (Valiant, 2005).
3. Pengembangan Sumberdaya Air
Pengembangan DAS Kali Brantas dengan pendekatan «modern» dimulai sejak 1961 berlandaskan prinsip
«satu sungai, satu rencana, satu manajemen terpadu» yang dilaksanakan secara bertahap sesuai kebutuhan
dan kebijaksanaan pemerintah dari waktu ke waktu. Pengembangan dilakukan melalui 4 (empat) rencana
induk pengembangan DAS. Sasaran utama rencana induk berturut-turut adalah pengendalian banjir (1961),
penyediaan air irigasi (1973), penyediaan air baku (1985) dan konservasi dan manajemen sumberdaya air
(1998). Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:
Rencana induk pertama memiliki sasaran pengendalian banjir oleh karena tanpa pengendalian maka
pengembangan yang lain tidak bisa dilakukan. Pengendalian banjir dilakukan dengan membangun sejumlah
bendungan untuk menampung kelebihan air, perbaikan alur sungai di bagian tengah DAS dan pembuatan
jalur pelepas banjir (flood way). Selain itu disiapkan pula sistem peringatan dini banjir dan jejaring
pemantauan hidrologi.
Rencana induk kedua memiliki sasaran penyediaan air irigasi, seiring kebijakan Pemerintah untuk
mencukupi kebutuhan beras nasional dengan memperluas pertanian berbasis irigasi teknis. Sejumlah
bendung dan bangunan pengambilan air dibangun dalam tahapan rencana induk ini.
Rencana induk ketiga memiliki sasaran penyediaan air baku, khususnya pelayanan air di daerah tengah dan
hilir dari DAS Kali Brantas. Sejumlah bendung, sistem suplesi (penambahan debit) dan infrastruktur lain
yang dapat dipakai melayani air baku dibangun dalam tahapan rencana induk ini.
Rencana induk ke empat ditekankan pada konservasi dan pengelolaan sumberdaya air. Pengelolaan air tidak
saja mencakup aspek kuantitas namun juga ke arah pengendalian kualitas - walaupun masih bersifat terbatas.
Dalam tahap ini dikembangkan sistem pengelolaan informasi hidrologi.
Hasil pengembangan menghasilkan sejumlah besar prasarana pengairan. Manfaat pembangunan antara lain:
pengendalian banjir 50 tahunan di sungai utama yang mengurangi luas genangan sekuas 80.000 ha; irigasi
untuk sawah seluas 345.000 ha dimana 83.000 ha berupa irigasi teknis langsung dari sungai induk (2,5 miliar
m³ per-tahun), energi listrik 1.000 giga-W-jam per-tahun, suplai air baku untuk industri 130 juta m³ per-
tahun dan domestik 240 juta m³ per-tahun.
Penduduk di wilayah sungai Kali Brantas mencapai 15,2 juta orang (1999) atau 43% dari penduduk Jatim
dan mempunyai kepadatan rata-rata 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jatim. Adapun Kali Brantas
mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang Provinsi Jatim sebagai lumbung pangan nasional.
Dalam tahun 1994-1997, Provinsi Jatim telah memberi kontribusi rata-rata 470.000 ton beras/tahun atau
sebesar 25% dari stok pangan nasional.
Pada pertengahan tahun 1980-an mulai timbul masalah mengenai «siapa» yang diberi tugas untuk mengelola
bangunan prasarana pengairan pasca proyek agar bangunan, dengan total investasi tertanam di Kali Brantas
sebesar Rp 7,38 triliun (nilai tahun 2000), dapat berfungsi sesuai yang direncanakan. Persoalan pengelolaan
pasca pembangunan tersebut, terutama dalam hal institusi, sumberdaya manusia dan pendanaan. Mengacu
pada pengalaman negara maju dan berdasar peraturan-perundangan yang ada serta untuk menjaga
keberlanjutan fungsi prasarana pengairan tersebut, maka Pemerintah membentuk Perum Jasa Tirta I selaku
BUMN pengelola Kali Brantas pada tahun 1990.
4. Lumpur Lapindo
Terkait dengan dengan luapan lumpur hidrokarbon dari Desa Siring Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo
yang dikenal dengan LumpurLapindo, aliran sungai ini dipergunakan untuk menggelontor sebagian
semburan lumpur ke selat Madura. Sebagian lumpur ini dipompa masuk ke salah satu anak sungai di hilir,
yakni Kali Porong.
Beberapa bendungan besar di sepanjang aliran sungai ini maupun di anak-anak sungainya, diantaranya:
Bendungan Sengguruh
Bendungan Sutami (atau yang disebut juga Waduk Ir. Sutami)
Bendungan Lahor
Bendungan Selorejo
Bendungan Wlingi
Bendungan Bening
Bendungan Serut
Semua bendungan di atas dikelola oleh Perum Jasa Tirta I
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimanakah kondisi ekosistem di Sungai Brantas ?
Yang membuktikan bahwa ekosistem sungai Brantas telah tercemar sedang, dan pembuktian tersebut telah
dibuktikan dengan menggunakan alat deteksi kualitas air sungai bio-indikator makroinvertebrata dapat
disimpulakan bahwa kualitas air sungai Brantas tercemar sedang.
PEMBAHASAN
dari hasil analisis data, didapat sungai Brantas kualitas airnya sedang. Pencemaran sungai Brantas
dikategorikan sebagai sungai tercemar. Di dalam sungai Brantas telah banyak ditemukan bahan-bahan
anorganik sampah-sampah yang sangat sulit untuk terurai. Selain itu mengapa masyarakat setempat masih
membuang sampah di sungai tersebut ? Pembahasan dari permasalahan ini memiliki inti ataupun fakta yang
sangat kental bahwa banyak sekali organisme-organisme di sungai Brantas tersebut merupakan organisme
yang merugikan dalam kehidupan manusia sebagai sumber penyakit di derah pemukiman warga. Di sungai
tersebut juga ditemukan jentik-jentik nyamuk yang mungkin dapat mengakibatkan penyakit bagi warga
setempat.
Saran
Sebaiknya warga sekitar sungai Brantas lebih bisa memelihara ekosistem sungai Brantas agar sungai Brantas
tingkat pencemarannya dapat berkurang. Dan juga warga sekitar yang tinggal di sekitar sungai lebih
meminimkan pembuangan limbah sisa rumah tangga ke sungai.
Oleh Husamah
Pengajar FKIP Biologi Universitas Muhammadiyah Malang
Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo. Sungai
kebanggaan masyarakat Jawa Timur ini memiliki luas area sekitar 12.000 km persegi dan panjang sungai
mencapai 320 km.
Sungai Brantas bersumber dari Sumber Brantas Kota Batu, tepatnya di lereng Gunung Arjuna dan
Anjasmara, lalu mengalir ke Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan akhirnya ke Surabaya
(Selat Madura atau Laut Jawa).
Jumlah penduduk di wilayah tersebut mencapai 14 juta jiwa atau 40 persen di antara total penduduk Jawa
Timur. Sungai Brantas merupakan sumber utama kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi,
kesehatan, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Namun, kondisi Sungai Brantas saat ini ternyata memprihatinkan, meski diakui fungsinya sangat besar bagi
kehidupan masyarakat. Tingkat pencemaran sungai ini telah melewati ambang batas dan berpengaruh negatif
terhadap kehidupan biota perairan serta kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai. Bahan
pencemar berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah taman rekreasi, limbah pasar, limbah hotel,
limbah rumah sakit, dan limbah industri.
Pembuangan sampah di sepanjang sempadan maupun langsung ke aliran Sungai Brantas bisa merugikan
penduduk sekitar dan di kawasan yang lebih rendah. Sampah yang menumpuk menimbulkan bau busuk
karena fermentasi, menjadi sarang serangga dan tikus, serta bisa menimbulkan kebakaran karena adanya gas
metana di tumpukan sampah.
Air yang mengenai sampah akan mengandung besi, sulfat, dan bahan organik yang tinggi ditambah kondisi
BOD (bio chemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand) yang melebihi standar air
permukaan.
Hasil pengukuran turbiditas air Sungai Brantas di Kota Malang, daerah yang masih tergolong sebagai hulu,
menghasilkan kisaran angka 14 hingga 18 mg/l. Kisaran itu telah melebihi kekeruhan maksimum (5 mg/l)
yang dianjurkan dari Baku Mutu Air pada Sumber Air Golongan A (Kep 02/MENKLH/I/1988).
Ditinjau dari rasa, air Sungai Brantas juga tidak sesuai baku mutu (Sunarhadi dkk 2001). Faktanya, terdapat
sekitar 330 ton per hari limbah cair dihasilkan dari aktivitas manusia di sepanjang DAS Brantas. Sekitar 483
industri mempunyai pengaruh secara langsung terhadap Sungai Brantas dengan kontribusi pencemaran
hingga 125 ton per hari (Antara News, 2006).
Hasil penelitian ECOTON menunjukkan, bahwa di Kali Surabaya sebagai hilir Sungai Brantas saat ini setiap
hari 74 ton BOD dibuang di kali tersebut. Pencemaran logam berat merkuri di Kali Surabaya, pada beberapa
lokasi, menunjukkan 0,09 mg/L atau 90 kali lipat dari standar ketentuan tentang peruntukan kelas air sebagai
bahan baku air minum sebesar 0,001 mg/L.
Tingkat kontaminasi bakteri e-coli juga tidak jauh berebda. Bakteri e-coli umumnya berasal dari kotoran
manusia. Bakteri e-coli di Karang Pilang dan Ngagel/Jagir mencapai 64.000 sel bakteri/100 ml contoh air.
Padahal, sebagai bahan baku air minum, jumlah e-coli dalam air tidak boleh melebihi 1.000 sel bakteri/100
ml contoh air.
Kondisi makin memprihatinkan karena bantaran DAS Brantas di Jawa Timur mengalami perubahan fungsi.
Meski kawasan bantaran sungai telah ditetapkan sebagai kawasan hijau, sebagian besar bataran sungai
beralih fungsi, tidak sesuai peruntukannya.
Tingginya tingkat pencemaran di Sungai Brantas otomatis berdampak signifikan terhadap kualitas kesehatan
masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran. Kali Surabaya sebagai hilir Sungai Brantas, contohnya.
Berdasar data RSUD dr Soetomo yang dirilis ECOTON (2008), 2-4 persen penduduk yang terdiri atas anak-
anak (0-18 tahun) mengidap kanker.
Sebanyak 59 persen adalah kanker leukemia, neuroblastoma (kanker saraf), limfoma (kanker kelenjar getah
bening), dan tumor wilms (kanker ginjal). Faktor dominan penyebab kanker adalah lingkungan, genetis,
virus, dan bahan kimia. Daerah aliran sungai yang menjadi tempat tinggal pengidap kanker ini sudah
terkontaminasi bahan pencemar, baik limbah industri, rumah tangga, maupun persawahan.
***
Kondisi Sungai Brantas yang memprihatinkan ini sudah seharusnya menjadi perhatian masyarakat dari
segala lapisan. Konservasi Sungai Brantas tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Toh,
berbagai program konservasi yang telah dilaksanakan pemerintah belum memberi hasil memuaskan karena
hanya berakhir pada konsep semata.
Jika ditinjau dari aspek kebijakan pun, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah lalai dari kewajibannya
mengelola kualitas air dan mengendalikan pencemaran di Sungai Brantas, minimal dengan melihat data dan
fakta tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah lalai dari kewajibannya untuk melindungi kawasan
bantaran sebagai kawasan lindung, sehingga mengakibatkan berdirinya bangunan-bangunan industri,
gudang, dan permukiman yang meningkatkan beban pencemaran. Tidak adanya kebijakan yang tegas tentang
bangunan di bantaran sungai mengakibatkan semakin menjamurnya permukiman warga di sepanjang
bantaran.
Dengan semakin terbatasnya kemampuan pemerintah karena meningkatnya tuntutan sektor-sektor lain atas
pembiayaan dari anggaran pembangunan, program-program konservasi DAS, tampaknya, semakin telantar.
Karena itu, sudah saatnya dipikirkan upaya keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian
pencemaran, pengawasan, serta pengelolaan Sungai Brantas. Keterlibatan ini tidak memandang usia. Anak-
anak, orang dewasa, maupun orang tua memiliki andil dalam konservasi Sungai Brantas.
Pelibatan masyarakat mungkin bisa dilakukan dengan pengembangan kampung-kampung atau desa-desa
ramah Sungai Brantas yang memiliki kepedulian untuk menjaga kualitas air Sungai Brantas. Komunitas
dalam kampung atau desa ini harus berperan aktif mengurangi tingkat pencemaran domestik sekaligus
mengontrol buangan limbah industri.
Pemuda, mahasiswa, dan pelajar adalah agen perubahan yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihan
ekosistem Sungai Brantas yang akan menjadi pionir dan agent of change di keluarga serta masyarakat
sekolah dan kampusnya. Kegiatan yang mereka lakukan bisa berupa kampanye konservasi Sungai Brantas
secara khusus dan lingkungan hidup secara umum. Baik dengan terjun langsung membersihkan sampah
sungai, menanam pohon, memanajemen sampah, atau pendekatan persuasif kepada teman-teman di sekolah,
kampus, keluarga, dan masyarakat. Jika konsep ini terlaksana dan didukung masyarakat, kita masih bisa
menaruh harapan akan masa depan Sungai Brantas. Semoga. (Sumber: Jawa Pos, 5 Januari 2010