Anda di halaman 1dari 6

KASUS KORUPSI DPRD KOTA MALANG PERIODE 2014 - 2019

Salah satu kasus korupsi yang menggemparkan publik Indonesia adalah korupsi
berjamaah yang dilakukan anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019.Sebanyak 41 orang
dari 45 orang anggota DPRD Kota Malang terlibat dalam dugaan suap pembahasan APBD-P
Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 21/03/2018 KPK menetapkan tersangka Walikota Malang M.Anton dan 18
anggota DPRD Kota Malang.Pada tanggal 23/7/2018 dilakukan pelimpahan barang bukti dan
18 orang tersangka suap.Kemudian tanggal 3/9/2018 KPK menetapkan 22 anggota DPRD
menjadi tersangka.Akibatnya agenda DPRD terhenti,salah satunya sidang paripurna LKPJ akhir
masa jabatan Walikota Malang 2013-2018, sidang paripurna pengesahan P-APBD tahun
anggaran 2018, dan pembahasan APBD induk tahun anggaran 2019.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pemberantasan korupsi senantiasa dilakukan


di Indonesia namun tidak membuat kasus korupsi selesai, hingga saat ini masih bermunculan
kasus-kasus baru.Terdapat beberapa faktor penyebab korupsi, akan kita bahas berkaitan
dengan kasus korupsi DPRD Kota Malang yaitu :

1. Faktor Politik

Dalam kasus ini, perilaku korupsi yang dilakukan adalah penyelesaian konflik DPRD dan
Pemerintah Kota Malang mengenai pembahasan APBD-P Pemkot Malang dengan cara-cara
illegal dan teknik lobi yang menyimpang, sehingga timbullah kasus penyuapan.

2. Faktor Hukum

Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang


diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga multi tafsir,
kontradiksi dengan peraturan lain.Sanksi yang dirasa terlalu ringan atau terlalu berat,
penggunaan konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, sehingga
memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak
fungsional dan mengalami penolakan.

Di samping itu, praktik penegakan hukum juga masih dipengaruhi banyak masalah
yang menjauhkan hukum dari tujuannya.Dengan lemahnya sistem perundang-undangan
dan penegakan hukum maka sangat memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana
korupsi.

3. Faktor Ekonomi

Dalam kasus ini, korupsi dilakukan oleh anggota DPRD, Walikota dan mantan pejabat
Pemkot yang notabene bukanlah orang miskin.Dengan demikian korupsi yang dilakukan
bukanlah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka namun untuk memenuhi nafsu
untuk menjadi lebih kaya, lebih berkuasa.

4. Faktor Organisasi

Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini adalah:

a. Kurang adanya teladan dari pimpinan.


b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai .
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

Organisasi dalam kasus ini adalah DPRD dan Pemkot Malang di mana Walikota dan
Ketua DPRD selaku pimpinan organisasi justru melakukan tindak pidana korupsi.Hal ini
menunjukkan semua aspek penyebab terjadinya korupsi terpenuhi.Karena dengan
pimpinan yang tidak mampu memberikan teladan baik secara otomatis anggota organisasi
akan mencontoh perilaku buruk pimpinannya, seperti yang terjadi pada kasus ini di mana
41 dari 45 orang anggota DPRD melakukan tindak pidana korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang


dinamakan The Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United
Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC:2004) adalah :

1. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi


a. Indonesia telah memiliki Lembaga yang khusus dibentuk untuk
memberantas korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi.Selain itu perlu
diperhatikan untuk memperbaiki kinerja Lembaga peradilan baik di tingkat
kepolisian, pengadilan, kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan.Banyak
kasus korupsi yang tidak terjerat hukum karena kinerja Lembaga peradilan
yang buruk.Hal ini dipengaruhi banyak factor antara lain ketidakmampuan
(unable), tidak ada kemauan (unwilling), atau tidak memiliki keinginan yang
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat
dalam perkara korupsi.
b. Kinerja Lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus
ditingkatkan.Selama ini, Lembaga ini seperti tidak punya power saat
berhadapan dengan kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
c. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik.Banyak terjadi praktek
penyuapan dalam pelayanan publik,untuk itu perlu dikeluarkan
pengumuman resmi tentang biaya yang harus dikeluarkan untuk pengurusan
paspor, SIM, IMB, dll.
d. Memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah.Dengan adanya
otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah maka korupsi tidak
hanya terjadi di Pemerintah Pusat tetapi berkembang juga di Pemerintah
Daerah.
e. Masyarakat perlu memilih dengan hati-hati dan dengan pertimbangan yang
matang saat memilih wakil rakyat saat Pemilu.Pilihlah wakil rakyat yang
berintegritas dan benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat, bukan
berjuang untuk keuntungan pribadi dan golongannya.
2. Pencegahan korupsi di sector publik
a. Mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah
kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun setelah menjabat.Hal ini
memungkinkan masyarakat untuk ikut memantau kewajaran peningkatan
jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya setelah menjabat.
b. Melakukan lelang atau penawaran terbuka untuk kontrak pekerjaan atau
pengadaan barang di pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
militer.
c. Mengembangkan sistem perekrutan pegawai negeri dan anggota militer
yang transparan dan akuntabel sehingga menutup peluang untuk terjadi
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d. Perlu dikembangkan juga mengenai sistem penilaian kinerja pegawai negeri
yang menitikberatkan pada proses dan hasil kerja akhir.Diperlukan insentif
yang positif bagi pegawai negeri yang berprestasi, baik berupa pujian dari
atasan, penghargaan, bonus dan jenis insentif lain.
3. Pencegahan sosial dan pemberdayaan masyarakat
a. Sebuah sistem harus dibangun agar masyarakat, termasuk media diberi hak
untuk meminta semua informasi yang berhubungan dengan kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.Dengan
demikian akan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan dan
melaksanakannya dengan transparan
b. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya korupsi
dengan melakukan sosialisasi dan diseminasi di ruang publik mengenai apa
itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi.Sosialisasi
ini dapat dilakukan menggunakan media massa, melakukan seminar dan
diskusi.
c. Menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan korupsi.Perlu
dikembangkan mekanisme agar masyarakat dapat dengan mudah dan
bertanggungjawab melaporkan kasus korupsi yang diketahui.Hal ini dapat
berupa pelaporan via telepon, surat, fax, e-mail, dan media internet
lainnya.
d. Perlu dipertimbangkan untuk tidak menggunakan pasal ‘fitnah’ dan
‘pencemaran nama baik’ bagi mereka yang melaporkan kasus korupsi,
dengan dasar pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar
daripada kepentingan individu.
e. Media memiliki peran khusus dalam pemberantasan korupsi.Pejabat publik
akan berpikir ulang untuk melakukan Tindakan korupsi karena menyadari
bahwa terdapat resiko bahwa perbuatan tersebut dapat terbongkar dan
diungkapkan oleh media.
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat local maupun
internasional memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku
pejabat publik.
g. Menggunakan perangkat electronic surveillance yaitu sebuah perangkat
untuk mengetahui dan mengumpulkan data dengan menggunakan
peralatan elektronik yang dipasang pada tempat-tempat tertentu.Namun di
beberapa negara, penggunaan electronic surveillance perlu persetujuan dari
masyarakat.

4. Pengembangan dan pembuatan berbagai instrumen hukum yang mendukung


pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrument hukum lain perlu


dikembangkan untuk mendukung Undang-Undang Pemberantasan Pidana
Korupsi.Salah satunya adalah Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering
atau Pencucian Uang.

Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi diperlukan UU


Perlindungan Saksi dan Korban.Untuk memberdayakan media diperlukan UU
mengenai pers yang bebas.

Diperlukan pengaturan mekanisme masyarakat yang akan melaporkan tindak


pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance agar tidak melanggar
privacy seseorang.

5. Monitoring dan evaluasi.

Dengan melakukan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau program
yang sukses dan gagal.Program yang sukses dapat dilanjutkan sedangkan yang
gagal dievaluasi untuk mendapatkan solusi perbaikannya.

6. Kerjasama internasional

Untuk memberantas korupsi dapat dilakukan dengan melakukan Kerjasama


internasional, baik Kerjasama dengan negara lain maupun dengan International
NGOs (Gerakan Lembaga Swadaya Internasional).

Indonesia berupaya aktif ambil bagian dalam masyarakat internasional untuk


mencegah dan memberantas korupsi dengan menandatangani Konvensi Anti
Korupsi pada tanggal 18 Desember 2003.Pada tanggal 18 April 2006, Pemerintah
Indonesia dengan persetujuan dari DPR telah meratifikasi konvensi ini dengan
mengesahkannya dalam UU No.7 Tahun 2006, LN 32 Tahun 2006 tentang
Pengesahan United Nations Conventions against Corruption (UNCAC), 2003.

Dalam penjelasan UU No 7 Tahun 2006 ditunjukkan arti penting dari ratifikasi


Konvensi tersebut, yaitu :

 Untuk meningkatkan Kerjasama internasional khususnya dalam melacak,


membekukan, menyita dan mengembalikan aset-aset hasil Tindakan
korupsi yang ditempatkan di luar negeri.
 Meningkatkan Kerjasama internasional dalam mewujudkan tata
pemerintah yang baik.
 Meningkatkan Kerjasama internasional dalam perjanjian ekstradisi,
bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses
pidana, dan Kerjasama penegakan hukum.
 Mendorong Kerjasama teknis dan pertukaran informasidi bawah paying
Kerjasama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup
bilateral, regional, multilateral.
Dengan telah diratifikasinya konvensi internasional maka pemerintah Indonesia
wajib melaksanakan isi konvensi internasional dan melaporkan perkembangan
pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai