Filosofi dan Kerangka Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Dinamisme dalAm Islam
Pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh
pada gerakan pembaharuan dalam Islam. Sama dengan pembaharu-pembaharu lain, ia
berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir disebabkan oleh
kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Kaum
konservatif dalam Islam berpendapat bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan
muktazilah akan membawa pada disintegrasi dan dengan demikian berbahaya bagi kestabilan
Islam sebagai kesatuan politik. Untuk memelihara kesatuan itu, kaum konservatif tersebut lari
ke syariat sebagai alat yang ampuh untuk membuat umat tunduk dan diam.
Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut
tasawuf yang mementingkan zuhud, perhatian harus dipusatkan pada tuhan dan apa yang
berada dibalik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat yang kurang
mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam.
Sebab utama ialah hancurnya Baghdad, sebagai pusat kemajuan pemikiran umat Islam
dipertengahan abad ke-13. Untuk mengelakkan disintegrasi yang lebih dalam, kaum
konservatif melihat bahwa perlu diusahakan dan dipertahankan keseragaman hidup sosial dari
seluruh umat. Untuk itu mereka menolak segala pembaharuan dalam bidang syariat dan
berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan ulama terdahulu. Pintu ijtihad
mereka tutup.
Hukum dalam Islam sebenarnya menurut iqbal, tidak bersifat statis, tetapi dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Yang
pertama berontak terhadap pendapat bahwa keempat madzhab telah membahas segala
persoalan secara final dan dengan demikian ijtihad tidak diperlukan lagi, adalah Ibnu
Taimiyah yang lahir pada tahun 1263, yaitu lima tahun sesudah jatuhnya Baghdad. Pendapat
bahwa pintu ijtihad tidak tertutup di anut kemudian oleh Muhammad Abdul Wahab. Pada
zaman modern, ijtihad telah semenjak lama dijalankan di Turki. Diantara semua Negara
Islam, berulah umat Islam Turkilah yang melepaskan diri dari belenggu dogmatisme. Dan
bangsa Turki pulalah yang mempergunakan hak kebebasan berfikir yang terdapat dalam
Islam.
Al-qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang
terdapat dalam alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang menjadi malam dan
sebagainya. Orang yang tidak peduli dan tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan tinggal
buta terhadap masa yang akan datang. Yang pada akhirnya hanya melahirkan manusia-
manusia yang memahami Al-qur’an sebatas hukum dalam syari’ah saja, tanpa menghiraukan
kemu’jizatan-kemu’jizatan lain dalm Al-qur’an, seperti i’jazul ilmi.
Konsep Islam mengenai alam adalah senantiasa berkembang. Islam menolak konsep
lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Islam mempertahankan konsep
dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia.
Kemajuan serta kemunduran di buat Tuhan silih berganti diantara bangsa-bangsa yang
mendiami bumi ini, menurut Iqbal mengandung arti dinamisme. Dan prinsip yang dipakai
dalam soal gerak dan perubahan itu adalah ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan penting
dalam pembaharuan dalam Islam.
Paham dinamisme Islam yang ditonjolkan inilah yang membuat Iqbal mempunyai
kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat
Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah bergerak, sedang
hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat Islam supaya bangun dan
menciptakan dunia baru. Karena tingginya ia menghargai gerak, hingga ia menyebut bahwa
kafir yang aktif lebih baik dari muslim yang suka tidur.
Dalam pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat bahwa baratlah yang harus dijadikan
model. Kapitalisne dan imperialism barat tidak dapat diterimanya. Barat menurut
penilaiannya, amat banyak di pengaruhi oleh materialisme dan telah mulai meniggalkan
agama. Yang harus diambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Ia tidak
suka dengan hal yang berbau materialistis, seperti telah disinggung, bahwa Muhammad Iqbal
adalah adalh seorang nasionalis India. Tapi, kemudian ia ubah pandangannya. Nasionalisme
ia tentang, karena dalam nasionalisme seperti yang ia jumpai di Eropa, ia melihat bibit
materialism dan atheisme dan menurutnya, keduanya merupakan ancaman besar bagi peri
kemanusiaan.
Kalau kapitalisme ia tolak, sosialisme barat ia terima. Ia bersikap simpatik terhadap
gerakan sosialisme ia melihat ada persamaan. Dalam hubungan ini ia pernah mengatakan
“karena Bolsyevisme tambah tuhan hampir identik dengan Islam, maka saya tidak terperanjat
kalau suatu ketika Islam menelan Rusia atau sebaliknya”. Iqbal tidak begitu saja mau
menerima apa yang datang dari barat.
Di dalam riwayat hidupnya telah di singgung bahwa Iqbal menjadi Presiden Liga
Muslimin di tahun 1930. Dlam hubungan ini baik di sebut sebelum pergi ke Eropa ia
sebenarnya adalah seorang nasionalis India. Dalam Syair-syairnya ia menyongkong kesatuan
dan kemerdekaan India, dan menganjurkan persatuan Umat islam dan Hindu di tanah air
India.
Tetapi kemudian ia rubah pandangannya. Nasionalisme ia tentang, karena dalam
Nasionalisme seperti yang ia jumpai di Eropa, ia melihat bibit materialisme dan ateisme dan
keduanya merupakan ancaman besar bagi perikemanusiaan. Nasionalisme India yang
mencakup muslim dan hindu adalah ide yang bagus, tetapi sulit sekali untuk dapat di
wujudkan. Ia curiga bahwa di belakang Nasionalisme India terletak konsep Hinduisme dalam
bentuk baru.
Di India terdapat dua umat besar, demikian Iqbal, dan dalam pelaksanaan demokrasi
barat di India, Kenyataan ini harus di perhatikan. Tuntutan umat Islam untuk memperoleh
pemerintahan sendiri, di dalam atau di luar kerajaan Inggris, adalah tuntutan yang wajar.
India pada hakekatnya tersusun dari dua bangsa, Bangsa Islam dan Bangsa Hindu. Umat
Islam India harus menuju pada pembentukan Negara tersendiri, tarpisah dari Negara Hindu di
India.
Tujuan membentuk negara tersendiri ini, ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga
Muaslimin di tahun 1930. “Saya ingi melihat punjab, daerah perbatasan utara, sindi dan
balukhistan, bergabung menjadi satu negara. “ Disinilah Ide dan tujuan membentuk negara
tersendiri di umumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat
islam india. Tidak mengherankan kalau Iqbal di pandang sebagai Bapak Pakistan. Tugas
Jinnah ialah mewujudkan cita-cita negara Pakistanmenjadi kenyataan. Nama “Pakistan”
sendiri menurut suatu sumber berasal dari seorang mahasiswa Islam India di London bernama
Khaudri Rahmat Ali; huruf P ia ambil dari punjab, A dari Afgan, K dari Khasmir, S dari
Sindi dan TAN dari Balukhistan. Menurut sumber lain nama itu berasal dari kata persia “pak”
yang berarti suci dan “stan” yang berarti negara.
Ide Iqbal bahwa umat islam india merupakan suatu bangsa dan oleh karena itu
memerlukan satu negara tersendiri tidaklah bertentangan dengan pendirinya tentang
persaudaraan dan persatuan umat islam. Ia bukanlah seorang Nasionalis dalam arti yang
sempit. Ia sebenarnya adalah seorang pan Islamis. Islam, demikian ia menjelaskan, bukanlah
Nasionalisme dan bukan pula Imperialisme, tetapi Liga Bangsa-bangsa. Islam dapat
menerima batas-batas yang memisah satu daerah dari yang lain dan dapat menerima
perbedaan bangsa hanya untuk memudahkan soal hubungan antara sesama mereka. Batas dan
pebedaan bangsa itu tidak boleh mempersempit untuk pandangan sosial umat islam. Bagi
Iqbal dunia islam seluruhya merupkan satu keluarga yang terdiri atas Republik-republik, Dan
Pakistan yang akan di brntuk adalah salah satu dari Rpublik itu.
Pengaruh Iqbal dalam pembaharuan India ialah menimbulkan faham dinamisme
kalangan umat islam dan menunjukan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan
agar sebagai umat minoritas di anak benua itu mereka dapat hidup bebas dari tekanan-
tekanan dari luar.
Iqbal menulis kajian filsafat dalam bukunya dengan tema “The Philosophical Test of
theRevelations of Religious Experience”. Dalam topic ini, tampak teori Iqbal tentang filsafat
dalam bentuk teori dinamika. Pemikiran Iqbal ini didasari dari berbagai teori ilmu alam yang
telah disampaikan oleh para tokoh dunia sebelumnya, seperti Einstein, Newton, dan
sebagainya. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini adalah dinamis.
Lebih lanjut Iqbal menjelaskan pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan akhir
setiap manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini
diawali dengan kesadaran sendiri bahwa kita ini harus bangkit dari keterpurukan. Konsep
sendiri inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal.