Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MATA KULIAH UMUM PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

KELOMPOK 5 :

1. MICHAEL ABEDNEGO (R011201053)


2. KEZIA ALEXANDER PATANDUNG (R011201113)
3. SRI INDRIANI MULIA (R011201037)
4. APRILIA DWI ARYANTI (R011201099)
5. DEWI NOVITA SARI (R011201023)
6. NURSAFITRI (R011201009)
7. NURHIKMA (R011201081)
8. AURELIE DAUD VALENTINA (R011201067)

KELAS PAN KEPERAWATAN A

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan
rahmatnya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Ucapan terima kasih yang kami ditujukan kepada Dosen Mata Kuliah Pancasila,
Bapak Rahmatullah yang telah memberikan pengarahan terkait penugasan ini melalui
berbagai media seperti via sikola, dan video penjelasan. Dalam makalah ini kami bisa
dikatakan belum mencapai tahap sempurna dalam penyusunannya, oleh karena itu kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan didalamnya. Semoga makalah ini
dapat menambah wawasan bari pembaca terutama bagi kami selaku tim penyusun makalah
ini.

Makassar, 18 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1 Pengertian paradigma...…………………. ................................................................. 2
2.2 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan social
budaya…………………….................................................................................................. 3
2.3 Macam-Macam Dari Aktualisasi Pancasila dan masalah yang sering terjadi
terkait pembangunan social budaya………………………............................................. 4
2.4 Solusi terkait Masalah yang sering terjadi terkait pembangunan social
budaya.................................................................................................................................. 5
BAB III PENUTUP .............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................10

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu
masa zaman dahulu terkait sejarah Indonesia sebelum proses dan setelah perumusan
pancasila sebagai dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan dalam
mempertahankan ekstitensi bangsa indonesia. Adapun kerajaan dan masa kebangkitan seperti
kerajaan kutai, sriwijaya, majapahit, dan masa kebangkitan indonesia.Pancasila juga
merupakan sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah mengalami
perjalanan waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu tersebut banyak hal atau
peristiwayang terjadi menemani perjalanan Pancasila, sehingga berdirilah pancasila seperti
sekarang ini didepan semua bangsa Indonesia. Mulai peristiwa pertama saat pancasila
dicetuskan sudah menuai banyak konflik diinternal para pencetusnya hingga sekarang pun di
era reformasi dan globalisasi Pancasilamasih hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan
berpendidikan terutama kalangan Politikdan mahasiswa.
Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah Pancasila adalah mengenai
awal dicetuskan nya Pancasila tentang sila pertama. Memang dari sejarahawal perkembangan
bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen masyarakatnyaterbentuk dari dua
kelompok besar yaitu kelompok agamais dalam hal ini didominasi oleh kelompok agama
Islam dan yang kedua adalah kelompok Nasionalis. Kedua kelompok tersebut berperan besar
dalam pembuatan rancangan dasar Negara kita tercinta ini. Maka, setelah banyak aspek
memperbincangkan pancasila sebagai dasar Negara ini dibuat sebagai catatan perjalanan
Pancasila dari jaman ke jaman, agar kitasenantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan
Pancasila sebagai dasar Negara, dan juga dapat digunakan untuk rnenjadi penengah bagi
pihak yang sedang berbeda pendapat tentangdasar Negara supaya ke depan kita tetap seperti
semboyan kita yaitu "Bhinneka Tunggal Ika". Terutama hal tersebut dalam penerapan nya
dalam kehidupan kita, Termasuk di lingkungan sekitar kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari paradigma?
2. Bagaimana pancasila sebagai paradigma pembangunan?
3. Apa saja macam-macam dari aktualisasi pancasila?
1.3 Tujuan
1
1. Mengetahui pengertian dari paradigma

2. Mengetahui panacasila sebagai paradigma pembangunan


3. Mengetahui solusi dalam menghadapi masalah terkait pembangunan social budaya

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian paradigma

Istilah “Paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama
dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun
dalam bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution” paradigma juga
merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum (merupakan
suatu sumber nilai). Sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, seru
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter
ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma itu juga sendiri merupakan asumsi-asumsi dasar dan
asumsi-asumsi nilai (merupakan sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum,
metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan yang menentukan sifat, ciri serta karakter
ilmu pengetahuan sendiri.
Arti paradigma ditinjau dari asal-usul dari beberapa bahasa diantaranya, menurut bahasa
inggris paradigma berarti keadaan lingkungan. Sedangkan menurut bahasa yunani paradigma
yakni „para‟ yang berarti disamping, disebelah, dan dikenal. Kemudian menurut kamus
psikologi paradigma diartikan sebagai satu model atau pola mendemonstrasikan semua fungsi
yang memungkinkan dari apa yang tersajikan.
Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya hasil-
hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu kemungkinan
yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori yang telah ada, dan jikalau
demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoretis
sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali meng-kaji paradigma
dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji
dasar ontologis.
2
Misalnya dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil
penelitian inilah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan
masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik maka
temyata hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek
saja dari objek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Oleh karena itu kalangan ilmuwan sosial
kembali mengkaji paradigm ilmu tersebut yaitu manusia. Berdasarkan hakikat-nya manusia
dalam kenyataan objektifnya bersifat ganda bahkan multidimensi.
2.2 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan social budaya
Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya
adalah mendasarkan pembangunan sosial budaya berdasarkan nilainilai yang telah ada dalam
masyarakat. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat pada hakikatnya merupakan dasar dari
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam rangka pembangunan social budaya,
Pancasila merupakan sumber normatif yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Menjadikan warga Negara menjadi masyarakat yang beradab dan
berbudaya. Pada era globalisasi, nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat sudah
mulai tertimbun oleh budaya-budaya barat yang masuk ke Indonesia. Nyaris semua penduduk
Indonesia terpengaruh oleh budaya-budaya tersebut baik itu budaya yang bersifat positive
maupun budaya yang negative. Dengan masuknya berbagai budayabudaya baru, masyarakat
mulai meninggalkan nilai-nilai budaya yang telah berkembang dalam ruang lingkupnya dan
mereka lebih memilih budaya-budaya bangsa barat yang bahkan tidak sesuai dengan
nilainilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut membuat masyarakat memiliki sifat-
sifat biadab,contohnya seperti gaya berpakaian yang meniru bangsa barat, berbagai macam
tarian-tarian bangsa barat yang mengandung unsur pornografi, dan lain sebagainya. Sudah
menjadi tugas pemerintah untuk mengingatkan serta mengarahkan masyarakat untuk kembali
menerapkan aspek budaya yang berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai ketuhanan, dan
nilai keberadaban.
2.3 Masalah Aktualisasi Pancasila dan masalah yang sering terjadi
terkait pembangunan social budaya
Aktualisasi pancasila di masa kini sering sekali menjadi pertanyaan. Apakah beda nilai
pancasila masih digunakan di era yang telah menginjak lebih dari 70 tahun sejak pancasila
dibuat. Pancasila hingga saat ini menjadi ideologi atau cara pandang bangsa indonesia.
Itulah salah satu bukti bahwa pancasila masih di jalankan hingga sekarang ini. Apabila telah
tidak ada aktualisasi pancasila, maka pancasila tak lain hanyalah sekedar lambang bagi
negara indonesia ini. Aktualisasi pancasila merupakan penuangan nilai-nilai pancasila ke
3
dalam norma-norma yang berlaku di kehidupan berbangsa dan juga bernegara. Permasalhan
utama dalam aktuliasasi pancasila ialah bagaimana wujud realisasi nilai-nilai pancasila yang
universal ke dalam norma yang terkait langsung dengan nilai pancasila dalam
penyelenggaraan pemerintah negara. Pancasila juga sebagai dasar filsafat negara, pandangan
hidup bangsa serta ideologi bangsa dan negara, bukanlah hanya merupakan rangkaian kata –
kata yang indah namun harus diwujudkan dan di aktualisasikan dalam berbagai bidang dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan
atas dua macam yaitu aktualisasi objektif dan subjektif.
1. Aktualisasi Pancasila Objektif
Aktualisasi pancasila objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan
kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain meliputi legislatif, eksekutif,
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik,
ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undangundang, GBHN, pertahanan
keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Pancasila Subjektif
Aktualisasi pancasila subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama
dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat. Aktualisasi yang
subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat penyelenggara Negara,
penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar
memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Kemiskinan: dilema, konsep, dan dampaknya
Kesulitan dalam memahami masalah kemiskinan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan masalah ini tak kunjung selesai. Berbagai upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memberantas masalah tersebut, mulai dari pemberian bantuan langsung
tunai (BLT), memberikan kredit kepada masyarakat miskin, dan lain-lain, namun masih jauh
dari harapan. Kesulitan tersebut terjadi disebabkan dua hal, yaitu pertama, kesulitan dalam
mengukur dan mengoperasikan konsep kemiskinan dan kedua, kesulitan dalam menentukan
asal usul masalah kemiskinan tersebut (Yanagisawa, 2011).
Pertama, kesulitan mengukur dan mengoperasikan konsep kemiskinan. Hal ini terjadi karena
dua hal. Pertama, kemiskinan selalu digambarkan sebagai keadaan seseorang atau kelompok
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar karena tidak memiliki sumberdaya yang
memadai. Ketika konsep ini digunakani untuk mengukur kemiskinan seseorang atau
kelompok, maka pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat menentukan apa kebutuhan
4
dasar individu atau kelompok. Menurut Karelis dalam Yanagisawa (2014) bahwa kebutuhan
dasar manusia bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan fisik saja, melainkan kebutuhan non
fisik juga termasuk kebutuhan dasar manusia seperti martabat, harga diri, interaksi sosial,
kesetiakawan dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam mengukur kemiskinan kita tidak hanya
memakai indikator-indikator ekonomis semata, melainkan juga memakai indikator yang non
ekonomi. Kedua, terkait dengan pengalaman subjektif individu atau kelompok yang berbeda
terhadap kondisi kemiskinan. Hal ini membuat kita kesulitan dalam mengukur dan
mengoperasikan konsep kemiskinan kepada individu atau kelompok, karena kemiskinan yang
mereka alami bervariasi antara satu orang dengan orang lain atau antara satu kelompok
dengan kelompok lain. Menurut Yanagisawa (2014), penyebab pengalaman subjektif yang
bervariasi disebabkan adanya wacana sosial ekonomi yang di internalisasi dalam diri mereka.
Sehingga mereka memiliki pengalaman yang berbeda terhadap kondisi kemiskinan.
Misalnya, budaya Chuuk Mikronesia, dimana orang-orang tersebut tidak memiliki air bersih
dan listrik, namun mereka tidak merasa dalam kondisi miskin.

Kedua, yaitu kesulitan dalam menentukan asal usul kemiskinan. Dalam konteks ini, terkait
dengan pandapat para ahli yang berbeda dalam menentukan faktor-faktor penyebab
kemiskinan. Dalam perspektif makro, kemiskinan di pandang sebagai efek dari struktur
masyarakat seperti struktur sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang bersifat eksploitatif
(lihat Cecchini, 2014; Yanagisawa, 2014). Sedangkan dalam perspektif mikro, kemiskinan
dipandang sebagai efek dari individu itu sendiri, dimana individu tersebut tidak memiliki jiwa
kewirausahaan, malas, berorientasi masa lalu, dan bersifat eksklusif (Yanagisawa, 2014).
Dari penjelasan di atas, menunjukan bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah yang
bersifat multidimensional (Nugroho, 1999; Yanagisawa, 2011). Di mana semua aspek
kehidupan dapat terjangkiti oleh virus ini, baik aspek sosial, politik, ekonomi, budaya bahkan
aspek non fisik dari manusia itu sendiri. Menurut Yanagisawa (2014), meskipun sulit untuk
mendefinisikan konsep kemiskinan dengan tepat, akan tetapi kita harus mendefinisikannya,
karena dengan mendefinisikan kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya
sehingga kita dapat menemukan solusi untuk mengatasinya.
Bank Dunia (World Bank)mendefinisikan kemiskinan adalah ketidakmampuan individu atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka atau tidak memiliki cukup
sumberdaya (Kiggundu, 2012). Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup manusiayaitu
terutama pada pendapatan dan konsumsi, kemudian pada aspekpendidikan, kesehatan dan
5
kepemilikanaset. Disini kemiskinan dipandang sebagai kurangnya pendapatan masyarakat.
Oleh karena itu, Bank Dunia menggunakan ukuran 1 atau 2 US$ sebagai pendapatan perhari
masyarakat untuk membedakan antara masyarakat miskin dan tidak miskin. Sedangkan
menurut Singh (2012), kemiskinan dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kemiskinan
absolutdan kemiskinan relative.Kemiskinanabsolute adalah ketidakmampuan untuk
memenuhi atau membelikebutuhan dasar, yang biasanya mencakup air bersih, nutrisi,
perawatan kesehatan, pendidikan, sandang dan papan. Kemiskinan tersebut, berkaitan dengan
pendapatan seseorang yang dibawah garis kemiskinan yang di tetapkan oleh suatu negara.
Sedangkan kemiskinan relatifadalah kondisi miskin yang dialami oleh individu atau
kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat atau negara. Dari
pembagian tersebut, Singh (2012) berkesimpulan bahwa kemiskinanterjadi disebabkan faktor
ekonomi yaitu kurangnya harta atau material (uang).

Berbeda dengan Hatta dan Ali (2013), yang menganggap bahwa


kemiskinanmerupakanpenggabungan dari berbagai aspek yang bukan hanya berkaitan dengan
kurangnya pendapatan atauterbatas padafenomena individu. Mereka memandang bahwa
kemiskinan terjadi karena adanya dampak sosial dan psikologis yang
merugikansepertikekerasan dalam rumah tangga, kejahatan, investasi sosial yang dirasakan
tidak memadai, masalah modal manusia, pemberian pelayanan yang tidak adil dan partisipasi
politik yang lemah. Dari pendapat tersebut, maka untuk mendefinisikan kemiskinan mereka
mengusulkan harus sesuai dengan konteks negara yang bersangkutan (Hatta & Ali, 2013).
2.4 Solusi terkait Masalah yang sering terjadi terkait pembangunan social budaya

Pembangunan sosial (social development) sebagai alternative pengentasan kemiskinan


Sebagai pendekatan, pembangunan sosial bukanlah sebuah konsep baru, pendekatan ini hadir
di akhir 1970 an sebagai sebuah wacana yang bertujuan untuk menghilangkanbeberapaekses
negative dari pembangunan ekonomi yang tidak diinginkan seperti kesenjangan sosial dan
ekonomi, disintegrasi sosial dan lain-lain(Zuvekas, 1979 dalam Pillai dan Gupta, 2009; Chua
dkk, 2010). Bagi beberapa orang, pembangunan sosial dipahami sebagaipengembangan
lembaga-lembaga sosial yang efisien yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Selain itu,
pembangunan sosialjuga dipahami sebagaipencapaian kualitas kehidupan yang diinginkan.

6
Hal ini menunjukan bahwa pembangunan sosial mengacu pada pengembangan masyarakat
secara keseluruhan.

Midgley(1997) mendefinisikanpembangunan sosial sebagai suatu proses perubahan sosial


yang terencana, yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu
keutuhan, di mana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika
proses pembangunan ekonomi.Dari definisi tersebut, Midgley tidak mendikatomikan antara
pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Sebab pembangunan ekonomibertujuan
untuk mempercepat mobilitas sosial dan ekonomi suatu masyarakat dengan atribut yang
dinilai secara ekonomis, sedangkan pembangunan sosialbertujuanuntuk memfasilitasi
partisipasimasyarakat di semua lembaga social. Drolet dan Sampson (2014)mengatakan
bahwa pembangunan sosialmerupakan sebuah pendekatan yang unik karena menggabungkan
berbagai unsur sosial dalam masyarakat untuk meningkatkan kapasitas individu, keluarga,
masyarakat daripada hanya mengandalkan pembangunan ekonomi saja. Bukan berarti
pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi merupakan dua entitas yang saling
berlawanan, melainkan keduanya dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan (Gray, 2006; Healy, 2008; Midgley, 1995, dalam Drolet dan Sampson,
2014).

Konsep pembangunan sosial juga sering dipertukarkan dengan konsep kesejahteraan


sosial.Karena dalam konsep kesejahteraan sosial, kesejahteraan masyarakat tidak hanya di
ukur dengan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat (misalnya pendapatan, pendidikan,
dan kesehatan), melainkan ketika masyarakat dapat mengelolah masalah-masalah sosial
(misalnya kemiskinan, kriminalitas, dll) dan meningkatnya peluang masyarakat dalam
berpartisipasi (Midgley dalam Adivar dkk, 2010). Untuk melakukan hal tersebut, maka
dibutuhkan peningkatan kapasitas individu dan masyarakat. Dengan meningkatnya kapasitas
individu dan masyarakat maka mereka akan mampu memenuhi kebutuhan dasar, mengelolah
masalah-masalah sosial, dan mampu memaksimalkan peluang yang ada.

1. Untuk itu, dalam mewujudkan tujuan pembangunan sosial diperlukan strategi yang
dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Midgley
(1997) mengemukakan ada 3 (tiga) strategi utama yaitu: Pembangunan Sosial melalui
Individu (social development by inddividuals), di mana strategi ini bertujuan untuk

7
2. membangun kemampuan individu-individu dalam masyarakat agar individu-individu
tersebut bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini lebihmengarah
pada pendekatan individualis atau 'perusahaan'(individualist or enterprise approach).
3. Pembangunan Sosial melalui Komunitas (Social Development by Communitites), di
mana dalam strategi ini masyarakat secara bersama-sama mengembangkan
komunitaslocalnya.Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama
pendekatankomununitarian (communitarian approach).
4. Pembangunan Sosial melalui pemerintah (Social Development by Government), di
mana lembaga-lembaga dalam organisasi pemerintahan melakukan atau menjalankan
pembangunan social. Pendekatan ini lebih dikenal dengan namapendekatan statis
(statist approach).

Dalam konteks Indonesia, ketiga strategi diatas harus digunakan sekaligus. Artinya, ketika
pemerintah melakukan pembangunan social dalam rangka mengentaskan masalah
kemiskinan, maka peran-peran dari swasta dan sektor ketiga (masyarakat madani) harus
dilibatkan. Sehingga, dalam menangani permasalahan kemiskinan dapat berjalan secara
efektif masalah kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Untuk itu
dalam mengentaskannya kita tidak hanya berfokus pada pembangunan ekonomi semata
seperti di praktekan oleh banyak negara, salah satunya negara Indonesia. Melainkan
pembangunan social juga harus di perhitungkan, karena pendekatan ini hadir sebagai respons
atas kegagalan pembangunan ekonomi. Cox dan Pawar dalam Drolet dan Sampson (2014),
mengemukakan bahwa pembangunan sosialmerupakan sebuah pendekatan yang berpusat
pada manusia, dimana kesejahteraan masyarakat lebih di utamakan ketimbang struktur dan
system. Artinya, dengan meningkatkannya kemampuan individu, komunitas, dan masyarakat
dipastikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan terwujud.

8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu
masa zaman dahulu terkait sejarah Indonesia sebelum proses dan setelah perumusan
pancasila sebagai dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan dalam
mempertahankan ekstitensi bangsa indonesia. Dalam proses reformasi dewasa ini nilai-nilai
pancasila merupakan suatu pangkal tolak baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum
serta kebijakan internasional dewasa ini.
Hal inilah dalam wacana ilmiah dewasa ini diistilahkan bahwa pancasila sebagai paradigm
dalam kehidupan berbangsa dan negara. Istilah paradigma merupakan suatu asumsi-asumsi
dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai).

9
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Calam dan Sobirin, “Pancasila sebagai kehidupan berbangsa dan
bernegara”, Jurnal SAINTIKOM, Volume 4, No. 1, Januari 2008.

Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi , Bandung:


Alfabeta, 2012.

Lubis, Maulana Arafat, pembelajaran PPKn di SD/MI Implementasi


pendidikan abad ke 21, Medan: Akasha Sakti, 2018.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma Offeet, 2010.

Rahayu, Ani Sri, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jakarta:


Bumi Aksara, 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai