Anda di halaman 1dari 16

Vol.

VI, Edisi 21, November 2021

Perbaikan Neraca Dagang Melalui


Pengembangan Hortikultura
Berorientasi Ekspor
p. 3

Evaluasi Penurunan Emisi Gas


Rumah Kaca di Sektor Kehutanan
p. 7

Evaluasi Pelaksanaan BLT-Dana


Desa di Masa Pandemi Covid-19
p. 12

ISO 9001:2015
Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685
Dewan Redaksi
Penanggung Jawab Redaktur
Editor
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., Dwi Resti Pratiwi
Marihot Nasution
M.Si. Ratna Christianingrum
Riza Aditya Syafri
Pemimpin Redaksi Ade Nurul Aida
Satrio Arga Effendi
Rendy Alvaro Ervita Luluk Zahara

Perbaikan Neraca Dagang Melalui


Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor p.3
DI tengah masa kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada hampir
semua sektor perekonomian, realisasi nilai ekspor hortikultura tahun 2020 mampu
tumbuh sebesar 41,45 persen dibandingkan tahun 2019. Namun jika melihat lebih
jauh, dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2020 neraca dagang hortikultura
Indonesia secara umum masih terus mengalami defisit. Dihadapkan oleh berbagai
permasalahan dan tantangan, pemerintah terus berupaya memperbaiki defisit
neraca dagang melalui berbagai program dan kebijakan dalam mengembangkan
hortikultura berorientasi ekspor.

Evaluasi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di


p.7 Sektor Kehutanan
SEKTOR kehutanan/Forestry and Other Land Use (FOLU) merupakan salah
satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) secara nasional yaitu
sebesar 50 persen. Hal ini disebabkan oleh kebakaran hutan dan gambut. Upaya
menurunkan emisi GRK telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) melalui restorasi dan pemulihan lahan gambut, Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (RHL), pengurangan laju deforestasi dan pengendalian
kebakaran hutan. Namun upaya tersebut masih belum optimal.

Evaluasi Pelaksanaan BLT-Dana Desa di Masa


Pandemi Covid-19 p.12
SALAH satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka memulihkan perekonomian
yang disebabkan oleh adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah
membuat kebijakan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Namun,
selama pelaksanaan penyaluran BLT-Dana Desa, masih ditemukan beberapa
permasalahan seperti permasalahan dalam proses pendataan, keterbatasan
Pendamping Lokal Desa (PLD) sebagai tim pengawas, ketidaktepatan sasaran,
dan keterbatasan infrastruktur. Meskipun begitu, pemerintah tetap harus
memerhatikan kendala yang akan terjadi agar pelaksanaan program dapat
sesuai dengan tujuan yang diharapkan salah satunya dengan koordinasi dan
sinergitas yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemda, Pemerintah Desa, LKB,
dan Kementerian terkait.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak
Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

2 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


Perbaikan Neraca Dagang Melalui
Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor
oleh
Andriani Elizabeth*)
Nadya Ahda**)
Abstrak
Di tengah kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada hampir semua
sektor perekonomian, realisasi nilai ekspor hortikultura tahun 2020 mampu
tumbuh sebesar 41,45 persen dibandingkan tahun 2019. Namun jika melihat lebih
jauh, dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2020 neraca dagang hortikultura
Indonesia secara umum masih terus mengalami defisit. Dihadapkan oleh berbagai
permasalahan dan tantangan, pemerintah terus berupaya memperbaiki defisit
neraca dagang melalui berbagai program dan kebijakan dalam mengembangkan
hortikultura berorientasi ekspor.

D
i tengah kontraksi pertumbuhan melihat data kurun waktu tahun
ekonomi, sektor pertanian 2010 hingga 2020, neraca dagang
mampu memberikan capaian hortikultura Indonesia secara umum
gemilang atas peningkatan produksi belum mencapai keseimbangan
dan pertumbuhan ekspor selama yang diharapkan. Lebih lanjut, tulisan
pandemi Covid-19. Salah satu subsektor ini akan mengurai kinerja neraca
pertanian yang berkontribusi terhadap dagang komoditas hortikultura, dan
pencapaian tersebut adalah hortikultura. pengembangan hortikultura berorientasi
Hortikultura merupakan salah satu ekspor sebagai salah satu upaya
subsektor pertanian potensial, pemerintah untuk mendorong perbaikan
yang didorong untuk meningkatkan kinerjanya.
kesejahteraan petani, ekonomi daerah, Kinerja Neraca Perdagangan
ekonomi nasional serta meningkatkan Hortikultura Tahun 2010-2020
devisa negara melalui ekspor. Pada
tahun 2020, subsektor hortikultura Neraca perdagangan subsektor
mampu bertumbuh 4,17 persen di hortikultura secara umum masih
tengah pertumbuhan ekonomi yang mengalami defisit selama 10
terkontraksi hingga negatif 2,07 tahun terakhir dengan tren yang
persen (BPS, 2021). Subsektor ini juga fluktuatif (Gambar 1). Namun, rata-
berkontribusi terhadap PDB pada tahun rata pertumbuhan tahunan ekspor
2015-2020 sebesar 1,52 persen per hortikultura Indonesia mencapai 7,17
tahunnya. persen per tahun selama periode
tersebut. Angka ini berada sedikit di
Dari sisi perdagangan, ekspor bawah rata-rata laju pertumbuhan
hortikultura mampu tumbuh positif nilai impor sebesar 7,37 persen.
di tengah ekspor nasional yang Secara detail, realisasi defisit neraca
terkontraksi sebesar negatif 2,61 dagang terbesar terjadi pada tahun
persen pada tahun 2020. Data 2019 yang dipengaruhi oleh nilai
Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura tukar, pertumbuhan ekonomi dunia,
(2021) menunjukkan bahwa realisasi harga komoditas dunia dan kebijakan
nilai ekspor hortikultura tahun 2020 perdagangan suatu negara. Perbaikan
bertumbuh sebesar 41,45 persen defisit nilai neraca dagang hortikultura
dibandingkan tahun 2019 (Ditjen terbesar terjadi pada tahun 2020,
Hortikultura,2021). Namun, apabila
*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: andrianielizabeth16@gmail.com
**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: nadya.ahda@dpr.go.id

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 3


dengan realisasi nilai ekspor mencapai mayoritas diusahakan oleh petani
USD645 juta yang meningkat pesat dengan skala kecil yang tersebar
dibandingkan tahun 2019. Hal ini dan merupakan pekerjaan sambilan
kemudian didukung dengan penurunan (Balitbang Pertanian, 2014), ditambah
nilai impor hortikultura pada tahun 2020 dengan sangat beragamnya varietas
yang menurun sebesar 10,03 persen produk hortikultura membuat hal
dibanding tahun 2019. Sehingga, defisit tersebut menjadi kendala terkait efisiensi
neraca dagang hortikultura Indonesia produksi usaha.
pada tahun 2020 menurun sebesar
21,21 persen dibandingkan tahun 2019. Kedua, kendala manajemen produksi
Penurunan ini dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi petani. Manajemen
pandemi yang terjadi sepanjang tahun produksi tidak hanya terkait dengan
2020. bagaimana agar produksi dan kebutuhan
dapat membentuk keseimbangan
Gambar 1. Anggaran Pembangunan Rendah Karbon (PRK)
Sektor Kehutanan dan Lahan Tahun 2018-2020 (Rp miliar)
dinamis, namun yang tidak kalah penting
adalah terkait mutu dan kualitas produk.
Kemampuan produksi petani hortikultura
Indonesia pada umumnya belum sebaik
petani di negara-negara maju, yang
masih dilakukan secara konvensional
dengan ketergantungan terhadap iklim
dan cuaca yang sangat tinggi (Ditjen
Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah.
Hortikultura, 2020). Hal ini kemudian
tidak didukung dengan penggunaan
Secara detail, realisasi ekspor teknologi pertanian yang mumpuni, yaitu
hortikultura masih bertumpu pada rendahnya kualitas SDM untuk inovasi
komoditas tanaman buah dan sayuran, iptek, rendahnya pemanfaatan inovasi
dengan jumlah total produksi yang besar teknologi hortikultura dan lemahnya
dan adanya kebutuhan pada pasar dukungan kebijakan pemerintah
internasional. Komoditas unggulan terhadap iptek dan inovasi teknologi
tersebut antara lain: nanas, pisang, hortikultura (Balitbang Pertanian,
cabai, bawang merah dan kentang. 2014). Berbagai kondisi tersebut akan
Mayoritas dari komoditas tersebut menimbulkan masalah-masalah baru,
diekspor ke beberapa negara di Asia seperti potensi kehilangan hasil panen
Tenggara, Hongkong, China, Amerika dan rendahnya mutu produk. Selain itu,
Serikat dan Saudi Arabia. Sedangkan minimnya pemanfaatan teknologi dan
impor produk hortikultura mayoritas bergantung pada sumber daya manusia
didominasi oleh bawang putih dan buah- membuat biaya produksi menjadi
buahan subtropis yang tidak diproduksi cukup tinggi sehingga nilai daya saing
oleh Indonesia (Ditjen Hortikultura,2021). produk, belum kompetitif baik di dalam
Neraca dagang yang terus mengalami negeri maupun di pasar global (Ditjen
defisit merupakan indikasi bahwa Hortikultura, 2020).
berbagai program dan kebijakan Ketiga, rendahnya komitmen
pengembangan hortikultura belum pemerintah terhadap pengembangan
optimal sehingga pemenuhan kebutuhan hortikultura. Salah satu penyebab
domestik masih bertumpu pada impor. rendahnya daya saing produk Indonesia
Tingginya impor hortikultura merupakan di pasar global adalah kurangnya
akibat dari tingginya permintaan untuk inovasi untuk memperbaiki ragam,
konsumsi, namun belum diimbangi dari produktivitas dan kualitas barang
sisi produksi dalam negeri. Kondisi ini serta penyampaiannya (Balitbang
sekurang-kurangnya disebabkan oleh Pertanian, 2014). Masalah ini dapat
tiga faktor fundamental. Pertama, sifat dipecahkan salah satunya dengan
dari usaha tani hortikultura Indonesia dukungan anggaran penelitian dan
4 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021
pengembangan, baik yang bersumber Pengembangan Hortikultura Orientasi
dari pemerintah maupun pihak swasta. Ekspor Sebagai Salah Satu Jalan
Namun realitanya, anggaran pemerintah Keluar
dan perusahaan Indonesia untuk
penelitian dan pengembangan masih Salah satu upaya terbaru pemerintah
rendah, serta manajemen anggaran untuk memperbaiki kinerja ekspor
yang bersifat tahunan yang tidak cocok hortikultura adalah melalui
dengan kebutuhan penganggaran Pengembangan Hortikultura Berorientasi
penelitian yang bersifat multi years Ekspor. Program tersebut merupakan
(Balitbang Pertanian, 2014). salah satu program prioritas yang
Tabel 1. Realisasi Anggaran Ditjen Hortikultura Tahun dikoordinasikan oleh Kementerian
2015-2020 Koordinator (Kemenko) Bidang
Perekonomian yang bersinergi dengan
Kementan, Pemerintah Daerah, pihak
swasta (PT. Great Giant Pineapple),
serta stakeholder lain yang terkait.
Dalam hal ini Kementan mendukung
pelaksanaan program melalui
pendampingan dari sisi hulu dengan
peningkatan teknologi dan akses.
Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Hortikultura, diolah. Pengembangan hortikultura berorientasi
Hal ini salah satunya terlihat dari ekspor dilakukan melalui pengembangan
realisasi investasi sektor pertanian. kawasan sentra produksi komoditas
Realisasi investasi subsektor unggulan daerah yang diarahkan untuk
hortikultura merupakan yang paling peningkatan ekspor dan substitusi impor
kecil dibandingkan subsektor pertanian (ekon.go.id, 2021).
lain. Pada periode 2015-2019, realisasi Sejauh ini program tersebut sudah
investasi subsektor hortikultura hanya berjalan di tujuh lokasi sejak tahun
0,16 persen dibandingkan subsektor 2020. Ketujuh lokasi tersebut adalah
perkebunan yang mencapai 95,51 Kabupaten Tanggamus, Jembrana,
persen (Kementerian Pertanian, 2020). Blitar, Bondowoso, Ponorogo, Bener
Masih rendahnya komitmen tersebut Meriah dan Garut. Meski program ini
juga terlihat dari rata-rata alokasi bertujuan untuk meningkatkan produksi,
anggaran Ditjen Hortikultura dalam kualitas, dan kontinuitas produk
kurun waktu tahun 2015-2020 yang hortikultura, namun sejauh ini ketujuh
hanya 4,55 persen per tahun dari kawasan tersebut baru dikembangkan
total anggaran Kementan. Realisasi sebagai kawasan penanaman
penyerapan anggaran juga cenderung pisang. Pemilihan komoditas pisang
belum terserap secara optimal dengan dianggap tepat untuk saat ini, dengan
rata-rata realisasi masih di bawah pertimbangan pisang merupakan
95 persen setiap tahunnya (Tabel 1). salah satu komoditas hortikultura
Apabila melihat realisasi penyerapan unggulan terbesar Indonesia yang
dari 6 kegiatan utama, dapat diketahui dilihat dari volume produksi nasional
bahwa pada beberapa tahun tertentu, dan luas panen yang besar. Indonesia
realisasi anggaran terhadap kegiatan juga merupakan salah satu negara
yang bertujuan untuk memberikan pengekspor pisang dunia dan negara
kontribusi signifikan terhadap hasil produsen pisang nomor 7 di dunia
produksi (kegiatan peningkatan produksi (Ditjen Hortikultura, 2021).
dan pengembangan sistem perbenihan)
justru paling rendah penyerapannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan
Hal ini tentu menjadi salah satu faktor kualitas produk dalam mendukung
yang memengaruhi produktivitas setiap program tersebut adalah dengan
tahunnya. menerapkan Global Good Agriculture

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 5


Practice (GAP). Prosedur ini merupakan GMO (Indonesia.go.id, 2021). Dalam
syarat agar produk hortikultura pengembangannya, terdapat beberapa
Indonesia dapat masuk ke pasar global. tantangan yang dihadapi produk pisang
Prosedur GAP mewajibkan agar produk Indonesia agar bisa masuk pasaran
memenuhi enam indikator, antara lain: global yaitu produktivitas pisang masih
proses produksi yang higienis, bebas rendah namun biaya produksi cukup
residu pestisida, menerapkan sistem tinggi, kualitas produk pisang tidak
traceability, menjamin keamanan konsisten, produk tidak bisa dilacak
dan kesejahteraan pekerja, produksi catatan perlakuannya dan tidak memiliki
ramah lingkungan, dan menerapkan sertifikasi mutu untuk pasar internasional
sistem dalam mengatur produk (Indonesia.go.id, 2021).

Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, terdapat beberapa hal yang
harus menjadi perhatian untuk meningkatkan ekspor dan memperbaiki kinerja
neraca dagang subsektor hortikultura. Pertama, memperkuat pengembangan
subsektor hortikultura melalui peningkatan dukungan anggaran penelitian dan
pengembangan dalam mendorong pemanfaatan inovasi teknologi pada berbagai
produk subsektor hortikultura unggulan. Dukungan tersebut juga termasuk
dukungan bagi petani dalam pemenuhan teknologi pertanian yang mumpuni dan
peningkatan kualitas SDM dalam penguasaan iptek. Kedua, mendorong peran
swasta melalui peningkatan investasi langsung ke subsektor hortikultura, dengan
tetap mengedepankan transfer knowledge and technology dalam implementasinya.
Ketiga, pengembangan hortikultura berorientasi ekspor sebaiknya tidak hanya
berfokus pada komoditas pisang, namun juga dilakukan untuk komoditas ekspor
unggulan lainnya seperti nanas, cabai, bawang merah dan kentang. Upaya
perbaikan tersebut juga harus memperhatikan keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan domestik dalam mengurangi impor dengan peningkatan kinerja ekspor.

Daftar Pustaka 2024. Jakarta:Kementerian Pertanian.


BPS. 2021. Tabel Dinamis Subjek Kemenko Bidang Perekonomian. 2021.
Produk Domestik Bruto (Lapangan Pengembangan Hortikultura Berorientasi
Usaha). Diakses dari https://www.bps. Ekspor Tingkatkan Produktivitas,
go.id/subject/11/produk-domestik-bruto-- Kualitas dan Kontinuitas Produk
lapangan-usaha-.html#subjekViewTab5. Hortikultura. Diakses dari: https://www.
ekon.go.id/publikasi/
Ditjen Hortikultura. 2021. Laporan
Tahunan 2020 Ditjen Hortikultura. Kementerian Keuangan. (2021).
Jakarta. Nota Keuangan Beserta Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
_____. 2020. Evaluasi Kinerja Ditjen 2020 dan 2021.
Hortikultura Tahun 2019. Jakarta.
Kementerian Keuangan. (2021).
_____. 2019. Rencana Strategis Nota Keuangan Beserta Rancangan
Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja
2020-2024. Jakarta. Negara Tahun 2020 dan 2021.
____. 2014. Rencana Strategis Portal Informasi Indonesia. 2021.
Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Memoles Pisang Jadi Andalan Ekspor.
2015-2019. Jakarta. Diakses dari https://Indonesia.go.id/
Kementerian Pertanian. 2020. Rencana kategori/komoditas.
Strategis Kementerian Pertanian 2020-

6 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


Evaluasi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
di Sektor Kehutanan
oleh
Linia Siska Risandi*)
Robby Alexander Sirait**)
Abstrak
Sektor kehutanan/Forestry and Other Land Use (FOLU) merupakan salah
satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) secara nasional yaitu
sebesar 50 persen. Hal ini disebabkan oleh kebakaran hutan dan gambut. Upaya
menurunkan emisi GRK telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) melalui restorasi dan pemulihan lahan gambut, Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (RHL), pengurangan laju deforestasi dan pengendalian
kebakaran hutan. Namun upaya tersebut masih belum optimal.

I
ndonesia telah mencanangkan menyumbang 50 persen emisi GRK
pembangunan rendah karbon berikutnya diikuti oleh sektor energi
(low carbon development) dalam 34 persen, limbah 7 persen, pertanian
Rencana Pembangunan Jangka 6 persen, dan Industrial Processes
Menengah (RPJMN) 2020-2024, and Product Use/IPPU 3 persen.
serta berkomitmen untuk mengurangi Indonesia menargetkan di tahun 2030
emisi dalam Nationally Determined nanti serapan emisi karbon di sektor
Contribution (NDC) sebesar 29 persen kehutanan dan lahan sudah berimbang
dengan upaya sendiri, dan 41 persen atau bahkan lebih tinggi dari pada
dengan dukungan internasional pada tingkat emisinya. Berdasarkan latar
tahun 2030. Namun di tengah komitmen belakang tersebut, artikel ini akan
tersebut, sektor kehutanan dan lahan membahas tentang perkembangan emisi
merupakan sektor yang memberikan GRK dan evaluasi upaya penurunan
kontribusi terbesar emisi gas rumah emisi GRK di sektor kehutanan dan
kaca (GRK) nasional. Sektor kehutanan lahan.
Gambar 1. Emisi GRK Sektor Kehutanan/FOLU Tahun 2009-2019 (juta ton CO2e)

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, 2020, diolah.


*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: liniasiskarisandi@gmail.com
**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: robby.sirait@dpr.go.id

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 7


Perkembangan emisi GRK di sektor pada tahun 2019. Hal ini dikarenakan
kehutanan selama periode tahun 2009 adanya peningkatan anggaran untuk
sampai 2019, mengalami fluktuasi kegiatan inti pada 2019 didorong dengan
dengan rata-rata emisi GRK sebesar adanya kenaikan signifikan pada alokasi
632,73 juta ton setara karbon dioksida pendanaan untuk kegiatan Rehabilitasi
(CO2e)/tahun. Gambar 1 menunjukkan Hutan dan Lahan (RHL). Sedangkan
adanya peningkatan emisi GRK yang tahun 2020, anggaran mengalami
signifikan pada tahun 2015. Pada penurunan sebesar 37,10 persen
tahun tersebut peningkatan emisi menjadi Rp2,1 triliun. Hal ini disebabkan
GRK mencapai ke level 1.569,06 juta adanya kebijakan refocusing dan
ton CO2e. Hal tersebut disebabkan realokasi anggaran untuk penanganan
terjadinya kebakaran hutan dan gambut. pandemi Covid-19.
Pada tahun 2019, kontribusi sumber Tabel 1. Anggaran Pembangunan Rendah Karbon (PRK)
emisi pada sektor kehutanan dan Sektor Kehutanan dan Lahan Tahun 2018-2020
penggunaan lahan lainnya berasal (Rp miliar)
dari kebakaran gambut (peat fire)
dengan kontribusi emisi sebesar 27,57
persen, dekomposisi gambut (peat
decomposition) dengan kontribusi
sebesar 24,05 persen, non-otherland
to otherland dengan kontribusi emisi
11,45 persen, non-cropland to cropland
dengan kontribusi emisi sebesar 5,64
persen dan non-grassland to grassland
dengan kontribusi sebesar 4,70 persen.
Sedangkan sumber serapan utama
emisi berasal dari forest remaining forest
Sumber: Bappenas, 2020, diolah.
dengan kontribusi serapan sebesar
21,45 persen. Anggaran untuk kegiatan pada tipologi
penghijauan, reboisasi, dan konservasi
Alokasi Anggaran Penurunan Emisi biosfer pada umumnya mengalami
GRK di Sektor Kehutanan peningkatan sebesar 243,58 persen
Pemerintah Pusat memberikan pada 2019 dibandingkan pada 2018
pendanaan untuk Pembangunan namun mengalami penurunan sebesar
Rendah Karbon (PRK), di mana 46,06 persen di tahun 2020. Pendanaan
anggaran PRK di sektor kehutanan dan pada tipologi ini didominasi oleh
lahan gambut berada di Kementerian kegiatan pada subtipologi proyek biosfer
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menargetkan pengurangan emisi
(KLHK). Anggaran kegiatan inti dari dari deforestasi/degradasi ekosistem
PRK ini adalah kegiatan pembangunan dengan komponen utama berupa
yang berdampak langsung pada kegiatan RHL dalam bentuk penanaman,
penurunan emisi. Sedangkan kegiatan pemulihan, dan pemeliharaan hutan
pendukung adalah kegiatan yang dan lahan kritis. RHL bahkan mendapat
mendukung pelaksanaan kegiatan alokasi pendanaan PRK terbesar di
inti, mencakup sosialisasi, penelitian sektor kehutanan dan lahan gambut.
dan pengembangan, dan peningkatan Kegiatan pencegahan degradasi hutan
kapasitas. Berdasarkan gambar 2, mencakup pengendalian kebakaran
dapat dilihat bahwa anggaran PRK di hutan, penanggulangan kebakaran, dan
sektor kehutanan tahun 2019 meningkat patroli untuk pencegahan kebakaran
signifikan sebesar 139,37 persen, atau hutan. Kegiatan ini memiliki alokasi
terjadi peningkatan dari Rp1,38 triliun anggaran terbesar kedua pada
pada tahun 2018 menjadi Rp3,31 triliun 2018 sebesar Rp300,2 miliar, tetapi

8 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


cenderung menurun pada 2019 menjadi lain diharapkan penurunan emisi GRK di
Rp136,40 miliar dan 2020 sebesar tahun 2030 dapat tercapai.
Rp153,90 miliar. Sedangkan kegiatan
restorasi lahan gambut terdiri atas Evaluasi Upaya Penurunan Emisi GRK
kegiatan rewetting, revegetation, dan Dalam RPJMN 2020–2024, strategi
revitalization (3R). Kegiatan tersebut penurunan emisi GRK di sektor
dilakukan sebagai upaya melakukan kehutanan dan lahan dilakukan melalui
restorasi dan memulihkan lahan gambut beberapa kegiatan, yakni restorasi
yang terdegradasi. Dari kegiatan dan pemulihan lahan gambut, RHL,
3R tersebut, kegiatan yang masuk pengurangan laju deforestasi, dan
dalam kategori pendanaan inti adalah pengendalian kebakaran hutan.
rewetting dan revegetation. Oleh Berdasarkan data KLHK, upaya
karena itu, pendanaan untuk restorasi mengurangi kebakaran hutan dan
lahan gambut lebih didominasi oleh menekan laju deforestasi selama 2015–
pendanaan kategori pendukung, yaitu 2019 telah berjalan cukup baik. Dari
untuk revitalisasi (Kementerian PPN/ tahun 2015 sampai tahun 2019, terjadi
Bappenas, 2020). penurunan luasan kebakaran. Luas
Di sisi lain terdapat pendanaan REDD+. kebakaran hutan tahun 2015 mencapai
Pendanaan dengan mekanisme 2,61 juta hektar (ha), turun menjadi
REDD+ merupakan sebuah kerangka 1,59 juta ha di tahun 2019. Kebakaran
kerjasama di bawah PBB yang bertujuan hutan di tahun 2019 disebabkan
melestarikan hutan dunia. Dana publik oleh: a) terjadinya El-Nino sedang di
dan swasta dikumpulkan dan diberikan sejumlah provinsi rawan kebakaran
kepada negara-negara berkembang hutan dan lahan/karhutla di Indonesia;
seperti Indonesia untuk menangani b) hari tanpa hujan yang panjang dari
masalah emisi. Menurut proyeksi 30-120 hari; c) adanya pergerakan
KLHK, Indonesia mendapat pendanaan uap panas dari Pasifik-Asia Tenggara
REDD+ berasal dari Norwegia berbasis khususnya Indonesia (Sumatera dan
kinerja sebesar USD56 juta atau Kalimantan); d) pola pembukaan lahan/
lebih dari Rp840 miliar. Ini merupakan pembersihan lahan oleh perorangan/
pembayaran pertama kalinya atas perusahaan masih belum serupa secara
prestasi penurunan emisi karbon dari menyeluruh; e) sulitnya sumber air untuk
kehutanan tahun 2016/2017. Dana melakukan pemadaman; f) penumpukan
tersebut dibayarkan dengan skema bahan bakaran sejak tahun 2015;
Result Based Payment (RBP) dan dan g) kesigapan dari semua pihak
diserahkan melalui Badan Pengelolaan yang masih belum maksimal (KLHK,
Dana Lingkungan Hidup (BP-DLH). 2019). Kemudian pada tahun 2020,
Berikutnya pendanaan REDD+ berasal kebakaran hutan mengalami penurunan
dari Green Climate Fund (GCF) yang signifikan sebesar 82 persen
berbasis kinerja sebesar USD103,8 menjadi 0,29 juta ha. Menurut Forest
juta dengan skema RBP 2020-2023. Campaigner Greenpeace Asia Tenggara,
Selain itu, terdapat program Forest Iqbal Damanik, kebakaran hutan turun
Carbon Partnership Facilities-Carbon bukan karena intervensi kebijakan
Fund (FCPF-CF) sebesar USD110 juta pemerintah, namun karena musim hujan
dengan skema RBP 2021-2025 dimana (CNN, 2021). Laju deforestasi juga
KLHK memilih Provinsi Kalimantan berhasil ditekan dari 0,63 juta ha pada
Timur sebagai lokasi program 2015 menjadi 0,43 juta ha pada 2019.
penurunan emisi dari deforestasi dan Angka tersebut hampir mencapai target
degradasi hutan, dan BioCarbon Fund NDC yaitu <0,45-0,325 Mha/tahun di
(BioCF) USD70 juta dengan skema RBP tahun 2030. Namun, jika dihitung dari
2025-2030. Dengan adanya dukungan tahun 2015-2019, angka deforestasi
pendanaan dari pemerintah dan pihak mencapai 2,01 juta hektar.

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 9


Sementara itu, Kementerian PPN/ optimal. Salah satu hambatan utama
Bappenas (2020) mencatat bahwa yang dihadapi oleh lembaga restorasi
luasan lahan kritis telah berhasil gambut, Badan Restorasi Gambut
diturunkan dengan sangat signifikan (BRG), yaitu lembaga ini hanya memiliki
dari sekitar 27,2 juta ha pada 2014 wewenang untuk merestorasi lahan
menjadi 14,01 juta ha pada 2018. gambut di area konservasi dan area
Jika laju penurunan ini (13 juta hektar budidaya tidak berizin. Sementara itu,
dalam 4 tahun) dapat dipertahankan, untuk kawasan berizin, BRG hanya
akan sangat mungkin bahwa pada memiliki wewenang untuk memberikan
2024 permasalahan terkait luasan bimbingan teknis. Untuk itu, peningkatan
lahan kritis akan teratasi. Di sisi lain, koordinasi dan sinergi antar pihak terkait
capaian restorasi lahan gambut masih di sangat diperlukan untuk mendukung
bawah target. Total lahan gambut yang restorasi lahan gambut secara optimal.
telah direstorasi di kawasan budidaya
berizin/konsesi (hak guna usaha dan Berdasarkan data KLHK, rehabilitasi
izin usaha pemanfaatan hasil hutan) hutan dan lahan tahun 2015 sebesar
hanya mencapai 143.448 ha dari target 200.452 hektar dan tahun 2019
1.784.353 ha sampai 2020 (8 persen), mencapai 207.650 hektar. Jumlah
sementara lahan gambut yang berhasil rehabilitasi hutan dan lahan dari
direstorasi di kawasan budi daya tahun 2015-2019 mencapai 995.253.
tidak berizin (hutan lindung/HL, hutan Sedangkan target rehabilitasi 12 juta
produksi/HP, kawasan konservasi/ ha lahan terdegradasi pada tahun 2030
KK, dan area penggunaan lain/APL) atau 800.000 ha/tahun. Ini artinya, jika
baru mencapai 682.694 ha dari target dilihat target per tahun dengan realisasi
892.248 ha sampai 2020 (77persen). terakhir tahun 2019, menunjukkan
Apabila tidak ada perbaikan kebijakan, bahwa rehabilitasi hutan hanya
target pemulihan dan restorasi gambut mencapai 25 persen.
berpotensi tidak dapat tercapai dengan

Rekomendasi
Berdasarkan paparan di atas, sejauh ini sektor kehutanan telah memberikan
kontribusi yang cukup baik terhadap penurunan emisi namun belum optimal.
Tingginya dinamika emisi GRK di sektor berbasis lahan memperlihatkan besarnya
upaya untuk menurunkan emisi GRK pada masa mendatang. Masih terdapat
beberapa persoalan di sektor ini yang memerlukan perhatian besar, seperti
kebakaran hutan/gambut dan restorasi lahan gambut yang masih jauh dari target
serta masih minimnya realisasi rehabilitasi hutan. Oleh karena ini diperlukan
upaya sebagai berikut, antara lain: pertama, terkait persoalan pengendalian
karhutla diperlukan tindakan pencegahan karhutla, termasuk lahan gambut,
yang lebih besar dengan meningkatkan kegiatan patroli di kawasan hutan. Dari
segi pendanaan, terlihat kategori pendanaan untuk komponen kegiatan karhutla
yang jauh lebih rendah daripada alokasi pendanaan untuk kegiatan RHL. Oleh
karena itu, alokasi belanja untuk mencegah dan menangani karhutla perlu
ditingkatkan. Kedua, mengoptimalkan target pemulihan dan restorasi gambut
dengan peningkatan koordinasi dan sinergi antara KLHK, BRG, dan pemda
dalam merestorasi lahan gambut. Ketiga, meningkatkan realisasi rehabilitasi
hutan dengan menggandeng masyarakat, LSM ataupun pihak swasta untuk
menggencarkan kegiatan rehabilitasi hutan.

10 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


Daftar Pustaka
CNN. 2021. Ironi Pidato Pamer Jokowi di COP26 dan Potret Nyata
Alam Indonesia. Diakses darihttps://www.cnnindonesia.com/
internasional/20211102165137-106-715657/ironi-pidato-pamer-jokowi-di-cop26-dan-
potret-nyata-alam-Indonesia, tanggal 05 November 2021.
Kementerian PPN/Bappenas. 2020. Kajian Cepat Pemetaan dan Kebijakan &
Anggaran Pembangunan Rendah Karbon. Jakarta: Direktorat Lingkungan Hidup
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
KLHK. 2019. Laporan Kinerja 2019. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
_______. 2020. Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK), Monitoring,
Pelaporan, Verifikasi (MPV). Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
_______. 2020. Laporan Kinerja 2020. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
_______. 2020. Rencana Strategis Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 11


Evaluasi Pelaksanaan BLT-Dana Desa di Masa
Pandemi Covid-19
oleh
Firly Nur Agustiani*)
Martha Carolina**)
Abstrak
Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka memulihkan perekonomian
yang disebabkan oleh adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah
membuat kebijakan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Namun,
selama pelaksanaan penyaluran BLT-Dana Desa, masih ditemukan beberapa
permasalahan seperti permasalahan dalam proses pendataan, keterbatasan
Pendamping Lokal Desa (PLD) sebagai tim pengawas, ketidaktepatan sasaran,
dan keterbatasan infrastruktur. Meskipun begitu, pemerintah tetap harus
memerhatikan permasalahan yang terjadi agar pelaksanaan program dapat
sesuai dengan tujuan yang diharapkan salah satunya dengan koordinasi dan
sinergitas yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemda, Pemerintah Desa, LKB,
dan Kementerian terkait.

A
danya Corona Virus Disease dalam bentuk program Perlindungan
2019 (Covid-19) di Indonesia Sosial (Perlinsos) untuk melindungi
sejak 2 Maret 2020 berdampak masyarakat miskin dengan memperluas
pada sektor sosial dan ekonomi yang Jaring Pengaman Sosial (JPS), salah
menyebabkan adanya pembatasan satunya adalah Bantuan Langsung Tunai
kegiatan ekonomi secara makro, (BLT) Dana Desa. Sehubungan dengan
dan secara tidak langsung Covid-19 kebijakan tersebut, penulisan artikel
menyebabkan banyak orang kehilangan ini akan mengevaluasi dan membahas
pekerjaan, sehingga pada akhirnya permasalahan dalam pelaksanaan
mengakibatkan meningkatnya tingkat penyaluran BLT-Dana Desa selama
kemiskinan. Berdasarkan data masa pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (2021), tingkat BLT-Dana Desa dan Perkembangannya
kemiskinan sejak maret 2020 mengalami
peningkatan dari sebelumnya sebesar BLT-Dana Desa merupakan bantuan
9,22 persen pada September 2019 uang yang bersumber dari dana desa
sebesar 9,22 persen menjadi 10,19 untuk mengurangi dampak ekonomi
persen di September 2020 (gambar 1). akibat pandemi Covid-19, seperti
Gambar 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin meredam angka kemiskinan dan
meningkatkan konsumsi masyarakat.
BLT-Dana Desa hanya diberikan kepada
masyarakat desa dengan golongan
keluarga miskin dan rentan yang
mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari, atau
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021 yang terkena Pemutusan Hubungan
Salah satu bentuk upaya pemerintah Kerja (PHK) karena terdampak Covid-19,
dalam memulihkan perekonomian akibat dan sama sekali belum pernah terdata
Covid-19 ialah memberikan dukungan di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
dana dari Anggaran Pendapatan dan (DTKS) sebagai penerima salah satu
Belanja Negara (APBN) melalui Transfer Program Perlinsos.
ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: firlynuragustiani@gmail.com
**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: martha.carolina@dpr.go.id

12 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


Untuk mendukung program tersebut, Kemendes PDTT. Hal ini dikarenakan
pada tahun 2020 pemerintah telah penentuan KPM dilaksanakan secara
mengalokasikan dana sebesar Rp31,8 demokratis melalui Musyawarah Desa
triliun bagi 8 juta KPM, dan kemudian (Musdes), dan Pemerintah Desa
di tahun 2021 pemerintah kembali langsung memberikan data tersebut
mengalokasikan anggaran BLT Dana ke Kemendes PDTT, tanpa diketahui
Desa sebesar Rp20,23 triliun yang dan tidak ditandatangani Camat dan
ditujukan kepada 5 juta Keluarga Pemerintah Daerah (Pemda).
Penerima Manfaat (KPM) (tabel 1).
Selain itu, masih ditemukan data ganda
Pemberian BLT-Dana Desa ini dilakukan
yang disebabkan basis data tidak akurat
baik melalui metode nontunai (cashless)
mulai dari proses administrasi, dan
dan/atau metode tunai setiap bulan
verifikasi ulang yang dilakukan oleh
(dengan tetap dan harus memperhatikan
Kemendes PDTT yang tidak melibatkan
protokol kesehatan).
Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Tabel 1. Perkembangan Alokasi BLT-Dana Desa Selama Sipil (Disdukcapil) setempat, dan
Pandemi Covid-19
Pemerintah Desa dari masing-masing
daerah.
Kedua, ketidaktepatan sasaran
merupakan salah satu masalah dalam
program BLT yang dijalankan. Menurut
Keterangan:
Direktur Eksekutif CORE Indonesia
*) Target yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). (2020), masalah BLT-Dana Desa
**) Target yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan bisa timbul akibat ketidaksinkronan
(Kemenkeu). penyaluran bantuan sosial satu dengan
Sumber: Kemendes PDTT, Kemenkeu, LKPP 2020 lainnya. Sebagai contoh, pada tahun
(diolah)
2020 pembagian bantuan sosial di
Berdasarkan data Kemendes PDTT daerah kerap tidak tepat sasaran yang
(2021), realisasi BLT-Dana Desa per ditunjukkan dari banyaknya warga
6 Oktober 2021 telah diterima oleh kurang mampu yang seharusnya
5.620.636 KPM yang tersebar di 74.743 terjamah bantuan namun tidak mendapat
desa, dengan mekanisme penyalurannya bantuan sosial. Ketidaksesuaian data
87 persen tunai dan 13 persen transfer penerima BLT-Dana Desa menjadi salah
ke rekening KPM. Meski penyaluran satu penyebab ketidaktepatan sasaran
BLT-Dana Desa sudah melebihi 50 dalam penyaluran program tersebut.
persen, namun dalam pelaksanaannya
tidak dapat dipungkiri masih ditemukan Ketiga, keterbatasan Pendamping Lokal
beberapa permasalahan. Desa (PLD) sebagai tim pengawas.
Menurut peneliti Indonesia Corruption
Permasalahan BLT-Dana Desa Watch (ICW), Egi Primayogha, titik
Penyaluran BLT-Dana Desa dalam rawan penyaluran BLT dana desa
pelaksanaannya masih ditemukan berada pada proses pendataan, untuk
beberapa permasalahan. Meskipun itu selain verifikasi, pengawasan juga
begitu, pemerintah tetap harus perlu diperkuat. Namun keterbatasan
memerhatikan permasalahan yang jumlah Pendamping Lokal Desa (PLD)
terjadi agar pelaksanaan program dapat sebagai tim pengawas menjadi salah
berjalan sesuai tujuan yang diharapkan. satu penyebab belum optimalnya
Beberapa masalah yang terjadi dalam pengawasan. Hingga tahun 2021 jumlah
pelaksanaan penyaluran BLT-Dana Desa PLD baru sekitar 35 ribu (dibawah 50
di antaranya sebagai berikut: persen dari jumlah desa di Indonesia)
(Latief, 2021).
Pertama, dalam hal pendataan, masih
terdapat perbedaan jumlah KPM baik Keempat, keterbatasan infrastruktur.
yang diprediksi oleh Kemenkeu, maupun Infrastruktur perbankan sangat
Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 13
diperlukan untuk mempercepat dengan catatan jika cashless memang
penyaluran BLT-Dana Desa khususnya tidak memungkinkan untuk dilakukan.
yang dilakukan secara nontunai/ Namun, berdasarkan evaluasi
cashless. Namun, ketersediaan penyaluran program serupa yang pernah
infrastruktur perbankan yang masih dijalankan sebelumnya, penyerahan
terbatas justru menghambat masyarakat secara tunai menciptakan adanya
dalam mengakses perbankan untuk peluang korupsi dengan pemotongan
memperoleh bantuan tersebut. Di sisi dana bantuan yang seharusnya diberikan
lain, Pemerintah juga mengeluarkan kepada penerima manfaat.
kebijakan penyaluran secara tunai,

Rekomendasi
BLT-Dana Desa merupakan program yang perlu diapresiasi, karena memiliki tujuan
yang jelas yakni memulihkan perekonomian, khususnya bagi masyarakat desa
yang terdampak pandemi Covid-19. Untuk itu, permasalahan dalam pelaksanaan
penyaluran BLT-Dana Desa perlu segera diatasi dengan melibatkan berbagai pihak
terkait, baik di Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, maupun Pemerintah Desa
dan Lembaga Keuangan Bank (LKB), antara lain:
Pertama, dalam menentukan sumber data yang akan digunakan, diperlukan sinergi
dan koordinasi antara Kemenkeu, Kemendes PDTT, Kemendagri, dan Pemerintah
Daerah maupun Pemerintah Desa. Selain itu, dalam pengesahan data KPM yang
dapat diwakilkan oleh Camat, sebaiknya saat pengesahannya disaksikan oleh
petugas dari Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Disdukcapil). Kedua, penting untuk mengembangkan database terpadu
masyarakat miskin dan hampir miskin untuk mencegah terjadinya ketidaktepatan
maupun duplikasi data sasaran penerima bantuan. Ketiga, agar pengawasan dapat
lebih optimal, maka perlu dilakukan penambahan jumlah PLD dengan mekanisme
seleksi yang tepat, dan diutamakan berdomisili di Desa penempatan. Keempat,
Pemerintah Desa dapat berkoordinasi dengan LKB dalam memfasilitasi tempat
pencairan BLT-Dana Desa. Selain itu, untuk pembukaan rekening KPM dilakukan
secara kolektif, hal ini dilakukan untuk meminimalisir KPM memilih penyaluran
BLT-Dana Desa secara tunai. Meskipun terdapat opsi penyaluran secara tunai,
pengaturan mekanisme penyaluran tunai juga perlu diatur secara jelas, tentunya
dengan didukung pengawasan yang lebih ketat.

Daftar Pustaka Budiono, Eko. 2021. Laporan Tahunan


2021 - Bansos, Komitmen Pemerintah
Ahmad, Tauhid. 2021. Perlindungan
Menyelamatkan Rakyat. Diakses dari
Sosial di Indonesia Saat Ini dan Di Masa
https://infopublik.id/kategori/nasional-
Depan. Disampaikan pada acara Diskusi
sosial-budaya/574291/laporan-tahunan-
Pakar Pusat Kajian Anggaran, pada
2021-bansos-komitmen-pemerintah-
tanggal 1 November 2021.
menyelamatkan-rakyat, pada tanggal 30
BPK RI. 2021. Laporan Hasil Oktober 2021.
Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan
Izzati, Ridho. 2021. Situasi Kemiskinan
Pemerintah Pusat Tahun 2020.
Selama Pandemi. Diakses dari https://
BPS. 2021. Jumlah Penduduk Miskin smeru.or.id/id/content/situasi-kemiskinan-
Menurut Wilayah. diakses dari https:// selama-pandemi, pada tanggal 5
www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan- November 2021.
dan-ketimpangan.html#subjekViewTab3,
KPPOD. 2021. Ragam Dalih Soal
pada 30 Oktober 2021.
Leletnya Penyaluran BLT Dana Desa

14 Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021


Desa. Diakses dari https://www.kppod. Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas
org/berita/view?id=960, pada tanggal 5 Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
November 2021.
Radian, Lalu. 2020. Potensi Masalah
Latif, Luthfi. 2021. Penguatan UMKM Dari BLT Dana Desa. diakses dari https://
Melalui Dana Desa, disampaikan lokadata.id/artikel/potensi-masalah-dari-
pada Focus Group Discussion tentang blt-dana-desa, pada tanggal 30 Oktober
Penguatan UMKM Melalui Dana Desa 2021.
pada tanggal 1 November 2021.
Raharjo, Agus. 2021. Penyaluran BLT
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Dana Desa Diklaim Capai Rp 15,4
Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Triliun. Diakses dari https://republika.
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 co.id/berita/nasional/umum/r0jy0n436/
Tentang Perubahan Atas Peraturan penyaluran-blt-dana-desa-diklaim-capai-
Menteri Desa, Pembangunan Daerah rp-154-triliun, pada tanggal 30 Oktober
Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 2021.
11 Tahun 2019 tentang Prioritas
Sofi, Irfan. (2021). Efektivitas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
bantuan langsung tunai dana desa
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan dalam pemulihan ekonomi di desa.
Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Indonesian Treasury Review: Jurnal
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun Perbendaharaan, Keuangan Negara, dan
2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Kebijakan Publik, 6(3), 247-262. https://
doi.org/10.33105/itrev.v6i3.280.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi

Buletin APBN Vol. VI. Ed. 21, November 2021 15


“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran
Secara Profesional”

Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
Telp. 021-5715635, Fax. 021-5715635
Twitter: @puskajianggaran
Instagram: puskajianggaran

Anda mungkin juga menyukai