Anda di halaman 1dari 2

Di suatu pagi yang cerah burung – burung bersenandung merdu, angin berhembus masuk

melewati jendela menjadikan hawa ruang menjadi sejuk sehingga anak lelaki yang sedang tertidur
itu menjadi sangat lelap dalam tidurnya.

Adi tak ingat jika hari ini ia mendapatkan sesi pertama pembelajaran tatap muka di sekolah.
Ia belum terbangun karena adi masih sangat asik bermain di alam mimpinya.

Tak lama alarm yang berada di atas nakasnya berbunyi.

“KRINGGGGGGGG…. KRINGGGGGGGG…. KRINGGGGG…”

Adi pun terkesiap karena alarm yang ia pasang berbunyi sangat keras. Ia langsung duduk dan
mematikan alarm dengan napas yang terengah – engah. Jika bisa memilih, adi lebih memilih tidur
sepanjang hari dibandingkan ia harus ke sekolah dan belajar hingga siang hari nanti.

“Huftt.. lagi – lagi sekolah, kenapa sih ga libur aja ?” ujar Adi dengan manggaruk tengkuknya
yang tak gatal itu.

Adi langsung mengambil handuk dan bersiap – siap berangkat ke sekolah. Jika bukan karena
paksaan kedua orang tuanya ia tak akan mau bersekolah. Bagi adi sekolah hanyalah menyiksa pikiran
dan membuat tubuhnya lelah akan belajar.

Arloji di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 07.05. Namun, Adi baru saja
sampai di sekolah. Ia mendapati hadiah dari gurunya yaitu membersihkan halaman sekolah, Adi
menerima hukuman dengan ekspresi yang biasa saja seperti orang yang telah sering mendapatkan
hukuman tersebut.

Adi telah mengerjakan hukum yang diberikan gurunya, ia langsung melangkahkan kakinya
menuju kelas dimana tempat ia belajar.

“Ni tempat ga berubah – berubah masih aja kayak neraka bagi siswa yang modelannya kayak
gua,” batin Adi saat memasuki kelas dan duduk di bangku yang berada di sudut kelas.

Mata pelajaran pertama pun dimulai, bisa terlihat saat ini adi sedang terlelap. Tak usah
heran ini adalah kebiasaan adi, saat mendengar guru menjelaskan materi ia langsung terlelap karena
baginya itu semua seperti dongeng penghantar tidur baginya.

Waktu pulang sekolah pun tiba….

“Akhirnya pulang juga, bisa menciut kali otak gua kalau terus – terusan ngedengerin guru
ngejelasin materi,” ucap Adi sambal menaiki motornya dan berlalu pergi meninggalkan sekolah.

Adi tak langsung pulang ke rumah melainkan ia singgah dulu ke warnet yang berada di
simpang jalan. Warnet merupakan tempat pelarian adi setelah waktu sekolah usai. Ia tak akan bosan
jika bermain game online secara terus menerus.

“Gini kek dari tadi, kan enakan main game dari pada belajar. Belajar mah ga enak,” batin adi
saat memilih permainan yang ingin ia mainkan

Waktu 2 jam pun telah usai. Saat adi melihat ponsel, terdapat 20 panggilan tak terjawab dari
ibunya. Akhirnya adi memutuskan untuk pulang ke rumah meskipun baginya 2 jam itu bukan waktu
yang lama untuk bermain game.

“Duh ibu ini kenapa sih ? dari tadi nelpon mulu, gua kan masih mau main.” ucap adi saat
melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari ibunya.
Sesampainya di rumah, ia dibuat heran. Mengapa ramai sekali? Pertanyaan itu muncul di
benaknya. Sampai salah seorang kerabatnya membawa beberapa bendera berwarna kuning, ia pun
menghampiri kerabatnya tersebut. "Paman, ini ada apa kenapa ramai sekali?" tanyanya. sirine
ambulans mengintrupsi sebelum pamannya menjawab, "Kamu yang sabar ya, Di."

Ayahnya pulang, lebih tepatnya berpulang.

Adi tidak percaya, pasalnya kemarin ia baru saja bertengkar hebat dengan sang ayah.

Ia bahkan masih ingat kata-kata terakhirnya, "Kamu itu anak laki-laki tunggal Di, kalau kamu
seperti ini terus gimana nanti kalau ayah nggak ada?" dan saat itu adi memberi jawaban yang cukup
kasar. Ia menyesal. Sangat.

Air mata sudah tak dapat dibendung lagi. Adi pun menghampiri ibunya yang tengah duduk di
sofa ruang tengah dengan pandangan kosong. Dipeluknya sang ibu dengan erat. Isak tangis pun
terdengar dari keduanya.

Sejak hari itu adi bertekad untuk berubah, ia telah berjanji kepada ayahnya.

Anda mungkin juga menyukai