Prodi/Kelas : D3 Keperawatan/2B.
NIM : P07220119089.
Matkul : PBAK.
Korupsi
Pengertian
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau
corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Indonesia kemudian memungut kata ini
menjadi korupsi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefnisikan lebih
spesifk lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Selain itu, ada kata
koruptif yang bermakna bersifat korupsi dan pelakunya disebut koruptor.
Beberapa istilah yang perlu dipahami terkait dengan jenis-jenis korupsi (KKN), yaitu :
a. Korupsi
adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
b. Kolusi
merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian
uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
c. Nepotisme
yaitu setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang
menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
negara, dan bangsa.
Dalam suatu delik tindak pidana korupsi selalu adanya pelaku. Pelaku tindak pidana korupsi
menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah setiap orang dalam pengertian
berikut:
a. orang perseorangan: siapa saja, setiap orang, pribadi kodrati;
b. korporasi: kumpulan orang atau kekayaan yang berorganisasi, baik merupakan badan
hukum maupun bukan badan hukum;
c. pegawai negeri: 1) pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang kepegawaian;
2) pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP; 3) orang yang menerima gaji/upah
dari keuangan negara/daerah; 4) orang yang menerima gaji/upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara/daerah; 5) orang yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara/masyarakat.
Beberapa ahli mengidentifkasi jenis korupsi, di antaranya Syed Hussein Alatas yang
mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi dikelompokkan menjadi tujuh jenis
korupsi sebagai berikut :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak
dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan
diperoleh di masa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang
memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain,
kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan,
korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang
seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung
menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 :
“Budaya korupsi” sudah sejak zaman dahulu dilakukan, contohnya terjadi pada zaman
kerajaan bagaimana seorang penguasa menerima upeti dan hadiah dari rakyatnya agar
mendapatkan perlindungan. Hal ini masih kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap
pemimpinnya. Karena itu, korupsi dianggap sudah menyebar secara vertikal dan horizontal.
Berikut ini adalah beberapa fenomena kasus koruptif yang sering terjadi dalam dunia
kesehatan dan dianggap sebagai suatu kebiasaan yang berujung pada korupsi.
a. Ada kebiasaan masyarakat memberikan uang pelicin atau tips kepada petugas kesehatan
untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Selain itu, diperlukan perangkat lain untuk mencegah dan memberantasnya seperti penegakan
hukum pada suatu negara karena tidak semata tugas pencegahan ini diserahkan dalam
perspektif pendidikan agama. Jadi, peran agama tetaplah penting dan bersamaan dengan itu
hukum positif harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi harus menjadi
kegiatan serius negara yang dilakukan secara berkesinambungan. Para pemuka agama harus
menjadi teladan dan figur yang menunjukkan sikap berintegritas serta antikorupsi.