Anda di halaman 1dari 23

HASILPENELITIAN

LEMBAGA PESANTREN YANG MENJADI WADAH BAGI CALON


PENDAKWAH MILENIAL

DOSEN PENGAMPU :

Muhammad Sulistiono, M.Pd

MATA KULIAH: PENELITIAN KUALITATIF

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD ZHIDAN ZHAHIDYN (21901011312)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2020/ 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penelitian yang
berjudul “Lembaga Pesantren yang Menjadi Wadah bagi Calon Pendakwah
Milenial” dari materi mata kuliah Penelitian Kualitatif ini,Alhamdulillah akhirnya
dapat terselesaikan.

Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar kami atas segala
bimbingan,ilmu,dan nasehatnya yang beliau berikan. Dan juga terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya sehingga makalh ini
dapat diselesaiakan.

Apabila ada kekurangan dan kesalahan pada Tulisan ini saya mohon maaf dan
saya mengharapkan kritik dan saran dari Dosen dan teman-teman sekalian.
Semoga Tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua
tentang Pendidikan.

PASURUAN, 18 JUNI 2021

PENULIS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pembelajaran merupakan suatu kewajiban yang sangat dibutuhkan

oleh generasi penerus bangsa ini. Sebab itu sistim pembelajaran menjadi

suatu strategi untuk mencerdaskan anak bangsa, Karena dengan sistim

pembelajaran yang benar maka akan menciptakan sebuah generasi yang

berkualitas.

Dengan adanya sistim pembelajaran yang tepat dan Lembaga

Pendidikan yang mumpuni, maka tidak perlu diragukan lagi akan kualitas

generasi penerus bangsa yang akan di cetak dalam sebuah Lembaga

Pendidikan tersebut. Karena dalam Lembaga Pendidikan tersebut

menerapkan sebuah sistim yang menarik minat para siswa yang belajar.

Karena dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim menjelaskan bahwa “Apabila

kita ingin berhasil dalam belajar, salah satunya kita harus suka dan cinta

dengan pelajaran tersebut”, maka dari itu apabila seorang siswa sudah suka

dan cinta akan sistim pembelajarannya maka tak heran bila siswa tersebut

kelak akan sukses di masa depan.

Di sebuah pesantren yang bernama Darullughah Wadda’wah atau

lebih dikenal dengan DALWA yang beralamatkan di Jl.Raya Raci No.51,

RT.04/RW.03, Panumbuan , Raci , Kec. Bangil , Kab. Pasuruan , Jawa

Timur 67153. Sebuah pesantren yang ditandai dengan kemegahan hotel


DALWA yang berada di utara jalan raya Raci, dengan arsitektur khasnya

yang mengkombinasikan cat berwarna Biru laut dengan Biru langit

menambah kesan mewah dan modern tampak ketika melihatnya.

Dan ketika memasuki halaman depan kita disuguhkan dengan

bangunan masjid yang berdiri gagah, bangunan berlantai 3 dengan

kombinasi warna putih dan abu abu ke biru-biruan dengan gaya khas timur

tengah dan terdapat 2 kuba ala ala bangunan persia, dan disamping

bangunan tersebut terdapat terdapat bangunan 3 lantai yang fungsinya

untuk kamar para santri. Bangunan tersebut berwarna hijau khas NU, dan

didepan terdapat lapangan serbaguna yang membentang luas yang

berfungsi untuk olahraga dan kegiatan kegiatan lain seperti upacara

bendera setiap senin dan peringatan HUT kemerdekaan Republik

Indonesia.

Suasana timur tengah sangat melekat ketika berada disana , karena

setiap santri yang ada disana mengenakan jubah putih seperti kita berada

di masjidil harom atau masjid Nabawi.

Tidak hanya di bidang Pendidikan, Ponpes DALWA juga bergerak

di bidang ekonomi, dibuktikan dengan adanya hotel DALWA seperti yang

saya sebutkan diatas, dan juga minimarket (dalwa mart). DALWA pun

mendapat apresiasi dari Menteri agama Lukman Hakim Saifuddin waktu

kedatangan Menteri Agama ke Ponpes DALWA.

B. FOKUS PENELITIAN
1. Bagaimana perkembangan Lembaga Pendidikan Dakwah di pesantren

DALWA ?

2. Bagaimana sistim Pendidikan yang ada di pesantren DALWA ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk Mendeskripsikan perkembangan Pendidikan dakwah di

pesantren DALWA.

2. Untuk Mendjelaskan system Pendidikan yang ada di pesantren

DALWA.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Untuk media pembelajaran sebagaimana program studi yang saya

ambil yaitu Pendidikan Agama Islam .

2. Guna untuk memenuhi tugas Akhir mata kuliah PENELITIAN

KUALITATIF.

E. DEFINISI OPRASIONAL

1. Sejarah adalah catatan suatu objek tentang perubahan perubahan yang

terjadi pada objek tersebut.

2. System Pendidikan adalah keseluruhan komponen Pendidikan yang

saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan

tertentu
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LEMBAGA PENDIDIKAN

1. Definisi Lembaga Pendidikan

a. Definisi Lembaga adalah badan (Organisasi) yang bertujuan

melakukan suatu penyelidikan suatu keilmuan atau melakukan

suatu usaha.

b. Definisi Lembaga Pendidikan adalah suatu badan (organisasi) yang

bergerak dan bertanggung jawab atas diseleggarakannya

Pendidikan yang dijalankan oleh para pendidik dan peserta didik.

2. Fugsi Lembaga Pendidikan

Lembaga Pendidikan sebagai orgaisasi yang bergerak dan bertanggung

jawab atas diselenggarakannya Pendidikan memiliki 2 fungsi yaitu,:

Fungsi manifes dan fungsi laten.

a. Fungsi Manifes

Fungsi manifes adalah fugsi yang tercatum dalam kurikulum

sekolah. Menurut Horton dan Hunt, fungsi manifes Lembaga

Pendidikan adalah :

1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah dari

bekal keterampilan yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan

seperti sekolah, maka seseorang siap untuk bekerja;


2. Mengembangkan bakat perseorangan untuk kepuasan pribadi

dan bagi kepentingan masyarakat;

3. Melestarikan kebudayaan masyarakat, Lembaga Pendidikan

mengajarkan beragam kebudayaan dalam masyarakat;

4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam

demokrasi.

b. Fungsi Laten Lembaga Pendidikan

Fungsi laten Lembaga Pendidikan adalah:

1. Meguragi pengendalian orangtua;

Keikutsertaan anak dalam Lembaga Pendidikan seperti

pesantren atau sekolah akan mengurangi pengendalian

orangtua. Karena yang berperan saat pengajarandan Pendidikan

di sekolah adalah guru.

2. Mempertahankan system kelas social

Lembaga Pendidikan diharap dapat mensosialisasikan kepada

para anak didik untuk menerima perbedaan status di

masyarakat. Lembaga diharapkan menghilangkan perbedaan

kelas social berdasarkan status social peserta didik di

masyarakat.

3. Memperpanjang masa remaja

Lembaga Pendidikan seperti pesantren memungkinkan

memperpanjang masa remaja dan menunda masa tua.

3. Tujuan Lembaga Pendidikan


Penetapan tujuan Pendidikan islammenjadi hal yang mutlak untuk

ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui komponen

pesantren, maka diharapkan tercipta suasana yang kondusif dalam

membentuk peserta didik yang memiliki moralitas yang baik yang

diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari sehingga wajar jika

santri kerap bersikap rendah diri dalam bersikap, cinta tanah air yang

diwujudkan dalam solidaritas yang kuat dalam melaksanakan perintah

sang pendidik, serta pengetahuan agama yang cukup sebagai bekal

mengisi dan membekali dirinya untuk menjadi orang yang berjiwa

luhur.

4. Peran Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Sebagaimana tertulis dalam peraturan pemerintah nomor 55 tahun

2007, pesantren memiliki tujuan untuk menanamkan keimanan dan

ketaqwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia serta tradisi pesantren

untuk mengembangkan kemampuan, oengetahuan, dan keterampilan

peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama islam dan menjadi

muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun

kehidupan yang islami di masyarakat. Namun, tak bisa dipungkiri,

selain dari pencapaian tujuan diatas, pessantren baik langsung maupun

tidak langsung telah mencatatkan beberapa kontribusi penting, dalam

perjalanannya selama beberapa abad keberadaannya di negri ini.

Adapun kontribusi kontribusi pesantren berdasarkan kepada tujuan

pesantren seperti yang tersebut dalam PP No. 55 Tahun 2007 adalah:


 Peran pesantren dalam menanamkan ketaqwaan kepada

Allah SWT serta pembentukan akhlak mulia

Dengan keberadaannya selama beberapa abad silam, pesantren

dibangun dengan tujuan utama untuk memberikan Pendidikan

agama islam kepada masyarakat sekitar tempat didirikannya

pesantren tersebut. Dalam perjalanan pengajarannya, hal yang

paling utama ditekankan adalah bagaimana membentuk sikap

Iman dan takwa pada peserta didiknya, sebagai bekal awal

dalam perjalanan Pendidikan dan pemberian materi setelahnya,

karena dari sikap iman dan takwa akan bisa lebih mudah

membentuk sikap lainnya.

 Peran pesantren dalam pembentukan Lingkungan sosial

dan ekonomi

Sejak awal kelahirannya, pesantren tumbuh, berkembang

dan tersebar di berbagai desa dan kelurahan di daerah jawa.

Keberadaan pesantren sebagai Lembaga keislaman yang sangat

kental dengan karakteristik Indonesia ini memiliki nilai nilai

strategis dalam pengembangan masyarakat Indonesia.

Realitas menunjukkan, pada satu sisi, sebagian besar

penduduk Indonesia terdiri dari umat Islam, dan pada sisi lain,

mayoritas dari mereka tinggal di pedesaan (Abd, A’la, 2006:

1). Pondok pesantren selain sebagai Lembaga Pendidikan

keagamaan juga berfungsi sebagai lenbaga pengembangan


sosial masyarakat, karena tumbuh dan berkembangnya berada

di tengah tengah masyarakat.

Pengembangan potensi sosial diarahkan pada kemampuan

pesantren dalam menganalisis kehidupan sosial (Ansos),

advokasi kepada yang lemah pada problem problem yang

terjadi di masyarakat, seperti keterbelakangan, kebodohan,

kemiskinan, serta dekadensi sosial (Depag RI, 2005: 33).

Lembaga penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi

dan Sosial (LP3ES) terhadap sejumlah pesantren di jawa barat

pada pertengahan tahun 1970-an menunjukkan bahwa ternyata

pesantren telah lama mmenjalankan peran sosial yang

berpengaruh luas. Tugas kemasyarakatan pesantren tidaklah

mengurangi arti tugas keagamaannya, karena peran tersebut

merupakan penjabaran nilai nilai hidup keagamaan bagi

kemaslahatan masyarakat luas. Dengan tugas seperti ini

pesantren akan menjadi milik Bersama, didukung dan

dipelihara oleh kalangan yang lebih luas serta akan

berkesempatan melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan

dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan fungsi sosial ini, Lembaga pesantren berhasil

merespons persoalan-persoalan kemasyarakatan, seperti

mengatasi kemiskinan, memeihara tali persaudaraan,

mengurangi pengangguran, memberantas kebodohan,

menciptakan kehidupan yang sehat, dan sebagainya.


Menghilangkan kemiskinan bukan saja dengan

menggembirakan si miskin pada hari raya, atau memberikan

uluran tangan saat mereka meminta, atau mengassuhnya di

panti asuhan, melainkan membawa mereka pada kehidupan

yang layak, memperpendek jurang kekayaan atau tindakan

lainnya.

Potensi pesantren sebagai agen perubahan sosial di

pedesaan memang sangat strategis. Di samping secara umum

pesantren berasa di tengah tengah masyarakat, hubungan

dengan masyarakat juga sangat dekat. Pesantren secara umum

menjadi semacam tempat bertanya bagi masyarakat, tidak

hanya dalam soal soal keagamaan, tetapi juga sosial

masyarakat.
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yaitu metode peelitian yang bertujuan untuk menggambarkan

secara utuh dan realitas tentang realitas sosial dan berbagai fenomena yang

terjadi di Lembaga pesntren yang mejadi subjek penelitian sehingga

tergambar profil, ciri, dan metode pengajaran dari fenomena tersebut

Jenis penelitian yang digunakan pada metode ini adalah deskriptif

kualitatif, yakni meggambarkan secara sistematif terhadap suatu gejala

tertetu secara faktual dan akurat mengenai fenomena yang terjadi1

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti merupakan sebagai

instrumen sekaligus pengumpulan data. Kehadiran peneliti mutlak

diperlukan karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai

pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kualitatif dalam

pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Sedangkan kehadiran

peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan/berperan serta,

artinya dalam proses pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan

1
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan Jenis, Metode, dan Prosedur (Jakarta: Kecana, 2015),
hlm. 47-48
dan menderngarkan secermat mungkin sampai pada yang sekecil kecilnya

sekalipun.2

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

a) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 18 Juni 2021 sampai dengan 24 Juni

2021

b) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pondok Pesantren Darullughah

Wadda’wah (DALWA)

4. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini menurut

Suharsimi Arikunto adalah subyek dimana data diperoleh. Sumber data

tersebut diperoleh dalam situasi yang wajar, maka data dalam pemelitian

ini dibedakan mejadi dua macam yakni:

a) Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti, dalam penelitian ini data primer yang diperoleh oleh

peneliti adalah data dari hasil observasi dan wawancara dari

salah satu pengurus pesantren, serta beberapa santri senior

sebagai informan penelitian.

b) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang melengkapi data primer.

Sumber data Sekunder ini meliputi, buku buku, dokumen serta

2
Sugiyono, metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Cet.
XXIII: Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 15.
catatan catatan tentang apa saja yang berhubungan dengan

profil pondok pesantren Dalwa.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif maka

dalam proses pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kumpulan data-data verbal yang

berbenntuk tulisan dalam arti luas artefak, foto dan lain-lain.

Dokumentassi digunakan sebagai pelengkap data atau

informasi yang berasal dari arsip dan catatan atau data lain

yang sesuai dengan kebutuan dan tujuan penelitian.

2. Observasi

Observasi yaitu proses penelitian atau usaha mendapatkan data

secara mendalam yang berkaitan dengan judul penelitian,

dengan menggunakan pengamatan secara teliti serta pencatatan.

Metode ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang jelas

dan akurat mengenai gambaran umum dan kondisi lapangan

penelitian. Dalam hal ini, Observasi yang dilakukan oleh

peneliti yakni bertempat di Ponpes Darullughah Wadda’wah

( Dalwa) Pasuruan.

3. Wawancara

Wawancara atau interview yaitu alat iinformasi dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab


secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara adalah kontak

langsung antara pencari inforamsi (Interviewer) dengan sumber

informasi (interview). 3Artinya dalam hal ini adalah percakapan

yang diarahkan kepada masalah tertentu atau pusat perhatian

untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan tuntas.

Untuk dapat memperoleh data yang dimaksud, peneliti

melakukan wawancara dengan salah satu pengurus Ponpes

Dalwa, pengajar (ustadz), dan salah satu santri ponpes tersebut.

6. Analisis Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh melalui observasi dan

wawancara, selanjutnya peneliti melakukan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

a) Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih, dan memilah data-data

yang pokok dan penting. Dengan adanya reduksi data tersebut akan

memberi gambaran jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

tindakan selanjutnya.

b) Penyajian Data

Berdasarkan reduksi data yang ada, maka selanjutnya peneliti akan

menggambarkan, menjelaskan, atau menasirkan dan menyampaikan

dalam bentuk narasi maupun dalam presentasi yang dapat dipahami

dengan baik dan benar.

3
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Cet. IV; Jakarta: PT. RIneka
Cipta, 2004), hlm. 165
c) Penyimpulan

Setelah bahan atau data yang disajikan lengkap, selanjutnya peneliti

menyimpulkan secara general maupun secara spesifik dengan jelas.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan pengesahan

keabsahan temuan. Adapun Teknik pengesahan temuan yang peneliti

lakukan melalui kriteria keabsahan data, yakni dengan cara:

Pertama, penyajian keabsahan data dengan ketentuan pengamatan

dilakukan dengan cara mengamati dan membaca secara cermat sumber

data penelitian, sehingga data yang diperlukan dapat di definisikan.

Selanjutnya dapat diperoleh deskripsi-deskripsi hasil yang akurat dalam

proses perimcian maupun penyajian data.

Kedua, Triangulasi adalah menetapkan keabsahan data dengan cara

menghilangkan perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam

konteks suatu studi sewaktu pengumpulan data tentang berbagai fenomena

yang terjadi dan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode,

dan teori.4

Ketiga, penyajian data dengan kecukupan referensi dilakukan

dengan cara membaca dan menelaah sumber-sumber data serta sumber

pustaka yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang

agar diperoleh pemahaman yang mendalam.

4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D, hlm.
330-332
BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Latar Belakang Objek Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Ponpes Dalwa

2. Kondisi Lembaga , Santri Ponpes Dalwa

3. Keunikan dari Ponpes Dalwa

B. PENERAPAN METODE DAKWAH BAHASA ARAB DI PONPES

DALWA

Ustadz Kholili Hasib, M.Ud: Dalam Pendidikan, baik jam’iah (perguruan

tinggi) seperti Dalwa ini, yang basisnya pesantren itu berlaku kesepaduan

antar berbagai unsur di pesantren dengan unsur unsur jam’iah, karena

itu,dalam jam’iah kita semua berlaku ‘super sistem’. Artinya, setidaknya

menurut pengamatan saya ada tiga system dasar yang berjalan. Yaitu

system berbahasa arab, system intregasi ilmu-ilmu, dan system keikhlasan

ala pondok pesantren.

Berdasarkan wawancara diatas Bersama salah satu ustadz dapat

disimpulkan bahwa dalam system Pendidikan di ponpes dalwa ini

memadukan unsur pesantren dan unsur jam’iah.

Darullughah Wadda’wah (DALWA) adalah sebuah pesantren yang

didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah kontrakan.

Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Ust.Hasan Baharun mengasuh

dan mendidik para santrinyayang dibantu oleh Ust. Ahmad bin Husin
Assegaf , sehingga beliau mendapat kepercayaan dari masyarakat dalam

waktu yang relative singkat jumlah santri sangat berkembang pesat.

Pada tahun 1983 pesantren ini menerima santri putri yang berjumlah

16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984

tempat pemukiman santri menempati sebanyak 13 rumah kontrakan.

Dengan jumlah santri yang terus berkembang, serta rumah sewa tidak

dapat menampung jumlah santri, maka pada tahun 1985 atas petunjuk

Musyrif Ma’had Darullughah Wadda’wah Abuya Sayyid Muhammad bin

Alwi Al-Maliki Al-Hasani Mekkah, Pondok Pesantren Darullughah

Wadda’wah dipindah ke seebuah desa yang masih jarang penduduknya

dan belum ada sarana listrik tepatnya di desa Raci, Kecamatan Bangil.

Jumlah santri yang terdiri dari 142 orang santri putra dan 48 orang santri

putri.

Hingga saat ini Dalwa terbagi menjadi beberapa tempat diantaranya

Dalwa Putra 1, Dalwa 2, dan Dalwa Putri. Lahan dalwa 1 mencapai

kurang lebih 4 Ha dan telah hampir terisi penuh oleh bangunan dan sarana

Pendidikan dan asrama santri 3 tingkat dengan jumlah santri 7450 (di

tahun 2016) yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia, Asia tenggara

dan Saudi Arabia. Santri-santri dibina oleh tidak kurang 100 orang guru

dengan lulusan/alumni dalam dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu

yang diikutkan belajar sebanyak sekitar 95 orang.

Sistim Pendidikan di ponpes DALWA juga tergolong sangat menarik,

dengan mengkolaborasikan sistim Pendidikan tempo doeloe dan

Pendidikan modern. Terbukti di ponpes dalwa juga mempelajari beberapa


Bahasa, yaitu Bahasa arab dan Bahasa inggris yang notabene termasuk

Bahasa internasional. Tidak hanya disitu, ponpes DALWA juga

mempunyai Lembaga Pendidikan formal mulai dari tingkat Madrasah

Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), bahkan sampai perguruan

tinggi mulai dari S1 sampai S3, DALWA mempunyai 4 kampus yang

berada dibawah naungannya yaitu “Institut Agama Islam Darullughah

Wadda’wah”.

Pesntren ini tidak hanya terkenal didalam negeri, tetapi juga di

beberapa negara, hal ini dibuktikan dengan adanya sekitar 70 santri dari

Malaysia, 50an santri dari Kamboja, ada pula yang dari Rohingya,

Singapura, Srilangka, Brunei Darussalam dan Australia.

Terdapat tiga keunggulan Lembaga Pesantren Darullughah Wadda’wah yang

menarik penulis untuk membahasnya.

Pertama, penguasaan dan pengajaran Bahasa arab secara intensif.

Kedua, memiliki jaringan dengan Lembaga Lembaga Pendidikan luar negeri yang

ada di timur tengah.

Ketiga, melaksanakan program terpadu antara kurikulum pesantren dan

kurikulum Pendidikan nasional. Untuk menunjang kegiatan pondok pesantren,

Darullughah Wadda’wah memiliki unit usaha antara lain : koperasi pondok

pesantren, satu warung telekomunikasi (wartel), dua telepon umum tunggu (TUT),

percetakan, rental mobil, poliklinik dan agen tunggal minyak pelumas “sharlu”

dari Dubai Uni Emirat Arab (UEA) untuk wilayah Pasuruan.


BAB V

PEMBAHASAN

 PENERAPAN METODE DAKWAH BAHASA ARAB DI PONPES

DALWA

Dalam konteks Pendidikan di pesantren, menurut Nurcholish

Madjid, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama masa

prakemerdekaan, walaupun sebenarnya materi Pendidikan sudah ada dan

keterampilan itu sudah ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan

pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit

dalam bentuk kurikulum. Tujuan Pendidikan pesantren ditentukan oleh

kebijakan kiai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut termasuk

didalamnya adalah pembelajaran Bahasa arab.

Pada pondok pesantren tradisional, pembelajaran Bahasa ini lebih

diutamakan pada penguasaan tata Bahasa. Tata Bahasa ini dipelajari dalam

dua pembahasan utama yang dikenal dengan ilmu nahwu dan Sharaf.

Kedua ilmu ini merupakan hal urgent yang harus dikuasai untuk bisa

mengetahui struktur Bahasa yang menjadi Bahasa persatuan umat islam

ini. Dalam bahas Inggri, Nahwu dan Sharaf biasa disebut dengan grammar

atau structure, yaitu yang membahas seputar bentuk dan perubahan kata

serta penggunaannya dalam satu kalimat. Di pesantren tradisional,

pembelajaran nahwu-sharaf ini bertingkat dengan berpedoman kitab salaf

atau klasik dalam ilmu nahwu-sharaf. Semisal kitab jurumiyah, ‘imrithi,

Alfiyah ibn Malik, Amsilatut Tashrifiyah, Maqsud, dan sebagainya.


Selain dalam model pembelajarannya, dalam pembelajaran sehari-

hari juga dengan Bahasa Arab, yaitu ketika mempelajari semua mata

pelajaran atau dalam mengkaji suatu ilmu, kitab yang dipakai atau dikaji

dalam pelajaran tersebut merupakan kitab berbahasa arab atau lebih

dikenal dengan kitab kuning yang kemudian diartikan per kata.

Selain itu, terkait dengan output dari model pembelajaran di

pesantren tradisional ini, para santri yang telah lulus memiliki kualitas

pemahaman dalam hal memahami struktur kalimat dan pemaknaan per

kata.

Akan tetapi, pada pesantren modern, para santri kurang memiliki

wawasan dalam hal qoidah atau struktur kalimat. Sehingga dalam

praktiknya, itilah grammar kurang diperhatikan. Dan biasanya, tidak ada

kitab rujuan khusus sebagaimana yang dilakukan di pesantren tradisional.

Sehingga ketika dibandingkan dengan lulusan pesantren tradisional, santri

pesantren modern memiliki kekurangan dalam hal grammar atau struktur

tata Bahasa, akan tetapi memiliki keunggulan dalam hal kosa kata.

Tetapi di pesantren darullughah wadda’wah menerapkan metode

yang selama ini dicontohkan dan diajarkan oleh Abuya Hasan Basri yaitu

dengan “membaca-diterjemahkan-dihafal-diulang ulang-dan dipraktekkan.

Selain metode metode yang telah dipaparkan tadi juga membutuhkan

seorang Muallim yang juga lancer bebahasa arab. Sehingga bisa melatih

dimanapun santri berada, dan membimbing paraa santri tidak hanya

didalam kelas tetapi juga diluar kelas. Dan dalam metode metode tersebut

harus disertai dengan pengawasan agar santri tetap berkomunikasi


menggunakan Bahasa arab didirikan pula yang Namanya Qismul Lughah

Al Arabiyah sebagai badan regulasi hokum itu sendiri. Karena peraturan

tanpa hokum tidak akan berpengaruh, harus ada yang Namanya sanksi

yang sesuai dengan keadaan santri itu sendiri.

Pembelajaran Bahasa arab di pesantren bukan serta merta hanya

sekedar belajar, akan tetapi mempunyai tujuan antara lain:

1. Memahami kosa kata dan memahami arti Bahasa sumber / asing lewat

terjemahan, setelah terlebih dahulu menghafalkan kaidah-kaidah

bahasanya.

2. Memfokuskan pada keakuratan Bahasa dalam memahami kaidah-

kaidah Bahasa, ketikan melakukan dikte, menerjemahkan dan

meminimalisir keahlian dalam berbahasa.

Bahasa arab merupakan pelajaran pokok yang harus diikuti dan

dikuasai oleh para santri. Sebab, tingkat penguasaan terhadap tata Bahasa

arab seringkali dijadikan tolak ukut kualitas seorang santri mendapatkan

predikat kyai. Maka tidak heran jika kitab-kitab nahwu, Sharaf, serta kitab

kitab ilmu Bahasa lainnya menjadi santapan sehari hari di pesantren.


BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

1. Penerapan metode belajar Bahasa arab di Pesantren Dalwa

Adapun penerapan metode belajar Bahasa arab meliputi

membaca-diterjemahkan-dihafal-diulang ulang-dan

dipraktekkan

2. Kelebihan dan kekurangan metode belajar Bahasa Arab

Kelebihan belajar Bahasa arab meliputi :

a. Bahasa yang dipilih sebagai Bahasa wahyu ilahi

Kekurangan belajar Bahasa arab meliputi:

a. Terlalu banyak kosakata yang bersifat sinonim

b. Membutuhkan penafsiran untuk melihat konteks dalam

setiap kosakata yang dipaparkan.

B. Saran

1. Untk ustadz dan ustadzah pengurus pesantren agar selalu

mengembangkan sarana dan prasarana pesantren agar para

santri betah untuk belajar.

2. Untuk guru yang mengajarkan agar lebih mengembangkan

inovasi inovasi pembelajaran agar siswa yang belajar tidak

merasa bosan dan jenuh.

Anda mungkin juga menyukai