TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Pembangkit listrik dengan memaanfaatkan air pada prinsipnya pembangkit listrik yang
memanfaatkan debit air yang kemudian air tersebut dilewatkan melalui turbin dengan
membuat rekayasa teknis agar energi air yang lewat dapat semaksimal mungkin. Adapun
yang biasa dikenal oleh masyarakat adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun
sebenarnya ada beberapa jenis pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga air namun
tidak disebut sebagai PLTA, yaitu pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dan
pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM). Ketiga jenis pembangkit listrik tersebut
memanfaatkan energi air untuk membangkitkan listrik.
Selain memanfaatkan debit PLTA, PLTM atau PLTMH juga memanfaatkan tinggi jatuh
sehingga dalam suatu perencanaan PLTA, PLTM atau PLTMH perlu adanya peninjauan
potensi debit yang bisa dimanfaatkan sampai dengan lokasi yang tepat agar didapatkan
tinggi jatuh yang maksimal. Oleh karena itu, sebelum merencanakan pembangkit listrik
dengan energi air secara menyeluruh, maka diperlukan pengetahuan tentang hidrologi,
kelistrikan, bangunan sipil, permesinan dan ekonomi untuk studi kelayakan (feasibilty
study).
5
6
Klasifikasi berikut merupakan klasifikasi dengan perkiraan kelas yang telah disetujui secara luas.
Namun, kriteria dan kelas dari klasifikasi PLTA berdasarkan daya terpasang sangat
tergantung dengan negara masing-masing. Di Indonesia klasifikasi berdasarkan daya yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
a. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik
dengan daya yang dihasilkan adalah P<100 kW
b. Pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM) adalah pembangkit listrik dengan
daya yang dihasilkan adalah 100 kW < P < 5000 kW
c. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah pembangkit listrik dengan daya
yang dihasilkan adalah P > 5 MW
adalah konstruksi bendung. Run of river juga sangat tergantung oleh aliran air
sungai setempat, yang berarti hujan dan limpasan sangat berpengaruh. Dalam
sistem run of river aliran air sungai dialihkan ke bangunan pengambilan
(intake) yang kemudian disalurkan ke saluran sampai dengan turbin yang
terhubung dengan generator elektrik.
d. In Stream Technology
Untuk mengoptimasi fasilitas atau infrastruktur yang telah ada seperti bendung tetap,
kanal, bendung gerak, atau terjunan, turbin kecil atau turbin hidrokinetik dapat
dipasang untuk membangkitkan listrik. Pada dasarnya juga skema ini kurang lebih
seperti skema Run-of-River. Peralatan hidrokinetik dipasang yang kemudian
menangkap energi yang dapat membangkitkan listrik.
Untuk bisa menghasilkan energi listrik dari air, harus melalui beberapa tahapan perubahan
energi, yaitu:
A. Energi Potensial
Energi potensial yaitu energi yang terjadi akibat adanya beda potensial, yaitu akibat adanya
perbedaan ketinggian. Besarnya energi potensial yaitu:
Ep = m . g . h
Dimana:
Ep : Energi Potensial
m : massa (kg)
g : gravitasi (9.8 kg/m2)
h : head (m)
B. Energi Kinetis
Energi kinetis yaitu energi yang dihasilkan akibat adanya aliran air sehingga timbul air
dengan kecepatan tertentu, yang dirumuskan.
Ek = 0,5 m . v . v
Dimana:
Ek : Energi kinetis
m : massa (kg)
v : kecepatan (m/s)
12
C. Energi Mekanis
nergi mekanis tergantung dari besarnya energi potensial dan energi kinetis.
Besarnya Energi mekanis yaitu energi yang timbul akibat adanya pergerakan turbin.
Besarnya eenergi mekanis.
dirumuskan:
Em = T . ω . t
Dimana:
Em : Energi mekanis
T : torsi
ω : sudut putar
t : waktu (s)
D. Energi Listrik
Ketika turbin berputar maka rotor juga berputar sehingga menghasilkan energi listrik sesuai
persamaan:
El = V . I . t
Dimana:
El : Energi Listrik
V : tegangan (Volt)
I : Arus (Ampere)
t : waktu (s)
tenaga listrik, dengan membuat pembangkit listrik tenaga mikrohidro pada bagian-bagian
dari jaringan irigasi yang mempunyai potensi, dan menyalurkan tenaga listrik yang
dihasilkan kepada masyarakat pemakai untuk dimanfaatkan bagi pengembangan potensi
sosial-ekonomi desa (pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, keagamaan, pertanian,
peternakan, industri kecil/rumah, kerajinan, ketrampilan, perdagangan dan lain-lain).
Dalam pengembangan jaringan irigasi sebagai pemanfaatan air sebagai pembangkit energy
listrik terdapat beberapa persyaratan teknis yang setidaknya dapat terpenuhi :
1. Sistem pengelolaan jaringan irigasi cukup baik, sehingga pendistribusian
air berlangsung secara teratur sepanjang tahun.
2. Debit air yang diperlukan tersedia sepanjang tahun dan dapat dipenuhi
oleh debit sungai rata-rata pada musim kemarau.
3. Tinggi terjun yang cukup, yang bersama-sama dengan debit aliran
menghasilkan potensi tenaga air yang dinyatakan dengan
daya sumber :
Ps = r gQH
dimana :
Ps = daya sumber (W)
r = kerapatan massa air (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Q = debit aliran (m3/dt)
H = tinggi terjun (m)
Potensi listrik tenaga mikrohidro dinyatakan dengan daya hasil :
Ph = ht Ps
dimana :
Ph = daya hasil (W)
ht = effisiensi total PLTM (%)
4. Pembuatan PLTM tidak mengganggu sistem irigasi yang sudah ada, bahkan agar
diusahakan adanya peningkatan/perbaikan.
Pembangkit listrik tenaga air ukuran kecil menjadi alternatif solusi permasalahan
tersebut. Ada berbagai macam sumber air yang bisa digunakan sebagai pembangkit
listrik, diantaranya sungai, irigasi, waduk, bendungan. Untuk pembangkit listrik yang
memanfaatkan sungai, irigasi, waduk, dan bendungan sudah banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Namun untuk pembangkit listrik yang memanfaatkan energi dari
dari jaringan pipa transmisi PDAM belum banyak dikembangkan di Indonesia.
Konsep pembangkit listrik menggunakan jaringan pipa transmisi PDAM adalah
memanfaatkan beda ketinggian dari sumber ke daerah pelayanan. Kondisi eksisting
jaringan pipa di bregas terdapat Bak Pelepas Tekan (BPT) untuk menghilangkan
tekanan pada aliran air pada beda ketinggian yang cukup signifikan. Konsep
pengembangannya ialah dengan memasukkan turbin ke dalam pipa sebelum Bak
Pelepas Tekan ( BPT ) untuk mengambil energi listriknya. Selain itu lokasi yang
berada di pedesaan akan meningkatkan ekses listrik di daerah sekitar.
Bebarapa sistem distribusi air bersih yang dapat dimanfaatkan sebagai
pembangkit energy listrik adalah :
1. Gravitasi
Jadi pengaliran air bersih menggunakan perbedaan elevasi. Umumnya penggunaan
sistem gravitasi ini pada daerah hulu yang airnya masih cukup bersih, air yang
masih bersih ini nantinya dialirkan ke kolam penampungan yang nantinya akan
diolah oleh pihak terkait seperti PDAM. Pada sistem ini dapat ditaruh sistem
PLTMH dengan cara menggunakan terjunan untuk menggrakkan turbin atau
dengan membuat sistem pipa dari sumber mata air untuk menggerakkan turbin.
2. Sistem Pompa
Digunakan untuk menaikkan air dari elevasi lebih rendah ke elevasi lebih tinggi. Jarang
sekali dalam pemanfaatan PLTMH dikarenakan tujuan dari pembangkit senndiri
adalah energi listrik. Dapat digunakan sebagai sistem loop dalam penggerakan
pompa.
3. Sistem Gabungan
diakibatkan adalah pada peningkatan biaya pada saat konstruksi sampai dengan pasca
konstruksi.
Sehingga, dengan analisa hidrologi yang tepat diharapkan dapat ditentukan debit yang
konstan atau terjamin ketersediannya, tidak terlampau ekstrim yang berakibat pada
kerusakan konstruksi PLTM, dan kerugian-kerugian lainnya.
Dengan:
Ea = Evapotransporasi aktual (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
ETo = Evaporasi Potensial Metode Penman
M = Prosentase lahan yang tidak tertutup tanaman
m = 0 untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 untuk lahan dengan hutan sekunder pada akhi musim hujan dan
bertambah 10% setiap bulan kering berikutnya
m = 10 - 40% untuk lahan yang tererosi
m = 30 – 5% untuk lahan pertanian yang diolah
n = jumlah hujan dalam sebulan
b. Keseimbangan air di permukaan tanah
Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut
Ds = P – Et (2-36)
Dengan:
Ds = Air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm/hari)
P = curah hujan (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
Bila harga Ds positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas
kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas bila kondisi
tanah jenuh. Bila harga ds negatif (P < Et), sebagian air tanah akan keluar dan
terjadi kekurangan (defisit). P = curah hujan
Perubahan Kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga Ds. Bila
harga Ds negatif maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila Ds
positif akan menambah kekurangan kapasitas kelebaban tanah bulan
sebelumnya.
c. Kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity)
18
Perkiraan kapasitas kelembaban tanah awal diperlukan pada saat dimulainya simulasi
dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah
pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air
dalam tanah per m3. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar,
maka kapasitas kelembaban tanah akan makin besar pula.
Jika pemakaian model dimulai bulan Januari, yaitu pertengahan musim hujan, maka
tanah dapat dianggap berada pada kapasitas lapangan (field capacity).
Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat
kekurangan, dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah kapasitas
lapangan.
d. Limpasan
Koefisien Infiltrasi (i), Koefisien Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas
tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang porous misalnya pasir
halus mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibandingkan tanah lempung berat.
Lahan yang terjal di mana air tidak sempat infiltrasi ke dalam tanah maka
keofisien infiltrasi akan lebih kecil. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1,0.
Penyimpanan air tanah (Groundwater Storage), Pada permulaan simulasi harus
ditentukan penyimpanan awal (initial storage) yang besarnya tergantung dari
kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai contoh: dalam daerah pengaliran
kecil yang mana kondisi geologi lapisan bawah adalah tidak tembus air dan
mungkin tidak ada air di sungai pada musim kemarau, maka penyimpanan air
tanah menjadi nol. Rumus-rumus yang digunakan adalah:
1
Vn = k. V n−1 + ( 1+ k ) . ln (2-37)
2
DVn = Vn - V n−1 (2-38)
Dengan,
Vn = volume air tanah bulan ke n
V n−1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
K = qt/qo = faktor resesi aliran air tanah
qt = aliran air tanah pada waktu ke t (bulan ke t)
qo = aliran air tanah pada awal (bulan ke 0)
ln = infiltrasi bulan ke n
DVn-1 = perubahan volume aliran air tanah
19
Fakor resesi air tanah (k) adalah 0 – 1,0. Harga K yang tinggi akan memberikan
resesi yang lambar seperti pada kondisi geologi lapisan bawah yang sangat
lulus air.
Limpasan (Run Off)
Aliran dasar : infiltrasi dikurangi perubahan vol. aliran air tanah
Limpasan langsung : kelebihan air (water surplus) – infiltrasi
Limpasan : aliran dasar + limpasan
Debit andalan : Aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan
e. Langkah-langkah perhitungan
Mempersiapkan data-data yang dibutuhkan, antara lain: rerata hujan daerah
(P), evapotranspirasi potensial (Eto), jumlah air hujan (n), faktor resesi
aliran air tanah (k), dan angka koefisien infiltrasi.
Menentukan evapotranspirasi terbatas.
Menentukan besar hujan di permukaan tanah (Ds)
Menentukan harga kelembaban tanah (SMC)
Menentukan infiltrasi, koefisien antara 0 – 1,0
Menentukan air lebihan tanah (water surplus)
Menentukan kandungan air bawah tanah (Vn)
Menentukan perubahan kandungan air bawah tanah (DVn)
Menentukan aliran dasar dan aliran langsung.
Menentukan debit yang tersedia di sungai.
20
Dalam referensi lain, untuk mengatur data debit dapat dilakukan dengan
merencanakan flow duration curve (FDC). FDC menunjukan titik tertentu pada
sungai dengan perbandingan waktu, dimana debit yang mengalir adalah sama atau
melebihi nilai tertentu, hal ini diperoleh dari hidrograf dengan mengatur data secara
besaran debit yang diurutkan bukan secara kronologis. Aliran yang ditinjau
kemudian dapat ditunjukkan dengan grafik seperti pada gambar 2.17
Gambar 2.17 Grafik Flow Duration Curve (FDC) dengan skala log
Sumber: ESHA (2004: 56)
Data yang ditampilkan pada grafik gambar 2.20 merupakan contoh aliran debit terurut
dengan urutan sebagai berikut:
22
Cek kecukupan panjang pencatatan data debit, dengan persyaratan jika terdapat
data yang kosong dapat dilakukan pemodelan untuk menghasilkan debit
simulasi.
Lakukan uji validasi untuk data debit. Jika tidak lolos uji maka gunakan data
debit tahun-tahun terakhir saja, minimal satu tahun. Debit tersebut akan
digunakan sebagai data debit pengamatan pada tahapan kalibrasi di pemodelan,
selanjutnya menggunakan model yang sama dilakukan perpanjangan debit
simulasi.
Susun seluruh data debit dari besar ke kecil (descending) setiap interval waktu
tertentu misal data bulan Januari dan seterusnya sampai Desember.
Tentukan peringkat data.
Hitung probaboilitas dari setiap data berdasarkan peringkat data dengan
menggunakan persamaan 2.42
Hitung debit andalan berdasarkan probabilitas sesuai peruntukan, bila
probabilitas yang dihasilkan tidak tepat maka dapat dilakukan interpolasi linier.
Buat kurva durasi debit dengan plot dara dari hasil urutan data terbesar hingga
terkecil
Dalam perencanaan PLTM/PLTMH setelah dilakukan perhitungan debit andalan
dengan metode tertentu maka dapat dipilih debit yang akan digunakan sebagai dasar
perencanaan baik untuk intake, saluran, sampai dengan turbin. Dalam penentuan
debit yang digunakan ada beberapa acuan yang dapat digunakan, antara lain:
a. Japan International Corporation Agency (JICA), Jepang
Aliran pada saat muim kemarau dari sungai yang berkapasitas kecil, yang
peruntukannya untuk PLTMH/PLTM, tidak hanya terpengaruh oleh
presipitasi pada penampang sungai, tapi juga faktor geologi setempat.
Pedoman PLTM/PLTMH dari JICA, menyarankan untuk menggunakan 95%
untuk debit andalan sebagai debit dasar yang dibutuhkan untuk
perencanaan. Adapun informasi lain pada JICA, bahwa presentase untuk
debit andalan yang digunakan dalam setahun operasi untuk mikro hidro dan
mini hidro:
Mikro hidro : 80-100% (untuk listrik pedesaan)
Mini hidro : 70-90% (di Filipina)
Dalam pedoman JICA terjemahan Indonesia presentase debit andalan yang
digunakan juga berbeda
Mikro hidro : 80-100%
Pembangkit listrik skala kecil : 45-65%
b. European Small Hydropower Association (ESHA), Eropa
Flow Duration Curve (FDC) memberikan bantuan dalam pemilihan debit
andalan yang tepat untuk perencanaan, dengan melihat debit yang mungkin
tersedia dan minimum aliran pada turbin, perkiraan kapasitas daya terpasang
dan energi rerata yang dihailkan dapat diketahui.
debit, yang nantinya memberikan debit desain optimum yang seharusnya lebih
besar dibandingkan selisih antara debit rerata dan debit yang tersedia. Apabila debit
desain telah ditentukan dan tinggi jatuh net telah ditetapkan maka dapat dipilih
turbin yang paling sesuai dengan karakteristik tersebut.
Gambar 2.19 juga menunjukan luasan yang dapat digunakan pada FDC. Setiap
turbin yang akan dipilih memiliki syarat debit minimal yang melalui turbin. Karena
dengan debit yang lebih kecil turbin tidak akan bisa beroperasi atau efisiensinya
menjadi sangat kecil.
Energi yang diproduksi dapat dihasilkan dengan membagi luasan yang ada
secara vertikal setinggi 5% dalam tiap bagian yang dimulai dari nilai terbawah.
Potongan terakhir akan memotong FDC pada debit minimum (Qmin atau
Qreserved) atau bahkan lebih besar dari itu. Pada setiap 5% potongan Q median
dihitung dan dapat dikorespondenkan dengan hturbin. Berikut adalah rumus yang
digunakan
E = W x Qmedian x H x çturbine x çgenerator x çgearbox x çtransformer x Õ x h (2-40)
Dengan
E = lebar potongan (tiap 5%) , kecuali potongan terakhir
h = jumlah jam dalam setahun
y = berat spesifik air (9,81 kN/m3)
Rerata dari energi yang dihasilkan adalah jumlah dari energi paada setiap potongan.
Kapasitas turbin akan dihasilkan berdasarkan debit desain, tinggi jatuh net, efisiensi
tubin, dan berat jenis spesifik air. Adapun minimum debit yang mengalir yang
merupakan presentase dari debit desain ditinjau dari tipe turbin konvensional.
Gambar 2.20 Diagram Alir Pemilihan Metode Analisis Debit Banjir Rancangan
Sumber: IMIDAP ESDM 2A (2009: 28)
maka tentu akan mengurangi kinerja PLTM karena setiap komponen PLTM saling
berkaitan. Adapun skema kinerja PLTM dapat dilihat pada gambar 2.5
Dengan:
V1 = kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = perecepatan gravitasi, m/dt2 (9,81)
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
z = tinggi jatuh, m
Dengan mengacu q=v1y1, rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah
y2
=1/2 ¿ (2-66)
yu
Dengan:
y2 = kedalaman air di atas ambang ujung, m
yu = kedalaman air di awal loncat air, m
Fr = bilangan froude
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = perecepatan gravitasi, m/dt2 (9,81)
Adapun peredam energi atau tipe kolam olak yang dikelompokkan berdasaekan
bilangan Froude di bagian hilir bendung.
32
a. Untuk Froude ≤ 1,7. Tidak dipelukan kolam olak namun pada bagian hilir
harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak
memerlukan perlindungan khusus.
b. Bila 1,7 ≤ Froude ≤ 2,5. Maka kolam olak dibutuhkan untuk melakukan
peredaman energi secara efektif. Umumnya kolam olak dengan ambang
ujung dapat dipilih pada kondisi ini.
c. Bila 2,5 ≤ Froude ≤ 4,5. Maka akan timbul situasi yang cukup rumit untuk
menentukan kolam olak yang tepat. Loncatan hidrolik air tidak terbentuk
dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang cukup jauh.
Sebagai solusi agar dapat terbentuk olakan yang tinggi dengan blok
halangnya atau menambah intensitas putaran dengan pemasangan blok
depan pada kolam. Tetapi pada praktiknya, dalam kondisi froude seperti ini
lebih baik apabila tidak merencanakan kolam olak. Sebaiknya, geometri
diubah untuk memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan
memakai kolam dari kategori yang lainnya.
d. Bila Froude ≥ 4,5. Akan didapatkan pilihan kolam olak yang paling
ekonomis. Karena kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk dalam kolam olak
USBR Tipe III yang komponennya meliputi blok depan dan blok halang.
Agar lebih mudah untuk menentukan dan memperkirakan tipe bangunan yang
akan digunakan untuk perencanaan detail maka dapat digunakan grafik untuk
pemilihan peredam energi pada gambar 2.27 berikut
Untuk mendesain peredam energi maka berikut ini adalah perumusan dimensi berdasarkan
karakteristik lokasi yang telah dianalisis:
a. Kolam olak untuk bilangan froude 2,5 sampai dengan 4,5
Untuk bilangan froude antara 2,5 sampai 4,5 dapat digunakan kolam olak USBR
Tipe IV dengan komponen blok muka yang besar. Panjang kolam dapat
ditentukan dengan
L=2 y u ( √ 1+8 Fru2 −1) (2-67)
Dengan,
yu = kedalaman air hilir
Fr = nilai bilangan froude
Kedalaman minimum air hilir adalah 1,1 kali yd : y2 + n ≥ 1,1 yd (USBR,1973)
Selain dari kolam olak USBR tipe IV adapun kolam olak tipe blok halang, namun
tidak disarankan untuk memilih konstruksi ini karena pada bangunan ini
semua benda yang melayang dapat tersangkut. Hal ini menyebabkan
meluapnya kolam dan rusaknya blok halang.
34
Elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar sungai
dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.
Adapun kriteria desain peredam energi tipe MDO/MDS yang disyaratkan adalah sebagai
berikut
Tinggi muka air di atas mercu bendung dibatasi maksimum 4 meter
Tinggi pembendungan maksimum 10 meter
Kedua kriteria diatas dapat tidak diikuti, namun sebelum diterapkan disarankan
dimensinya perlu diuji dengan model test.
Untuk cara perencanaan teknik untuk peredam energi tipe MDO/MDS, dapat mengikuti
langkah-langkah berikut
Untuk perencaan dari awal diperlukan data debit banjir rancangan yang
digunakan untuk perencanaan bendung sampai dengan lengkung debit di lokasi
bendung
Menentukan debit per satuan lebar berdasarkan perencanaan mercu bendung
Menentukan tinggi muka air di atas pelimpah menggunakan grafik MDO-1a,
parameter yang digunakan adalah debit per satuan lebar dan jari-jari mercu tipe
bulat. Grafik MDO-1 dapat dilihat pada gambar 2.30
adalah tinggi muka air di atas pelimpah dan jari-jari mercu. Grafik MDO-1b
ditampilkan pada gambar 2.31
Setelah itu, dapat dihitung tinggi terjun air dari hulu ke hilir (z) dan parameter
tidak berdimensi (E) agar nantinya didaptkan kedalaman lantai peredam energi.
Berikut adalah rumus yang dimaksud
Z=El . Mukaair diatas mercu−El . MAB hilir (2-68)
q dp
E= 3 0,5 (2-69)
(g.z )
Dengan:
qdp = debit per satuan lebar (m3/det/m)
g = gravitasi (9,81 m/det2)
z = tinggi terjun air (m)
37
Setelah dihitung parameter tidak berdimensi, maka dapat digunakan grafik MDO-3
untuk menentukan kedalaman lantai. Grafik MDO-2 ditampilkan pada gambar
2.32
Dari hasil plotting grafik MDO-3 didapatkan nilai perbandingan Ls/Ds, dengan
nilai Ds adalah kedalaman lantai peredam energi. Untuk perhitungan panjang
lantai menggunakan rumus berikut:
kedalaman lantai (Ls) = Ds × (Ls/Ds) (2-71)
Dengan:
Ds = kedalaman lantai peredam energi (meter)
Ls = panjang lantai peredam energi (meter)
Tinggi ambang di hilir bendung dapat dihitung dengan rumus berikut
a=0,2 D2 ≤ a ≤ 0,3 D2 (2-72)
Dengan:
a = tinggi ambang (meter)
D2 = tinggi muka air banjir hilir (meter)
Lebar ambang di hilir bendung dihitung dengan rumus berikut
b=2 a (2-73)
b = lebar ambang (meter)
39
Dengan:
Q = debit (m3/detik)
μ = koefisien debit (μ=80)
b = lebar bukaan (meter)
a = tinggi bukaan (meter)
g = perecepatan gravitasi (9,81 m/detik2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (meter)
s 4 /3
dengan: c=β ( ) sinδ (2-85)
b
dengan:
hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan datang, m/dt
g = perccepatan gravitasi, m/dt2(9,81)
c = koefisien yang bergantung
β = faktor bentuk
s = tebal jeruji, m
L = panjang jeruji, m
B = jarak bersih antar jeruji b (b>50 mm), m
= sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.
a. Intake Sisi
Pada kasus intake sisi, kasus berikut (a) atau (b), yang mana saja lebih tinggi
diadopsi/ Tinggi dam (D1) ditentukan dalam hubungan dengan elevasi dasar
dari pintu pemeriksaan dari dam intake
D1 = d1+h (2-86)
Tinggi dam (D2) ditentukan dengan kemiringan dasar dari bak pengendap
D2 = d2 + h + L (ic – ir) (2-87)
Dengan:
43
d1 =Tinggi dari dasar pintu pemeriksaan ke dasar dari pintu pemasukan air
d2 =Perbedaan antara dasar dari pintu pemeriksaan dari bak pengenda dasar
sungai pada lokasi yang sama (biasanya sekitar 0,5 meter)
hi =Kedalam air dari pintu pemasukan air (biasanya ditentukan untuk membuat
kecepatan alirn masuk mendekati 0,5 – 1,0 m/detik
L =Panjang bak pengendap
ic =Kemiringan dari dasar bak pengendap (biasanya sekitar 1/20 – 1/30)
ir =Kemiringan sungai sekarang
b. Intake tryolean
Intake tryolean dimana air diambil dari asumsi dasar bahwa didepan dam diisi
dengan sedimen dan oleh karena itu, ketinggian dam ditentukan dengan kasus
D2 untuk intake sisi.
Dalam perencanaan pipa pesat (penstock) ada beberapa hal yang akan dihitung
antara lain adalah ketebalan pipa baja penstock, diameter penstock dan keamanan
penstock. Adapun untuk menentukan ketebalan pipa baja penstock adalah sebagai berikut
European Standard Hydropower Association (ESHA)
P×d
e ¿ 2× σ × K +e s (2-103)
f f
dengan:
e = ketebalan minimum pipa
P = tekanan hidrostatis (kN/mm2)
d = diameter dalam (mm)
σ f = tegangan yang dapat diterima (kN/mm2)
Dengan:
g = gravitasi (9,81 m/s2)
Berdasarkan RETscreen Canada (2005)
D=(Q/np)0,43 /(H )0,14 (2-110)
Dengan:
np = jumlah penstock
Berdasarkan ESHA (2005)
n2 Q 2 L 0,1875
D=2,69( ) (2-111)
H
Dengan:
n = kekasaran pipa (0,012 untuk pipa baja)
Dalam perencanaan pipa pesat digunakan material-material tertentu dengan karakteristik
yang berbeda-beda. Adapun material tersebut ditampilkan pada tabel berikut:
Dengan:
V = kecepatan aliran (m/detik)
Q = debit pembangkitan (m3/detik)
D = diameter pipa pesat (meter)
N = parameter tak berdimensi
L= panjang pipa pesat
g = gravitasi (m/detik2)
Po = tekanan atmosfer
t = lama penutupan katup/valve
∆p = tekanan hidrostatik
H = tinggi jatuh
Nilai water hammer akan didapatkan setelah dihitung nilai tekanan
hidrostatik positif dijumlah dengan tinggi jatuh.
Untuk menumpu pipa pesat, maka diperlukan interval jarak agar pipa pesat tidak
mengalami jatuh atau kegagalan, rumus yang digunakan untuk mengestimasi jarak antar
tumpuan pipa pesat adalah berikut ini
3
(D+0,0147)4−D 4
Jarak antar tumpuan (L) = 182,61× √ (2-115)
P
Dengan:
D = diameter pipa pesat (meter)
P= berat pipa pesat dan air (kg/meter)
Dalam peninjauan pipa pesat terhadap keamanan vortisitas digunakan beberapa
rumus dari ESHA 2004 sebagai berikut
47
Saluran terbuka Sedikit lebih murah Penggunaan dibatasi oleh pondasi tanah
pagar kayu dibandingkan saluran beton Tidak cocok untuk penampang yang besar
n= 0,015 Fleksibel untuk mengatasi Sulit untuk memastikan jumlah air
deformasi minor Rawan terjadi pembusukan
Saluran tertutup Konsruksi lebih mudah daripada Cukup berat dan biaya transportasi tinggi bila
berbnetuk kotak pipa digunakan produk siap pakai
(box culvert) Waktu pengerjaan lebih pendek Pengerjaan konstruksi lama apabila box culvert
n= 0,015 dan dapat langsung diaplikasikan dibuat di lokasi pekerjaan.
pada penampang yang kecil
apabila produk tersedia.
Banyak ragam
Saluran tertutup Konstruksi mudah pada lahan Cukup berat dan biaya transportasi tinggi
pipa beton yang cukup landai
n=0,015 Konstruksi relatif cepat
Cukup aman terhadap tekanan
luar
Dapat dilakukan pada
penampang yang kecil
Cocok pada konstruksi tinggi
jarak pendek
Sumber: JICA (2009: 6-16)
Ukuran dari penampang melintang dan kemiringan dapat ditentukan dengan
menyesuaikan karakteristik lokasi sehingga dapat ditentukan turbin yang digunakan. Pada
umumnya ukuran dari penampang melintang sangat bersangkutan dengan kemiringan
saluran. Kemringan dari saluran pembawa harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
didapatkan headloss seminimal mungkin. (Perbedaan antara muka air di intake dan bak
penenang). Tetapi hal ini akan menyebabkan kecepatan yag lebih rendah dan potongan
melintang yang lebih besar. Selain itu kemiringan yang curam, akan menyebabkan
kecepatan aliran yang tinggi dan bagian yang lebih kecil tetapi juga kehilangan ketinggian
yang besar.
Adapun metode perhitungan untuk saluran pembawa dijelaskan dengan metode
berikut:
2 1
3 2
Qd = A × R × S L (2-97)
n
50
Dengan,
Qd = debit rencana (m3/detik)
A = luasan dimensi (m2)
R = A/P (meter)
P = Keliling basah (m)
SL = Kemiringan Saluran
n = Koefisien kekasaran (lihat tabel 2.11)
Untuk saluran terbuka, diperlukan dimensi yang paling optimum agar didapatkan
biaya yang paling ekonomis serta dapat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
untuk saluran pembawa. Acuan yang digunakan dalam penentuan saluran tebuka dengan
dimensi yang paling optimum adalah berdasarkan ESHA yang ditampilkan pada tabel
berikut:
Tabel 2.20 Dimensi optimum saluran terbuka
Luas Keliling Jari-jari Lebar Kedalaman
Jenis Saluran
(A) basah (P) hidrolis (R) atas (T) air (d)
Trapesium 1,73y2 3,46y 0,500y 2,31y 0,750y
Segi empat 2y2 4y 0,500y 2y Y
Segi tiga Y2 2,83y 0,354y 2y 0,500y
Setengah lingkaran 0,5 Πy2 Πy 0,500y 2y 0,250 Πy
Sumber: ESHA (2004: 128)
51
2. Bagian Melebar
Bagian melebar akan mengatur aliran air dan dapat mencegah terjdinya pusaran dan
aliran turbulen, serta mengurangi kecepatan aliran masusk ke bak pengendap
untuk menentukan kecepatan sebelumnya.
3. Bagian Pengendap
Fungsi dari bagian pengendap adalah untuk mengalirkan air dan mengendapkan
sedimen yang diatas dari ukuran dan panjang dari sedimen yang disepakati.
Kemudian dihitung dengan menggunakan formula yang didasarkan pada
hubungan antara kecepatan pengendapan, kecepatan aliran dalam bak
pengendap dan kedalaman air. Panjang dari bak pengendap (Ls) biasanya
ditentukan berdasarkan sebuah margin untuk menghitung dua kali panjang
dengan menggunakan formula
V
l≥ ×hs (2-89)
U
Ls = 2×l (2-90)
Dengan
l = Panjang minimum bak pengendap (m)
hs = kedalaman air bak pengendap (m)
U = kecepatan marginal pengendapan untuk endapan yang akan
diendapkan (m/s), umumnya sekitar 0,1 m/detik untuk target ukuran
butiran sekitar 0,5 – 1 mm.
V = rata-rata kecepatan aliran di bak pengendap (m/detik) Pada
umumnya sekitar 0,3 meter/detik tetapi dapat ditoleransi sampai
dengan 0,6 meter/detik pada kasus dimana lebar bak pengendap
dibatasi.
V = Qd/(B×hs) (2-91)
Qd = desain debit (m3/detik)
B = lebar bak pengendap (meter)
Adapun metode lain untuk menentukan dimensi bak pengendap (kantong lumpur),
dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat dilihat pada gambar
2.38.
56
Jumlah sedimen atau bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah
0,5‰. Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (ds pada gambar 2.39) pada
umumnya berkisar antara 1,0 m untuk debit sampai dengan 10 m 3/dt hingga 2,50 m
untuk debit yang cukup besar yaitu 100 m3/dt.
Untuk keperluan perencanaan pembilas debit yang diambil adalah 20% lebih
besar dari debit normal pengambilan. Selain itu untuk perhitungan pendahuluan,
kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diperkirakan 1,0 m/dt
untuk pasir halus, 1,5 m/dt untuk pasir kasar, 2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar.
Untuk membuktikan partikel bergerak atau tidak dapat digunakan grafik shields yang
ditampilkan pada gambar 2.42
60
Untuk mengecek efisiensi pada saat kantong kosong dapat dicek kecepatan
minimum. Kecepatan tersebut tidak boleh terlalu kecil yang memungkinkan tumbuh
vegetasi atau terjadi pengendapan partikel lempung. Berdasarkan Vlugter, nilai
minimum tersebut adalah
w
v> (2-96)
l .1,61
Dengan
V = kecepatan rata-rata, m/dt
w = kecepatan endap sedimen, m/dt
I = kemiringan energi.
2.6.2.3.3 Bangunan Penguras
Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan,
dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi
tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah.
Penguras ini bisanya berada pada sebelah kiri atau sebelah kanan bendung dan
kadang-kadang ada pada kiri dan kanan bendung. Hal ini disebabkan letak daripada pintu
pengambilan. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kiri bendung, maka penguras
pun terletak pada sebelah kiri pula. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kanan
bendung, maka penguras pun terletak pada sebelah kanan pula. Sekalipun kadang-kadang
pintu pengambilan ada dua buah, mungkin saja bangunan penguras cukup satu hal ini
terjadi bila salah satu pintu pengambilan lewat tubuh bendung. Pintu penguras ini terletak
antara dinding tegak sebelah kiri atau kanan bendung dengan pilar, atau antara pilar dengan
pilar. Lebar pilar antara 1,00 sampai 2,50 meter tergantung konstruksi apa yang dipakai.
Pintu penguras ini berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan yang ada pada
sebelah udik pintu tersebut. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar pintu tidak
tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap harinya selama kurang lebih 60 menit. Bila
ada benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu penguras, sebaiknya
dipertimbangkan untuk membuat pintu menjadi dua bagian, sehingga bagian atas dapat
diturunkan dan benda-benda hanyut dapat lewat diatasnya
63
v = kecepatan
g = gravitasi (9,81 m/s2)
f = koefisien kehilangan tinggi
Dengan:
ht = headloss (m)
t = ketebalan penyaring (m)
b = lebar antar jeruji (m)
V = kecepatan (m/detik)
g = gravitasi (9,81 m/detik2)
∅ = sudut dasar jeruji (°)
L V2
hf = f . ( ).
D 2g
(2-152)
dengan:
f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)
d. Penyempitan/pelebaran pipa
V 22
Hc = Kc.( ) (2-153)
2g
dengan
Kc = 0,42 (1-(d2/D2))
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gravitasi (9,81 m/detik2)
66
e. Belokan pipa
Pada belokan, aliran air dalam pipa mengalami peningkatan tekanan di sepanjang
dinding luar dan penurunan tekanan sepanjang dinding dalam.
Ketidakseimbangan tekanan ini menyebabkan arus sekunder seperti
ditunjukkan pada gambar 2.45 Kehilangan ini tergantung pada jari-jari pipa
dan diameter.
Turbin Impuls
Turbin jenis ini meiputi crossflow, pelton, dan turgo, menggunaka tekanan yang
sama pada setiap sisi sudut geraknya (runner) dimana bagian turbin yang
berputar.
68
Turbin Reaksi
Turbin ini meliputi jenis francis dan kaplan/propeller, menggunakan energi kinetik
dan tekanan dikonversian di runner, secara umum, jenis turbin ini tidak
menerima tumbukan dan hanya mengkuti aliran air.
Ns=
(N × P ) 2
(2-119)
5
4
H
69
N=
( Ns × H ) 4
(2-120)
1
2
P
Dengan,
Ns = kecepatan spesifik (m-Kw)
N = Kecepatan putaran turbin (rpm)
P = Output turbin (kW) = 9,8 × Q × H × η
H = Head efektif (meter)
Q = Debit (m3/detik)
η = Efisiensi maksimum (%, dalam perhitungan digunakan angka desimal)
Keterangan:
η = 82 % untuk Turbin Pelton; η = 84 % untuk Turbin Francis; η =70% untuk Turbin
Crossflow (kualitas fabrikasi di Indonesia); η=84% untuk Turbin Tubular S-
Type
Kecepatan spesifik dari setiap turbin adalah dikhususkan dan dikisarkan menurut
konstruksi dari setiap tipe dengan berdasarkan pada percobaan dan contoh-
contoh pembuktian nyata.
Batasan dari kecepatan spesifik turbin (Ns-max) dapat diperiksa dengan rumus
berikut
Turbin Pelton: Ns−max ≤85,49 H −0,243 (2-121)
2-97
Turbin Crossflow: Ns−max ≤650 H −0,5 (2-122)
2-98
2-99
−2
Turbin Francis Horizontal: Ns−max ≤3200 H 3 (2-124)
2-100
70
2-101
2-102
Kisaran dari kecepatan spesifik turbin dapat dilihat pada Gambar 2.48
rumah turbin, Dari adaptor air masuk ke nosel. Nosel berpenampang persegi dan
mengeluarkan pancaran air ke selebar runner. Bentuk pancaran adalah persegi, lebar
dan tidak terlalu tebal. Sebelum mencapai runner, aliran disesuaikan kecepatan
masuk dan sudut masuknya. Konstruksi runner terdiri dari dua buah pinggiran sejajar
yang disatukan pada lingkar luarnya oleh sejumlah sudut. Sudut-sudut diperkuat oleh
piringan tambahan yang dilas setiap 10-15 cm sepanjang runner.
keperluan (wide range) dengan tinggi air jatuh menengah (medium head). Dibandingkan
dengan turbin crossflow dan pelton, turbin francis kurang populer untuk pembangkit listrik
tenaga air dengan daya yang kecil (PLTMH) karena konstruksinya sangat kompleks serta
tingkat kesulitan dalam pembuatan yang cukup tinggi.
Turbin Francis memiliki interval kecepatan spesifik yang cukup lapang, mulai dari
0,05 sampai dengan 0,33 dengan hubungan terhadap head yang tinggi dan juga head
rendah. Gambar 2.51 menunjukan secara skematik potongan melintang dari runner turbin
Francis, dengan diameter D1, D2 dan D3.
kecilnya spiral case tergantung daripada kecepatan spesifik turbin. Berikut ini adalah
rumus dan visualisasi dari spiral case untuk turbin Francis
19,5
(
A = 1,2− D
Ns−max 3 ) (2-130)
54,8
(
B = 1,1+ D
Ns−max 3 ) (2-131)
49,25
C = (1,32+
Ns−max )
D 3 (2-132)
48,80
D = ( 1,50+
Ns−max )
D 3 (2-133)
63,60
E = ( 0,98+
Ns−max )
D 3 (2-134)
131,4
F = (1+
Ns−max )
D 3 (2-135)
96,5
G = ( 0,89+
Ns−max )
D 3 (2-136)
81,75
H = ( 0,79+
Ns−max )
D 3 (2-137)
dengan menggerakkannya maju dan mundur. Dengan demikian efisiensi turbin pelton
dapat dipertahankan. Diantara mulut pancaran dan rotor dapat juga dipasang sebuah
deflektor untuk membelokkan pancaran air. Bila beban tiba-tiba dibuang (rejected),
deflektor secara darurat menghalangi pancaran air. Kemudian tempat keluar mulut
pancaran dengan perlahan-perlahan disumbat oleh jarum sehingga tidak mengakibatkan
kenaikan tekanan pada pipa pesat yang dikenal dengan istilah water hammer. Turbin
pelton pada umumnya digunakan untuk head yang tinggi, diatas 25 meter. Efisiensi turbin
pelton dapat mencapai 80%,
Tabel 2.25 Jenis dan Karakteristik tiap tipe Turbin reaksi
Jenis Garis besar Kapasias Head & Debit Beban Parsial Variasi head Perawatan Harga
Aliran air kedalam 200 kW -
Biaya menengah
pusat runner dan sekitar 500 Head : 15-300 m, Efisiensi terjaga
Efisiensi maks konstruksi
melingkar dan kW tetapi Debit 0,4 -200 baik melawan
Francis tinggi tapi jika Konstruksi sangat sederhana tapi
memutar runner turbin mikro m3/s/ Tapi mikro drop dari head
batang drop menjadi lebih sederhana. biaya sipil
dengan tekanan air (1 kW) turbin (head 4m, efektif
horisontal besar pada output Perawatan mudah seperti draft tube
dan keluaran air ke mungkin debit: 0,01m3/s) (karakteristik
rendah menjadi lebih
tailrace melalui draft dirancang dan juga dibuat bagus)
tinggi
tube dibuat
Aliran air kedalam
runner pada arah
Tubular S- Head : 3-18 m ; Perawatan tidak
yang sama dari Runner vane dapat
tipe 50 kW - Debit : 1,5 - 40 mudah karena
batang dan putaran bergerak 10-100%.
(Propeller sekitar 500 m3/s Cocok untuk ditto mekanisme dari Biaya tinggi
runner oleh tekanan Runner vane tetap
batang kW head rendah dan operasi runner
air dan keluaran air 80-100%
horisontal) debit besar vane
ke tail race melalui
draft tube bentuk S
Efisiensi dijaga
Perawatan mudah
Tipe pompa Efisiensi maks baik untuk
karena fasilitas Biaya rendah
submerged Digunakan untuk 30 kW - tinggi Efisiensi menahan
penyokong lebih untuk membuat
(Propeller membalik sebuah sekitar 850 Head : 2,5 - 20 kW drop menjadikan penurunan head
sedikit lebih lengkap
batang pompa standar kW output rendah bersih
(karakteristik lebih dan standarisasi
vertikal) makin besar (karakteristik
buruk)
bagus)
75
Tanpa guide vane, Cavitasi besar dan
Pompa 50 - Head 1,5 Biaya sangat rendah
Digunakan untuk debit harus dijaga perbaikan runner vane
reversible sekitar - 30 m ; karena dapat
membalik sebuah pompa efisiensi maks ditto dibutuhkan. Masa
(Batang 5000 Debit 0,5 menggunakan pompa
standar rendah (lebih kecil pakai bearing dan seal
vertikal) kW - 5m3/s yang ada di pasar
dari 80%) batang pendek.
76
Tabel 2.26 Jenis dan Karakteristik tiap tipe Turbin Impulss
Jenis Garis besar Kapasitas Head & Debit Beban Parsial Variasi head Perawatan Harga
Semburan air dari nozzle Efisiensi turun Efisiensi Operasi dari
Secara biaya kecil
menghantam bagian Head: 70-400 m dapat dihindari turun karena jarum dan
Francis batang mesin menjadi besar
belakang runner. Debit di 100-5000 kW Debit: 0,2-3 meskipun jika perubahan deflektor rumit.
horisontal karena kecepatan
kontrol oleh jarum valve m3/s debit pada head Perawatan sedikit
putaran rendah
dari nozzle bervariasi efektif rendah
Konstruksi sangat
sederhana aliran air ke
Efisiensi
dalam runner tipe silindris
maksimum
pada sudut yang tepat dari
Head: 5-100 m kecil tetapi Konstruksi sangat
Cross flow (batang batang dan keluaran
50-1000 kW Debit: 0,1-10 saat efisiensi ditto sederhana Lebih murah
horizontal) setelah melalui runner.
m3/s rendah perawatan mudah.
Satu atau dua guide vane
outputnya
mungkin disiapkan untuk
bagus
dua langkah output
tetgantung debit air
Seperti hantaman
Ditto 2 jenis
semburan air ke belakang Lebih murah,
Head: 5-100m nozzle
runner dalam lingkaran 100-sekitar kecepatan putaran
Turgo impulse Debit: 0,2-8 digunakan ditto Ditto
flank dan pitch dapat 10000 kW dapat ditingkatkan
m3/s untuk
menjadi kecil, kecepatan untuk mesin kecil
mengatur debit
runner dapat ditingkatkan
Sumber: JICA (2009: 7-12)
77
78
2.8.3 Kavitasi
Kavitasi terjadi ketika tekanan hidrodinamis pada aliran air jatuh di bawah tekanan
uap, sehingga terjadi fase penguapan atau pembentukan uap. Fenomena ini akan
membentuk gelembung-gelembung yang terbentuk akibat fase yang ada disebut dengan
kavitasi. Untuk menghindari kavitasi maka dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan
berikut
H sv
σ t= (2-141)
H
Dengan:
σt = sigma Thoma
Hsv = Suction head
H = tinggi jatuh efektif
Nilai Hsv didapatkan dari persamaan berikut
Hsv = Hatm – z – Hvap + Ve2/2g + Hl (2-142)
Dengan:
Hatm = tekanan atmosfir
Hvap = tekanan uap air
z = elevasi di atas permukaan saluran pembuang (tailrace)
Ve = kecepatan rerata dari saluran pembuang
Hl = kehilangan tinggi pada draft tube
Apabila kehilangan tinggi pada draft tube dan kecepatan pada saluran pembuang
diabaikan, sigma Thoma dapat ditemukan dengan persamaan berikut
H atm −H vap −z
σ t= (2-143)
H
Berdasarkan kecepatan spesifik sigma Thoma dapat diketahui melalui persamaan
berikut untuk turbin Francis dan Kaplan
Francis σ t=7,54 × 10−5 . ns1,41 (2-144)
Kaplan σ t=6,40 ×10−5 . n s1,46 (2-145)
Dengan:
ns = kecepatan spesifik
Untuk menghindari kavitasi, turbin harus ditempatkan paling tidak lebih dari nilai
zp, diatas tinggi muka air pada saluran pembuang. Nilai zp dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini
79
Adapun pondasi untuk rumah pembangkit dengan turbin reaksi (Francis atau Propeller)
pada gambar 2.56 untuk pondasi atas tanah. Sedangkan pada gambar 2.57 untuk pondasi
bawah tanah.
81
2.8.8 Generator
Generator adalah komponen elektrikal yang akan mengubah energi gerak menjadi
energi listrik. Berdasarkan karakteristik turbin yang digunakan, maka untuk
memilih generator perlu menyesuaikan kecepatan turbin dengan kecepatan
generator. Sehingga, tahapan untuk menentukan spesifikasi umum generator yang
digunakan adalah sebagai berikut
Menentukan kecepatan turbin
Dengan:
n = kecepatan putar
Ns-max = kecepatan spesifik maksimum
Hnett = tinggi jatuh efektif
P = estimasi daya dihasilkan tiap turbin (kW)
Menentukan frekuensi generator yang digunakan yaitu 50 Hz atau 60 Hz
Menentukan kecepatan sinkron (turbin dengan generator)
120× f
Kecepatan putaran (n) = (2-148)
p
Dengan:
f = frekuensi (50 atau 60 Hz)
p = jumlah kutub generator
Setelah didapatkan kecepatan putar turbin maka untuk menentukan kecepatan
putar generator dapat menggunakan kecepatan sinkron dengan frekuensi 50 Hz
dan 60 Hz, dan merencanakan generator berdasarkan kecepatan putar sinkron
yang mendekati kecepatan putar turbin
2.9.1 Aliran/Debit
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PLTM atau PLTMH tidak dapat
beroperasi dengan baik apabila debit aliran yang digunakan dibawah dari debit desain.
Sehingga sangat penting untuk mengetahui debit aliran nyata selama beberapa tahun
sehingga dapat ditentukan debit nominal untuk dasar perencanaan PLTM atau PLTMH.
Namun, data terkait debit aliran nyata selama beberapa tahun sangat jarang sekali
ketersediaannya sehingga digunakan perhitungan seperti yang telah dipaparkan di halaman
sebelumnya dengan menggunakan flow duration curve (FDC). Menggunakan FDC kita
dapat menentukan aliran atau debit mana yang dapat dimanfaatkan dan akhirnya hingga
dapat ditentukan turbin yang paling cocok untuk debit tersebut.
Jika listik harus selalu tersedia sepanjang tahun, maka debit desain harus
ditentukan berdasarkan debit aliran terminimum (aliran yang dimaksud adalah
selama 100% tahun = 365 dalam kurva durasi aliran (FDC)) dalam
pelaksanaannya, waktu operasi juga akan diberhentikan selama pemeliharaan
dan perbaikan (setelah kegagalan komponen) atau selama banjir besar pada
sungai.
85
Jika listrik hanya dibutuhkan pada saat penggunaan listrik lebih besar
daripada listrik yang dapat disediakan oleh PLTM/PLTMH, sehingga harus
dilakukan strategi dalam pengoperasian.
Sebuah PLTM memerlukan dua hal yang utama, yaitu debit air dan ketinggian jatuh
(head) untuk menghasilkan tenaga penggerak turbin. Tenaga yang didapat dari air
dikoversikan sehingga menjadi daya yang dapat dibangkitkan
Daya kotor adalah head kotor (Hgross) yang dikalikan dengan debit air (Q) dan juga
dikalikan dengan faktor gravitasi (g = 9,81 m/s2), sehingga persamaan dasar pembangkit
listrik adalah:
Pnet = g ×Hgross × Q × η (2-2)
Dengan:
Pnet = Daya bersih dalam kilowatt (kW)
87