Anda di halaman 1dari 85

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum

Pembangkit listrik dengan memaanfaatkan air pada prinsipnya pembangkit listrik yang
memanfaatkan debit air yang kemudian air tersebut dilewatkan melalui turbin dengan
membuat rekayasa teknis agar energi air yang lewat dapat semaksimal mungkin. Adapun
yang biasa dikenal oleh masyarakat adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun
sebenarnya ada beberapa jenis pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga air namun
tidak disebut sebagai PLTA, yaitu pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dan
pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM). Ketiga jenis pembangkit listrik tersebut
memanfaatkan energi air untuk membangkitkan listrik.
Selain memanfaatkan debit PLTA, PLTM atau PLTMH juga memanfaatkan tinggi jatuh
sehingga dalam suatu perencanaan PLTA, PLTM atau PLTMH perlu adanya peninjauan
potensi debit yang bisa dimanfaatkan sampai dengan lokasi yang tepat agar didapatkan
tinggi jatuh yang maksimal. Oleh karena itu, sebelum merencanakan pembangkit listrik
dengan energi air secara menyeluruh, maka diperlukan pengetahuan tentang hidrologi,
kelistrikan, bangunan sipil, permesinan dan ekonomi untuk studi kelayakan (feasibilty
study).

2.2 Klasifikasi tipe PLTA

Setiap pembangkit listrik yang memanfaatkan energi air memiliki spesifikasi


tergantung dengan penempatan lokasi, tetapi pembangkit listrik yang memanfaatkan energi
air dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, antara lain:
a. Ukuran dan kapasitas terpasang
b. Ketersediaan Head
c. Operasi
d. Tujuan pengadaan
e. Ekonomi
2.2.1 Berdasarkan kapasitas terpasang
PLTA pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas/daya terpasang, P
(Mega Watt). Banyak pendapat tentang kelas dari PLTA berdasarkan daya terpasangnya.

5
6

Klasifikasi berikut merupakan klasifikasi dengan perkiraan kelas yang telah disetujui secara luas.
Namun, kriteria dan kelas dari klasifikasi PLTA berdasarkan daya terpasang sangat
tergantung dengan negara masing-masing. Di Indonesia klasifikasi berdasarkan daya yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
a. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik
dengan daya yang dihasilkan adalah P<100 kW
b. Pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM) adalah pembangkit listrik dengan
daya yang dihasilkan adalah 100 kW < P < 5000 kW
c. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah pembangkit listrik dengan daya
yang dihasilkan adalah P > 5 MW

2.2.2 Berdasarkan tinggi jatuh (head)


Berdasarkan tinggi jatuh (Head) yang diekploitasi untuk produksi listrik.
Pembangkit Listrik Tenaga air (PLTA) dibagi menjadi beberapa kategori. (Hydroelectric
Power Guide for Developer and Investor, 2011) Sebagai berikut
a. High Head yaitu H>100 meter
b. Medium Head yaitu H 30 meter < H < 100 meter
c. Low Head yaitu H<30 meter
Namun seperti klasifikasi berdasarkan daya atau kapasitas terpasang kategori diatas dapat
bervariasi menurut negara masing-masing.

2.2.3 Berdasarkan operasi


Pembangkit Listrik juga sering diklasifikasikan menjadi tiga jenis, berdasarkan
operasi dan tipe pengaliran. Run-of-river (RoR), tampungan (reservoir), dan dengan pompa
adalah klasifikasi jenis PLTA dari yang berskala kecil hingga berskala besar, tergantung
hidrologi dan topografi dari daerah tangkapan air (watershed). Adapun jenis keempat, yang
disebut dengan in-stream technology, yang saat ini masih belum banyak di terapkan di
seluruh dunia. Berikut ini merupakan beberapa jenis Pembangkit Listrik diklasifikasikan
berdasarkan operasionalnya (Kumar dan Schei: 451)
a. Run of river
Pembangkit listrik tenaga air yang berjenis ror mentransmisi energi untuk
menghasilkan listrik secara khusus hanya mengguakan aliran air sungai. Salah
satu komponen yang terdapat dalam sistem run of river biasanya ada yang
berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (jangka pendek) contohnya
7

adalah konstruksi bendung. Run of river juga sangat tergantung oleh aliran air
sungai setempat, yang berarti hujan dan limpasan sangat berpengaruh. Dalam
sistem run of river aliran air sungai dialihkan ke bangunan pengambilan
(intake) yang kemudian disalurkan ke saluran sampai dengan turbin yang
terhubung dengan generator elektrik.

Gambar 2.1 Sistem Run of River


Sumber: Kumar & Tormod (2011: 451)
b. Tampungan (Reservoir)
Pembangkit listrik tenaga air dengan menggunakan penampungan juga sering kali
disebut Storage Hydropower. Tampungan dari waduk atau danau mengurangi
ketergantungan terhadap aliran sungai yang tidak menentu seperti halnya sistem
run of river. Rumah Pembangkit diletakkan di hilir tampunan atau di kaki
bendungan yang terhubung dengan saluran tertutup atau pipa. Jenis dan desain
tampungan ditentukan berdasarkan topografi dan banyak hal lain.
8

Gambar 2.2 Sistem Tampungan (Storage Hydropower)


Sumber: Kumar & Tormod (2011: 451)
c. Tampungan terpompa (Pumped Storage)
Pembangkit dari tampungan terpompa merupakan pembangkitan listrik yang tidak
dari sumber energi alamiah, melainkan dengan bantuan alat yaitu pompa.
Sistem rekayasa energi yang dilakukan adalah dengan memompa air dari
tampungan yang lebih rendah ke tampungan yang lebih tinggi. Kemudian di
waktu tertentu air di kembalikan ke tampungan yang lebih rendah dan
menghasilkan energi yang besar. Walaupun kehilangan energi dan biaya pada
saat pemompaan namun pembangkit dapat menghasilkan daya yang besar.

Gambar 2.3 Sistem Tampungan Terpompa (Pumped Storage)


Sumber : Kumar & Tormod (2011 : 451)
9

d. In Stream Technology
Untuk mengoptimasi fasilitas atau infrastruktur yang telah ada seperti bendung tetap,
kanal, bendung gerak, atau terjunan, turbin kecil atau turbin hidrokinetik dapat
dipasang untuk membangkitkan listrik. Pada dasarnya juga skema ini kurang lebih
seperti skema Run-of-River. Peralatan hidrokinetik dipasang yang kemudian
menangkap energi yang dapat membangkitkan listrik.

Gambar 2.4 In stream technology


Sumber: Kumar & Tormod (2011: 451)

2.2.4 Berdasarkan Tujuan Pengadaan


Pembangkit Listrik (hydropower) juga diklasifikasi berdasarkan tujuan
pengadaan. (Hydroelectric Power Guide for Developer and Investor, 2011), Terdapat
2 jenis yaitu:
a. Single Purpose
Infrastruktur pembangkit listrik tenaga air yang hanya digunakan untuk satu
peruntukan, yaitu menghasilkan listik.
b. Multi Purpose
Infrastruktur pembangkit listrik tenaga air yang menyediakan air untuk kebutuhan lain
selain untuk memproduksi listrik, adapun beberapa fungsi dari PLTA dengan
peruntukan multi purpose yaitu : irigasi lahan, proteksi terhadap banjir, mitigasi
pada saat musim kering, suplai air bersih dan untuk sarana rekreasi serta
kebutuhan masyarakat lainnya.
10

2.2.5 Berdasarkan Ekonomi


Dari segi ekonomi PLTA juga dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu:
a. PLTA yang bekerja sendiri.
Dalam arti bahwa PLTA ini hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu
dan produksi listriknya tidak dihubungkan dengan sentral listrik yang lain.
b. PLTA yang bekerja sama
PLTA yang memiliki kaitan dengan sentral listrik yang lain seperti perusahaan listrik
negara (PLN) sehingga produksi listrik dapat didistribusi kepada masyarakat
secara luas. Sehubungan dengan hal ini maka PLTA dapat digunakan untuk
beban dasar dan beban maksimum.

2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air


Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah salah satu pembangkit yang
memanfaatkan aliran air untuk diubah menjadi energi listrik. Energi listrik yang
dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. Pembangkit listrik ini bekerja
dengan cara merubah energi air yang mengalir (dari bendungan atau air terjun)
menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari energi mekanik menjadi
energi listrik (dengan bantuan generator). Kemudian energi listrik tersebut dialirkan
melalui jaringan-jaringan yang telah dibuat, hingga akhirnya energi listrik tersebut
sampai ke konsumen.
11

2.4 Hubungan Pemanfaatan Air dan Energi Listrik


Air adalah salah satu sumber energi alami yang sangat besar. Energi air bisa
dimanfaatkan untuk menjadi listrik, melalui pembangkit listrik tenaga air.
Menghasilkan listrik dengan cara seperti ini tentunya akan lebih ramah lingkungan.
Dibandingkan dengan menghasilkan listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Sebab, limbah dari pembakaran fosil bisa menyebabkan emisi gas rumah kaca
Energi fosil saat ini memasok 80 persen kebutuhan energi dunia, termasuk untuk
sistem transportasi. Beberapa sumber energi fosil, termasuk sumber energi
inkonvensional seperti tar sands, gas hidrat, gas dan minyak, masing-masing
mempunyai pengaruh besar bagi jumlah dan kualitas air. Dalam memproduksi bahan
bakar alternatif untuk transportasi, khususnya biofuel, tergantung pada penerapan
tertentu dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap kualitas dan sumber
air.

Untuk bisa menghasilkan energi listrik dari air, harus melalui beberapa tahapan perubahan
energi, yaitu:
A. Energi Potensial
Energi potensial yaitu energi yang terjadi akibat adanya beda potensial, yaitu akibat adanya
perbedaan ketinggian. Besarnya energi potensial yaitu:
Ep = m . g . h
Dimana:
Ep : Energi Potensial
m : massa (kg)
g : gravitasi (9.8 kg/m2)
h : head (m)
B. Energi Kinetis
Energi kinetis yaitu energi yang dihasilkan akibat adanya aliran air sehingga timbul air
dengan kecepatan tertentu, yang dirumuskan.
Ek = 0,5 m . v . v
Dimana:
Ek : Energi kinetis
m : massa (kg)
v : kecepatan (m/s)
12

C.  Energi Mekanis
nergi mekanis tergantung dari besarnya energi potensial dan energi kinetis.
Besarnya Energi mekanis yaitu energi yang timbul akibat adanya pergerakan turbin.
Besarnya eenergi mekanis.
dirumuskan:
Em = T . ω . t
Dimana:
Em : Energi mekanis
T : torsi
ω : sudut putar
t : waktu (s)

D.  Energi Listrik
Ketika turbin berputar maka rotor juga berputar sehingga menghasilkan energi listrik sesuai
persamaan:
El = V . I . t
Dimana:
El : Energi Listrik
V : tegangan (Volt)
I : Arus (Ampere)
t : waktu (s)

2.4.1 Pemanfaatan Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi dapat dimanfaat kan sebagai pembangkit listrik dalam taraf
yang kecil seperti PLTMH. Dalam pengembangannya, PLTMH sendiri merupakan
versi sederhana PLTA yang merupakan taraf besar.
Tujuan dari penerapan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di jaringan irigasi
adalah untuk menunjang pembangunan pedesaan melalui peningkatan taraf sosial-
ekonomi masyarakat desa. Jaringan irigasi yang banyak dibangun di daerah pedesaan
untuk menunjang pembangunan pertanian menyimpan potensi tenaga air yang cukup
besar untuk dimanfaatkan bagi PLTM.
  Penerapan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di jaringan irigasi adalah untuk
mengembangkan potensi tenaga air yang terdapat pada jaringan irigasi menjadi potensi
13

tenaga listrik, dengan membuat pembangkit listrik tenaga mikrohidro pada bagian-bagian
dari jaringan irigasi yang mempunyai potensi, dan menyalurkan tenaga listrik yang
dihasilkan kepada masyarakat pemakai untuk dimanfaatkan bagi pengembangan potensi
sosial-ekonomi desa (pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, keagamaan, pertanian,
peternakan, industri kecil/rumah, kerajinan, ketrampilan, perdagangan dan lain-lain).
Dalam pengembangan jaringan irigasi sebagai pemanfaatan air sebagai pembangkit energy
listrik terdapat beberapa persyaratan teknis yang setidaknya dapat terpenuhi :
1.    Sistem pengelolaan jaringan irigasi cukup baik, sehingga pendistribusian
air berlangsung secara teratur sepanjang tahun.
2.    Debit air yang diperlukan tersedia sepanjang tahun dan dapat dipenuhi
oleh debit sungai rata-rata pada musim kemarau.
3.    Tinggi terjun yang cukup, yang bersama-sama dengan debit aliran
menghasilkan potensi tenaga air yang dinyatakan dengan
daya sumber :    
Ps = r gQH

dimana :
Ps = daya sumber (W)
r = kerapatan massa air (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
            Q = debit aliran (m3/dt)
            H = tinggi terjun (m)
Potensi listrik tenaga mikrohidro dinyatakan dengan daya hasil :
Ph = ht Ps
            dimana :
            Ph = daya hasil (W)
            ht = effisiensi total PLTM (%)
4. Pembuatan PLTM tidak mengganggu sistem irigasi yang sudah ada, bahkan agar
diusahakan adanya peningkatan/perbaikan.

5 PLTM menggunakan teknologi tepat guna agar pembuatan, pengoperasian dan


pemeliharaannya dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja setempat.

2.4.2 Pemanfaatan Sistem Distribusi Air Bersih


14

Pembangkit listrik tenaga air ukuran kecil menjadi alternatif solusi permasalahan
tersebut. Ada berbagai macam sumber air yang bisa digunakan sebagai pembangkit
listrik, diantaranya sungai, irigasi, waduk, bendungan. Untuk pembangkit listrik yang
memanfaatkan sungai, irigasi, waduk, dan bendungan sudah banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Namun untuk pembangkit listrik yang memanfaatkan energi dari
dari jaringan pipa transmisi PDAM belum banyak dikembangkan di Indonesia.
Konsep pembangkit listrik menggunakan jaringan pipa transmisi PDAM adalah
memanfaatkan beda ketinggian dari sumber ke daerah pelayanan. Kondisi eksisting
jaringan pipa di bregas terdapat Bak Pelepas Tekan (BPT) untuk menghilangkan
tekanan pada aliran air pada beda ketinggian yang cukup signifikan. Konsep
pengembangannya ialah dengan memasukkan turbin ke dalam pipa sebelum Bak
Pelepas Tekan ( BPT ) untuk mengambil energi listriknya. Selain itu lokasi yang
berada di pedesaan akan meningkatkan ekses listrik di daerah sekitar.
Bebarapa sistem distribusi air bersih yang dapat dimanfaatkan sebagai
pembangkit energy listrik adalah :
1. Gravitasi
Jadi pengaliran air bersih menggunakan perbedaan elevasi. Umumnya penggunaan
sistem gravitasi ini pada daerah hulu yang airnya masih cukup bersih, air yang
masih bersih ini nantinya dialirkan ke kolam penampungan yang nantinya akan
diolah oleh pihak terkait seperti PDAM. Pada sistem ini dapat ditaruh sistem
PLTMH dengan cara menggunakan terjunan untuk menggrakkan turbin atau
dengan membuat sistem pipa dari sumber mata air untuk menggerakkan turbin.
2. Sistem Pompa
Digunakan untuk menaikkan air dari elevasi lebih rendah ke elevasi lebih tinggi. Jarang
sekali dalam pemanfaatan PLTMH dikarenakan tujuan dari pembangkit senndiri
adalah energi listrik. Dapat digunakan sebagai sistem loop dalam penggerakan
pompa.
3. Sistem Gabungan

2.4.3 Pemanfaaatan Bangunan Pengendali Banjir


15

Dalam pemanfaatannya, bangunan pengendali banjir yang dapat digunakan sebagai


PLTA adalah bendung dan waduk. Umumnya yang lebih banyak digunakan sebagai
PLTA adalah waduk. Waduk sendiri dalam sistem PLTA berfungsi untuk meninggikan
elavasi air agar dapat tercipta tinggi jatuh yang cukup untuk menggerakkan turbin pada
rumah energin pada sistem PLTA.
Sedangkan dalam sistem bendung, air dari intake bendung dapat dialirkan melalui
saluran lalu dialirkan menuju turbin dengan sistem kerja yang hamper sama dengan
sistem pada waduk.
Sistem sederhana dalam operasi PLTA :
1. Bendungan, berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi
jatuh air. Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk
menyimpan energi.
2.      Turbine, gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar.
Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin
untuk memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin
merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik.
3.      Generator, dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-
baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya
merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA
bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya.
4.      Jalur Transmisi, berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-
rumah dan pusat industri.

2.5 Kajian Hidrologi Dalam Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Air


Kajian hidrologi dalam perencanaan PLTM perlu dilakukan mengingat PLTM
memanfaatkan debit air sungai yang potensi debit air tersebut dipengaruhi kondisi
hidrologi. Sehingga, kajian hidrologi menjadi penentu dalam output PLTM dari segi
dimensi bangunan sipil sampai dengan daya yang dihasilkan, dan yang menjadi parameter
rujukan dalam kajian hidrologi ini adalah potensi debit serta curah hujan yang didalamnya
juga termasuk klimatologi setempat.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi hidrologi yang kurang layak,
berakibat pada debit aliran yang minim pula. Hal tersebut mempengaruhi efisiensi dan
daya yang dihasilkan. Begitupun juga apabila kondisi hidrologi suatu daerah yang
cenderung ekstrim juga menjadi kendala dalam perencanaan PLTM, dampak yang
16

diakibatkan adalah pada peningkatan biaya pada saat konstruksi sampai dengan pasca
konstruksi.
Sehingga, dengan analisa hidrologi yang tepat diharapkan dapat ditentukan debit yang
konstan atau terjamin ketersediannya, tidak terlampau ekstrim yang berakibat pada
kerusakan konstruksi PLTM, dan kerugian-kerugian lainnya.

2.5.1 Debit Andalan


Debit andalan adalah debit yang tersedia sepanjang tahun dengan besarnya resiko
kegagalan tertentu. Menurut observasi dan pengalaman, besarnya debit andalan untuk
berbagai keperluan adalah sebagai berikut:
 Air minum 99% (seringkali mendekati 100%)
 Industri 95% - 98%
 Irigasi (Setengah lembab) 70% - 85%
 Kering 80% - 95%
 PLTA 85% - 90%
Untuk PLTA umumnya dipakai peluang 97,3% karena dalam 1 tahun biasanya
turbin dan generator akan mengalami turun mesin (overhaul) selama 10 hari. Dengan
demikian, dalam 1 tahun PLTA beroperasi efektif selama 365 hari – 10 hari = 355
hari, yaitu (355/365) × 100% = 97,3 %
Ada beberapa metode yang dijadikan acuan untuk menganalisa model debit
untuk penentuan debit andalan yaitu Metode FJ Mock dan Metode National Rural
Electric Cooperative Association (NRECA). Namun untuk menyempurnakan analisa
dari metode-metode tersebut diperlukan beberapa analisa lanjutan untuk menentukan
probabilitas keandalannya antara lain Metode Basic Year, Metode Basic Month,
Metode Debit Rerata Minimum dan Metode Flow Characteristic.
2.5.1.1 Metode F.J Mock
Dr. F.J. Mock (1973) memperkenalkan model sederhana simulasi keseimbangan air
bulanan untuk aliran yang meliputi data hujan, evaporasi dan karakteristik hidrologi daerah
pengaliran. Kriteria perhitungan dan asumsi yang digunakan dalam analisa ini adalah
sebagai berikut:
a. Evaporasi Aktual (Ea)/Evaporasi Terbatas (Et)
17

Evapotranspirasi aktual dihitung dari evaporasi potensial metode Penman (ETo).


Hubungan antara Evaporasi potensial dengan Evaporasi Aktual dihitung
dengan rumus:
Ea = ETo – ΔE  (Ea = Et) (2-34)
ΔE = ETo × (m/20) × (18 – n)  (E = ΔE) (2-35)

Dengan:
Ea = Evapotransporasi aktual (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
ETo = Evaporasi Potensial Metode Penman
M = Prosentase lahan yang tidak tertutup tanaman
m = 0 untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 untuk lahan dengan hutan sekunder pada akhi musim hujan dan
bertambah 10% setiap bulan kering berikutnya
m = 10 - 40% untuk lahan yang tererosi
m = 30 – 5% untuk lahan pertanian yang diolah
n = jumlah hujan dalam sebulan
b. Keseimbangan air di permukaan tanah
Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut
Ds = P – Et (2-36)
Dengan:
Ds = Air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm/hari)
P = curah hujan (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
Bila harga Ds positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas
kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas bila kondisi
tanah jenuh. Bila harga ds negatif (P < Et), sebagian air tanah akan keluar dan
terjadi kekurangan (defisit). P = curah hujan
Perubahan Kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga Ds. Bila
harga Ds negatif maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila Ds
positif akan menambah kekurangan kapasitas kelebaban tanah bulan
sebelumnya.
c. Kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity)
18

Perkiraan kapasitas kelembaban tanah awal diperlukan pada saat dimulainya simulasi
dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah
pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air
dalam tanah per m3. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar,
maka kapasitas kelembaban tanah akan makin besar pula.
Jika pemakaian model dimulai bulan Januari, yaitu pertengahan musim hujan, maka
tanah dapat dianggap berada pada kapasitas lapangan (field capacity).
Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat
kekurangan, dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah kapasitas
lapangan.
d. Limpasan
Koefisien Infiltrasi (i), Koefisien Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas
tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang porous misalnya pasir
halus mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibandingkan tanah lempung berat.
Lahan yang terjal di mana air tidak sempat infiltrasi ke dalam tanah maka
keofisien infiltrasi akan lebih kecil. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1,0.
Penyimpanan air tanah (Groundwater Storage), Pada permulaan simulasi harus
ditentukan penyimpanan awal (initial storage) yang besarnya tergantung dari
kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai contoh: dalam daerah pengaliran
kecil yang mana kondisi geologi lapisan bawah adalah tidak tembus air dan
mungkin tidak ada air di sungai pada musim kemarau, maka penyimpanan air
tanah menjadi nol. Rumus-rumus yang digunakan adalah:
1
Vn = k. V n−1 + ( 1+ k ) . ln (2-37)
2
DVn = Vn - V n−1 (2-38)
Dengan,
Vn = volume air tanah bulan ke n
V n−1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
K = qt/qo = faktor resesi aliran air tanah
qt = aliran air tanah pada waktu ke t (bulan ke t)
qo = aliran air tanah pada awal (bulan ke 0)
ln = infiltrasi bulan ke n
DVn-1 = perubahan volume aliran air tanah
19

Fakor resesi air tanah (k) adalah 0 – 1,0. Harga K yang tinggi akan memberikan
resesi yang lambar seperti pada kondisi geologi lapisan bawah yang sangat
lulus air.
Limpasan (Run Off)
Aliran dasar : infiltrasi dikurangi perubahan vol. aliran air tanah
Limpasan langsung : kelebihan air (water surplus) – infiltrasi
Limpasan : aliran dasar + limpasan
Debit andalan : Aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan
e. Langkah-langkah perhitungan
 Mempersiapkan data-data yang dibutuhkan, antara lain: rerata hujan daerah
(P), evapotranspirasi potensial (Eto), jumlah air hujan (n), faktor resesi
aliran air tanah (k), dan angka koefisien infiltrasi.
 Menentukan evapotranspirasi terbatas.
 Menentukan besar hujan di permukaan tanah (Ds)
 Menentukan harga kelembaban tanah (SMC)
 Menentukan infiltrasi, koefisien antara 0 – 1,0
 Menentukan air lebihan tanah (water surplus)
 Menentukan kandungan air bawah tanah (Vn)
 Menentukan perubahan kandungan air bawah tanah (DVn)
 Menentukan aliran dasar dan aliran langsung.
 Menentukan debit yang tersedia di sungai.
20

Gambar 2.15 Diagram Alir Perhitungan F.J Mock


Sumber: IMIDAP ESDM 2A (2009: 16)

2.5.1.2 Analisis debit Andalan


Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan kemungkinan debit terpenuhi
dalam prosentase tertentu, misalnya 90%, 80% atau nilai prosentase lainnya, sehingga
dapat dipakai untuk kebutuhan pembangkitan. Debit andalan pada umumnya dianalisis
sebagai debit rata-rata untuk periode 10 hari, setengah bulanan atau bulanan. Kemungkinan
tak terpenuhi dapat ditetapkan 20%, 30% atau nilai lainnya untuk menilai tersedianya air
berkenaan dengan kebutuhan pengambilan (diversion requirement).
Debit andalan yang optimal didapatkan melalui analisis dengan menggunakan
metode catatan debit sungai dan atau apabila catatan debit itu terdapat bagian yang
tidak ada, maka digunakan hasil analisis sebagaimana dijabarkan di atas.
Debit perkiraan dan probabilitas digambarkan dalam flow duration curve
yang menggambarkan probabilitas/persentase ketersediaan air pada sumbu ordinat
dan besar debit andalan pada sumbu aksis sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar
2.16 yang digambarkan berdasarkan seluruh data debit terurut dari debit terbesar
hingga debit terkecil dan persentase probabilitas. Debit andalan didapatkan dari flow
duration curve untuk persentase keandalan yang diperlukan
21

Gambar 2.16 Contoh Flow Duration Curve


Sumber: IMIDAP ESDM 2A (2009: 22)

Dalam referensi lain, untuk mengatur data debit dapat dilakukan dengan
merencanakan flow duration curve (FDC). FDC menunjukan titik tertentu pada
sungai dengan perbandingan waktu, dimana debit yang mengalir adalah sama atau
melebihi nilai tertentu, hal ini diperoleh dari hidrograf dengan mengatur data secara
besaran debit yang diurutkan bukan secara kronologis. Aliran yang ditinjau
kemudian dapat ditunjukkan dengan grafik seperti pada gambar 2.17

Gambar 2.17 Grafik Flow Duration Curve (FDC) dengan skala log
Sumber: ESHA (2004: 56)

Data yang ditampilkan pada grafik gambar 2.20 merupakan contoh aliran debit terurut
dengan urutan sebagai berikut:
22

 Aliran 8,0 m3/detik mengalir selama 41 hari dengan probabilitas 11,23%


setahun
 Debit 7,0 m3/det mengalir selama 54 hari dengan probabilitas 14,9% setahun
 Debit 6,5 m3/det mengalir selama 61 hari dengan probabilitas 16,8% setahun
 Debit 5,5 m3/det mengalir selama 80 hari dengan probabilitas 21,8% setahun
 Debit 5,0 m3/det mengalir selama 90 hari dengan probabilitas 24,66% setahun
 Debit 4,5 m3/det mengalir selama 100 hari dengan probabilitas 27,5% setahun
 Debit 3,0 m3/det mengalir selama 142 hari dengan probabilitas 39% setahun
 Debit 2,0 m3/det mengalir selama 183 hari dengan probabilitas 50% setahun
 Debit 1,5 m3/det mengalir selama 215 hari dengan probabilitas 58,9% setahun
 Debit 1,0 m3/det mengalir selama 256 hari dengan probabilitas 70% setahun
 Debit 0,5 m3/det mengalir selama 365 hari dengan probabilitas 100% setahun
Catatan debit atau hasil analisis empiris akan dianalisis kembali untuk
mendapatkan peluang keandalan yang diperlukan yang dapat dipilih keandalan lebih
besar dari prosentase tertentu yang telah ditetapkan, misalnya 90%, 80% atau nilai
lainnya.
Tahap ini dapat menggunakan beberapa metode untuk menentukan seberapa
besar keandalan aliran. Hasil dari tahap ini digunakan nilai terkecil yang
memungkinkan sehingga didapat julat aman debit keandalan.
Metode analisis frekuensi dilakukan dengan cara menyusun data dari besar ke kecil
kemudian menghitung probabilitasnya dengan persamaanWeibull
m
P= +100 % (2-39)
n+1
Dengan
P = probabilitas kejadian (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data dalam analisis
Adapun tahapan perhitungan kurva durasi aliran dalam interval waktu tertentu
berdasarkan SNI 6378:2015 sebagai berikut
 Kumpulkan data debit dengan interval waktu tertentu atau debit setelah
dilakukan analisis F.J Mock
23

 Cek kecukupan panjang pencatatan data debit, dengan persyaratan jika terdapat
data yang kosong dapat dilakukan pemodelan untuk menghasilkan debit
simulasi.
 Lakukan uji validasi untuk data debit. Jika tidak lolos uji maka gunakan data
debit tahun-tahun terakhir saja, minimal satu tahun. Debit tersebut akan
digunakan sebagai data debit pengamatan pada tahapan kalibrasi di pemodelan,
selanjutnya menggunakan model yang sama dilakukan perpanjangan debit
simulasi.
 Susun seluruh data debit dari besar ke kecil (descending) setiap interval waktu
tertentu misal data bulan Januari dan seterusnya sampai Desember.
 Tentukan peringkat data.
 Hitung probaboilitas dari setiap data berdasarkan peringkat data dengan
menggunakan persamaan 2.42
 Hitung debit andalan berdasarkan probabilitas sesuai peruntukan, bila
probabilitas yang dihasilkan tidak tepat maka dapat dilakukan interpolasi linier.
 Buat kurva durasi debit dengan plot dara dari hasil urutan data terbesar hingga
terkecil
Dalam perencanaan PLTM/PLTMH setelah dilakukan perhitungan debit andalan
dengan metode tertentu maka dapat dipilih debit yang akan digunakan sebagai dasar
perencanaan baik untuk intake, saluran, sampai dengan turbin. Dalam penentuan
debit yang digunakan ada beberapa acuan yang dapat digunakan, antara lain:
a. Japan International Corporation Agency (JICA), Jepang

Gambar 2.18 FDC dan Debit Andalan


Sumber: JICA (2011: 5-2)
24

Aliran pada saat muim kemarau dari sungai yang berkapasitas kecil, yang
peruntukannya untuk PLTMH/PLTM, tidak hanya terpengaruh oleh
presipitasi pada penampang sungai, tapi juga faktor geologi setempat.
Pedoman PLTM/PLTMH dari JICA, menyarankan untuk menggunakan 95%
untuk debit andalan sebagai debit dasar yang dibutuhkan untuk
perencanaan. Adapun informasi lain pada JICA, bahwa presentase untuk
debit andalan yang digunakan dalam setahun operasi untuk mikro hidro dan
mini hidro:
Mikro hidro : 80-100% (untuk listrik pedesaan)
Mini hidro : 70-90% (di Filipina)
Dalam pedoman JICA terjemahan Indonesia presentase debit andalan yang
digunakan juga berbeda
Mikro hidro : 80-100%
Pembangkit listrik skala kecil : 45-65%
b. European Small Hydropower Association (ESHA), Eropa
Flow Duration Curve (FDC) memberikan bantuan dalam pemilihan debit
andalan yang tepat untuk perencanaan, dengan melihat debit yang mungkin
tersedia dan minimum aliran pada turbin, perkiraan kapasitas daya terpasang
dan energi rerata yang dihailkan dapat diketahui.

Gambar 2.19 Debit tersedia pada FDC


Sumber: ESHA (2004: 61)
Melalui gambar 2.22 diilustraikan kurva FDC pada lokasi tersebut telah dievaluasi. Debit
desain yang teridentifikasi telah melalui proses optimasi, pengecekan perbedaan
25

debit, yang nantinya memberikan debit desain optimum yang seharusnya lebih
besar dibandingkan selisih antara debit rerata dan debit yang tersedia. Apabila debit
desain telah ditentukan dan tinggi jatuh net telah ditetapkan maka dapat dipilih
turbin yang paling sesuai dengan karakteristik tersebut.
Gambar 2.19 juga menunjukan luasan yang dapat digunakan pada FDC. Setiap
turbin yang akan dipilih memiliki syarat debit minimal yang melalui turbin. Karena
dengan debit yang lebih kecil turbin tidak akan bisa beroperasi atau efisiensinya
menjadi sangat kecil.
Energi yang diproduksi dapat dihasilkan dengan membagi luasan yang ada
secara vertikal setinggi 5% dalam tiap bagian yang dimulai dari nilai terbawah.
Potongan terakhir akan memotong FDC pada debit minimum (Qmin atau
Qreserved) atau bahkan lebih besar dari itu. Pada setiap 5% potongan Q median
dihitung dan dapat dikorespondenkan dengan hturbin. Berikut adalah rumus yang
digunakan
E = W x Qmedian x H x çturbine x çgenerator x çgearbox x çtransformer x Õ x h (2-40)
Dengan
E = lebar potongan (tiap 5%) , kecuali potongan terakhir
h = jumlah jam dalam setahun
y = berat spesifik air (9,81 kN/m3)
Rerata dari energi yang dihasilkan adalah jumlah dari energi paada setiap potongan.
Kapasitas turbin akan dihasilkan berdasarkan debit desain, tinggi jatuh net, efisiensi
tubin, dan berat jenis spesifik air. Adapun minimum debit yang mengalir yang
merupakan presentase dari debit desain ditinjau dari tipe turbin konvensional.

2.5.2 Debit banjir rancangan


Banjir rancangan (design flood) adalah besaran debit yang secara statistik akan
disamai atau bahkan dilampaui sekali dalam kala ulang tertentu. Sebagai contoh Debit
banjir dengan kala ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun dan seterusnya. Debit banjir dengan
kala ulang 25 tahun artinya adalah debit yang secara statistik kemungkinan akan terjadi
sekali dalam 25 tahun dengan peluang kejadian tiap tahun adalah 1/25.
Kala ulang (return period) merupakan waktu hipotetik, yang mana hujan atau debit
dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu
tertentu. Jadi, tidak ada yang dapat memastikan bahwa kejadian tersebut akan berulang
secara teratur setiap kala ulang tersebut.
26

Dalam perhitungan debit banjir rencana banyak metode-metode yang dapat


diterapkan, dalam hal ini yang sering digunakan adalah Metode rasional dan metode
hidrograf satuan sintetis (HSS), adapun metode HSS yang biasa digunakan pula adalah
Nakayasu. Dan dalam penentuan metode yang digunakan dapat dilihat gambar 2.20

Gambar 2.20 Diagram Alir Pemilihan Metode Analisis Debit Banjir Rancangan
Sumber: IMIDAP ESDM 2A (2009: 28)

2.6 Desain Hidraulik Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro


Dalam sistem PLTM dibutuhkan komponen-komponen yang mendukung operasi
PLTM. Bukan hanya turbin dan komponen hidromekanik saja, namun konstruksi bangunan
sipil juga sangat diperlukan untuk menghasilkan PLTM dengan daya yang maksimal.
Adapun secara garis besar konstruksi bangunan sipil yang terdapat pada PLTM seperti
bangunan bendung, intake, saluran pengendap, saluran pembilas, saluran pembawa, bak
penenang, penstock sampai dengan rumah pembangkit dan konstruksi pendukung lainnya.

2.6.1 Komponen PLTM


Dalam perencanaan PLTM diperlukan adanya konstruksi untuk menunjang
operasional PLTM. Apabila salah satu komponen yang diperlukan tidak dilaksanakan
27

maka tentu akan mengurangi kinerja PLTM karena setiap komponen PLTM saling
berkaitan. Adapun skema kinerja PLTM dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Skema Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro


Sumber: IMIDAP (2008: 6)
Secara umum komponen PLTM atau PLTMH terdiri dari bendung (Weir),
Bangunan Pengambilan (Intake), Saluran Pembawa (Headrace), Bak Penampungan
(Forebay), Saringan (Trash Rack), Saluran Pembuangan (Spillway), Pipa pesat
(Penstock), Rumah pembangkit (Power house), Tailrace dan Jaringan Transmisi.

2.6.1.1 Bak pengendap


Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari air.
Fungsi dari bak pengendap adalah sangat penting untuk melindungi komponen-
komponen berikutnya dari dampak pasir. Bak pengendap dibuat dengan
memperdalam dan memperlebar sebagian saluran pembawa dan menambahnya
dengan beberapa komponen, seperti saluran pelimpah, saluran penguras dan
sekaligus pintu pengurasnya.
28

Gambar 2.8 Bak Pengendap


Sumber: JICA (2009: 2-2)

2.6.1.2 Saluran pembawa (Head Race)


Saluran pembawa mengikuti kontur dari sisi bukit untuk menjaga elevasi dari
air yang disalurkan. Ada berbagai macam saluran pembawa, antara lain terowongan,
saluran terbuka dan saluran tertutup. Konstruksi saluran pembawa dapat berupa
pasangan batu kali atau hanya berupa tanah yang digali. Pada saluran yang panjang
perlu dilengkapi dengan saluran pelimpah pada jarak tertentu. Ini untuk menjaga jika
terjadi banjir maka kelebihan air akan terbuang melalui saluran tersebut.

Gambar 2.9 Saluran Pembawa (Head Race)


Sumber: JICA (2009: 2-3)
29

2.6.1.3 Bak penenang (Forebay)


Fungsi dari bak penenang adalah untuk menenangkan air yang akan masuk
turbin melalui penstock sesuai dengan debit yang diinginkan, dan untuk pemisahan
akhir kotoran dalam air seperti pasir dan kayu-kayuan. Untuk kasus-kasus tertentu,
adalah memungkinkan untuk menggabungkan bak penenang sekaligus juga untuk
bak pengendap. Terkait dengan fungsi-fungsi tersebut maka bak penenang dilengkapi
dengan pintu air untuk masuk ke penstock, pintu penguras, saluran pelimpah serta
saluran penguras.

Gambar 2.10 Bak Penenang (Forebay)


Sumber: JICA (2009: 2-4)
2.6.1.4 Free intake
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai
untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada
bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk
dapat mengalirkan air secara gravitasi, muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah
irigasi yang dilayani.
2.6.1.5 Pipa pesat (Penstock)
Pipa pesat adalah sebagai saluran tertutup (pipa) aliran air yang menuju turbin yang
ditempatkan di rumah pembangkit. Saluran ini yang akan berhubungan dengan peralatan
mekanik seperti turbin. Kondisi topografi dan pemilihan sistem PLTMH mempengaruhi
tipe pipa pesat . Umumnya sebagai saluran ini harus dirancang secara benar sesuai
ketinggian sistem PLTMH.
30

Gambar 2.11 Pipa Pesat (Penstock)


Sumber: JICA (2009: 2-5)

2.6.1.6 Rumah pembangkit (Power House)


Bangunan rumah pembangkit (Power House) adalah sebagai bangunan yang
berfungsi untuk melindungi peralatan elektrikal mekanikal seperti turbin, generator, panel
kontrol dan lainnya dari segala gangguan. Gangguan yang dimaksud adalah cuaca,
pencegahan dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan dan pencurian peralatan barang
tersebut.

Gambar 2.12 Rumah Pembangkit (Power House)


Sumber: IMIDAP ESDM (2009: 18)
31

2.6.1.7 Saluran pembuang akhir (Tailrace)


Saluran pembuang akhir (Tail race) adalah saluran yang berfungsi untuk
mengalirkan air setelah melalui penstock dan rumah pembangkit agar aliran tersebut
kembali ke sungai. Dan dengan adanya tail race diharapkan aliran pada saat debit banjir
dapat dilewatkan tanpa membahayakan rumah pembangkit atau bahkan pipa pesat
(penstock).
2.6.2 Perencanaan Komponen Bangunan Hidraulik PLTMH
2.6.2.1 Kelompok Bangunan Pengambilan
2.6.2.1.1 Peredam energi
Dalam perencanaan konstruksi bendung, bangunan yang juga penting untuk
direncanakan adalah peredam energi. Untuk mengamankan aliran di hilir agar tidak terjadi
hempasan air pada bagian sungai yang tak terlindungi dan akhirnya mengakibatkan
terjadinya penggerusan yang luas maka peredam energi atau kolam olak perlu
direncanakan dalam konstruksi bendung. Metode perencanaan kolam loncat air dapat
ditentukan dengan menentukan kecepatan awal loncatan dengan rumus berikut:
1

v1 = 2 g( H 1 + z)
2
(2-65)

Dengan:
V1 = kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = perecepatan gravitasi, m/dt2 (9,81)
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
z = tinggi jatuh, m
Dengan mengacu q=v1y1, rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah
y2
=1/2 ¿ (2-66)
yu
Dengan:
y2 = kedalaman air di atas ambang ujung, m
yu = kedalaman air di awal loncat air, m
Fr = bilangan froude
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = perecepatan gravitasi, m/dt2 (9,81)
Adapun peredam energi atau tipe kolam olak yang dikelompokkan berdasaekan
bilangan Froude di bagian hilir bendung.
32

a. Untuk Froude ≤ 1,7. Tidak dipelukan kolam olak namun pada bagian hilir
harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak
memerlukan perlindungan khusus.
b. Bila 1,7 ≤ Froude ≤ 2,5. Maka kolam olak dibutuhkan untuk melakukan
peredaman energi secara efektif. Umumnya kolam olak dengan ambang
ujung dapat dipilih pada kondisi ini.
c. Bila 2,5 ≤ Froude ≤ 4,5. Maka akan timbul situasi yang cukup rumit untuk
menentukan kolam olak yang tepat. Loncatan hidrolik air tidak terbentuk
dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang cukup jauh.
Sebagai solusi agar dapat terbentuk olakan yang tinggi dengan blok
halangnya atau menambah intensitas putaran dengan pemasangan blok
depan pada kolam. Tetapi pada praktiknya, dalam kondisi froude seperti ini
lebih baik apabila tidak merencanakan kolam olak. Sebaiknya, geometri
diubah untuk memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan
memakai kolam dari kategori yang lainnya.
d. Bila Froude ≥ 4,5. Akan didapatkan pilihan kolam olak yang paling
ekonomis. Karena kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk dalam kolam olak
USBR Tipe III yang komponennya meliputi blok depan dan blok halang.
Agar lebih mudah untuk menentukan dan memperkirakan tipe bangunan yang
akan digunakan untuk perencanaan detail maka dapat digunakan grafik untuk
pemilihan peredam energi pada gambar 2.27 berikut

Gambar 2.27 Diagram untuk memperkirakan tipe peredam energi


Sumber: KP-04 (2013: 150)
33

Untuk mendesain peredam energi maka berikut ini adalah perumusan dimensi berdasarkan
karakteristik lokasi yang telah dianalisis:
a. Kolam olak untuk bilangan froude 2,5 sampai dengan 4,5
Untuk bilangan froude antara 2,5 sampai 4,5 dapat digunakan kolam olak USBR
Tipe IV dengan komponen blok muka yang besar. Panjang kolam dapat
ditentukan dengan
L=2 y u ( √ 1+8 Fru2 −1) (2-67)

Dengan,
yu = kedalaman air hilir
Fr = nilai bilangan froude
Kedalaman minimum air hilir adalah 1,1 kali yd : y2 + n ≥ 1,1 yd (USBR,1973)

Gambar 2.28 Dimensi kolam olak USBR tipe IV


Sumber: KP-04 (2013: 154)

Selain dari kolam olak USBR tipe IV adapun kolam olak tipe blok halang, namun
tidak disarankan untuk memilih konstruksi ini karena pada bangunan ini
semua benda yang melayang dapat tersangkut. Hal ini menyebabkan
meluapnya kolam dan rusaknya blok halang.
34

b. Untuk bilangan froude diatas 4,5 akan sangat memungkinkan didapat


loncatan air yang mantap dan peredaman energi dapat dicapai dengan baik.
Kolam olak USBR tipe III dikembangkan khusus untuk bilangan froude
diatas 4,5. Adapun dimensi yang merupakan ketentuan dari kolam olak
USBR tipe III ditampilkan pada gambar 2.29

Gambar 2.29 Dimensi kolam olak USBR tipe III


Sumber: KP-04 (2013: 156)

2.6.2.1.2 Peredam energi tipe MDO/MDS


Perhitungan peredam energi tipe MDO/MDS dapat menjadi alternatif apabila
didapatkan nilai froude diantara 2,5-4,5 yang dijelaskan dalam Kriteria Perencanaan 02
(KP-02, 2013:155) bahwa, tidak menjadi rekomendasi untuk memilih kolam olak USBR
tipe IV. Oleh karena itu, tipe MDO/MDS dapat menjadi solusi, namun adapun persyaratan
sehingga dapat dipilih peredam energi tipe MDO/MDS antara lain
 Tipe mercu bendung harus berbentuk bulat
 Permukaan tubuh bendung di hilir harus dibuat miring dengan perbandingan
kemiringan 1:m atau lebih tegak dari kemiringan 1:1
 Tubuh bendung dan peredam energi dipastikan material lapisannya
menggunakan bahan yang tahan aus.
 Elevasi dasar sungai atau saluran di bagian hilir bendung yang ditentukan,
dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya degradasi dasar sungai.
35

 Elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar sungai
dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.
Adapun kriteria desain peredam energi tipe MDO/MDS yang disyaratkan adalah sebagai
berikut
 Tinggi muka air di atas mercu bendung dibatasi maksimum 4 meter
 Tinggi pembendungan maksimum 10 meter
 Kedua kriteria diatas dapat tidak diikuti, namun sebelum diterapkan disarankan
dimensinya perlu diuji dengan model test.
Untuk cara perencanaan teknik untuk peredam energi tipe MDO/MDS, dapat mengikuti
langkah-langkah berikut
 Untuk perencaan dari awal diperlukan data debit banjir rancangan yang
digunakan untuk perencanaan bendung sampai dengan lengkung debit di lokasi
bendung
 Menentukan debit per satuan lebar berdasarkan perencanaan mercu bendung
 Menentukan tinggi muka air di atas pelimpah menggunakan grafik MDO-1a,
parameter yang digunakan adalah debit per satuan lebar dan jari-jari mercu tipe
bulat. Grafik MDO-1 dapat dilihat pada gambar 2.30

Gambar 2.30 Grafik MDO-1a


Sumber: KP-02 (2013: 83)
 Apabila sesuai, maka selanjutnya menggunakan grafik MDO-2 akan diperiksa
keamanan bagian hilir bendung terhadap kavitasi, parameter yang digunakan
36

adalah tinggi muka air di atas pelimpah dan jari-jari mercu. Grafik MDO-1b
ditampilkan pada gambar 2.31

Gambar 2.31 Grafik MDO-1b


Sumber: KP-02 (2013: 83)

 Setelah itu, dapat dihitung tinggi terjun air dari hulu ke hilir (z) dan parameter
tidak berdimensi (E) agar nantinya didaptkan kedalaman lantai peredam energi.
Berikut adalah rumus yang dimaksud
Z=El . Mukaair diatas mercu−El . MAB hilir (2-68)

q dp
E= 3 0,5 (2-69)
(g.z )
Dengan:
qdp = debit per satuan lebar (m3/det/m)
g = gravitasi (9,81 m/det2)
z = tinggi terjun air (m)
37

Setelah dihitung parameter tidak berdimensi, maka dapat digunakan grafik MDO-3
untuk menentukan kedalaman lantai. Grafik MDO-2 ditampilkan pada gambar
2.32

Gambar 2.32 Grafik MDO-2


Sumber: KP-02 (2013: 84)

 Setelah dilakukan plotting terhadap grafik MDO-2 maka dapat dihitung


kedalaman lantai. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
kedalaman lantai (Ds) = D2 × (Ds/D2) (2-70)
Dengan:
Ds = kedalaman lantai peredam energi (meter)
D2 = tinggi muka air banjir hilir (meter)
 Panjang lantai peredam energi ditentukan menggunakan grafik MDO-3,
dengan menggunakan parameter tidak berdimensi (E) yang telah dihitung,
maka panjang lantai (Ls) dapat diketahui. Grafik MDO-3 ditampilkan pada
gambar 2.33
38

Gambar 2.33 Grafik MDO-3


Sumber: KP-02 (2013: 84)

 Dari hasil plotting grafik MDO-3 didapatkan nilai perbandingan Ls/Ds, dengan
nilai Ds adalah kedalaman lantai peredam energi. Untuk perhitungan panjang
lantai menggunakan rumus berikut:
kedalaman lantai (Ls) = Ds × (Ls/Ds) (2-71)
Dengan:
Ds = kedalaman lantai peredam energi (meter)
Ls = panjang lantai peredam energi (meter)
 Tinggi ambang di hilir bendung dapat dihitung dengan rumus berikut
a=0,2 D2 ≤ a ≤ 0,3 D2 (2-72)
Dengan:
a = tinggi ambang (meter)
D2 = tinggi muka air banjir hilir (meter)
 Lebar ambang di hilir bendung dihitung dengan rumus berikut
b=2 a (2-73)
b = lebar ambang (meter)
39

 Elevasi derkzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan persamaan


berikut untuk yang bagian hulu
El D zu=M + H udf + F b (2-74)
Dengan:
ElDzu = Elevasi tembok pangkal bendung hulu
M = elevasi mercu bendung
Hudf = tinggi muka air banjir hulu
Fb = tinggi jagaan
 Elevasi derkzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan persamaan
berikut untuk yang bagian hilir
El Dzi =M + H idf + F b (2-75)
Dengan:
ElDzi = Elevasi tembok pangkal bendung hilir
M = elevasi mercu bendung
Hidf = tinggi muka air banjir hilir
Fb = tinggi jagaan
 Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (L pi) dapat menggunakan
rumus
1
L pi =Lb + Ls (2-76)
2
Dengan:
Lpi = panjang ujung tembok tegak ke arah hilir (meter)
Lb = jarak crest bendung ke ujung kemiringan bendung (meter)
Ls = panjang lantai peredam energi (meter)
 Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantai peredam energi
dapat diambil dengan persamaan berikut
Ls ≤ L si ≤1,5 Lsi (2-77)
Dengan:
Lsi = panjang tembok sayap hilir (meter)
 Panjang tembok pangkal bendung di hulu bendung dihitung dari sumbu crest
bendung (Lpu), dapat diambil dengan persamaan berikut
0,50 Ls ≤ L pu ≤ L s (2-78)
Dengan:
40

Lpu = panjang tembok pangkal tembok hulu (meter)


 Panjang tembok sayap hulu bagi sungai yang tidak jauh dari sisi tembok
pangkal bendung, tembok sayap hulu dilengkungkan masuk ke tebing dengan
panjang dapat dihitung dengan persamaan berikut
1,0 Ls ≤ Lsu ≤1,5 Ls (2-79)
 Panjang tembok sayap hilir bagi terbing sungai yang jauh dari sisi tembok
pangkal bendung atau palung sungai di hulur bendung yang jauh relatif lebih
besar dibandingkan lebar pelimpah bendung maka tembok sayap udik perlu
diperpanjang dengan tembok pengarah arus, dengan panjang minimum adalah
2 Ls (2-80)

2.6.2.1.3 Bangunan pengambilan


Bangunan pengambilan berfungsi sebagai pemasukan aliran yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi atau pembangkitan listrik. Kapasitas pengambilan setidaknya
adalah 120% dari kebutuhan pengambilan atau kebutuhan yang direncanakan (dimension
requirement) guna menambah fleksibiltas dan dapat memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi selama umur proyek.
Rumus-rumus berikut dapat memperkirakan kecepatan yang akan melalui
bangunan pengambilan
V 2 ≥32 ¿ (2-81)
Dengan
V = kecepatan rata-rata (m/detik)
h = kedalaman air (meter)
d = diameter butir (meter)
dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi
v ≈ 10 d 0,5 (2-82)
Dengan
V = kecepatan rata-rata (m/detik)
d = diameter butir (meter)
Apabila kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/detik yang merupakan besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04
meter dapat masuk.
Q=μ b a √2 gz (2-83)
41

Dengan:
Q = debit (m3/detik)
μ = koefisien debit (μ=80)
b = lebar bukaan (meter)
a = tinggi bukaan (meter)
g = perecepatan gravitasi (9,81 m/detik2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (meter)

Gambar 2.34 Tipe-tipe pintu pengambilan


Sumber: KP 02 (2013: 111)

Adapun persyaratan atau ketentuan untuk bangunan pengambilan, apabila


pintu pengambilan dipasangi pintu radial, nilai μ = 0,80 jika ujung pintu bawah
tenggelam 20 cm.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai.
Ambang direncana di atas dasar dengan ketentuan sebagai berikut:
 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
 1,00 m jika sungai mengangkut pasit dan juga kerikil
 1,50 m jika sungai mengangkut batu-batu bongkah
Jika pengambilan memiliki bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya dimundurkan
untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih baik. Agar pintu pengambilan lebih
aman dan mencegah masuknya benda-benda yang terbawa arus maka harus dipakai kisi-
kisi penyaring. Kisi-kisi penyaring dapat direncanakan dengan rumus berikut:
v2
hf =c ( ) (2-84)
2g
42

s 4 /3
dengan: c=β ( ) sinδ (2-85)
b

dengan:
hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan datang, m/dt
g = perccepatan gravitasi, m/dt2(9,81)
c = koefisien yang bergantung
β = faktor bentuk
s = tebal jeruji, m
L = panjang jeruji, m
B = jarak bersih antar jeruji b (b>50 mm), m
 = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.

Gambar 2.35 Dimensi jeruji penyaring


Sumber: KP 02 (2013: 113)

a. Intake Sisi
Pada kasus intake sisi, kasus berikut (a) atau (b), yang mana saja lebih tinggi
diadopsi/ Tinggi dam (D1) ditentukan dalam hubungan dengan elevasi dasar
dari pintu pemeriksaan dari dam intake
D1 = d1+h (2-86)
Tinggi dam (D2) ditentukan dengan kemiringan dasar dari bak pengendap
D2 = d2 + h + L (ic – ir) (2-87)
Dengan:
43

d1 =Tinggi dari dasar pintu pemeriksaan ke dasar dari pintu pemasukan air
d2 =Perbedaan antara dasar dari pintu pemeriksaan dari bak pengenda dasar
sungai pada lokasi yang sama (biasanya sekitar 0,5 meter)
hi =Kedalam air dari pintu pemasukan air (biasanya ditentukan untuk membuat
kecepatan alirn masuk mendekati 0,5 – 1,0 m/detik
L =Panjang bak pengendap
ic =Kemiringan dari dasar bak pengendap (biasanya sekitar 1/20 – 1/30)
ir =Kemiringan sungai sekarang

Gambar 2.36 Konfigurasi Bak Pengendap a


Sumber: JICA (2009: 6-6)

b. Intake tryolean
Intake tryolean dimana air diambil dari asumsi dasar bahwa didepan dam diisi
dengan sedimen dan oleh karena itu, ketinggian dam ditentukan dengan kasus
D2 untuk intake sisi.

Gambar 2.37 Konfigurasi Bak Pengendap b


Sumber: JICA (2009: 6-7)

2.6.2.2 Kelompok Bangunan Pembawa


2.6.2.2.1 Pipa Pesat (Penstock)
44

Dalam perencanaan pipa pesat (penstock) ada beberapa hal yang akan dihitung
antara lain adalah ketebalan pipa baja penstock, diameter penstock dan keamanan
penstock. Adapun untuk menentukan ketebalan pipa baja penstock adalah sebagai berikut
 European Standard Hydropower Association (ESHA)
P×d
e ¿ 2× σ × K +e s (2-103)
f f

dengan:
e = ketebalan minimum pipa
P = tekanan hidrostatis (kN/mm2)
d = diameter dalam (mm)
σ f = tegangan yang dapat diterima (kN/mm2)

kf = efisiensi pengelasan (0,90-1,00)


es = ketebalan tambahan untuk mencegah korosi
 ASME
tmin = 2,5D+1,2 mm (2-104)
dengan:
tmin = tebal pipa baja minimum
D = diameter pipa (m)
 Rekomendasi lain
tmin = (D+508)/400 (2-105)
dengan:
tmin = tebal pipa baja minimum
D = diameter pipa (m)
Penentuan diameter pipa pesat didesain berdasarkan perbandingan dari biaya
pipa pesat dan biaya kehilangan tinggi (head) pipa pesat. Metode penentuan diameter
penstcok dapat menggunakan rumus berikut.
 Berdasarkan Warnick (1984)
D=0,72Q 0,5 (2-106)
Dengan:
D = diameter pipa (m)
Q = debit rencana (m3/detik)
 Berdasarkan USBR (1986)
D=1,517 Q 0,5 / H 0,25 (2-107)
45

 Berdasarkan Fahlbusch (1987)


D=1,12 Q0,45 / H 0,12 (2-108)
 Berdasarkan Sarkaria (1987)
D=3,55. ¿ ¿ (2-109)

Dengan:
g = gravitasi (9,81 m/s2)
 Berdasarkan RETscreen Canada (2005)
D=(Q/np)0,43 /(H )0,14 (2-110)
Dengan:
np = jumlah penstock
 Berdasarkan ESHA (2005)
n2 Q 2 L 0,1875
D=2,69( ) (2-111)
H
Dengan:
n = kekasaran pipa (0,012 untuk pipa baja)
Dalam perencanaan pipa pesat digunakan material-material tertentu dengan karakteristik
yang berbeda-beda. Adapun material tersebut ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2.21 Material Pipa pesat


Kekuatan
Modulus Koefisien Kekasaran
tarik
Material young pemuaian manning
ultimate
E(N/m) ×109 a (m/m˚C) ×106 (N/m2) ×106 n
Welded Steel 206 12 400 0,012
Polietilen 0,55 140 5 0,009
PVC 2,75 54 13 0,009
Asbestos Cement n.a 8,1 n.a 0,011
Cast Iron 78,5 10 140 0,014
Ductile Iron 16,7 11 340 0,015
Sumber: ESHA (2004: 137)
Dalam perencanaan pipa pesat selain mempertimbangkan debit dan tinggi jatuh
efektif sebagai penentu diameter dan ketebalan pipa penstock. Keamanan penstock
terhadap water hammer perlu diperhitungkan.
46

Untuk water hammer yang juga merupakan parameter penting dalam


perencanaan pipa pesat dapat dihitung nilainya dengan tahapan rumus berikut
4. Q
Kecepatan aliran dalam pipa (V) = (2-112)
π.D
V .L 2
Nilai N = ( ) (2-113)
g . Po .t
2
∆p (hidrostatik) = H ( N ± N + N )
2 √ 4
(2-114)

Dengan:
V = kecepatan aliran (m/detik)
Q = debit pembangkitan (m3/detik)
D = diameter pipa pesat (meter)
N = parameter tak berdimensi
L= panjang pipa pesat
g = gravitasi (m/detik2)
Po = tekanan atmosfer
t = lama penutupan katup/valve
∆p = tekanan hidrostatik
H = tinggi jatuh
Nilai water hammer akan didapatkan setelah dihitung nilai tekanan
hidrostatik positif dijumlah dengan tinggi jatuh.
Untuk menumpu pipa pesat, maka diperlukan interval jarak agar pipa pesat tidak
mengalami jatuh atau kegagalan, rumus yang digunakan untuk mengestimasi jarak antar
tumpuan pipa pesat adalah berikut ini
3
(D+0,0147)4−D 4
Jarak antar tumpuan (L) = 182,61× √ (2-115)
P
Dengan:
D = diameter pipa pesat (meter)
P= berat pipa pesat dan air (kg/meter)
Dalam peninjauan pipa pesat terhadap keamanan vortisitas digunakan beberapa
rumus dari ESHA 2004 sebagai berikut
47

 Berdasarkan KNAUSS = ht ≥ D ¿ (2-116)

 Berdasarkan ROHAN = ht ≥ 1,474 V 0,48 D0,76 (2-117)


 Berdasarkan GORDON = ht ≥ c .V . √ D ; (2-118)
Keterangan: c = 0,7245 (asimetris), c= 0,5434 (simeteris)

2.6.2.2.2 Saluran Tenaga ( energy canal )


Saluran Pembawa (Head Race)
Jumlah air yang disalurkan pada saluran pembawa pada umumnya tidak berjumlah
banyak, saluran pembawa untuk sebuah pembangkit listrik secara umum menggunakan
saluran terbuka atau saluran tertutup.
Dalam pemilihan saluran terbuka atau tertutup tentu mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan. Pada umumnya pada headrace
PLTM digunakan saluran terbuka namun tidak sedikit pula yang menggunakan saluran
tertutup. Selain mempertimbangkan saluran terbuka atau tertutup, material yang digunakan
juga perlu dipertimbangkan karena akan mempengaruhi debit, kehilangan, kecepatan dan
tentu saja biaya. Untuk dapat lebih jelas membedakan antara saluran terbuka dan saluran
tertutup serta material yang digunakan dapat melihat tabel 2.18 dan 2.19

Tabel 2.18 Jenis Saluran Pembawa untuk PLTM/PLTMH


Karakteristik
Tipe Gambar Keuntungan & Kekurangan
struktur
Keuntungan  Saluran tanah
 Relatif murah sederhana
 Konstruksi cukup mudah  Saluran pasangan
Kekurangan batu atau batu kali
 Memungkinkan sedimen  Saluran pasangan

Saluran terbuka masuk dari lereng semen (plester


diatasnya atau tanpa plester)
 Kemungkinan adanya  Saluran beton
sampah yang masuk ke  Saluran pagar
saluran kayu
48

Keuntungan  Pipa dalam tanah


 Pada umumnya volume (PVC, Hume,
pekerjaan tanah lebih FRPM)
besar  Box Culvert
 Terhindar dari sampah  Saluran berpagar
yang masuk ke saluran
Saluran tertutup
Kekurangan
 Kesulitan dalam
perawatan, pembersihan
dari sedimen dll.

Sumber: JICA (2009: 6-14)

Tabel 2.19 Struktur dasar untuk saluran pembawa PLTM


Tipe Kelebihan Kekurangan
Saluran terbuka  Konstruksi mudah  Memungkinkan terjadi scouring atau erosi pada
tanah sederhana  Tidak mahal dinding
n= 0,030  Perawatan mudah  Tidak dapat diterapkan pada lahan yang mudah
menyerap air
 Sulit untuk melakukan penanganan sedimen
Saluran terbuka  Konstruksinya relatif mudah  Tidak dapat dilakukan pada lokasi dengan
pasangan (batu  Dapat menggunakan material tingkat permeabilitas yang tinggi
kali atau batu) sekitar
n= 0,025  Tahan terhadap gerusan
 Perbaikan relatif mudah
Saluran terbuka  Material sekitar dapat digunakan  Lebih mahal dibandingkan saluran tanah
pasangan batu  Tahan terhadap gerusan sederhana atau saluran pasangan biasa.
semen n=0,015  Mudah dilakukan pada bagian  Pengerjaannya relatif memakan waktu.
49

(plester) n=0,020 yang lengkung


(non plester)
Saluran terbuka  Dapat diaplikasikan dengan  Konstruksi sulit dilakukan ketika diameter terlalu
beton berbagai bentuk melintang kecil.
n= 0,015 saluran  Relatif lama pengerjaannya.

Saluran terbuka  Sedikit lebih murah  Penggunaan dibatasi oleh pondasi tanah
pagar kayu dibandingkan saluran beton  Tidak cocok untuk penampang yang besar
n= 0,015  Fleksibel untuk mengatasi  Sulit untuk memastikan jumlah air
deformasi minor  Rawan terjadi pembusukan

Saluran tertutup  Konsruksi lebih mudah daripada  Cukup berat dan biaya transportasi tinggi bila
berbnetuk kotak pipa digunakan produk siap pakai
(box culvert)  Waktu pengerjaan lebih pendek  Pengerjaan konstruksi lama apabila box culvert
n= 0,015 dan dapat langsung diaplikasikan dibuat di lokasi pekerjaan.
pada penampang yang kecil
apabila produk tersedia.
 Banyak ragam
Saluran tertutup  Konstruksi mudah pada lahan  Cukup berat dan biaya transportasi tinggi
pipa beton yang cukup landai
n=0,015  Konstruksi relatif cepat
 Cukup aman terhadap tekanan
luar
 Dapat dilakukan pada
penampang yang kecil
 Cocok pada konstruksi tinggi
jarak pendek
Sumber: JICA (2009: 6-16)
Ukuran dari penampang melintang dan kemiringan dapat ditentukan dengan
menyesuaikan karakteristik lokasi sehingga dapat ditentukan turbin yang digunakan. Pada
umumnya ukuran dari penampang melintang sangat bersangkutan dengan kemiringan
saluran. Kemringan dari saluran pembawa harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
didapatkan headloss seminimal mungkin. (Perbedaan antara muka air di intake dan bak
penenang). Tetapi hal ini akan menyebabkan kecepatan yag lebih rendah dan potongan
melintang yang lebih besar. Selain itu kemiringan yang curam, akan menyebabkan
kecepatan aliran yang tinggi dan bagian yang lebih kecil tetapi juga kehilangan ketinggian
yang besar.
Adapun metode perhitungan untuk saluran pembawa dijelaskan dengan metode
berikut:
2 1
3 2
Qd = A × R × S L (2-97)
n
50

Dengan,
Qd = debit rencana (m3/detik)
A = luasan dimensi (m2)
R = A/P (meter)
P = Keliling basah (m)
SL = Kemiringan Saluran
n = Koefisien kekasaran (lihat tabel 2.11)

Gambar 2.44 Penampang Melintang Saluran Pembawa


Sumber: JICA (2009: 5-21)

Untuk saluran terbuka, diperlukan dimensi yang paling optimum agar didapatkan
biaya yang paling ekonomis serta dapat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
untuk saluran pembawa. Acuan yang digunakan dalam penentuan saluran tebuka dengan
dimensi yang paling optimum adalah berdasarkan ESHA yang ditampilkan pada tabel
berikut:
Tabel 2.20 Dimensi optimum saluran terbuka
Luas Keliling Jari-jari Lebar Kedalaman
Jenis Saluran
(A) basah (P) hidrolis (R) atas (T) air (d)
Trapesium 1,73y2 3,46y 0,500y 2,31y 0,750y
Segi empat 2y2 4y 0,500y 2y Y
Segi tiga Y2 2,83y 0,354y 2y 0,500y
Setengah lingkaran 0,5 Πy2 Πy 0,500y 2y 0,250 Πy
Sumber: ESHA (2004: 128)
51

Beberapa ketentuan yang digunakan dalam merencanakan saluran pembawa adalah


sebagai berikut
 Saluran pembawa (headrace) harus mampu menampung debit air 10% lebih
tinggi dari debit rencana, hal ini ditujukan agar pada saat operasi maksimal,
muka air bak penenang (forebay) tidak turun dari ketinggian biasanya dan
untuk tinggi jagaan aar tidak terhindar dari pelimpasan apabila terjadi
kelebihan debit air. (Peraturan Menteri ESDM No.10 tahun 2015)
 Acian dinding saluran pembawa menggunakan adukan semen (Peraturan
Menteri ESDM No.10 tahun 2015)
 Kecepatan aliran sampai dengan 4 m/detik untuk saluran pasangan
diperbolehkan (ESHA, 2004:131)

2.6.2.3 Kelompok Bangunan Pelengkap


2.6.2.3.1 Bak Penampungan ( Forebay )
Bak Penenang (Head Pond)
Kapasitas bak penenang didefinisikan sebagai kedalaman air dari hc ke h0 dari
panjang bak penenang L seperti pada gambar 2.32

Gambar 2.45 Bak Penenang


Sumber: JICA (2009: 5-24)

Kapasitas bak penenang


52

Vsc = As × dsc = B × L × dsc (2-98)


Dengan:
As = Luas bak penenang (m2)
B = Lebar bak penenang (meter)
L = Panjang bak penenang (meter)
Dsc = kedalaman air dari kedalaman aliran yang sama dari sebuah
saluran ketika menggunakan debit maksimum (h0) menuju
kedalaman kritis dari ujung tanggul untuk menjebak pasir dalam
sebuah bak penenang (hc)
 Kedalaman air pada inlet penstock
Kedalaman air pada inlet penstock harus diatas nilai berikut untuk mencegah
terjadinya aliran turbulen.
d ≤ 1,0 meter h ≥ 1,0 d (2-99)

d ¿ 1,0 meter h ≥ d2 (2-100)


dengan:
h = kedalaman air dari pusat inlet ke level air terendah dari bak penenang
= seluruh kedalaman air (meter)
d = diameter dalam dari penstock (meter)

Gambar 2.46 Dimensi bak penenang


Sumber: JICA (2009: 5-27)

 Instalasi pipa lubang angin sebagai pelengkap pintu bak penenang


Jika instalasi pintu bak penenang dilakukan untuk pusat tenaga listrik, maka
diperlukan instalasi pipa lubang angin di belakang pintu bak penenang
untuk mencegah rusaknya saluran pensctock. Dalam kasus ini, formula
53

empiris dibawah ini digunakan untuk menentukan dimensi pipa lubang


angin.
P2 L 0,273
d = 0,0068 ( ) (2-101)
H2
dengan
d = diameter dalam dari pipa lubang angin (meter)
P = nilai output dari turbin (kW)
L = panjang total pipa lubang angin (meter)
H = head (meter)
 Spillway pada bak penenang
Secara umum, spillway (pelimpah) akan dipasang pada bak penenang agar
kelebihan kuantitas air dialirkan ke sungai dengan aman ketika turbin
dihentikan. Ukuran dari spillway ditentukan dengan persamaan berikut.
Qd
Qd = C × Bspw × hspw1,5  hspw = { }1/1,5 (2-102)
C × Bspw
Dengan
Qd = debit desain (m3/detik)
C = koefisien, biasanya C = 1,8
Bspw = Lebar spillway (meter)
hspw = kedalaman spillway (meter)

2.6.2.3.2 Bak Penangkap Sedimen ( Settling Basin )


Bak pengendap berfungsi sebagai struktur yang mampu untuk menempatkan dan
memindahkan sedimen yang ukurannya lebih besar dari ukuran minimum yang dapat
merusak turbin, dan komponen lain. Bak pengendap juga berfungsi sebagai saluran
pelimpah untuk menjaga agar debit air yang berlebih tidak mengalir ke head race (saluran
air).
54

Gambar 2.38 Pendimensian Bak Pengendap


Sumber: JICA (2009: 6-11)

Pada bagian membujur kedalaman aliran sama


Ho1 = H* × 0,1( SLs)0,5 (2-88)
Dengan
H* = tinggi muka air
SLs = kemiringan pada ujung akhir head race
Ho2 = {(α × Qd2)/( g× B 2)}1 /3
α = 1,1
Qd = Debit rencana (m3/detik)
g = 9,81 m/detik2
B = lebar headrace (meter)
Jika ho1<ho2, ho1 = ho2
Jika ho1≤ho2, ho = ho2

Setiap bagian dari bak pengendap memiliki fungsi sebagai berikut:


1. Bagian Penyalur
Bagian penyalur menghubungkan antara intake dengan bak pengendap. Bagian
penyalur harus diperkirakan panjangnya sesuai dengan kebutuhan.
55

2. Bagian Melebar
Bagian melebar akan mengatur aliran air dan dapat mencegah terjdinya pusaran dan
aliran turbulen, serta mengurangi kecepatan aliran masusk ke bak pengendap
untuk menentukan kecepatan sebelumnya.
3. Bagian Pengendap
Fungsi dari bagian pengendap adalah untuk mengalirkan air dan mengendapkan
sedimen yang diatas dari ukuran dan panjang dari sedimen yang disepakati.
Kemudian dihitung dengan menggunakan formula yang didasarkan pada
hubungan antara kecepatan pengendapan, kecepatan aliran dalam bak
pengendap dan kedalaman air. Panjang dari bak pengendap (Ls) biasanya
ditentukan berdasarkan sebuah margin untuk menghitung dua kali panjang
dengan menggunakan formula
V
l≥ ×hs (2-89)
U
Ls = 2×l (2-90)
Dengan
l = Panjang minimum bak pengendap (m)
hs = kedalaman air bak pengendap (m)
U = kecepatan marginal pengendapan untuk endapan yang akan
diendapkan (m/s), umumnya sekitar 0,1 m/detik untuk target ukuran
butiran sekitar 0,5 – 1 mm.
V = rata-rata kecepatan aliran di bak pengendap (m/detik) Pada
umumnya sekitar 0,3 meter/detik tetapi dapat ditoleransi sampai
dengan 0,6 meter/detik pada kasus dimana lebar bak pengendap
dibatasi.
V = Qd/(B×hs) (2-91)
Qd = desain debit (m3/detik)
B = lebar bak pengendap (meter)
Adapun metode lain untuk menentukan dimensi bak pengendap (kantong lumpur),
dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat dilihat pada gambar
2.38.
56

Gambar 2.39 Memanjang dan melintang bak pengendap


Sumber: KP 02 (2013: 163)
H L Q
Jadi: = dengan v= (2-92)
w v HB
Dengan
H = kedalaman aliran saluran
W = kecepatan endap partikel sedimen
L = panjang kantong lumpur
v = kecepatan aliran air
Q = debit aliran air
B = lebar kantong lumpur
Q
Sehingga menghasilkan LB= (2-93)
W
Rumus tersebut sangat sederhana namun dapat digunakan sebagai perkiraan
awal dan dapat juga dikolaborasikan dengan rumus dari JICA. Selanjutnya dapat
digunakan rumus dari Velikanov yang memberikan rumus dengan menganjurkan
faktor-faktor koreksi. berikut ini merupakan rumus tersebut:
Q λ2 v
LB= . . .¿¿ (2-94)
W 7,51 w
Dengan:
L = panjang kantong lumpur
B = lebar kantong lumpur
Q = debit saluran
w = kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
 koefisien pembagian/distribusi Gauss
adalah fungsi D/T, dimana D=jumlah sedimen yang diendapkan dan T= jumlah sedimen
yang diangkut.untuk D/T=0,5;untuk D/T=0,95 dan ;untuk D/T=0,98.
v= kecepatan aliran rata-rata dan H= kedalaman aliran air di saluran
57

Dimensi kantong lumpur juga sebaiknya mengikuti ketentuan bahwa L/B>8,


untuk mencegah aliran meander di dalam kantong lumpur.
Apabila topografi yang tidak memungkinkan maka kantong dibagi-bagi ke arah
memanjang dengan dinding pemisah (divider wall) agar didapatkan perbandingan L/B.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dimensi kantong lumpur adalah:
 Kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah, sehingga
partikel yang telah mengendap tidak terhambur lagi.
 Turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah.
 Kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan melintang,
sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata.
 Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/dt, agar pertumbuhan vegetasi
dapat dicegah.
 Peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong ke saluran
primer harus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.
Untuk menentukan volume tampungan kantong lumpur, desain
dipertimbangkan berdasarkan banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun sedimen
layang) yang akan hingga tiba saat pembilasan. Namun sebelum itu perlu ditentukan
kecepatan endap partikel melalui grafik yang ditampilkan pada gambar 2.38 berikut
58

Gambar 2.40 hubungan antara diameter sedimen dan kecepatan endap


Sumber: KP 02 (2013:166)
Perhitungan dimensi kantong lumpur juga tergantung pada banyaknya sedimen
yang mengendap dan melayang sampai tiba saat pembilasan. Adapun sketsa
bangunan kantong lumpur pada gambar 2.41
59

Gambar 2.41 Potongan memanjang dan melintang kantong lumpur


Sumber: KP-02 (2013:167)

Jumlah sedimen atau bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah
0,5‰. Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (ds pada gambar 2.39) pada
umumnya berkisar antara 1,0 m untuk debit sampai dengan 10 m 3/dt hingga 2,50 m
untuk debit yang cukup besar yaitu 100 m3/dt.
Untuk keperluan perencanaan pembilas debit yang diambil adalah 20% lebih
besar dari debit normal pengambilan. Selain itu untuk perhitungan pendahuluan,
kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diperkirakan 1,0 m/dt
untuk pasir halus, 1,5 m/dt untuk pasir kasar, 2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar.
Untuk membuktikan partikel bergerak atau tidak dapat digunakan grafik shields yang
ditampilkan pada gambar 2.42
60

Gambar 2.42 Grafik Shield


Sumber: KP-02 (2013:170)
Tingginya kecepatan pada saat pembilasan berbanding lurus dengan kecepatan
operasi. Namun walaupun begitu, kecepatan yang tinggi mengurangi efektivitas
proses pembilasan.
Untuk memastikan berfungsinya kantong lumpur dapat di cek efisiensi kantong
lumpur dengan grafik Camp pada gambar 2.43, parameter yang diperlukan untuk
menggunakan grafik Camp adalah w/w0 dan w/v0
Dengan,
w = kecepatan endap partikel-partikel
w0 = kecepatan endap rencana
v0 = kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur
61

Gambar 2.43 Grafik pembuangan sedimen Camp untuk aliran Turbulensi


Sumber: KP-02 (2013:174)
Selain eifisiensi pengendapan partikel sedimen, perlu dicek juga suspensi
sedimen dengan menggunakan kriteria Shinohara Tsubaki bahan akan tetap berada
pada suspensi penuh jika:
v¿ 5
> (2-95)
w 3
Dengan:
v* = kecepatan geser (gHI)0,5, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,81)
h = kedalaman air, m
I = kemiringan energi
w = kecepatan endap sedimen
62

Untuk mengecek efisiensi pada saat kantong kosong dapat dicek kecepatan
minimum. Kecepatan tersebut tidak boleh terlalu kecil yang memungkinkan tumbuh
vegetasi atau terjadi pengendapan partikel lempung. Berdasarkan Vlugter, nilai
minimum tersebut adalah
w
v> (2-96)
l .1,61
Dengan
V = kecepatan rata-rata, m/dt
w = kecepatan endap sedimen, m/dt
I = kemiringan energi.
2.6.2.3.3 Bangunan Penguras
Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan,
dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi
tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah.
Penguras ini bisanya berada pada sebelah kiri atau sebelah kanan bendung dan
kadang-kadang ada pada kiri dan kanan bendung. Hal ini disebabkan letak daripada pintu
pengambilan. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kiri bendung, maka penguras
pun terletak pada sebelah kiri pula. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kanan
bendung, maka penguras pun terletak pada sebelah kanan pula. Sekalipun kadang-kadang
pintu pengambilan ada dua buah, mungkin saja bangunan penguras cukup satu hal ini
terjadi bila salah satu pintu pengambilan lewat tubuh bendung. Pintu penguras ini terletak
antara dinding tegak sebelah kiri atau kanan bendung dengan pilar, atau antara pilar dengan
pilar. Lebar pilar antara 1,00 sampai 2,50 meter tergantung konstruksi apa yang dipakai.
Pintu penguras ini berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan yang ada pada
sebelah udik pintu tersebut. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar pintu tidak
tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap harinya selama kurang lebih 60 menit. Bila
ada benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu penguras, sebaiknya
dipertimbangkan untuk membuat pintu menjadi dua bagian, sehingga bagian atas dapat
diturunkan dan benda-benda hanyut dapat lewat diatasnya
63

2.6.2.3.4 Saluran Pembuang ( Tailrace Cannal )


Saluran pembuang akhir (Tail race) adalah saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air
setelah melalui penstock dan rumah pembangkit agar aliran tersebut kembali ke sungai.
Dan dengan adanya tail race diharapkan aliran pada saat debit banjir dapat dilewatkan
tanpa membahayakan rumah pembangkit atau bahkan pipa pesat (penstock).

2.7 Tinggi jatuh (head)


Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya tentang sistem
pembangkitan daya PLTM, head menjadi salah satu elemen yang penting untuk penentu
daya yang dihasilkan. Head merupakan tekanan yang tersedia pada PLTM/PLTMH yang
dinyatakan dengan meter. Harus dibedakan antara gross head, yang merupakan perbedaan
elevasi antara muka air dari forebay atau bak penenang, dengan tail race dengan net head,
yang merupakan tekanan aktual yang tersedia untuk turbin.

2.7.1 Tinggi Jatuh Kotor ( static head )


Head kotor (gross head) adalah jarak vertical antara permukaan air sumber dengan
ketingian air keluar saluran turbin (tail race) untuk turbin reaksi dan keluar
nozel untuk turbin impuls.

2.7.2 Kehilangan Tinggi ( Head Loss )


Kehilangan tinggi energi adalah penurunan besarnya energi karena gesekan
(friction) maupun kontraksi (contraction) yang terjadi selama pengaliran, berdasarkan
hukum kekalan energi pada persamaan Bernoulli besarnya energi adalah sama, namun
akan terjadi penururan atau kehilangan energi pada section-section tertentu karena faktor
gesekan, belokan dan lain-lain. Dalam perhitungan kehilangan tinggi pada perencanaan
sistem pembangkit listrik mikro/mini hidro dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pada saluran
terbuka dan tertutup.
a. Pada bangunan pengambilan
v2
Hf = f (2-150)
2g
Dengan:
Hf = kehilangan tinggi pada bangunan pengambilan (m)
64

v = kecepatan
g = gravitasi (9,81 m/s2)
f = koefisien kehilangan tinggi

Gambar 2.62 Koefisien kehilangan pada inlet


Sumber: ESHA (2004: 27)

b. Pada penyaring sampah (trashrack)


4
t Vo 2
Ht = Kt ()
b
3
(
2g
)sin ∅ (2-151)

Dengan:
ht = headloss (m)
t = ketebalan penyaring (m)
b = lebar antar jeruji (m)
V = kecepatan (m/detik)
g = gravitasi (9,81 m/detik2)
∅ = sudut dasar jeruji (°)

Gambar 2.63 Kehilangan tinggi pada penyaring sampah


Sumber: ESHA (2004: 24)

c. Kehilangan tinggi karena gesekan pipa


65

L V2
hf = f . ( ).
D 2g
(2-152)

dengan:
f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

Gambar 2.64 Diagram Moody


Sumber: ESHA (2004: 38)

d. Penyempitan/pelebaran pipa
V 22
Hc = Kc.( ) (2-153)
2g
dengan
Kc = 0,42 (1-(d2/D2))
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gravitasi (9,81 m/detik2)
66

Gambar 2.65 Nilai Kc sebagai fungsi d/D


Sumber: ESHA (2004: 25)

e. Belokan pipa
Pada belokan, aliran air dalam pipa mengalami peningkatan tekanan di sepanjang
dinding luar dan penurunan tekanan sepanjang dinding dalam.
Ketidakseimbangan tekanan ini menyebabkan arus sekunder seperti
ditunjukkan pada gambar 2.45 Kehilangan ini tergantung pada jari-jari pipa
dan diameter.

Gambar 2.66 Koefisien kehilangan tinggi pada belokan


Sumber: ESHA (2004: 27)
67

2.7.3 Tinggi Jatuh Bersih

Untuk mendapatkan net head, maka perlu dihitung kehilangan-kehilangan tinggi


karena beberapa aspek. Pada umumnya kehilangan tinggi terjadi pada belokan, perubahan
penampang saluran, penyaring sampah (trashrack) dan pipa pesat. Dalam pertimbangan
perencanaan maka perlu dihitung net head, dengan rumus sebagai berikut:
Hnet = Hgross – hL (2-149)
Dengan:
Hnet = Tinggi jatuh nett (m)
Hgross = Tinggi jatuh kotor (m)
hL = Kehilangan tinggi

2.8 Perencanaan Hidraulik


2.8.1 Klasifikasi Turbin
Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan
energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin
ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. berdasarkan prinsip kerjanya, turbin
air dibagi menjadi kelompok yang ditujukan pada 2.22
Tabel 2.22 Jenis Turbin
Turbine Tinggi jatuh
Runner Tinggi Sedang Rendah
Impuls Pelton Crossflow Crossflo
w
Turgo Turgo
Multi-jet Multi-jet pelton
pelton
Reaksi Francis Propeller
Pump as Kaplan
Turbine
Sumber: IMIDAP ESDM 2C (2009: 8)

 Turbin Impuls
Turbin jenis ini meiputi crossflow, pelton, dan turgo, menggunaka tekanan yang
sama pada setiap sisi sudut geraknya (runner) dimana bagian turbin yang
berputar.
68

 Turbin Reaksi
Turbin ini meliputi jenis francis dan kaplan/propeller, menggunakan energi kinetik
dan tekanan dikonversian di runner, secara umum, jenis turbin ini tidak
menerima tumbukan dan hanya mengkuti aliran air.

Gambar 2.47 Jenis Turbin


Sumber: IMIDAP ESDM 2C (2009: 9)

 Kecepatan spesifik dan kecepatan putaran turbin


Kecepatan yang spesifik adalah perbandingan antara kecepatan putaran dari dua
runner secara geometrik satu dengan yang lainnya, dimana diambil dari kondisi
hukum persamaan, dan kecepatan spesifik dari runner yang mirip dalam sebuah
grup dengan kecepatan putaran diperoleh ketika satu runner memiliki head
efektif H= 1 meter dan outpur P = 1 kW.
Sehingga dapat disimpulkan kecepatan spesifik adalah sebuah nilai numerik sebagai
gambaran dari klasifikasi runner dihubungan dengan tiga faktor yaitu head
efektif, output turbin dan kecepatan putaran sebagai berikut:
1

Ns=
(N × P ) 2
(2-119)
5
4
H
69

N=
( Ns × H ) 4
(2-120)
1
2
P
Dengan,
Ns = kecepatan spesifik (m-Kw)
N = Kecepatan putaran turbin (rpm)
P = Output turbin (kW) = 9,8 × Q × H × η
H = Head efektif (meter)
Q = Debit (m3/detik)
η = Efisiensi maksimum (%, dalam perhitungan digunakan angka desimal)
Keterangan:
η = 82 % untuk Turbin Pelton; η = 84 % untuk Turbin Francis; η =70% untuk Turbin
Crossflow (kualitas fabrikasi di Indonesia); η=84% untuk Turbin Tubular S-
Type
Kecepatan spesifik dari setiap turbin adalah dikhususkan dan dikisarkan menurut
konstruksi dari setiap tipe dengan berdasarkan pada percobaan dan contoh-
contoh pembuktian nyata.
Batasan dari kecepatan spesifik turbin (Ns-max) dapat diperiksa dengan rumus
berikut
Turbin Pelton: Ns−max ≤85,49 H −0,243 (2-121)

2-97
Turbin Crossflow: Ns−max ≤650 H −0,5 (2-122)

2-98

Turbin Francis: Ns−max ≤ ( 20000


H +20 )
+30 (2-123)

2-99
−2
Turbin Francis Horizontal: Ns−max ≤3200 H 3 (2-124)

2-100
70

Turbin Propeller: Ns−max ≤ ( 20000


H +20 )
+50 (2-125)

2-101

Turbin Tubular: Ns−max ≤ ( 20000


H +16 )
(2-126)

2-102
Kisaran dari kecepatan spesifik turbin dapat dilihat pada Gambar 2.48

Gambar 2.48 Kisaran dari kecepatan spesifik dengan tipe turbin


Sumber: JICA (2009: 6-9)
71

Gambar 2.49 Grafik Pemilihan Turbin


Sumber: ESHA (2004: 175)
Tabel 2.23 Pengaplikasian Turbin Standar
Head Q P Ns
Jenis Turbin (rpm)
meter m3/detik kW
(kW.m)
Bulb 2-10 3-40 100-2500 200-450
Kaplan dan Propeller 2-20 3-50 50-5000 250-750
Reaksi Francis berkecepatan
10-40 0.7-10 100-5000 100-250
spesifik tinggi - aliran diagonal
Francis berkecepatan
40-200 1-20 500-15000 30-100
spesifik rendah - aliran radial
Pelton 60-1000 0.2-5 200-15000 <30

Impuls Turgo 30-200 - 100-6000 -


0,01-
Cross-flow 2-50 2-15 -
0.12
Sumber: Quintela (2010: 82)
2.8.2 Karakteristik Turbin
2.8.2.1 Turbin Crossflow
Turbin crossflow terdiri atas empat bagian utama: nosel, runner, guide vane
dan casing (rumah turbin). Air dialirkan masuk turbin melalui pipa pesat
berpenampang bulat. Pada ujung pipa pesat, yaitu sebelum masuk ke turbin, dipasang
adaptor, tempat perubahan penampang lingkaran menjadi persegi, menjelang masuk
72

rumah turbin, Dari adaptor air masuk ke nosel. Nosel berpenampang persegi dan
mengeluarkan pancaran air ke selebar runner. Bentuk pancaran adalah persegi, lebar
dan tidak terlalu tebal. Sebelum mencapai runner, aliran disesuaikan kecepatan
masuk dan sudut masuknya. Konstruksi runner terdiri dari dua buah pinggiran sejajar
yang disatukan pada lingkar luarnya oleh sejumlah sudut. Sudut-sudut diperkuat oleh
piringan tambahan yang dilas setiap 10-15 cm sepanjang runner.

Gambar 2.50 Turbin Crossflow


Sumber: JICA (2009: 7-13)
Pada gambar 2.50 terlihat penampang aliran yang berbeda-beda disepanjang
lintasan, dari pipa pesat sampai rumah turbin. Sisi pemasukan turbin melayani
penyesuaian aliran diakhir adaptor persegi menjadi pola aliran yang optimal diluasan
masuk runner.
Karakterisitik turbin crossflow memiliki desain dan konstruksi yang sederhana,
instalasi dan perawatan yang mudah, serta investasi dan biaya perawatan yang rendah.
Tinggi air jatuh (head) yang digunakan diatas 3 meter sampai dengan 50 meter. Kapasitas
debit air yang digunakan antara 25-1500 liter/detik. Dan daya yang dapat dihasilkan antara
2-200 kW.
Efisiensi turbin crossflow rata-rata berkisar 65%-75% dan bisa mencapai 80%
namun pada posisi guide vane <40% posisi maksimum, efisiensinya akan turun sampai
30%. Disamping itu umur turbin crossflow panjang, karena komponen-komponennya yang
relatif tahan aus dan kecil kemungkinan untuk terjadi kavitas yag dapat merusak kinerja
turbin.

2.8.2.2 Turbin Francis


Turbin francis merupakan turbin reaksi. Pada turbin francis, air mengalir ke runner
dengan arah radial dan keluar dengan arah aksial. Turbin francis dipakai untuk berbagai
73

keperluan (wide range) dengan tinggi air jatuh menengah (medium head). Dibandingkan
dengan turbin crossflow dan pelton, turbin francis kurang populer untuk pembangkit listrik
tenaga air dengan daya yang kecil (PLTMH) karena konstruksinya sangat kompleks serta
tingkat kesulitan dalam pembuatan yang cukup tinggi.

Turbin Francis memiliki interval kecepatan spesifik yang cukup lapang, mulai dari
0,05 sampai dengan 0,33 dengan hubungan terhadap head yang tinggi dan juga head
rendah. Gambar 2.51 menunjukan secara skematik potongan melintang dari runner turbin
Francis, dengan diameter D1, D2 dan D3.

Gambar 2.51 Runner turbin Francis


Sumber: Warnick (1984: 134)

Adapun perhitungan untuk masing-masng dimensi utama dari turbin Francis


yaitu diameter D1, D2 dan D3.
Diameter bagian outlet D3 memiliki persamaan sebagai berikut
Hn
D3=84,5.( 0,31+ 2,488.n QE) √ (2-127)
60.n
Diameter bagian dalam untuk D1 memiliki persamaan sebagai berikut
0,095
D 1=(0,4+ ) D3 (2-128)
nQE
Kemudian diameter dalam D2 memiliki persamaaan sebagai berikut untuk nQE>0,164
D3
D 1= (2-129)
0,96+0,3781. nQE
Untuk nQE < 0,164 dapat digunakan persamaan D1 = D2

Selain merencanakan dimensi runner turbin, diperlukan juga perencanaan case


turbin. Dalam hal ini turbin Francis pada uimumnya menggunakan spiral case. Besar
74

kecilnya spiral case tergantung daripada kecepatan spesifik turbin. Berikut ini adalah
rumus dan visualisasi dari spiral case untuk turbin Francis
19,5
(
A = 1,2− D
Ns−max 3 ) (2-130)

54,8
(
B = 1,1+ D
Ns−max 3 ) (2-131)

49,25
C = (1,32+
Ns−max )
D 3 (2-132)

48,80
D = ( 1,50+
Ns−max )
D 3 (2-133)

63,60
E = ( 0,98+
Ns−max )
D 3 (2-134)

131,4
F = (1+
Ns−max )
D 3 (2-135)

96,5
G = ( 0,89+
Ns−max )
D 3 (2-136)

81,75
H = ( 0,79+
Ns−max )
D 3 (2-137)

I = ( 0,1+0,00065 N s−max ) D3 (2-138)


L = ( 0,88+ 0,00049 N s−max ) D3 (2-139)
M = ( 0,60+ 0,000015 N s−max ) D3 (2-140)
75

Gambar 2.52 Spiral Case


Sumber: Warnick (1984: 134)

2.8.2.3 Turbin Pelton


Turbin pelton dipakai pada daerah dengan head yang tinggi. Runner turbin pelton
dilengkapi dengan mangkok (buckets) pada sekeliling piringannya (disc), yang bekerja
karena pancaran air (jet discharge) dari nosel. Penampang konstruksi nosel runnernya
seperti pada Gambar 2.53

Gambar 2.53 Penampang nosel dan Runner Pelton


Sumber: JICA (2009: 7-19)

Pancaran air akan mengenai sudut ditengah-tengahnya yang kemudian oleh


penampang-penampang sudut, pancaran tersebut akan dibelokkan dengan sudut 165°.
Penampang-penampang ini mengalihkan tenaga impuls yang didapatnya pada piringan.
Pada pusat mulut pancaran dipasang sebuah jarum untuk mengatur jumlah aliran air, yaitu
76

dengan menggerakkannya maju dan mundur. Dengan demikian efisiensi turbin pelton
dapat dipertahankan. Diantara mulut pancaran dan rotor dapat juga dipasang sebuah
deflektor untuk membelokkan pancaran air. Bila beban tiba-tiba dibuang (rejected),
deflektor secara darurat menghalangi pancaran air. Kemudian tempat keluar mulut
pancaran dengan perlahan-perlahan disumbat oleh jarum sehingga tidak mengakibatkan
kenaikan tekanan pada pipa pesat yang dikenal dengan istilah water hammer. Turbin
pelton pada umumnya digunakan untuk head yang tinggi, diatas 25 meter. Efisiensi turbin
pelton dapat mencapai 80%,
Tabel 2.25 Jenis dan Karakteristik tiap tipe Turbin reaksi
Jenis Garis besar Kapasias Head & Debit Beban Parsial Variasi head Perawatan Harga
Aliran air kedalam 200 kW -
Biaya menengah
pusat runner dan sekitar 500 Head : 15-300 m, Efisiensi terjaga
Efisiensi maks konstruksi
melingkar dan kW tetapi Debit 0,4 -200 baik melawan
Francis tinggi tapi jika Konstruksi sangat sederhana tapi
memutar runner turbin mikro m3/s/ Tapi mikro drop dari head
batang drop menjadi lebih sederhana. biaya sipil
dengan tekanan air (1 kW) turbin (head 4m, efektif
horisontal besar pada output Perawatan mudah seperti draft tube
dan keluaran air ke mungkin debit: 0,01m3/s) (karakteristik
rendah menjadi lebih
tailrace melalui draft dirancang dan juga dibuat bagus)
tinggi
tube dibuat
Aliran air kedalam
runner pada arah
Tubular S- Head : 3-18 m ; Perawatan tidak
yang sama dari Runner vane dapat
tipe 50 kW - Debit : 1,5 - 40 mudah karena
batang dan putaran bergerak 10-100%.
(Propeller sekitar 500 m3/s Cocok untuk ditto mekanisme dari Biaya tinggi
runner oleh tekanan Runner vane tetap
batang kW head rendah dan operasi runner
air dan keluaran air 80-100%
horisontal) debit besar vane
ke tail race melalui
draft tube bentuk S

Efisiensi dijaga
Perawatan mudah
Tipe pompa Efisiensi maks baik untuk
karena fasilitas Biaya rendah
submerged Digunakan untuk 30 kW - tinggi Efisiensi menahan
penyokong lebih untuk membuat
(Propeller membalik sebuah sekitar 850 Head : 2,5 - 20 kW drop menjadikan penurunan head
sedikit lebih lengkap
batang pompa standar kW output rendah bersih
(karakteristik lebih dan standarisasi
vertikal) makin besar (karakteristik
buruk)
bagus)

Cavitasi besar dan


Tanpa guide vane,
Pompa perbaikan runner Biaya sangat
Digunakan untuk debit harus dijaga
reversible 1 - sekitar Head 1,5 - 30 m ; vane dibutuhkan. rendah karena
membalik sebuah efisiensi maks ditto
(Batang 1000 kW Debit 0,5 - 5m3/s Masa pakai pompa di pasar
pompa standar rendah (lebih kecil
horisontal) bearing dan seal dapat digunakan
dari 80%)
batang pendek.

75
Tanpa guide vane, Cavitasi besar dan
Pompa 50 - Head 1,5 Biaya sangat rendah
Digunakan untuk debit harus dijaga perbaikan runner vane
reversible sekitar - 30 m ; karena dapat
membalik sebuah pompa efisiensi maks ditto dibutuhkan. Masa
(Batang 5000 Debit 0,5 menggunakan pompa
standar rendah (lebih kecil pakai bearing dan seal
vertikal) kW - 5m3/s yang ada di pasar
dari 80%) batang pendek.

Efisiensi drop karena


Tipe batang Head 0,8 tanpa casing. Sama seperti Cavitasi besar dan Biaya rendah, biaya sipil
Untuk menghilangkan
vertikal 0,8 kW - 30 m ; Konstruksi asli seperti perbaikan runner vane dapat dihemat karena
casing dari turbin Francis
aliran - 30 kW Debit 0,5 sederhana tanpa tubin Francis tidak dibutuhkan saluran pembuang tidak
atau propeller
terbuka - 5 m3/s mekanisme kontrol atau propeller karena head rendah dibutuhkan
debit

Variasi debit dapat Secara komparatif


Untuk mengalirkan air ke Head 3-
Tipe runner diatur dengan hanya bagus karena Biaya tinggi tapi
dalam tipe propeller turbin 0,8 kW 20 m ;
rotor sejumlah unit karena konstruksi sederhana konstruksi rumah
dipasang di dalam rotor - 30 kW Debit 0,5
integrated ada guide vane atau tanpa menkanisme pembangkit lengkap
generator - 4 m3/s
runner vane yang rumit

Salah satu tipe turbin Secara Secara komparatif Secara komparatif


Head: 5- Bilah yang dapat
Tubular propeller tetapi tanpa 100 – komparatif sederhana tetapi murah karena desainnya
18 m dilepas disiapkan
batang disiapkan casing spiral. 2000 sesuai karena sejumlah perawatan sederhana dan dapat
Debit: 2- tetapi operasi yang
vertikal Oleh karena itu, aliran kW bilah dapat dibutuhkan karena digunakan pada bentuk
18 m3/s ada 60-100%
langsung ke casing dilepas bilah dapat dilepas turbin propeller

Sumber: JICA (2009: 7-11)

76
Tabel 2.26 Jenis dan Karakteristik tiap tipe Turbin Impulss
Jenis Garis besar Kapasitas Head & Debit Beban Parsial Variasi head Perawatan Harga
Semburan air dari nozzle Efisiensi turun Efisiensi Operasi dari
Secara biaya kecil
menghantam bagian Head: 70-400 m dapat dihindari turun karena jarum dan
Francis batang mesin menjadi besar
belakang runner. Debit di 100-5000 kW Debit: 0,2-3 meskipun jika perubahan deflektor rumit.
horisontal karena kecepatan
kontrol oleh jarum valve m3/s debit pada head Perawatan sedikit
putaran rendah
dari nozzle bervariasi efektif rendah
Konstruksi sangat
sederhana aliran air ke
Efisiensi
dalam runner tipe silindris
maksimum
pada sudut yang tepat dari
Head: 5-100 m kecil tetapi Konstruksi sangat
Cross flow (batang batang dan keluaran
50-1000 kW Debit: 0,1-10 saat efisiensi ditto sederhana Lebih murah
horizontal) setelah melalui runner.
m3/s rendah perawatan mudah.
Satu atau dua guide vane
outputnya
mungkin disiapkan untuk
bagus
dua langkah output
tetgantung debit air
Seperti hantaman
Ditto 2 jenis
semburan air ke belakang Lebih murah,
Head: 5-100m nozzle
runner dalam lingkaran 100-sekitar kecepatan putaran
Turgo impulse Debit: 0,2-8 digunakan ditto Ditto
flank dan pitch dapat 10000 kW dapat ditingkatkan
m3/s untuk
menjadi kecil, kecepatan untuk mesin kecil
mengatur debit
runner dapat ditingkatkan
Sumber: JICA (2009: 7-12)

77
78

2.8.3 Kavitasi
Kavitasi terjadi ketika tekanan hidrodinamis pada aliran air jatuh di bawah tekanan
uap, sehingga terjadi fase penguapan atau pembentukan uap. Fenomena ini akan
membentuk gelembung-gelembung yang terbentuk akibat fase yang ada disebut dengan
kavitasi. Untuk menghindari kavitasi maka dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan
berikut
H sv
σ t= (2-141)
H
Dengan:
σt = sigma Thoma
Hsv = Suction head
H = tinggi jatuh efektif
Nilai Hsv didapatkan dari persamaan berikut
Hsv = Hatm – z – Hvap + Ve2/2g + Hl (2-142)

Dengan:
Hatm = tekanan atmosfir
Hvap = tekanan uap air
z = elevasi di atas permukaan saluran pembuang (tailrace)
Ve = kecepatan rerata dari saluran pembuang
Hl = kehilangan tinggi pada draft tube
Apabila kehilangan tinggi pada draft tube dan kecepatan pada saluran pembuang
diabaikan, sigma Thoma dapat ditemukan dengan persamaan berikut
H atm −H vap −z
σ t= (2-143)
H
Berdasarkan kecepatan spesifik sigma Thoma dapat diketahui melalui persamaan
berikut untuk turbin Francis dan Kaplan
Francis σ t=7,54 × 10−5 . ns1,41 (2-144)
Kaplan σ t=6,40 ×10−5 . n s1,46 (2-145)
Dengan:
ns = kecepatan spesifik
Untuk menghindari kavitasi, turbin harus ditempatkan paling tidak lebih dari nilai
zp, diatas tinggi muka air pada saluran pembuang. Nilai zp dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini
79

z p=H atm −H vap−σ t . H (2-146)

2.8.4 Dimensi Turbin


2.8.5 Efisiensi Turbin
Efisiensi turbin sangat penting untuk diperhitungkan, karena tidak menutup
kemungkinan dalam suatu skema pembangkit listrik tenaga hidro banyak permasalahan
yang mempengaruhi kinerja turbin seperti kavitasi, getaran dan lain-lain.
Setiap pembangkit listrik seharusnya memperhitungkan jaminan efisiensi dari suatu
produsen turbin agar menjamin turbin yang digunakan nantinya dapat beroperasi secara
optimal. Efisiensi turbin nantinya juga akan berpengaruh pada produksi energi dalam
setahun, karena dalam periode operasi dengan debit tertentu efisiensi turbin juga akan
berubah. Pada gamhar 2.54 akan ditampilkan grafik estimasi efisiensi untuk beberapa jenis
turbin, yang nilai efisiensinya didapatkan dari hubungan debit pembangkitan dengan
efisiensi yang ingin diketahui.

Gambar 2.54 Efisiensi turbin


Sumber: ESHA (2004: 183)

2.8.6 Rumah pembangkit ( masuk 2.6.1)


80

Pondasi rumah pembangkit dapat diklasifikasikan menjadi pondasi atas tanah,


pondasi semi bawah tanah dan pondasi bawah tanah. Kebanyakan, untuk pembangkit
listrik skala kecil menggunakan pondasi rumah pembangkit di atas tanah.
Dimensi lantai rumah pembangkit menyesuaikan peralatan hidromekanik dan
kebutuhan operasioanal. Berbagai jenis ukuran untuk bagian dari rumah pembangkit
tergantung pada jenis turbin yang digunakan, perbedaan tersebut digolongkan menjadi
turbin impuls (Pelton, Turgo, Crossflow) atau turbin reaksi (Francis atau Propeller).
Pada gambar 2.55 akan ditunjukkan bagian pondasi rumah pembangkit untuk turbin
impuls, yang pada umumnya digunakan pada pembangkit listrik tenaga mikro hidro.

Gambar 2.55 Rumah pembangkit untuk turbin impuls


Sumber: JICA (2003: 5-35)

Adapun pondasi untuk rumah pembangkit dengan turbin reaksi (Francis atau Propeller)
pada gambar 2.56 untuk pondasi atas tanah. Sedangkan pada gambar 2.57 untuk pondasi
bawah tanah.
81

Gambar 2.56 Rumah pembangkit untuk turbin reaksi (pondasi atas)


Sumber: JICA (2003: 5-36)

Gambar 2.57 Rumah pembangkit untuk turbin impuls (pondasi bawah)


Sumber: JICA (2003: 5-36)
82

2.8.7 Draft tube


Draft tube adalah sebagai komponen akhir yang dilalui aliran air setelah melewati
turbin, dan draft tube akan mengantarkan aliran air menuju ke tail race untuk
dikembalikan ke badan sungai.
Pada draft tube, umumnya menggunakan material baja yang dapat membentuk
lingkaran atau persegi. Dan draft tube akan memiliki dimensi yang melebar untuk
mengurangi kecepatan aliran untuk meminimalisir kerusakan pada tail race. Parameter
yang digunakan untuk pendimensian draft tube tergantung pada besarnya diameter runner
turbin, dalam hal ini adalah nilai D3. Adapun jenis-jenis draft tube ditampilkan pada
gambar 2.58

Gambar 2.58 Dimensi untuk beberapa jenis draft tube


Sumber: Warnick (1984: 141)

2.8.8 Generator
Generator adalah komponen elektrikal yang akan mengubah energi gerak menjadi
energi listrik. Berdasarkan karakteristik turbin yang digunakan, maka untuk
memilih generator perlu menyesuaikan kecepatan turbin dengan kecepatan
generator. Sehingga, tahapan untuk menentukan spesifikasi umum generator yang
digunakan adalah sebagai berikut
 Menentukan kecepatan turbin

Kecepatan putaran (n) =


( N s −max H nett 5/ 4 ) (2-147)
√P
83

Dengan:
n = kecepatan putar
Ns-max = kecepatan spesifik maksimum
Hnett = tinggi jatuh efektif
P = estimasi daya dihasilkan tiap turbin (kW)
 Menentukan frekuensi generator yang digunakan yaitu 50 Hz atau 60 Hz
 Menentukan kecepatan sinkron (turbin dengan generator)
120× f
Kecepatan putaran (n) = (2-148)
p
Dengan:
f = frekuensi (50 atau 60 Hz)
p = jumlah kutub generator
 Setelah didapatkan kecepatan putar turbin maka untuk menentukan kecepatan
putar generator dapat menggunakan kecepatan sinkron dengan frekuensi 50 Hz
dan 60 Hz, dan merencanakan generator berdasarkan kecepatan putar sinkron
yang mendekati kecepatan putar turbin

Tabel 2.24 Kecepatan standar generator sinkron


Kutub 50 Hz 60 Hz
(rpm)
4 1500 1800
6 1000 1200
8 750 900
10 600 720
12 500 600
14 429 514
16 375 450
18 333 400
20 300 360
Sumber: JICA (2003: 6-18)
84

2.9 Paremeter Perencanaan


Dalam suatu perencanaan pembangkit listrik tenaga mini hidro diperlukan beberapa
parameter yang mendukung agar perencanaan dapat terencana dengan baik dan sesuai
dengan kaidah perencanaan terkait. Adapun parameter yang menjadi pertimbangan dalam
pembangkit listrik tenaga mikro/mini hidro antara lain adalah aliran, tinggi jatuh efektif
dan beban listrik.

2.9.1 Aliran/Debit
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PLTM atau PLTMH tidak dapat
beroperasi dengan baik apabila debit aliran yang digunakan dibawah dari debit desain.
Sehingga sangat penting untuk mengetahui debit aliran nyata selama beberapa tahun
sehingga dapat ditentukan debit nominal untuk dasar perencanaan PLTM atau PLTMH.
Namun, data terkait debit aliran nyata selama beberapa tahun sangat jarang sekali
ketersediaannya sehingga digunakan perhitungan seperti yang telah dipaparkan di halaman
sebelumnya dengan menggunakan flow duration curve (FDC). Menggunakan FDC kita
dapat menentukan aliran atau debit mana yang dapat dimanfaatkan dan akhirnya hingga
dapat ditentukan turbin yang paling cocok untuk debit tersebut.
 Jika listik harus selalu tersedia sepanjang tahun, maka debit desain harus
ditentukan berdasarkan debit aliran terminimum (aliran yang dimaksud adalah
selama 100% tahun = 365 dalam kurva durasi aliran (FDC)) dalam
pelaksanaannya, waktu operasi juga akan diberhentikan selama pemeliharaan
dan perbaikan (setelah kegagalan komponen) atau selama banjir besar pada
sungai.
85

Gambar 2.60 Debit desain untuk sepanjang tahun operasi


Sumber: Fischer, Ecihenberger & Chapallaz (1992: 21)

 Jika listrik hanya dibutuhkan pada saat penggunaan listrik lebih besar
daripada listrik yang dapat disediakan oleh PLTM/PLTMH, sehingga harus
dilakukan strategi dalam pengoperasian.

Gambar 2.61 Debit desain lebih dari debit minimum


Sumber: Fischer, Ecihenberger & Chapallaz (1992: 21)

2.10 Sistem pembangkitan daya PLTM


86

Sebuah PLTM memerlukan dua hal yang utama, yaitu debit air dan ketinggian jatuh
(head) untuk menghasilkan tenaga penggerak turbin. Tenaga yang didapat dari air
dikoversikan sehingga menjadi daya yang dapat dibangkitkan

Gambar 2.13 Head dan aliran untuk pembangkit listrik


Sumber: JICA (2009: 2-8)

Persamaan konversi dari sistem pembangkitan ini adalah


Tenaga yang masuk = tenaga yang keluar + tenaga yang hilang (loss)
Tenaga yang keluar = tenaga yang masuk × efisiensi konversi
Persamaan diatas menggambarkan perbedaan kecil antara daya yang masuk, atau total daya
yang diserap oleh skema hidro, adalah daya kotor, P gross. Daya yang manfaatnya dikirim
adalah daya bersih Pnett. Semua efisiensi dari skema (Gambar 2.14) disebut η.
Pnet= Pgross × η (2-1)

Daya kotor adalah head kotor (Hgross) yang dikalikan dengan debit air (Q) dan juga
dikalikan dengan faktor gravitasi (g = 9,81 m/s2), sehingga persamaan dasar pembangkit
listrik adalah:
Pnet = g ×Hgross × Q × η (2-2)

Dengan:
Pnet = Daya bersih dalam kilowatt (kW)
87

g = gravitasi dengan nilai 9,81 m/s2


H = Head (m)
Q = Debit (m3/detik)
η = Efisiensi
dengan efisiensi (η) adalah:
Eo = Esipil × Epenstock × Eturbin × Egenerator × Esistem kontrol × Ejaringan × Etrafo (2-3)
Dengan:
Esipil = 1.0 - (panjang saluran × 0.002 ~ 0.005)/ Hgross
Epenstock = 0.90 ~ 0.95 (tergantung pada panjangnya)
Eturbin = 0.70 ~ 0.85 (tergantung pada tipe turbin)
Egenerator = 0.80 ~ 0.95 (tergantung pada kapasistas generator)
Esistem kontrol = 0.97
Ejaringan = 0.90 ~ 0.98 (tergantung pada panjang jaringan)
Etrafo = 0.98

Gambar 2.14 Efisiensi sistem skema PLTM


Sumber: JICA (2009: 2-9)

Anda mungkin juga menyukai