Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan
RahmatNyakami dapat menyusun makalah yang berjudul “penyelesaian sengketa dalam bisnis
ekonomi” untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Bisnis.Dalam penyusunan makalah ini,
tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung mau pun
tidak langsung.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini kamimengucapkan terima kasih kepada
dosen matakuliah Hukum Bisnis yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah
ini.Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan baik dari
segi bahasa maupun isi sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demikesempurnaan dan untuk perbaikan di masa yang akan dating.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang
m e m p e r g u n a k a n makalah ini sebagai acuan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………. 1
Daftar Isi………………………………………………………………….... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan………………………………………………………. 3
B. Rumusan masalah…………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian sengketa……………………………………………….. 4
B. Mekanisme penyelesaian sengketa……………………………….. 4
C. Sumber hukum dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………... 14
B. Saran………………………………………………………………….. 14
Daftar pustaka……………………………………………………………… 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah

Sengketa ekonomi biasanya ditafsirkan sebagai sebuah problem yang terjadi dalam ranah
perekonomian sebuah negara,secara khusus sengketa ekonomi diartikan sebagai sebuah konflik
atau pertentangan yang terjadi berkaitan masalah-masalah ekonomi.Sebagaimana realita yang
terjadi bahwa saat ini didalam dunia bisnis terjadi begitu banyak transaksi setiap harinya,hal itu
tidak menutup terjadinya sengketa diantara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Setiap jenis sengketa yang terjadi menuntut akan adanya pemecahan dan penyelesaian
yang cepat dan tepat. Karena perlu diketahui bahwa semakin banyak dan luasnya aktivitas
perdangangan maka frekuensi terjadinya sengketa dimungkinkan juga akan tinggi,selain itu
membiarkan sengketa tersebut tanpa adanya penyelesaian yang cepat maka akan menimbulkan
pembangunan yang tidak efien, produktifitas menurun,dunia bisnis akan mengalami kemunduran
serta beragam kerugian-kerugian lainnya yang akan menimpa jika suatu sengketa terlambat
diselesaikan. Oleh karena itu,perlu cara-cara khusus yang ditetapkan agar penyelesaian sengketa
dapat dilakukan dengan cepat,efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu
sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan
perekonomian dan perdagangan dimasa datang.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian dari sengketa ?
2.      Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa ?
3.      Apa saja sumber penyelesaian sengketa ekonomi syariah?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sengketa


Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Pihak
yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan kepada pihak kedua dan apabila pihak
kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama serta menunjukkan perbedaan pendapat,
maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa. Akan tetapi dalam konteks hukum,
khususnya hukum kontrak yang dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi
antara para pihak karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam
suatu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan perkataan lain telah terjadi
wanprestasi.1[1]
Berikut ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli :
1.      Windiarti
Sengketa adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-
kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan,
yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
2.      Ali ahmad
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari pemikiran yang
berbedatentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah perilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu dari keduanya.

B.     Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Cara penyelesaian sengketa dibagi menjadi dua, yakni penyelesaian sengketa melalui
pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa tidak melalui pengadilan (non litigasi).
Penyelesaian yang tidak melalui pengadilan yang disebut sebagai “Alternative Dispute
Resolution” (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif.

4
1.      Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pengertian ADR disini adalah lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur yang
disepakati para pihak seperti dengan negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain lain. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Alternative Dispute Resolution dalam perspektif UU No. 30
Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan
kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan sengketa secara litigasi di pengadilan.
ADR mempunyai kelebihan atau kentungan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa dengan
pengadilan, yakni sebagai berikut :

a) Sifat kesukarelaan dalam proses


b) Prosedur yang cepat dimana prosedur alternatif penyelesaian sengketa bersifat informal
c) Keputusannya bersifat non-judicial karena kewenangan untuk membuat keputusan ada
pada pihak-pihak yang bersengketa yang berarti pihak-pihak yang terlibat mampu
meramalkan dan mengontrol hasil yang disengketakan.
d) Prosedur rahasia (confidential)
e) Hemat waktu dan hemat biaya, dan lain sebagainya.

 Mekanisme penyelesaian sengketa ini terdiri antara lain :


a.      Negosiasi
Dalam Busines Law yang disusun ole Mark E. Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses
yang dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan (kepentingan) yang saling berbeda dengan
membuat suatu persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran.
Bentuk ADR seperti ini memungkinkan para pihak tidak turun langsung dalam bernegosiasi
yaitu mewakilkan kepentingannya kepada masing-masing negosiator yang telah ditunjuk untuk
melakukan kompromi demi tercapainya penyelesaian secara damai.
Bentuk negosiasi hanya dilakukan diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian dan konsiliasi
yang dapat dilakukan pada setiap saat, baik sebelum proses persidangan maupun dalam proses
pengadiln dan dapat dilakukan didalam maupun diluar pengadilan. Agar mempunyai kekuatan
mengikat kesepakatan damai melalui negosiasi wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam

5
jangka waktu 30 hari terhitung setelah penandatanganannya dan dilaksanakan sejak 30 hari
terhitung setelah pendaftarannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 dan 8 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b.      Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga yang disebut
sebagai mediator berfungsi untuk membantu para pihak yang berselisih untuk menyediakan
fasilitas bagi pihak-pihak didalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, tidak terdapat unsur paksaan antara pihak-
pihak dan mediator karena para pihak secara sukarela meminta kepada mediator untuk
membantu menyelesaikan konflik yang sedang mereka hadapi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan bila para pelaku bisnis yang bersengketa akan
menempuh jalur mediasi adalah sebagai berikut :

a) Sepakat para pihak untuk menempuh proses mediasi


b) Memahami masalah-masalah
c) Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah
d) Mencapai kesepakatan
e) Melaksanakan kesepakatan

 Keunggulan mediasi sebagai gerakan ADR adalah :

1)      Negosiasi
Keputusan untuk mediasi diserahkan kepada kesepatakan para pihak sehingga dapat dicapai
suatu putusan yang benar-benar merupakan kehendak dari para pihak.
2)      Informal atau fleksibel
Tidak seperti dalam proses litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian, replik, duplik dan
sebagainya ) proses mediasi sangat fleksibel, kalau perlu para pihak dengan bantuan mediator
dapat mendesain sendiri prosedur bermediasi.
3)      Interest based
Dalam mediasi tidak dicari siapa yang benar atau yang salah, tetapi lebih untuk menjaga
kepentingan masing-masing pihak.

6
4)      Future looking
Karena lebih menjaga kepentingan masing-masing pihak, mediasi lebih menekankan untuk
menjaga hubungan para pihak yang bersangkutan ke depan, tidak berorientasi ke masa lalu.
5)      Parties orieted
Dengan prosedur yang informal, maka para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif
mengontrol proses mediasi dan pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada
pengacara.
6)      Parties control
Penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan keputusan dari masing-masing pihak.
mediator tidak dapat memaksakan untuk mencapai kesepakatan.

Mediasi disisi lain sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa juga memiliki kelemahan
yang perlu disadari oleh peminat mediasi.

1) Mediasi hanya dapat dilakukan secara efektif jika para pihak memiliki keinginan untuk
menyelesaikan konsensus ( bersifat sukarela ).
2) Pihak yang tidak beretikad baik dapat memanfaatkan poses mediasi sebagai taktik untuk
mengulur-ngulur waktu penyelesaian sengketa.
3) Beberapa jenis kasus mungkin tidaki dapat dimediasi, terutama kasus-kasus yang
berkaitan dengan masalah ideologi dan nilai dasar yang tidak menyediakan ruang bagi
para pihak untuk melakukan kompromi-kompromi.
4) Secara normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum
private tidak dalam lapangan hukum pidana ( UU No. 23 tahun 1997 Pasal 30 ayat 2 ).

c.       Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pengertian lain
Konsolidasi (conciliation), dapat pula diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai.
Persediaan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari 2 tahap yaitu tahap tertulis dan tahap
lisan. berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, konsiliator atau badan konsiliasi menyerahkan

7
laporannya kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan sengketannya.
Usulan ini sifatnya tidak mengikat karena diterima tidaknya usulan tersebut tergantung
sepenuhnya pada para pihak.2[4]
Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu,
pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang
berarti:
a)      Pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator
atau majelis pendamai,
b)   Setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan
yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja.
Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti
Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol
sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada
mengajukan ke pengadilan.
d.      Arbitrase
Menurut UU No. 3o tahun 1999 tentang abritase dan alternatif peneyelesaian sengketa
umum, arbitrase dalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
Arbitrase sangat berbeda dengan mediasi dan konsiliasi. Perbedaan pokoknya terletak pada
fungsi dan kewenangannya, yakni :

a) Arbitrase diberi kewenangan penuh kepada para pihak yang akan menyelesaikan sengketa.
b) Untuk itu arbiter ( arbitral tribunal ) berwenang mengambil putusan yang lazim disebut
award.
c) Sifat putusan langsung final and binding ( final dan mengikat ) kepada para pihak.

8
Secara umum dinyatakan bahwa lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan lembaga peradialan. kelebihan tersebut antara lain :

1) Dijamin kerahasian sengketa para pihak.


2) Dapat dihindarkan kelembatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan
administrasi.
3) Para pihak dapat memilih arbiter yang emnurut keyakinannya mempunyai
pengetuhuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenal masalah yang
disengketan, jujur dan adil.

Putusan arbitrase mempunyai putusan yang mengikat pada pihaknya dengan melalui tata cara
atau prosedur yang sangat sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Dari praktek
yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu
putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun
internasional sudah cukup jelas.

1.      Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Pengadilan / Litigasi

Ligitasi adalah artinya persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga
memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.
Ligitasi sekarang menjadi tuntutan masyarakat akan adanya supremasi hukum terlihat dari
perkembangan masyarakat yang semakin mengedepankan aspek legalitas. Kecenderungan
masyarakat dewasa ini lebih memilih institusi hukum/ pengadilan dalam menyelesaikan sengketa
atau permasalahan yang terjadi diantara mereka, daripada harus duduk bersama, bermusyawarah
untuk mencapai mufakat.
Proses pengadilan tidak selalu terjadi dalam gugatan penggugat. daloam beberapa hal
kasus tuduhan palsu dan kurangnya fakta-fakta dari orang-orang yang terkait dapat menyebabkan
akan cepat menyalahkan, dan ini dapat mneyebabkan litigasi atau tuntutan hukum. sayangnya
orang tidak mau bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, jadi bukanya menghadapi
konsekuensi dari tindakan mereka, mereka mencoba menyalahkan orang lain dan hanya bisa
memperburuk keadaan.

9
Asas-asas umum pengadilan :
1.      Asas kebebasan hakim
2.      Hakim Bersifat menunggu
3.      Pemeriksaan berlangsung terbuka
4.      Asas kesamaan (Audi et alteran partem)
5.      Hakim aktif memimpin proses
6.      Putusan disertai alasan (Motiverings Plicht)
7.      Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
8.      Beracara dikenakan biaya
9.      Peradilan dilakukan “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”
10.  Susunan persidangan dalam bentuk majlis
11.  Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.3[5]
Kelemahan sistem pengadilan :
1.      Proses penyelesaian sengketa yang lambat
2.      Biaya perkara yang mahal
3.      Pengadilan tidak tanggap
4.      Putusan pengadilan sering tidak menyelesaikan masalah
5.      Kemampuan hakim yang bersifat generalis 4[6]
Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan kurang lebih 8 kali yang terdiri
dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim.5[7]

Lembaga penyelesaiannya :
a.       Pengadilan Umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis mempunyai karakteristik :
1)      Prosesnya sangat formal

10
2)      Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3)      Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4)      Sifat keputusan memaksa dan mengikat ( coercive and binding )
5)      Orientasi ke pada fakta hukum ( mencari pihak yang berasalah )
6)      Persidangan bersifat terbuka
b.      Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada dilingkungan pengadilan umum yang
mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan sengketa HAKI, pengadilan niaga
mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1)      Prosesnya sangat formal


2)      Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3)      Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4)      Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding )
5)      Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6)      Proses persidangan bersifat terbuka
7)      Waktu singkat
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah ruang lingkup pemeriksaannya yang
lebih luas (karena sistem peradilan di indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan
umum,peradilan agama,peradilan militer,dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir
semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini ).
Kelemahan penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah kurangnya kepastian hukum dan
hakim yang awam (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum ).

Contoh kasus
Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi kabar yang heboh bagi sebagian besar
media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah merunya antara
warga dengan PT.murah jaya kasus ini mencuat saat warga meruya memprotes keputusan
mahkamah agung yang memenangkan gugatan PT.murah jaya atas tanah seluas 44 Ha.
Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan djuhri,mandor tanah, atas

11
kepercayaan yang diberikan benny melalui toegono dalam pembebasan di meruya selatan pada
tahun 1972. Djuhri mernjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu
melanggar aturan.
Penyelesaian :
Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari masyarakat
( perorangan / badan hukum ) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata
Usaha Negara dibidang pertahanan yang telah ditetapkan oleh pejabat Tata Usaha Negara
dilingkungan Badan Pertanahan Nasional,serta keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan
hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut,mereka ingin
mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari
pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu
keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat /surat keputusan pemberian hak
atas tanah), ada pada kepala badan pertanahan Nasional. Kasus pertanahan meliputi beberapa
macam antara lain : mengenai masalah status tanah,masalah kepemilikan, dan masalah bukti-
bukti porelehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat yang berwenang
menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas
yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan
tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara
langsung ke badan pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap. Maka badan
pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke kepala kantor
wilayah badan pertanahan Nasional Provinsi dan kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota
setempat letak tanah yang disengketakan.
Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi,maka selanjutnya diadakan pengkajian
kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan
penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau badan hukum) yang
berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat perlindungan maka apabila dipandang
perlu setelah kepala kantor pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari
kenyakinannya memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah
sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam surat Edaran kepala badan pertanahan nasional tanggal
14-1-1992 no 110-150 perihal pencabutan instruksi menteri dalam negeri no 16 tahun 1984.

12
Dengan dicabutnya instruksi menteri dalam negeri no 16 tahun 1984, maka diminta perhatian
dari pejabat badan pertanahan nasional di daerah yaitu para kepala kantor Wilayah Badan
pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala kantor Pertanahan Kabupaten / Kota , agar selanjutnya
di dalam melakukan penetapan status quo atas pemblokiran hanya dilakukan apabila ada
penetapan Sita Jaminan (CB) dari pengadilan. (perbandingan dengan peraturan Menteri Negara
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 tahun 1997 pasal 126 ).6[8]
C.    Sumber Hukum dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah
Perlu diuraikan sumber-sumber hukum dalam menyelesaikan sengketa ekonomi Syariah,
antara lain sebagai berikut:
1.      Sumber Hukum Acara
Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa ekonomi
syariah adalah Hukum Acara yang berlaku dan dipergunakan pada lingkungan Peradilan Umum.
Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.
Sementara ini Hukum Acara yang berlaku dilingkungan Pengadilan Umum adalah Herziene
Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura, Rechtreglement Voor De Buittengewesten
(R.Bg) untuk luar Jawa Madura. Kedua aturan Hukum Acara ini diberlakukan di lingkungan
Peradilan Agama, kecuali hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
Disamping dua peraturan sebagaimana tersebut diatas, diberlakukan juga Bugerlijke
Wetbook Voor Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, khususnya buku ke IV tentang Pembuktian yang termuat dalam Pasal 1865 sampai
dengan Pasal 1993.

BAB III

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain.
Pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasankepada pihak kedua dan apabila
pihak kedua tidak menanggapu dan memuaskan pihak pertama serta menunjukkan perbedaan
pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa.
Penyelesaian sengketa dibagi menjadi dua, yakni penyelesaian sengketa melalui pengadilan
(litigasi) dan penyelesaian sengketa tidak melalui pengadilan (non litigasi). Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan meliputi mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan lain-lain.

B. Saran
Alangkah baiknya setiap kontrak yang dibuat oleh pelaku bisnis memuat klausula arbitrase,
sehingga penyeleseaian sengketa dapat diselesaikan dengan cepat, murah dan hubungan bisnis
tetap terjaga atau langsung.

Daftar Pustaka

14
Kantaatmadja, Komar. 2001. Beberapa masalah dalam penerapan ADR di Indonesia dalam prospek
dan pelaksanaan Arbitrase di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti
Salam, Moch. Faisal. 2007. Penyelesaian sengketa bisns secara nasional dan internasional. Bandung :
Mandar Maju
Hak, Nurul. 2011. Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syari’ah. Yogyakarta : Teras
R. Soeroso, Tata Cara Dan Proses Persidangan. Sinar Grafika, Jakarta,2001
Http://Ayylany.blogspot.com/2014/05/makalah-penyelesaian-sengketa-bisnis.html diakses pada tanggal
18 mei 2016 pukul 14:50

15

Anda mungkin juga menyukai